Senin, 30 September 2013

Pengharapan Semua Umat Percaya

"KEBANGUNAN YANG DIJANJIKAN: MISSI ALLAH DISELESAIKAN"

PENDAHULUAN

 Allah akan menyelesaikan missi-Nya.
 
   Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh barangkali adalah denominasi Kristen terdepan dalam hal evangelisasi di seluruh dunia. Bahkan, gereja yang berdiri sekitar 150 tahun silam ini bisa eksis di lebih dari 230 negara di dunia adalah karena semangat penginjilan yang didasarkan pada Pekabaran Tiga Malaikat dari Wahyu 14:6-12. Namun, meskipun ekspansi terus berlangsung, jumlah keanggotaannya secara global baru sekitar 17 juta (data per Januari 2012), atau kurang-lebih 0,25% dari populasi dunia yang berjumlah 7 milyar lebih. Tetapi tentu saja penginjilan itu tidak sama dengan Adventisasi ataupun Kristenisasi. Penginjilan ialah: (1) memberitakan kepada dunia tentang keselamatan oleh kasih karunia Allah melalui Yesus Kristus (Kis. 4:12; Kis. 15:11); dan (2) mengamarkan tentang kedatangan-Nya yang kedua kali untuk merealisasikan keselamatan itu kepada mereka yang telah dikuduskan dan disiapkan bagi kerajaan surga (1Ptr. 1:2-4).

    Tuhan tidak menyelamatkan manusia secara kelompok berdasarkan agama yang dianutnya, melainkan secara pribadi berdasarkan penilaian Tuhan sendiri (Rm. 2:16; 1Sam. 16:7). Allah tidak berurusan dengan agama tetapi berurusan dengan umat-Nya, yaitu mereka yang percaya dan melakukan kehendak-Nya (Mat. 7:21). Bukan agama yang menyelamatkan kita, tetapi Allah yang menyelamatkan kita (Yoh. 3:16-17; Tit. 2:11). Agama adalah ikhtiar manusia untuk mendekatkan diri kepada Tuhan demi mencari keselamatan, sedangkan keselamatan adalah ikhtiar Allah untuk menarik manusia datang kepada-Nya (2Tim.1:9; Ef. 2:8-9; Rm. 5:8-9).

    Penginjilan adalah pekerjaan Allah, sebuah missi yang telah dirancang di surga dan dicanangkan di Taman Eden pada hari nenek moyang pertama manusia jatuh ke dalam dosa, yakni ketika Allah mengumumkan Injil yang pertama (Kej. 3:15). Janji injil ini terwujud melalui kelahiran Yesus Kristus di dunia ini hingga kematian-Nya di salib, dan missi penyelamatan manusia telah dimulaikan oleh Kristus sendiri (Luk. 19:10). Kita manusia hanya dilibatkan sebagai pekerja injil yang menjalankan mandat Kristus (Mrk. 16:15-16; Kis. 1:8; Mat. 9:37-38; Yes. 6:8). Penyelamatan manusia adalah missi Allah. "Ada satu hal yang selalu harus diingat bilamana membahas topik ini: missinya adalah missi Allah, dan Dia akan menyelesakannya. Akan tetapi pada waktu yang sama kita harus ingat bahwa kita juga sudah dipanggil untuk suatu peran penting dalam pekerjaan pamungkasnya" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].

1. TUGAS AGUNG YANG PENUH TANTANGAN (Kuasa yang Dijanjikan)

    Menginjil dengan kuasa Allah. Beberapa hari setelah kebangkitan-Nya, Yesus bertemu dengan murid-murid di sebuah bukit di Galilea sesuai dengan janji sebelumnya. Dalam pertemuan itulah Yesus menyampaikan pesan yang di kalangan umat Kristen sering disebut sebagai Perintah Agung. Kata Yesus, "Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di surga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat. 28:18-20).

    Perhatikan bahwa sebelum Yesus berbicara tentang missi lebih dulu Dia menyebut tentang kuasa yang dimiliki-Nya, baik di surga maupun di bumi. Berdasarkan kewenangan itulah Yesus berkata, "Karena itu pergilah..." Dengan kata lain, Yesus menyuruh murid-murid untuk pergi menginjil oleh sebab ada kuasa di tangan-Nya, dan kuasa itu akan menyertai mereka "sampai kepada akhir zaman." Ini menunjukkan bahwa perintah untuk menginjil adalah sebuah kewajiban dan tanggungjawab, bukan sekadar imbauan atau pilihan. Yesus bukan saja memberi perintah, tetapi juga memberi otoritas untuk melaksanakan perintah itu.

     "Kristus berjanji kepada murid-murid-Nya bahwa Ia akan 'mengirim kepadamu apa yang sudah dijanjikan oleh Bapa' dan mereka akan menerima 'kuasa dari Allah' (Luk. 24:49, BIMK). Juruselamat menambahkan, 'Tetapi kalian akan mendapat kuasa, kalau Roh Allah sudah datang kepadamu. Dan kalian akan menjadi saksi-saksi untuk-Ku di Yerusalem, di seluruh Yudea, di Samaria, dan sampai ke ujung bumi' (Kis. 1:8, BIMK)" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].

    Tugas yang harus selesai. Kuasa Allah dapat membuat kita berani dan bersemangat dalam melaksanakan tugas penginjilan, namun ketekunan dalam melaksanakannya sering menjadi kata kunci bagi keberhasilan. Seperti halnya dalam mengerjakan tugas apa saja yang kita lakukan sehari-hari, ketekunan dalam pekerjaan itu dapat menjadi faktor yang menentukan hasil akhir. Rasul Paulus menasihati, "Tetapi tentu kalian harus tetap setia percaya dan berdiri teguh pada kepercayaanmu. Jangan sampai kalian melepaskan harapan yang sudah diberikan kepadamu ketika kalian menerima Kabar Baik dari Allah. Kabar itu sudah diberitakan kepada setiap orang di seluruh dunia. Dan untuk itulah juga saya, Paulus, sudah menjadi pelayan" (Kol. 1:23, BIMK).

    Bagian kalimat "Kabar itu sudah diberitakan kepada setiap orang di seluruh dunia" dalam ayat di atas (versi TB: "telah dikabarkan di seluruh alam di bawah langit") mungkin bisa terasa sebagai pernyataan yang berlebihan mengingat bahwa penginjilan di masa itu baru mencakup sebagian kecil dari wilayah Laut Tengah. Kata-kata ini lebih tepat untuk dimaknai sebagai gambaran tentang pesatnya perkembangan penginjilan di zaman rasul-rasul sampai menimbulkan iri hati dari orang-orang Yahudi. Maka ketika Paulus dan Silas datang ke Tesalonika orang-orang Yahudi yang iri hati itu mendalangi demonstrasi dengan mengupah preman-preman pasar untuk memprotes sambil berteriak-teriak, "Orang-orang yang telah mengacaukan seluruh dunia telah datang juga kemari..." (Kis. 17:5-7).

    Pekerjaan penginjilan tidak pernah mudah untuk dilaksanakan, sejak zaman Yesus dan murid-murid-Nya sampai kepada masa para rasul pertama di abad-abad permulaan. Bahkan, penginjilan akan menjadi semakin berat menjelang kedatangan Yesus kedua kali ketika Setan akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk menghalangi pekerjaan ini. Namun pekerjaan ini harus selesai oleh karena itulah prasyarat bagi kedatangan Yesus yang kedua kali (Mat. 24:14). "Betapapun tugas ini begitu menantang, janji-janji Allah itu pasti...Pengabaran injil ke seluruh dunia mungkin tampak mustahil, tetapi kuasa Allah akan mengatasi setiap rintangan. Setiap orang di planet Bumi ini akan memiliki kesempatan memadai untuk mendengar dan memahami pekabaran kasih dan kebenaran Allah sebelum kedatangan Tuhan kita (Baca Why. 18:1)" [alinea kedua: kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang kuasa Allah yang menyertai tugas penginjilan?

1. Menginjil adalah tugas yang diamanatkan Kristus kepada setiap pengikut-Nya. Sebagai sebuah perintah, penginjilan memiliki kedudukan yang sama dengan perintah-perintah Yesus lainnya. Seseorang tidak dapat disebut orang Kristen kalau dia tidak menjalankan tugas penginjilan dalam bentuk apa saja yang dia sanggup.

2. Pada situasi dan kondisi tertentu penginjilan bisa lebih berat untuk dijalankan ketimbang perintah-perintah Yesus lainnya. Tetapi "sikon" (situasi dan kondisi) bukan alasan yang sah untuk tidak melaksanakan tugas penginjilan. "Beritakanlah firman...baik atau tidak baik waktunya" (2Tim. 4:2).

3. Salah satu alasan utama dan terpenting untuk menyelesaikan pekerjaan penginjilan ialah karena itulah prasyarat bagi kedatangan Yesus kedua kali. Anda bukan seorang Kristen yang sedang menantikan kedatangan Yesus kedua kali kalau anda tidak terlibat dalam pekerjaan penginjilan.

2. ROH KUDUS DAN PENGINJILAN (Hujan Awal dan Hujan Akhir)

 Kuasa Allah dilambangkan.

   Roh Kudus yang sering disebut sebagai Oknum ketiga dari keilahian selalu dikaitkan dengan Kuasa Allah. Alkitab mencatat manifestasi fisik dari Roh Kudus dalam ujud burung merpati (Mat. 3:16) dan api (Kis. 2:2-4), dan dalam hal cara bekerja Roh Kudus sering diibaratkan sebagai angin (Yoh. 3:8) dan air (Yoh. 7:37-39). Dalam bahasa asli PL (Ibrani) Roh adalah רוּחַ, ruwach, yang juga dapat diterjemahkan sebagai angin, nafas, pikiran, dan jiwa dengan berbagai makna (Strong, H7307). Sedangkan dalam bahasa asli PB (Grika) Roh itu πνεῦμα, pneuma (dilafalkan: pnyü'-mä), yang juga bisa diterjemahkan sebagai angin, nafas, perasaan, pengaruh, dan jiwa dengan berbagai makna (Strong, G4154).

 "Baik Perjanjian Lama dan Baru menggunakan simbol air untuk melambangkan Roh Kudus...Nabi Yoel juga membahas perlambangan air. Allah berjanji untuk menyirami ladang-ladang Israel, lalu menyatakan, 'Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia' (Yl. 2:28). Yesus menggunakan simbol air untuk melambangkan Roh Kudus (Yoh. 7:37-39)" [alinea pertama: kalimat pertama dan tiga kalimat terakhir].

 Hujan awal dan hujan akhir.

   Nabi Yoel--namanya berarti "Tuhan adalah Allah"--menubuatkan tentang hujan awal dan hujan akhir yang akan turun di tanah Israel "seperti dahulu" bilamana umat Tuhan itu bertobat (Yl. 2:21-27). Setelah bernubuat perihal hujan dalam arti kata yang sebenarnya, sang nabi juga menubuatkan tentang kecurahan Roh Kudus: "Kemudian dari pada itu akan terjadi, bahwa Aku akan mencurahkan Roh-Ku ke atas semua manusia, maka anak-anakmu laki-laki dan perempuan akan bernubuat; orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan" (ay. 28). Nubuatan bagian kedua ini bersifat futuristik, yang secara lokal telah digenapi pada zaman rasul-rasul sebagaimana dikutip oleh rasul Petrus dalam khotbahnya (Kis. 2:14-20). Kegenapan secara global, disertai dengan fenomena-fenomena alam seperti yang disebutkan, terjadi di kemudian hari pada zaman akhir. Sementara itu rasul Yakobus dalam memberi semangat kepada orang Kristen yang diumpamakannya sebagai "petani" menggunakan analogi "hujan musim gugur" (hujan awal) dan "hujan musim semi" (hujan akhir) untuk menggambarkan pertolongan kuasa Allah yang segera akan tiba (Yak. 5:7-8).

 Israel purba belum mengenal sistem irigasi karena itu pertanian mereka sangat bergantung pada pola musim di wilayah Timur Tengah dan pada sumber mata air serta sungai yang debit airnya sangat bergantung pada tinggi-rendahnya curah hujan. Hujan awal yang biasanya mulai turun pada akhir bulan Oktober atau awal bulan November penting untuk melembutkan tanah dan menumbuhkan benih pada musim tanam, sedangkan hujan akhir yang mulai turun di penghujung bulan April atau awal Mei perlu untuk mematangkan tanaman tidak lama sebelum tiba musim panen. Negeri Kanaan pada zaman dulu terkenal karena kesuburan tanahnya, "suatu negeri dengan sungai, mata air dan danau, yang keluar dari lembah-lembah dan gunung-gunung; suatu negeri dengan gandum dan jelainya, dengan pohon anggur, pohon ara dan pohon delimanya; suatu negeri dengan pohon zaitun dan madunya" (Ul. 8:7-8).

 Pencurahan Roh Kudus.

   "Allah menggunakan perlambangan hujan awal dan hujan akhir dalam dua cara. Roh hujan awal turun atas murid-murid di Hari Pentakosta demi untuk melancarkan missi Kristen. Hujan akhir akan dicurahkan pada gereja Allah di zaman akhir demi untuk menyelesaikan missi-Nya di bumi. Istilah 'hujan awal' juga merujuk kepada pekerjaan Roh Allah sehari-hari yang meyakinkan, menasihati, menuntun, dan memberdayakan setiap orang percaya. 'Hujan akhir' adalah istilah yang digunakan untuk menerangkan anugerah yang istimewa dari Roh Kudus Allah pada gereja Kristus sebelum kedatangan Yesus" [alinea ketiga].

 Pena inspirasi menulis: "Banyak yang telah gagal menerima hujan awal dalam ukuran yang besar. Mereka belum memperoleh semua manfaat yang Allah sudah sediakan bagi mereka. Mereka berharap bahwa kekurangan itu akan dipenuhi oleh hujan akhir. Bilamana kasih karunia yang sangat berlimpah akan dianugerahkan, mereka bermaksud hendak membuka hati mereka untuk menerimanya. Mereka melakukan suatu kesalahan yang mengerikan. Pekerjaan yang Allah telah mulai di dalam hati manusia dengan memberi terang dan pengetahuan harus terus berlanjut. Setiap orang mesti menyadari kebutuhannya sendiri" (Ellen G. White, Review and Herald, 2 Desember 1897).

  Apa yang kita pelajari tentang pencurahan Roh Kudus sebagai hujan awal dan hujan akhir?

1. Karena sifat pekerjaan-Nya, dalam Alkitab Roh Kudus dikiaskan sebagai air yang menumbuhkan dan mematangkan kerohanian dalam diri orang percaya. Pekerjaan Roh Kudus adalah seperti angin yang tidak kelihatan tapi hasilnya nyata (Yoh. 3:8).

2. Secara massal pencurahan Roh Kudus untuk umat Tuhan sudah terjadi pada Hari Pentakosta di zaman rasul-rasul dan akan terjadi lagi pada zaman akhir menjelang kedatang Yesus kedua kali. Secara pribadi pengalaman Roh hujan awal terjadi ketika seseorang bertobat dari dosa, dan Roh hujan akhir akan mematangkan kerohaniannya.

3. Allah menganugerahkan Roh Kudus kepada umat-Nya sama seperti hujan yang tercurah ke bumi, awalnya untuk menumbuhkan bibit rohani dan akhirnya untuk mematangkan. Seseorang harus mendapatkan Roh hujan awal lebih dulu baru Roh hujan akhir itu berguna bagi dia. Anda tidak bisa hanya menerima salah satu.

3. PERSIAPAN UNTUK PENCURAHAN ROH (Prasyarat Bagi Hujan Akhir)

 Syarat yang harus dipenuhi.

    Menurut pengarang pelajaran SS ini bahwa untuk pencurahan Roh Allah manusia harus melakukan persiapan-persiapan (sesuai dengan daftar ayat yang disediakannya dalam pembahasan pelajaran hari ini), termasuk sehati dalam doa bersama (Kis. 1:14), meminta (Za. 10:1), bertobat supaya dosa dihapuskan (Kis. 3:19), hidup sesuai dengan firman Tuhan (Mzm. 119:25), hidup bergantung pada Roh (Yoh. 6:63). Barangkali masih banyak ayat lain lagi dalam Kitabsuci yang bisa ditambahkan di sini menyangkut pokok pembahasan ini. (Anda dapat berkontribusi di kelas UKSS.)

    Pertanyaan untuk direnungkan: Kalau penginjilan itu adalah pekerjaan Tuhan, dan keberhasilannya bukan karena kemampuan manusia melainkan oleh kuasa Roh Allah, maka pencurahan Roh itu seyogianya diberikan secara otomatis kepada setiap orang yang hendak melakukan penginjilan. Karena pada hakikatnya pencurahan itu adalah demi kepentingan pekerjaan Tuhan, mengapa harus ada prasyarat yang harus dipenuhi oleh manusia sebelum menerima pencurahan Roh? Untuk pertanyaan tersebut sedikitnya ada dua jawaban yang bisa dikemukakan: 1. Sekalipun Allah menghendaki agar semua manusia selamat (1Tim. 2:3-4), dan bahwa surga bersukacita karena satu orang berdosa yang bertobat (Luk. 15:7), keselamatan tetap merupakan kepentingan manusia itu sendiri; 2. Manusia harus menyiapkan diri bagi pencurahan Roh supaya kuasa Roh Allah dapat bekerja efektif, kalau tidak kuasa Roh itu akan sia-sia.

 "Alasan mengapa Allah meminta kita agar berdoa untuk Roh Kudus bukanlah karena Dia tidak bersedia memberikan Roh itu kepada kita tetapi karena kita tidak siap untuk menerimanya. Sementara kita berdoa bagi pencurahan Roh Kudus, Allah bekerja di hati kita untuk menuntun kita kepada pertobatan yang lebih sungguh-sungguh. Berdoa dalam kelompok-kelompok kecil bersama anggota-anggota jemaat lainnya membawa kita ke dalam suatu ikatan persatuan dan persekutuan yang lebih erat. Berdoa dan pendalaman Alkitab menyiapkan pikiran kita agar lebih peka terhadap pekerjaan Roh Kudus dalam hidup kita" [alinea pertama: empat kalimat terakhir].

 Kebangunan rohani.

    Pengalaman kebangunan rohani memiliki dampak yang berbeda-beda antara satu orang dengan orang yang lain. Bagi Daud, kebangunan rohani membuat dia berjanji kepada Tuhan untuk "mengajarkan jalan-Mu kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran, supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu" (Mzm. 51:10-15). Bagi Petrus dan Yohanes kebangunan rohani itu membuat mereka jadi berani berkhotbah walaupun "keduanya orang biasa yang tidak terpelajar" (Kis. 4:13) sebab mereka tidak bisa berdiam diri "untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar" (ay. 20), tidak peduli bahwa orang lain tersinggung sampai mau membunuh mereka (Kis. 5:33), dan dengan keberanian mereka "menjelajah seluruh negeri itu sambil memberitakan Injil" (Kis. 8:4).

    Kalau pada tahap awal pekerjaan penginjilan itu saja, yaitu di abad-abad permulaan yang tantangan-tantangannya jauh lebih sederhana dibandingkan dengan tantangan-tantangan di zaman akhir ini, Allah sudah mencurahkan kuasa Roh-Nya sedemikian rupa sehingga pekerjaan penginjilan maju dengan sangat pesatnya, apalagi pada abad ke-21 sekarang ini dengan populasi dunia yang ribuan kali lipat jumlahnya dan persebaran penduduk yang jauh lebih luas? Mungkin tantangan geografis dan demografis tersebut dapat dihadapi dengan kecanggihan teknologi yang menyediakan berbagai alternatif untuk menginjili seluruh penduduk Bumi, antara lain melalui media sosial seperti Facebook ini (konon sekarang sudah dapat dialihbasakan ke dalam 43 bahasa dunia, dan sedang diusahakan untuk 60 bahasa lagi dengan melibatkan 25.000 relawan, karena Facebookers yang berbahasa Inggris hanya 40%). Meskipun begitu, tantangan terbesar dan terutama adalah kesiapan umat Allah untuk melaksanakannya.

   "Sama seperti pencurahan Roh Kudus pada hari Pentakosta telah menyanggupkan murid-murid untuk menjadi saksi yang hebat bagi generasi mereka, pencurahan Roh Kudus dalam kuasa hujan akhir akan memberdayakan gereja Allah untuk menjangkau dunia pada generasi terakhir. Dibutuhkan tidak kurang dari kuasa hujan akhir untuk menyelesaikan missi Allah di bumi ini, dan Allah menawarkan tidak kurang dari itu. Pemberian surga yang paling berharga ditawarkan dalam pasokan yang tak terbatas demi untuk menuntaskan tugas yang paling mendesak dan penting yang pernah dipercayakan kepada gereja-Nya" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang prasyarat pencurahan Roh "hujan akhir"?

1. Pencurahan Roh hujan akhir mensyaratkan persiapan di pihak kita manusia supaya kuasa Roh efektif. Kuasa Roh Kudus terlalu berharga untuk diberikan kepada manusia yang tidak siap sehingga menjadi suatu kesia-siaan. Sebab, "Roh yang ditempatkan Allah di dalam diri kita, diingini-Nya dengan cemburu!" (Yak. 4:5).

2. Ketika anda berangkat menginjil (mengadakan KKR atau memimpin pendalaman Alkitab), persiapan apa yang anda utamakan--kebangunan rohani pribadi, atau komputer pribadi dengan materi-materi yang terdesain apik? "Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam" (Za. 4:6).

3. Tantangan terbesar dan terutama dalam penginjilan sesungguhnya bukanlah keterbatasan anggaran, izin dari pihak berwenang, resistensi masyarakat, atau gangguan iblis. Tantangan terbesar dan terutama dalam penginjilan adalah kesiapan pribadi sang penginjil untuk menerima pencurahan Roh hujan akhir!

4. DIMURNIKAN DALAM KEMULIAAN ALLAH (Baptisan Dengan Api)

 Dengan Roh Kudus dan api.

   Missi dari Yohanes Pembaptis adalah untuk "membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka, dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia" (Luk. 1:16-17). Ini sesuai dengan nubuatan nabi Yesaya yang juga dikutip oleh Matius (Yes. 40:3; Mat. 3:3). Sebagai pendahulu Sang Juruselamat, Yohanes Pembaptis menginjil dengan mengkhotbahkan tentang kedatangan yang pertama dari Yesus Kristus sebagai Mesias tetapi ditolak oleh pemuka-pemuka agama Yahudi itu. Anehnya, Yohanes tidak mengadakan KKR di tempat-tempat yang nyaman dan tersohor semacam gedung pertemuan di kota besar, melainkan di alam terbuka "padang gurun Yudea" (Mat. 3:1). Hebatnya lagi, para pengunjung ceramah itu banyak sekali yang datang mencari dia, yaitu "penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan" (ay. 5). Bukan itu saja, di antara mereka terdapat juga "banyak orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis" (ay. 7).

 Demi melihat kedatangan orang Farisi dan orang Saduki itu--mereka adalah dua kelompok politik dalam masyarakat Yahudi yang saling bersaing dan bertentangan dalam hal doktrin, tetapi berkoalisi untuk menentang Yesus Kristus--Yohanes langsung menghardik mereka dengan kata-kata yang keras, "Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang?" (Mat. 3:7b). Sehabis menegur dan menasihati mereka, Yohanes kemudian menyampaikan suatu pernyataan penting yang gaungnya terus bergema hingga pada akhir zaman: "Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api" (ay. 11). Menurut penuturan Lukas, pernyataan ini disampaikan Yohanes untuk memastikan kepada orang banyak itu bahwa dirinya bukanlah Mesias (Luk. 3:15-16).

    "Ada banyak yang salah mengerti pernyataan Yohanes ini. Ayat itu tidak mengatakan, 'Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus atau dengan api.' Ayat itu berkata, 'Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dandengan api.' Ungkapan kedua, 'dan dengan api' menjelaskan ungkapan yang pertama, 'baptisan Roh Kudus.' Baptisan Roh Kudus adalah baptisan dengan api. Kata baptisan dalam Perjanjian Baru digunakan 80 kali dan merujuk kepada pencelupan secara keseluruhan" [alinea kedua].

    Api dalam Alkitab.

   "Api" dalam PL (Ibrani: אֵשׁ, 'esh) adalah sebuah kata benda feminin yang digunakan sebanyak 51 kali, dengan pemakaian menurut arti kata yang sebenarnya maupun arti kiasan (figuratif). Sebagai kata menurut arti yang sebenarnya, pemakaian kata api dalam PL adalah untuk api biasa yang digunakan memasak di dapur maupun api kudus yang digunakan untuk mezbah bakaran di Bait Suci serta api yang turun dari langit atas kehendak Allah. Sebagai kata kiasan, pemakaian kata api atau nyala api adalah untuk menggambarkan murka Allah. Dalam peribadatan bangsa Israel purba api adalah simbol dari hadirat Allah di tengah mereka, seperti yang dilambangkan oleh api di atas mezbah yang tidak boleh padam (Im. 6:12-13). Api juga sering menjadi media melalui mana malaikat atau Allah sendiri menampakkan diri agar dapat dilihat oleh mata manusia berdosa, seperti yang tercatat dalam Kel. 3:2-4; 24:17; 1Raj. 18:24; Mal. 3:2-3. Sementara "api" dalam PB (Grika: πῦρ, pyr) adalah kata benda netral, pemakaiannya bisa dalam arti kata yang sebenarnya maupun sebagai kiasan, digunakan sebanyak 74 kali dalam 73 ayat, di antaranya Kis. 2:1-4 dan Ibr. 12:29. Konon, dari kata Grika inilah lahir kata Inggris "purge" (pembersihan/pencucian).

 "Perlambangan api adalah sebuah simbol kemuliaan, hadirat, dan kuasa Allah yang dinyatakan dalam pelayanan Roh Kudus. Dibaptiskan dengan api berarti dicelup ke dalam kemuliaan hadirat Allah melalui Roh Kudus demi untuk bersaksi dalam kuasa-Nya...Baptisan Roh Kudus ialah pencelupan dalam hadirat dan kuasa Allah supaya kita dapat bersaksi secara efektif tentang kemuliaan-Nya. Sekali lagi, pada zaman akhir dari sejarah bumi ini umat Allah akan dicelupkan dalam hadirat-Nya, dipenuhi dengan kuasa-Nya, dan diutus untuk menyaksikan kemuliaan-Nya kepada dunia" [alinea ketiga: dua kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

 Penafsiran lain.

   Sementara penyusun pelajaran SS ini menafsirkan "baptisan dengan api" dalam Mat. 3:11 itu sebagai "dicelup ke dalam kemuliaan hadirat Allah," yang berarti dipersatukan atau dibalut dengan kemuliaan Allah, sebagian komentator Alkitab menafsirkan baptisan dengan api seperti yang dimaksudkan oleh Yohanes Pembaptis itu adalah pembersihan diri dari hal-hal yang tidak berguna, atau pemurnian jiwa melalui ujian iman. Ini berpatokan pada bunyi ayat sebelumnya tentang kapak yang siap menebang pohon yang "tidak menghasilkan buah yang baik" untuk dibuang ke dalam api (ay. 10), dan ayat sesudahnya tentang alat penampi di tangan Tuhan yang siap untuk "mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api" (ay. 12). Ucapan Yohanes dalam ayat 10 sama dengan perkataan Yesus dalam Mat. 7:19, dan ucapan dalam ayat 12 itu sama dengan perkataan Yesus dalam Mat. 13:40.

 Dalam pengalaman nabi Yesaya, api adalah lambang dari pemurnian dan pengudusan (Yes. 6:5-6). Api juga digunakan oleh rasul Paulus sebagai lambang untuk menguji perbuatan seseorang (1Kor. 3:13-15), dan rasul Petrus pun berbicara tentang api untuk tujuan pemurnian (1Ptr. 1:7). Yesus sendiri menyebutkan api sebagai alat pemurni jiwa ketika Ia berkata, "Setiap orang akan dimurnikan dengan api, seperti kurban disucikan dengan garam" (Mrk. 9:49, BIMK). Itulah sebabnya kepada jemaat Laodikea, jemaat ketujuh dan terakhir, Yesus menyarankan, "Aku menasihatkan engkau, supaya engkau membeli dari pada-Ku emas yang telah dimurnikan dalam api, agar engkau menjadi kaya" (Why. 3:18).

 Sesuai dengan maksud ayat-ayat tersebut, baptisan dengan api adalah sebuah pengalaman pribadi yang luar biasa bagi seorang anak Tuhan demi ketahanan imannya. Tidak seperti baptisan dengan air yang cukup dialami satu kali sebagai tanda pertobatan dan penyerahan diri kepada Yesus Kristus, baptisan dengan Roh dan dengan api mungkin bisa menjadi pengalaman seumur hidup. Baptisan dengan Roh melalui pengudusan mematangkan kerohanian kita, baptisan dengan api melalui ujian penderitaan menyempurnakan iman kita. Dalam bahasa Inggris terdapat ungkapan "baptism of fire"  yang artinya "cobaan berat pertama" yang dialami seseorang dalam kehidupannya, khususnya pengalaman pertama seorang tentara di medan pertempuran. Prajurit yang lulus dalam "baptism of fire" berarti masih hidup dan bisa terus berkiprah dalam kemiliteran, sedangkan prajurit yang tidak lulus dalam pertempuran pertama itu mungkin sudah mati atau cacad seumur hidup. Bagi umat Kristen pun baptisan dengan api sangat menentukan kelangsungan iman Kristianinya, apakah dia bertahan dan selamat atau gugur dan binasa.

 Apa yang kita pelajari tentang baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api?

1. Baptisan dengan air membuat nama anda tercatat dalam buku keanggotaan jemaat, tetapi baptisan dengan Roh Kudus dan dengan api memastikan nama anda tercatat dalam buku kehidupan di surga. Baptisan dengan air dapat dilakukan oleh pendeta, tetapi baptisan dengan Roh dan dengan api hanya bisa dilakukan oleh Kristus sendiri.

2. Alkitab menggunakan kata "api" dalam berbagai makna dan cara, menurut arti kata yang sebenarnya maupun arti kiasan. Baptisan dengan api mengiaskan pemurnian rohani dan penyucian jiwa untuk melayakkan umat Tuhan mengalami kemuliaan bersama-sama dengan Kristus.

3. Baptisan dengan Roh dan dengan api adalah proses yang berkelanjutan sepanjang hidup Kekristenan untuk membawa seseorang mencapai kesempurnaan yang dikehendaki Allah (Mat. 5:48). Sasaran kesempurnaan orang Kristen adalah menjadi serupa dengan Kristus, sehingga seperti Paulus kita dapat berkata: "Sekarang bukan lagi saya yang hidup, tetapi Kristus yang hidup dalam diri saya" (Gal. 2:20, BIMK).



5. PADA AKHIRNYA... (Peperangan Besar Berakhir)

    Kristus menang.

    Peperangan antara Kristus dan iblis, yaitu pertarungan antara kebenaran dan kepalsuan, antara kebaikan dan kejahatan, antara terang dan gelap, berakhir untuk kemenangan Kristus. Tatkala peperangan itu berlangsung di surga, antara Mikhael dan Lusifer, yang terlibat adalah seluruh malaikat (Why. 12:7-9); ketika peperangan itu berlanjut di Bumi ini yang terlibat adalah semua manusia. Setelah dikalahkan di surga, Lusifer yang berubah menjadi Setan atau Iblis dibuang ke bumi ini bersama sepertiga malaikat surga yang tertipu menjadi pengikutnya. Dengan kejatuhan Adam dan Hawa di Taman Eden tampaknya Setan akan menguasai umat manusia seluruhnya, tetapi Mikhael datang ke dunia ini dalam inkarnasinya sebagai Yesus Kristus dan untuk kedua kalinya mengalahkan Setan di salib Golgota.

 Dalam peperangan di surga Setan bertarung untuk merebut takhta Kristus sebagai Anak Allah, dalam peperangan di bumi ini Setan yang sudah kalah dalam pertarungan di surga itu berperang untuk menguasai manusia. Pertarungan memperebutkan umat manusia itu direpresentasikan dalam insiden perebutan jasad nabi Musa di gunung Nebo, tanah Moab (Ul. 34:1, 5-6), sewaktu Mikhael hendak membangkitkan pemimpin besar Israel purba itu untuk dibawa ke surga (Yudas 9). Nama "Mikhael" sebagai penghulu malaikat adalah personifikasi Kristus yang dalam Alkitab selalu muncul dalam suasana dan konteks peperangan. Selain dalam Wahyu pasal 12 dan kitab Yudas, nama Mikhael juga muncul dalam kitab Daniel pasal 10 dan 12, semuanya bernuansa peperangan.

 "Inilah kabar baik itu: Yesus yang sama yang telah mengalahkan Setan di salib akan datang lagi dan menang atas kekuasaan neraka dan menyudahi kejahatan (Why. 19:19-21; Yeh. 28:18-19). Kejahatan tidak akan menentukan. Kemiskinan dan bela sampar tidak akan menentukan. Kesakitan dan penderitaan tidak akan menentukan. Kekacauan dan kriminalitas tidak akan menentukan. Penyakit dan kematian tidak akan menentukan" [alinea kedua].

 Menang bersama Kristus.

   Sementara kemenangan Kristus di surga itu penting, kemenangan-Nya di salib Golgota adalah lebih penting bagi kita manusia berdosa, karena tanpa kemenangan Golgota itu anda dan saya tidak mempunyai harapan akan masa depan. Kemenangan Yesus disambut meriah di surga, tetapi banyak orang yang tidak menghargainya. Kemenangan Yesus melalui kematian dan kebangkitan-Nya merupakan kemenangan rangkap dua: Dalam kematian-Nya di atas salib Yesus menang untuk merebut manusia dari penyanderaan di tangan iblis, dan dalam kebangkitan-Nya dari kubur Yesus menang atas maut. Sesungguhnya, kemenangan Yesus Kristus itu adalah kemenangan semua umat percaya (1Kor. 15:54-57).

 Kemenangan Yesus atas kejahatan dan kegelapan itu juga menjadi modal utama bagi pekerjaan penginjilan. Kalau saja Yesus tidak menang di kayu salib, usaha penginjilan adalah omong kosong. Sekiranya Yesus tidak bangkit dari kubur, janji hidup kekal adalah isapan jempol. Tetapi kenyataannya Yesus sudah menang, Dia telah mati dan bangkit kembali. Itulah realisasi injil, kabar baik yang kita bagikan kepada orang lain. "Tetapi syukur bagi Allah, yang dalam Kristus selalu membawa kami di jalan kemenangan-Nya. Dengan perantaraan kami Ia menyebarkan keharuman pengenalan akan Dia di mana-mana" (2Kor. 2:14).

 "Pekerjaan Allah di bumi akan dituntaskan. Yesus akan datang. Seantero langit dan bumi akan bersuka. Tidak ada lagi prioritas penting dalam hidup kita selain mengalami suatu kebangunan akan kasih karunia Allah di dalam hati kita setiap hari dan mengundang Roh Kudus-Nya untuk mengubah kita ke dalam citra-Nya (1Yoh. 3:1-3)" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang akhir dari perang kosmik di mana seluruh manusia terlibat?

1. Setelah menipu Adam dan Hawa sehingga nenek moyang pertama umat manusia itu jatuh ke dalam dosa, Setan mengklaim bahwa seluruh manusia berada dalam kekuasaannya. Tetapi Yesus Kristus, Mikhael yang sudah mengalahkan Lusifer di surga, datang ke dunia ini untuk memerdekakan manusia dari belenggu dosa itu.

2. Kedatangan Juruselamat manusia, yaitu Mesias, ke dunia ini dalam wujud Yesus Kristus adalah untuk bertarung melawan Setan sebagai penghulu dunia demi untuk menyelamatkan manusia. Peperangan yang Yesus hadapi di atas bumi ini sejatinya adalah peperangan anda dan saya, dan Yesus menang.

3. Peperangan besar antara yang baik dan yang jahat itu melibatkan setiap orang pada sepanjang zaman. Anda dan saya memiliki pertarungan kita sendiri di dalam peperangan besar itu, "melawan penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara" (Ef. 6:12). Tetapi kemenangan Yesus dapat menjadi kemenangan kita.


PENUTUP

 Kebenaran lebih berharga.

   Kurang-lebih tiga bulan lagi dunia akan merayakan Hari Natal yang secara tradisional dianggap sebagai hari kelahiran Yesus Kristus. Pesan Natal tidak pernah beranjak jauh dari tema damai, sesuai dengan kedatangan Yesus Kristus ke dunia ini untuk "mendamaikan" manusia dengan Allah (Luk. 2:14; Rm. 5:1, 10; Ef. 2:13-18). Kedatangan Yesus Kristus yang pertama ke dunia ini, seperti yang telah kita pelajari dalam pelajaran pekan ini, adalah membawa missi perdamaian melalui Injil. Ini adalah perdamaian secara vertikal antara Allah dan manusia.

 Namun, pada waktu yang sama kedatangan Yesus yang pertama itu juga membawa "perseteruan" secara horisontal di antara manusia. Yesus sendiri berkata, "Janganlah menyangka bahwa Aku membawa perdamaian ke dunia ini. Aku tidak membawa perdamaian, tetapi perlawanan. Aku datang menyebabkan anak laki-laki melawan bapaknya, anak perempuan melawan ibunya, dan menantu perempuan melawan ibu mertuanya. Ya, yang akan menjadi musuh terbesar adalah anggota keluarga sendiri. Orang yang mengasihi bapaknya atau ibunya lebih daripada-Ku tidak patut menjadi pengikut-Ku. Begitu juga orang yang mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih daripada-Ku" (Mat. 10:34-37, BIMK). Bahkan Yesus menarik garis yang lebih tegas lagi ketika Dia berkata, "Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku, dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan" (Mat. 12:30; Luk. 11:23).

 Siapa yang bisa menyangkal kenyataan betapa nama Yesus Kristus itu sudah menimbulkan perpecahan di antara manusia--secara bangsa, kelompok, keluarga maupun pribadi--dalam posisi pro dan kontra? Sekali lagi, sementara kedatangan Yesus membawa perdamaian terhadap konflik vertikal antara Allah dan manusia, tanpa bisa dihindari kedatangan-Nya juga membawa konflik horisontal di antara sesama manusia. Dan konflik itu berpusat di sekitar kebenaran yang melekat pada Nama-Nya, yaitu kebenaran berharga yang diterima oleh sebagian orang tetapi ditolak oleh sebagian yang lain. Kebenaran Kristus ini telah menjadi bahan argumentasi di antara jutaan orang, dari waktu ke waktu dan dari satu tempat ke tempat yang lain.

 "Pekabaran akan dibawakan bukan oleh mengandalkan argumentasi melainkan keyakinan mendalam oleh Roh Allah. Argumentasi-argumentasi sudah diutarakan...Sekarang berkas-berkas cahaya menerobos ke mana-mana, kebenaran itu terlihat dalam kejernihannya, dan anak-anak Allah yang tulus hatinya memutuskan ikatan-ikatan yang membelenggu mereka. Hubungan-hubungan kekeluargaan, hubungan-hubungan kegerejaan, sekarang tidak berkuasa menahan mereka. Kebenaran lebih berharga daripada segala yang lain. Meskipun semua kaki-tangan yang menentang kebenaran itu bergabung, sejumlah besar orang mengambil tempat mereka di pihak Tuhan" [dua kalimat pertama dan empat kalimat terakhir].

 Kebenaran Tuhan jauh lebih berharga daripada hal apapun di dunia ini, sebab kebenaran Tuhan itulah yang menyelamatkan kita dari dosa. Sebagai orang Kristen sejati kita tidak akan mundur dari kebenaran yang telah menuntun kita sampai sejauh ini, ketika sisa perjalanan tinggal sedikit lagi untuk ditempuh.

 "Karena kami tidak dapat berbuat apa-apa melawan kebenaran; yang dapat kami perbuat ialah untuk kebenaran" (2Kor. 13:8).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.


Minggu, 22 September 2013

Belajarlah Menerima Pasangan Anda.

    Ada seseorang yang ketika berpacaran, dia yakin benar bahwa pasangannya adalah seorang yang sempurna dalam pemandangan matanya.  Namun segera sesudah mereka intim dalam pernikahan maka tersingkaplah kesalahan-kesalahan dan kebiasaan dalam diri pasangannya yang “sempurna” itu yang membuat dia sakit hati.  Orang tadi berusaha untuk menolong pasangannya untuk mengatasi kekurangannya dan agar lebih berterima kepadanya, kepada keluarganya dan orang-orang lain.  Usahanya itu berlanjut selama beberapa tahun namun tidak berhasil.  Dia tidak berhasil merubah pasangannya.

   Perlu kita ingat bahwa perselisihan yang hebat akan timbul bila salah satu pasangan berusaha untuk mengubah pasangan lain.  Kenapa?.  Karena masing-masing merasa bahagia bila seseorang merasa dihargai, disukai dan diterima seperti APA ADANYA.
   Kita merasa tidak nyaman bila berada di bawah tekanan dari seseorang untuk mengubah kebiasaan, kepribadian atau kesenangan kita.  Khususnya dalam rumah tangga, adalah mutlak agar kita belajar untuk menerima perbedaan, bertoleransi terhadap kejanggalan karakter, dan menghormati kemandirian orang lain.

Apa artinya menerima pasangan Anda?

   Apa artinya menerima pasangan Anda?.  Itu artinya Anda menyukai dia  seperti apa adanya dan dapat menghargai haknya untuk BERBEDA dari Anda.  Itu berarti Anda membiarkan dia memiliki perasaannya sendiri mengenai berbagai hal.  Itu artinya Anda menerima sikapnya pada suatu saat, tidak peduli itu berbeda dari sikap Anda. 
   Meskipun sangat terpuji untuk menerima orang lain seperti apa adanya, namun hal itu memang tidak mudah dilakukan.  Untuk itu, Anda perlu bertanya pada diri sendiri beberapa pertanyaan yang berikut ini:
-Bisakah saya menerima dia apabila dia memandang permasalahan hidup ini berbeda dari pandangan saya?.  Dapatkah saya menerima dia bila dia memilih metode yang berbeda untuk mengatasi persoalan?.  Dapatkah saya menerima dia ketika dia marah terhadap saya?.  Bisakah saya menerima haknya untuk memilih keyakinannya sendiri dan menumbuhkan nilai-nilanya sendiri?.

   Menerima artinya bahwa Anda mengakui ketidaksempurnaan tetapi Anda tidak akan menyusahkan diri dalam soal-soal itu.  Sebaliknya, Anda bertekad untuk menerima pasangan Anda seperti apa adanya –KESALAHAN DAN SEGALANYA.
   Jika Anda mulai dapat mengendalikan kata-kata cercaan yang tadinya biasa Anda lontarkan semaunya, berarti Anda sudah mengambil langkah pertama menuju KEBERTERIMAAN sepenuhnya terhadap orang lain.  Perlu kita ingat bahwa PRA SYARAT penting untuk menerima orang lain apa adanya ialah kemampuan seseorang untuk menerima dirinya seperti apa adanya.  Penerimaan diri menyanggupkan kita menjadi lebih jeli terhadap kebutuhan-kebutuhan orang lain dan kurang merasakan adanya desakan untuk memperbaiki orang lain.    KITA AKAN JADI BERTAMBAH PUAS MENJADI DIRI SENDIRI DAN MEMBIARKAN ORANG LAIN JUGA MENJADI DIRI MEREKA SENDIRI.

BEBERAPA FAKTOR  PENYEBAB  KEBERTERIMAAN

   Bagaimana Anda menerima dia sebagai satu pribadi, sebagian berkaitan dengan watak.
   Sebagian orang mempunyai kemampuan yang besar untuk menerima orang lain karena secara alami mungkin mereka itu berperilaku tenang dan santai saja serta secara alamiah mereka memiliki rasa aman dalam batin mereka, mempunyai tingkat toleransi yang tinggi dan memiliki rasa harga diri.

   Semua kita menyenangi kepribadian yang mudah menerima orang lain.  Kenapa?.  Karena kita merasa NYAMAN berada dekat dengan orang itu.  Kita bisa bebas mencurahkan isi hati tanpa khawatir diejek.
   Sedangkan orang lain sama sekali tidak bisa menerima karena sering menemukan perilaku orang lain itu menjengkelkan, kaku dan keras.  Kita merasa kurang nyaman berada di dekat orang-orang seperti itu sebab kita khawatir jangan-jangan kita jadi ikut-ikutan nanti dengan “STANDAR” mereka.  Cukup menyedihkan   kalau ada orang-orang yang rohani dan saleh bersikap seperti itu terhadap kita.

   Tingkat keberterimaan juga tidak hanya dipengaruhi oleh watak seseorang, tetapi juga dipengaruhi oleh keadaan PIKIRAN.  Sebagai contoh: Jika perasaan kita sedang senang, hampir tidak ada hal yang membuat kita marah.  Tetapi kalau kita sedang lelah dan suntuk, merasa pusing, atau kecewa dengan apa yang kita alami sepanjang hari itu, maka hal-hal sepele saja bisa membuat kita kesal dan marah.

   Keberterimaan dalam  kelompok keluarga jauh lebih sulit dicapai ketimbang di lingkungan teman-teman.  Kalau ada sesuatu mengenai seorang teman yang menyinggung perasaan kita maka kita bisa mengabaikannya atau CARI TEMAN LAIN, tetapi kita tidak bisa mencoret  kakek (oppung) dari daftar hanya karena dia mulai pikun, bukan?.  Bibi(namboru) masih tetap akan menghadiri semua acara keluarga meskipun orangnya kita kenal sebagai orang yang suka rewel dan suka menonjolkan diri.
   Keberterimaan di antara suami  dan istri akan menjadi lebih sulit lagi jika salah satu –atau keduanya—TIDAK MEMILIKI SIFAT YANG MENYENANGKAN.  Cukup sulit untuk bertoleransi dengan kakek yang sudah pikun dan bibi yang menyebalkan, walaupun  hanya  sekali-sekali bertemu, tetapi bagaimana dengan suami dan istri yang harus tetap saling berinteraksi  dari hari ke hari?.

   Ilustrasi:
    Seorang istri telah bersaksi bahwa hal  yang paling sulit untuk diterima dalam diri suaminya ialah kebiasaan suaminya yang sama sekali tidak ingat WAKTU.  Suatu kali suaminya bergegas ke rumah tetangga untuk meminjam sebuah alat namun dia bisa bertahan sampai begitu lama  di rumah tetangga tersebut.   Rasanya istri tersebut mau menggugat cerai karena suaminya telah meninggalkan istrinya terlalu lama di rumah.  Ternyata sang istri  dari sejak lahir dia sudah terlatih untuk menghargai setiap menit .
   Namun KEBERTERIMAAN telah memberikan pelajaran bagi sang istri untuk menghargai sifat suaminya yang suka santai dan tenang-tenang saja.  Sang istri bertanya dalam hatinya: Haruskah saya memaksa suami saya untuk mengikuti kegesitan saya sementara kepribadiannya sama sekali dirancang dengan kecepatan yang berbeda?.  Keberterimaan   telah mengajarkan kepada sang istri tersebut bahwa PERBEDAAN tidak harus berarti SALAH.  Akhirnya menurut kesaksian sang istri bahwa sekarang dia bisa menerima perilaku suaminya yang SANTAI sebagai suatu sifat yang melengkapi dorongan dalam dirinya sendiri untuk selalu BEKERJA DAN MENGHASILKAN.  Selanjutnya menurut kesaksian sang istri mengatakan demikian: “Dan beruntung karena kami berdua tidak memiliki watak yang sama, kalau tidak maka kami berdua bisa terjebak dalam persaingan untuk terus menghasilkan sesuatu, atau kami sama-sama begitu santai sehingga kami tidak menghasilkan apa-apa.

   Tetapi kita harus menyadari bahwa kita tidak bisa merasa selalu harus menerima pasangan kita.  Ada beberapa perilaku yang mungkin tidak berterima, seperti kebiasaan minum-minuman keras, merokok, berjudi, bersumpah serapah, kemalasan, tidak jujur, atau kasar.  Lebih jauh lagi, keberterimaan tidak harus berarti “MENYUKAI,” tapi kita bisa melihat situasi tanpa disertai permusuhan terbuka.
   Dalam pernikahan ada beberapa perbedaan manusiawi yang harus kita biasakan diri untuk menghadapinya.  Apakah itu soal waktu, beribadah, cara bicara, atau sikap pribadi apa pun, dengan berdoa dan berlatih, kita dapat belajar meningkatkan TOLERANSI kita dan MENERIMA perbedaan-perbedaan hakiki dalam diri setiap pribadi.

BENTUK-BENTUK PENOLAKAN (KETIDAKBERTERIMAAN) YANG UMUM:

MENGOMEL :

   Bagaimanakah seseorang memperlihatkan sikap yang tidak menerima (Penolakan?).
   Untuk menyampaikan pesan tidak perlu harus dengan kata-kata.  Muka masam, cibiran, atau menarik nafas panjang—semua itu memperlihatkan sikap yang tidak menerima.
   Salah satu bentuk ketidakberterimaan yang paling umum adalah mengomel.
   Raja Salomo yang bijaksana berkata, “Seorang istri yang suka mengomel itu sama dengan tetesan  air di kala hujan!  Lebih gampang menahan hembusan angin daripada menahan omelannya, sama seperti berusaha memegang sesuatu dengan tangan berminyak.”
    Omelan-omelan yang lazim dilontarkan kaum wanita adalah seperti berikut: Suami tidak pernah membereskan rumah, tidak pernah mengajak jalan-jalan, tidak mau bangun pagi, menonton TV sampai larut malam, bangun kesiangan, memboroskan uang, hidup lebih besar pasak daripada tiang, tidak suka mengobrol dengan saya, tidak mengerti perasaan saya, tidak peduli pada anak-anak, tidak ingat pada hari ulang tahun atau hari peringatan, tidak cukup lama berada di rumah, lebih banyak diam, menaruh pakaian sembarangan, tidak sopan di meja makan, kebut-kebutan waktu menyetir, suka melontarkan sumpah serapah di depan anak-anak, tidak suka olahraga, terlalu banyak makan, terlalu lama di lapangan GOLF, terlambat membayar rekening listrik/air/telpon, terlalu menguasai atau terlalu cuek.

    Mengomel tentu saja bukan hanya kebiasaan kaum perempuan.  Tetapi omelan laki-laki biasanya terpusat pada soal rumah yang kurang rapi, istri yang cengeng,  istri terlalu bergantung pada orangtuanya, cemburu, tidak mau bicara, boros, dan sebagainya. 

AKIBAT-AKIBAT SIFAT MENGOMEL DALAM RUMAH TANGGA:

   Mengomel dan mencela menciptakan ketegangan dalam rumah tangga.  Pasangan Anda bisa menjadi tertekan atau membantah.  Seringkali komunikasi bisa jadi terputus.  Anak-anak juga bisa menderita karena cemas akibat ketegangan di dalam rumah.  Ada beberapa akibat sifat mengomel, antara lain:

1. MEMATIKAN RASA CINTA:
Sukar bagi seorang pria untuk mencintai wanita yang suka mengomel, sebab omelan itu mungkin bisa mengingatkan dia pada masa kanak-kanaknya ketika ibunya menyuruh dia “memakai sepatu, mengancing bajunya, dan jangan bicara waktu makan.”

Kaum wanita juga merasa tertekan di bawah CELAAN.  Mereka  merasa kurang bersemangat untuk memberesi rumah, mengurus anak-anak, atau menyediakan makan bagi laki-laki yang mencela pekerjaan mereka.

2. MEMBANGKITAKAN PERBANTAHAN:
Kebutuhan dasar manusia adalah diterima seperti apa adanya dan untuk hal ini kita akan mencarinya sampai ketemu.  Penolakan melukai harga diri, menyakiti martabat, dan membangkitkan kebencian.   Semakin orang lain mengomel, mengeluh, atau mencela, semakin bertambah kebencian di pihak yang diomeli.   Sudah tentu seorang yang merasa tidak diterima akan mulai menghabiskan waktu di luar rumah mencari orang lain yang mau menerima dirinya dan mencintainya seperti apa adanya.  Orang yang kesal secara diam-diam bersumpah untuk membalas dendam.

OMELAN TIDAK AKAN BERHASIL

   Dalam sebuah seminar rumah tangga seorang wanita mengaku bahwa dia sudah berusaha untuk mengubah suaminya selama 35 tahun, tapi dia gagal atau tidak berhasil.
   Masalah-masalah yang terjadi akibat upaya untuk mengubah perilaku pasangan adalah ketegangan, kurangnya komunikasi, dan akibatnya kepada anak-anak.  Nah,..layakkah itu?.  Apakah mengubah pasangan hidup Anda demi menyelaraskan pandangan-pandangan Anda itu lebih penting daripada sebuah rumah tangga yang bahagia, pasangan yang menyayangi, dan rasa aman dalam diri anak-anak?.   Inti dari pelajaran kita disini adalah sekitar PERUBAHAN DIRI SENDIRI, bukan kemampuan kita untuk mengubah orang lain.   Sebagai umat beriman kita harus mengingat bahwa Tuhan menerima diri kita seutuhnya ---SEBAGAI ORANG BERDOSA.   Kalau kita tidak perlu harus membuktikan kelayakan diri kita di hadapan-Nya, mengapa kita harus membuktikan kelayakan diri kita di hadapan orang lain?.  Kesadaran akan hal ini seyogianya membuat kita BEBAS.  Seseorang bisa menumbuhkan penghargaan yang lebih besar bagi dirinya sendiri dan orang lain sementara dia lebih mengakui sepenuhnya kasih penerimaan Tuhan.

     BAGAIMANA MENUNJUKKAN KESALAHAN ---KALAU MEMANG PERLU.

   Ada waktunya di mana kesalahan  harus dinyatakan.  Apabila itu dilakukan dengan tepat maka pasangan Anda tidak akan marah.   Hanya yang perlu di ingat, pelajarilah seberapa jauh Anda bisa mengusik pasangan Anda itu, hal-hal apa saja yang peka, dan di mana  terdapat perbedaan antara menunjukkan kemarahan dan berbicara tegas.   Mungkin Anda berhak untuk mengeluh, tapi waktunya tidak tepat.  Mintalah seseorang untuk memperbaiki caranya hanya bila memang dia bisa melakukannya.   Anda mungkin bisa menunggu sampai kejadian itu lewat untuk melihatnya dengan jelas.  Dengan membiarkan emosi menjadi dingin maka Anda akan mendapatkan sudut pandang yang baik dan kearifan. 

Jagalah sikap dan nada suara Anda.

   Jangan berbicara kepada pasangan Anda seperti orangtua yang menghukum anak kecil karena kenakalannya.  Berbicaralah sebagai orang yang sederajat.  Ingat bahwa hubungan Anda satu sama lain lebih penting daripada hubungan mana pun dengan orang lain di dunia ini, termasuk dengan anak-anak Anda, sebab itu jagalah itu dengan hati-hati.
   Suami dan istri senantiasa harus merasa bebas untuk membahas hal apa pun yang mengganggu mereka, tetapi jangan dalam bentuk SERANGAN LANGSUNG.  Kita perlu mengingat bahwa cara yang paling pasti untuk melemahkan kasih sayang adalah TERLALU SERING MENGATAKAN KESALAHAN SESEORANG.  Tidak ada yang lebih cepat menghancurkan cinta daripada menghitung-hitung KESALAHAN.  Agar dicintai kita harus mengerti, bukan MENGECAM atau MENYALAHKAN.

BAGAIMANA MENGUBAH PASANGAN ANDA –TETAPI KALAU MAU.

   Menurut Dr.Murray Bowen, guru besar ilmu kejiwaan dari Faklutas  Kedokteran Universitas Georgetown di Washington,DC., dan juga merupakan seorang pelopor dalam bidang penelitian keluarga selama lebih dari dua puluh tahun, berkata: “Keluarga itu adalah sebuah SISTEM.  Mengubah salah satu bagian dari sistem itu selalu diikuti dengan perubahan di PIHAK LAIN sebagai balasannya.”   Selanjutnya dikatakan bahwa  masalah tidak pernah hanya pada satu orang.  Kalau suami seorang pekerja keras, mungkin ada sesuatu dalam diri istrinya yang memaksa dia bekerja lembur.  Kalau isterinya seorang yang suka berbelanja barang mewah barangkali ada sesuatu dalam diri suaminya sehingga mendorong pemborosan ini.

    Memang adalah sifat manusiawi untuk suka menyalahkan orang lain karena kelemahan kita sendiri sehingga kita pun melakukan hal yang sama yakni melemparkan kesalahan secara terburu-buru atas masalah-masalah yang terjadi kepada pasangan kita.
   Misalnya : Suami pulang terlambat dari tempat kerja tanpa memberitahu lebih dulu.  Setibanya di rumah maka istri langsung tidak mau bicara dan masuk tempat tidur lebih cepat dengan maksud memberi ‘PELAJARAN” kepada suami dan bahkan sampai menolak berhubungan seks.  Kemudian apa yang terjadi?.  Suami pun marah lalu pergi meninggalkan rumah.  Hal ini perlu di ubah oleh setiap pasangan dengan berusaha untuk berpikir lebih dewasa.  Apabila salah satu merasa tidak puas terhadap apa yang dilakukan pihak lain maka tidak perlu merengek, mengecam atau mengomel.  Setiap pasangan harus mengubah kebiasaan rutin itu.

    Jadi bagaimana seharusnya dilakukan?  Mari kita ulangi kejadian tadi.  Suami pulang terlambat tanpa memberitahu lebih dahulu.  Sekarang istri menerapkan strategi lain.  Sang istri memberi makan anak-anak lalu menyuruh mereka tidur pada waktunya.  Ketika suami pulang, istri langsung memanaskan makan malam, lalu keduanya makan bersama-sama dengan suasana yang hangat.  Si istri akhirnya berhasil mengubah siklus itu, dan sang suami MINTA MAAF atas kelalaiannya tadi dan TIDAK MARAH.  Masing-masing pasangan boleh melakukannya karena cara ini telah berhasil dilakukan oleh seorang istri terhadap suaminya.  Istri  tersebut menyadari dan berkata: “jika saya mau tetap mempertahankan suami saya maka SAYA HARUS BERUBAH”.  Sekarang atau tidak sama sekali.  Dia kemudian mengadakan pembaruan dalam cara berpikirnya yang dimulai dengan MENGUBAH SIKAPNYA.  Dia berhenti berusaha untuk mengubah suaminya.  Sebagai hasilnya suaminya menjadi seorang pria yang baru dan sang istri juga menjadi seorang wanita baru. Dengan kata lain bahwa mereka sama-sama menjadi pasangan yang baru.   Sang suami tidak memerlukan nasehat sang isteri.  Yang sang suami butuhkan adalah SAMBUTAN sang isti.  Dan sejak saat itu sang istri berhenti berlaku sebagai EMAK.
    Pada waktu si istri mulai menerima suaminya sebagaimana adanya, suaminya pun berusaha keras untuk memperbaiki hal-hal tertentu dalam kepribadiannya.
    Saudaraku, …ada tiga aksioma yang dapat membantu memoles sikap-sikap penerimaan kita yang baru yang perlu kita ingat :
1. Kita tidak dapat mengubah siapa pun dengan tindakan langsung.
2. Kita hanya bisa mengubah diri kita sendiri, dan
3. Apabila kita mengubah diri kita, orang lain pun cendrung akan berubah sebagai balasan terhadap kita.

BAGAIMANA MENUNJUKKAN SIKAP MENYAMBUT

   Pasangan kita tidaklah serta merta mengerti kalau dia disambut.
   Meskipun penyambutan berasal dari batin, namun hal itu harus ditunjukkan melalui tindakan dan kata-kata.  Anda perlu memberitahu pasangan Anda bahwa Anda menyambut/menerima dia seperti apa adanya.
   Anda perlu memikirkan  sendiri kata-kata seperti apa untuk menyatakannya.  Salah satu ungkapn penyambutan adalah:
-“Saya menyukaimu seperti apa adanya”.  Bila Anda mengatakan menyukai seseorang, itu berarti Anda menyukai dia seutuhnya, termasuk kekurangannya.  Ungkapan penyambutan lain :
-“Kamu memang baik”.
-“Saya suka cara kamu melakukannya”.
-“Kamulah segalanya yang saya harapkan dari seseorang”.
   Ucapkanlah kata-kata istimewa itu pada saat pasangan Anda melakukan sesuatu yang memenuhi harapan dan impian Anda.

   Pernyataan penyambutan melalui ucapan seperti itu adalah bagian penting dalam kehidupan keseharian.  Namun lebih dibutuhkan lagi pada waktu pasangan Anda sedang kecewa.  Pada saat-saat seperti ini dia perlu mendengar kata-kata penyambutan yang bermakna, bukan hanya untuk hal-hal yang telah dilakukannya melainkan untuk dirinya sebagai seorang pribadi.   Pada awalnya mungkin akan kedengaran janggal bagi Anda tetapi lama kelamaan sesuai dengan berjalannya waktu, Anda akan mampu melakukannya dengan baik dan sempurna.

HARUSKAH ANDA MENERIMA APA SAJA?

  Tetapi ada satu pertanyaan: “Haruskah Anda menerima apa saja atau segalanya?”.  Tentu tidak.  Anda perlu menerima KESETIAAN.  Pasangan-pasangan nikah berhak mendapatkan kesetiaan meskipun di tengah zaman di mana nilai-nilai sedang berubah.  Hukum Tuhan maupun hukum manusia mendukung pandangan ini.  Suami dan istri berhak menggugat cerai jika ada masalah perzinaan, tetapi martabat akan menyelamatkan banyak pernikahan.  Bahkan pasangan yang secara agama memiliki dasar yang kuat untuk meminta cerai bisa menyelamatkan pernikahannya jika memang dia mau mempertahankannya.   Agama mengizinkan tapi bukan memerintahkan perceraian atas alasan zina.

   Kasus-kasus lain, mungkin menyangkut masalah yang serius seperti hubungan seks sedarah(incest), homoseks, lesbian, meninggalkan rumah tanpa pesan dan tanpa memberi nafkah, pesyiksaan fisik dan mental, dll.  Ini semua memerlukan perhatian khusus secara pribadi dan penanganan profesional.   Memang sulit untuk menjadi seorang yang saleh dalam keadaan-keadaan tertentu, namun Tuhan ingin agar kita MENCINTAI SEKALIPUN KITA MUNGKIN MERASA KURANG DICINTAI.  Kita harus melihat perilaku tidak menyambut sebagaimana Tuhan melihatnya dimana Dia membenci dosa dalam diri kita sendiri tetapi mengasihi kita, dan kita bisa berbuat hal yang sama—yakni MEMBENCI PERILAKU YANG TIDAK PATUT DALAM DIRI PASANGAN KITA TETAPI TETAP MENCINTAI DIA.

KONKLUSI:

   Keinginan utama kita dalam pernikahan seharusnya adalah untuk menciptakan hubungan sebaik mungkin antara dua insan yang berbeda dan unik yang sama-sama membawa sifat-sifat pribadi yang berlainan.   Masing-masing harus berusaha mengubah apa yang dapat diubah dan memperbaiki apa yang bisa diperbaiki, meskipun banyak ketidaksempurnaan yang mungkin masih akan muncul.   Tidak seorang pun dapat memenuhi segala keinginan dan impian kita.  Oleh sebab itu masing-masing pasangan harus bertekad untuk BERSATU.   Dengan demikian, pernikahan ideal akan menjadi tempat di mana satu pasangan selalu memelihara sudut pandang yang sehat ketika melihat perbedaan-perbedaan mereka yang sulit diatasi.
   Mari kita berdoa seperti ini : “Tuhan, berikanlah kepadaku ketentraman untuk menerima hal-hal yang tak dapat kuubah, keberanian untuk mengubah hal-hal yang dapt kuubah, dan kearifan untuk mengetahui perbedaan.”

Daftar Pustaka

- Pelt van Nancy, The Compleat Marriage (terj.) Bandung: Indonesia 
  Publishing House, 2006.

Orang Kristen Dan Hubungan Kristiani.



"REFORMASI: MEMPERBAIKI HUBUNGAN YANG RUSAK"

PENDAHULUAN

   Hubungan horisontal dan vertikal.

   Kita sering mendengar bahwa manusia adalah makhluk sosial. Disebut "makhluk sosial" oleh karena manusia tercipta dengan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, dan karena sebagai sesama manusia kita saling membutuhkan. Pada mulanya Allah telah menciptakan manusia itu sepasang, dua insan berbeda jenis, laki-laki dan perempuan, sebab "tidak baik manusia hidup sendirian" (Kej. 2:18, BIMK). Jadi, Allah sendiri yang membuat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia diciptakan untuk saling bergaul dan menjalin hubungan-hubungan antar pribadi secara horisontal.

 Adalah John Donne (1572-1631), seorang pujangga Inggris, yang menulis: "No man is an island, entire of itself; every man is a piece of the continent, a part of the main..." (Meditation XVII, Devotion upon Emergent Occasions; 1624). Terjemahan bebasnya: "Tak ada manusia bagai sebuah pulau, sepenuhnya sendiri; tiap manusia adalah sepenggal dari benua, satu bagian dari induk." Frase pertama itu, "No man is an island," kemudian sering dikutip orang dan menjadi kian pupoler sebagai sebuah ungkapan tentang kodrat manusia yang tidak dapat hidup sendiri layaknya sebuah pulau yang mandiri. Bagi kita yang percaya pada teori penciptaan, setiap pulau pada mulanya adalah bagian dari daratan luas yang menyatu, dan tidak ada pulau yang terpisah-pisah. Pendek kata, demikian maksud dari sang pujangga, tidak ada manusia yang hidup dan mati bagi dirinya sendiri.

 Sebagai manusia kita tidak hanya menjalin hubungan horisontal dengan sesama kita, tetapi kita juga menjalin hubungan vertikal dengan Tuhan. Sementara hubungan antar sesama manusia didasarkan atas prinsip saling membutuhkan, hubungan kita dengan Tuhan didasarkan pada fakta bahwa kita memerlukan Tuhan. Manusia memerlukan Allah oleh karena Dialah "yang telah menjadikan bumi dan segala isinya, Ia, yang adalah Tuhan atas langit dan bumi...Dialah yang memberikan hidup dan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang" (Kis. 17:23-24).

 Dalam hal ini, Roh Kudus bekerja di dalam hati manusia untuk mempengaruhi mereka di dalam membangun dan memelihara hubungan-hubungan horisontal dan vertikal tersebut. "Gerakan-gerakan Roh Kudus mencakup membawa orang-orang lebih dekat kepada Allah dan kepada satu sama lain. Termasuk juga meruntuhkan penghalang-penghalang dalam hubungan kita dengan Allah dan meruntuhkan penghalang-penghalang hubungan kita dengan satu sama lain. Pendeknya, pertunjukan terbesar dari kuasa injil bukanlah apa yang gereja katakan melainkan bagaimana gereja itu hidup" [alinea kedua: tiga kalimat terakhir].

 Pena inspirasi menulis: "Agama didirikan atas kasih kepada Allah, yang juga menuntun kepada mengasihi satu sama lain. Itu penuh dengan rasa bersyukur, kerendahan hati, panjang sabar. Itu adalah pengorbanan diri, kesabaran, kemurahan hati, dan pengampunan. Kasih itu menguduskan seluruh kehidupan dan memperluas pengaruhnya meliputi orang-orang lain. Mereka yang mengasihi Allah tidak dapat menyimpan kebencian atau kedengkian. Bilamana prinsip surgawi dari kasih yang abadi itu memenuhi hati, hal itu akan meluber sampai kepada orang-orang lain, bukan saja karena kebaikan diterima oleh mereka tetapi karena kasih adalah prinsip perbuatan dan mengubah tabiat, menguasai dorongan-dorongan hati, mengendalikan hawa nafsu, menaklukkan perseteruan, dan meningkatkan kasih sayang" (Ellen G. White, The Youth's Instructor, 23 Desember 1897).

1. SIKAP KEDEWASAAN (Dari Keretakan Kepada Persahabatan)

    Pengalaman rasul-rasul. Pertikaian dapat terjadi kapan saja di antara siapa saja dan oleh penyebab apa saja. Tidak terkecuali di kalangan rasul-rasul dalam Alkitab, yaitu para penganjur injil di abad permulaan. Setelah beberapa waktu tinggal di Antiokhia, Paulus teringat kepada jemat-jemaat di kota-kota lain di mana dia dan Barnabas pernah menginjil, lalu mengajak koleganya itu untuk melawat mereka. "Baiklah kita kembali kepada saudara-saudara kita di setiap kota, di mana kita telah memberitakan firman Tuhan, untuk melihat, bagaimana keadaan mereka" (Kis. 15:36). Ini menunjukkan bahwa Paulus memiliki hati seorang gembala yang peduli pada kesejahteraan rohani domba-dombanya. Barnabas menyambut ajakan tersebut dan ingin mengajak Yohanes Markus (ay. 37), tetapi ide ini ditentang keras oleh Paulus yang kecewa terhadap anak muda itu karena telah meninggalkan rombongan sewaktu mereka berada di Pamfilia dan kembali ke Yerusalem (Kis. 13:13).
   Karena Barnabas bersikeras untuk mengajak Yohanes Markus sementara Paulus bersikukuh menentangnya, maka di antara kedua rasul itu terjadi sebuah "perselisihan yang tajam" (Kis. 15:39). Akhirnya, kedua pihak menempuh jalan keluar dengan sikap "sepakat untuk tidak sepakat." Rombongan perlawatan terpecah dua, dengan Paulus yang ditemani Silas berangkat sendiri dan Barnabas yang ditemani Yohanes Markus mengambil jalan lain. Sebagian komentator Alkitab berpendapat bahwa ketegangan kedua tokoh tersebut sedikit-banyak didorong oleh kepribadian masing-masing yang berbeda. Paulus yang keras langsung mengambil kesimpulan bahwa Yohanes Markus adalah seorang yang tidak dapat diandalkan, sedangkan Barnabas yang lebih perasa ingin memberi kesempatan kedua bagi anak muda yang adalah keponakannya itu (Kol. 4:10). Tindakan Barnabas yang bijaksana itu membuahkan hasil, Yohanes Markus ternyata adalah penginjil yang dapat diandalkan. Belakangan Paulus sendiri memberi dukungan kepadanya dengan menyebut namanya dalam surat-suratnya (2Tim. 4:11; Filemon 24; Kol. 4:10). Kita tidak tahu apakah Yohanes Markus atau Paulus yang berubah, atau kedua-duanya telah berubah.

    "Sekalipun Allah menggunakan orang-orang ini, persoalan di antara mereka perlu pemecahan. Sang rasul, yang mengkhotbahkan kasih karunia, perlu mengulurkan kasih karunia itu kepada seorang penginjil muda yang telah mengecewakan dirinya. Rasul dari pengampunan perlu mengampuni. Yohanes Markus telah bertumbuh dalam pendidikan yang menguatkan dari Barnabas, dan pada akhirnya hati Paulus tampaknya terjamah oleh perubahan-perubahan itu" [alinea ketiga].

 Belajar dari pengalaman.

    Sementara pertikaian yang tajam antara Paulus dan Barnabas itu sangat disayangkan, tidak disangsikan bahwa masing-masing telah bersikap dan bertindak atas suatu keyakinan yang murni. Mungkin Paulus terlalu cepat memvonis, sementara Barnabas adalah seorang pemimpin yang cukup jeli melihat potensi dalam diri Yohanes Markus. Tetapi apa yang kita lihat di sini adalah ketegasan bersikap dari para pemimpin untuk membela pendirian masing-masing, dan hal itu telah memberi pengaruh positif kepada Yohanes Markus sebagai generasi penerus. Di satu pihak ketegasan penolakan Paulus terhadap dirinya menjadi pemicu untuk membuktikan bahwa dia bisa berubah, di pihak lain kesempatan kedua yang Barnabas berikan menjadi pendorong untuk tidak mengecewakan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Para pemimpin harus tegas dan tulus, sedangkan para pekerja harus mawas diri (instrospeksi) dan berpikiran dewasa.

    Dari perspektif kepemimpinan kita juga bisa belajar dari pengalaman ini, betapa perlunya untuk saling mengisi di antara para pemimpin pekerjaan Tuhan. Bayangkanlah kalau semua pemimpin keras seperti Paulus dan pembantu-pembantunya hanya ikut-ikutan dalam sikap "angkat telor" supaya disukai bos, jemaat akan kehilangan pelayanan seorang pemuda yang potensial seperti Yohanes Markus. Kesuksesan Paulus antara lain adalah karena dia dibantu dan didukung oleh rekan-rekan sekerja yang berkepala dingin dan bijaksana seperti Barnabas yang menyadari bahwa kaderisasi adalah mutlak. Perbedaan pendapat dalam pekerjaan Tuhan adalah sebuah keniscayaan, sesuatu yang dapat terjadi, namun kedewasaan berpikir dapat melahirkan jalan keluar yang tetap menghormati pendirian masing-masing. Selain itu, hal yang penting juga adalah sikap lapang dada yang ditunjukkan oleh Yohanes Markus yang tidak ingin mengail di air keruh, karena tujuan utamanya adalah menjadi penginjil bagi Tuhan.

    "Meskipun rincian perdamaian Paulus dengan Yohanes Markus mungkin kurang lengkap, catatan alkitabiah itu jelas. Yohanes Markus menjadi salah seorang teman sang rasul yang terpercaya...Pelayanan Paulus telah diperkaya oleh penginjil muda ini yang jelas-jelas sudah dia ampuni. Penghalang di antara mereka diruntuhkan dan mereka sanggup bekerjasama dalam pekerjaan injil" [alinea terakhir: dua kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

    Pena inspirasi menulis: "Yohanes Markus pernah ditolak oleh Paulus sebagai tidak layak menemani dia oleh karena ketika bantuannya dibutuhkan dia telah meninggalkan sang rasul dan pulang ke rumah. Dia sudah melihat bahwa, sebagai rekan Paulus, kehidupannya harus terus-menerus bekerja keras, cemas, dan menyangkal diri; dan dia menginginkan jalan yang lebih ringan. Hal ini membuat sang rasul merasa bahwa dia tidak bisa dipercaya, dan keputusan itu menyebabkan perselisihan tidak menyenangkan antara Paulus dan Barnabas. Sejak itu Yohanes Markus belajar suatu pelajaran yang kita semua harus pelajari, bahwa tuntutan Allah berada di atas segala yang lain" (Ellen G. White,Sketches From the Life of Paul, hlm. 282).

 Apa yang kita pelajari tentang penyelesaian perselisihan Paulus dan Barnabas?

1. Perselisihan dalam pekerjaan Tuhan adalah hal yang tak terelakkan, karena faktor manusiawi. Pada tingkat jemaat perselisihan bisa terjadi sebagai "limbah" dari dinamika, misalnya pemilihan pengurus jemaat, kegiatan KKR, pembangunan gereja, dan lain-lain. Satu-satunya penyelesaian atas perselisihan adalah rekonsiliasi.

2. Pada tingkat kepemimpinan perselisihan dapat terjadi karena soal kebijakan dan sikap. Selama seorang pemimpin berpijak pada kebenaran dan ketulusan hati, ada jalan keluar yang terhormat. Perselihan jadi memalukan kalau penyebabnya adalah kecurangan (di pihak pemimpin) dan ambisi (di pihak yang dipimpin).

3. Yohanes Markus adalah lambang dari pekerja dan generasi muda yang sedang belajar untuk menjadi pelayan Tuhan yang handal. Dia bisa saja tersinggung dengan sikap Paulus yang menolak dirinya dan berpotensi untuk menjadi provokator yang memperuncing pertikaian Paulus dan Barnabas. Tapi Yohanes Markus bersikap dewasa.

2. PEMULIHAN HUBUNGAN (Dari Budak Menjadi Anak)

    Pentingnya suatu hubungan.

   Sifat kebapakan Paulus sangat berpengaruh dalam diri Onesimus, budak yang melarikan diri dari majikannya. Pada zaman dulu sangsi bagi seorang budak yang melarikan diri adalah hukuman mati, dengan cara apapun yang dikehendaki oleh sang majikan. Beruntung bagi Onesimus, majikannya yang bernama Filemon sudah bertobat menjadi seorang Kristen berkat penginjilan Paulus. Bahkan rumahnya sering dijadikan sebagai tempat perbaktian, dan fakta bahwa sang rasul menyebut dirinya sebagai "teman sekerja kami" (Fil. 1) menunjukkan bahwa Filemon juga rajin menginjil.

     Tidak ada catatan mengapa Onesimus melarikan diri dari Filemon. Mungkin dulu majikannya itu terlalu keras memperlakukannya sehingga dia tidak tahan. Setelah bertobat dan menjadi orang Kristen, Filemon berubah menjadi seorang yang lebih lemah lembut. Sang rasul ingin hubungan mereka pulih. Dia menyurati Filemon dengan pesan agar mau menerima kembali Onesimus yang juga sudah menjadi seorang Kristen. "Hubungan itu penting bagi Paulus. Sang rasul tahu bahwa hubungan yang putus mengganggu pertumbuhan kerohanian. Filemon adalah seorang pemimpin jemaat di Kolose. Kalau dia menyimpan kekesalan terhadap Onesimus, hal itu akan mewarnai kesaksian Kristianinya" [aline akedua].

 Prinsip dari sebuah hubungan.

   Paulus telah menjalin hubungan pribadi yang baik dengan Filemon yang kaya, dan sekarang sang rasul juga membina hubungan yang baik dengan Onesimus yang miskin. Prinsip pertama yang kita lihat diterapkan oleh Paulus dalam kedua hubungan itu ialah prinsip kesetaraan sebagai sesama anak-anak Tuhan. Hubungan Paulus dengan Filemon dan dengan Onesimus adalah gambaran dari hubungan antara pendeta sebagai pemimpin dan gembala jemaat dengan para anggota jemaat. Dapatkah seorang pemimpin gereja pada dewasa ini membina hubungan dalam prinsip kesetaraan ketika dia berhubungan dengan para anggota di jemaat, tanpa pandang buluh, apakah dia orang kaya dan terhormat atau dia orang miskin dan bersahaja?

    Prinsip kedua dari sebuah hubungan, sebagaimana tercermin dalam surat Paulus, adalahprinsip saling menghargai. Tulis sang rasul menyangkut Onesimus: "Sebenarnya aku mau menahan dia di sini sebagai gantimu untuk melayani aku selama aku dipenjarakan karena Injil, tetapi tanpa persetujuanmu aku tidak mau berbuat sesuatu, supaya yang baik itu jangan engkau lakukan seolah-olah dengan paksa, melainkan dengan sukarela" (ay. 13-14). Sebenarnya Paulus tidak bermaksud menahan Onesimus untuk melayani dirinya, tetapi dalam kata-kata tersebut kita menangkap pesan terselubung bahwa kalau Filemon tidak mau menerima kembali Onesimus, mungkin karena masih kesal terhadapnya, Paulus ingin budak itu dikirim kembali kepadanya. Sebagai seorang intelektual Paulus menggunakan pendekatan psikologis untuk menunjukkan rasa hormat kepada keluarga Filemon.

 Sebelumnya, Paulus telah memuji Filemon, "karena aku mendengar tentang kasihmu kepada semua orang kudus dan tentang imanmu kepada Tuhan Yesus" (ay. 5). Bagian kalimat "aku mendengar" di sini merupakan sebuah ungkapan pujian secara halus dengan meyakinkan Filemon bahwa kasih dan imannya sudah menjadi buah bibir. Secara psikologis, seorang yang merasa tersanjung lebih mudah untuk "dipancing" kebaikannya. Faktanya, Onesimus telah diterima kembali dengan baik dan dipercayakan untuk aktif dalam pelayanan injil (Kol. 4:9).

 Pendekatan itu penting.

    Perhatikan, salam pembukaan dalam surat Paulus kepada Filemon agak berbeda dengan salam pembukaan yang lazim disampaikan sang rasul ketika dia menyurat kepada jemaat-jemaat maupun kepada pribadi-pribadi sebagaimana terdapat dalam PB. Dari sejumlah 13 surat yang ditulisnya, 9 di antaranya dimulai dengan penyebutan dirinya sebagai "rasul." Namun dalam surat kepada Filemon ini Paulus menyebut dirinya sebagai seorang "teman" (ay. 1). Dalam surat itu sang rasul juga menyapa Apfia, istri Filemon, sebagai "saudara perempuan" dalam pengertian sebagai sesama orang Kristen. Terhadap Arkhipus, mungkin seorang kerabat dekat keluarga Filemon, sang rasul menyapanya sebagai "teman seperjuangan" (ay. 2). Sesuai tradisi pada zaman itu, Apfia sebagai nyonya rumah adalah penanggungjawab dalam urusan rumahtangga yang berperan penting dalam mengatur tugas-tugas para budak.

 "Paulus sudah mengetahui bahwa budak-budak yang melarikan diri harapan masa depannya tipis. Mereka dapat tertangkap kapan saja. Mereka sudah ditakdirkan untuk hidup melarat dan miskin. Tapi sekarang, sebagai saudara di dalam Kristus dan pekerja sukarela dari Filemon, Onesimus bisa memiliki masa depan yang luar biasa...Pemulihan suatu hubungan yang rusak dapat menciptakan suatu perbedaan dramatik dalam kehidupannya" [alinea terakhir: empat kalimat pertama dan kalimat keenam].

   Apa yang kita pelajari tentang pentingnya pemulihan hubungan?

1. Berdasarkan pengalaman, faktor kedekatan hubungan berperan penting dalam pekerjaan Tuhan dan penginjilan. Pelaksanaan KKR, pembangunan gereja, kegiatan pelayanan masyarakat, dan sebagainya dapat berhasil jika didahului dengan pembinaan hubungan yang baik dengan masyarakat.

2. Hubungan yang baik di antara para pekerja injil dan pelayan Tuhan, sebagai pribadi maupun kelompok, juga memainkan peran penting dalam mencapai sukses. Hubungan yang baik harus didasarkan pada prinsip kesetaraan, saling menghormati, dan tidak memandang muka. Hubungan yang sehat itu tulus dan jujur.

3. Suatu hubungan bisa saja retak karena berbagai sebab, tetapi dengan pendekatan yang bijaksana selalu ada jalan untuk pemulihan hubungan. Orang Kristen sejati harus dapat memainkan peran sebagai pendamai, bukan sebaliknya. "Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah" (Mat. 5:9).

3. SEMANGAT UNTUK SALING MELENGKAPI (Dari Pembanding Menjadi Pelengkap)

    Untuk kebersamaan, bukan persaingan. 

   Jemaat Korintus di zaman rasul-rasul, sebagai sebuah jemaat besar di lingkungan kota besar, menghadapi persoalan-persoalan kerohanian yang serius. Masalah perilaku seksual, pertikaian antar pribadi dan kelompok di dalam jemaat, bahkan menyombongkan karunia rohani. Sebagian orang menyebut dirinya pengikut Paulus dan lainnya pengikut Apolos, sehingga Paulus perlu menegaskan bahwa dirinya hanya menanam dan Apolos yang menyiram, tetapi yang menumbuhkan benih Kekristenan itu adalah Allah sendiri (1Kor. 3:6-7). Paulus juga menasihati mereka agar tidak mempersoalkan perbedaan-perbedaan karunia rohani di jemaat, oleh sebab "kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama...tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya" (1Kor. 12:7, 11).

    Selain itu, tampaknya ada pula persaingan di dalam jemaat menyangkut keberhasilan penginjilan. Banyak dari mereka yang memuji diri sendiri atas keberhasilan dalam penginjilan dengan membandingkan apa yang dicapai oleh orang lain. "Mereka mengukur dirinya dengan ukuran mereka sendiri dan membandingkan dirinya dengan diri mereka sendiri. Alangkah bodohnya mereka!" kata Paulus (2Kor. 10:12). Kita senang melihat bahwa belakangan ini begitu banyak kelompok maupun perorangan yang mengadakan KKR di tanah air. Puji Tuhan! Sebagai anggota jemaat yang tidak memiliki kesempatan untuk mengadakan KKR seperti yang dilakukan oleh saudara-saudara yang lain itu, kita patut berbangga dengan usaha dan hasil-hasil yang mereka capai. Tetapi biarlah orang-orang lain yang membanggakan pekerjaan mereka itu, jangan mereka sendiri yang membanggakan penginjilan yang dlakukan oleh diri sendiri!

    "Allah memanggil kita untuk bekerjasama, bukan berkompetisi. Masing-masing orang percaya dikaruniakan oleh Allah untuk bekerjasama dalam melayani tubuh Kristus dan melayani masyarakat (1Kor. 12:11). Tidak ada karunia yang lebih besar atau lebih kecil. Semua itu perlu dalam jemaat Kristus (1Kor. 12:18-23). Karunia-karunia kita yang Allah berikan itu bukan untuk pameran yang cinta diri. Karunia-karunia itu diberikan oleh Roh Kudus bagi pelayanan" [alinea ketiga].

    Jangan suka membandingkan.

    Salah satu sifat manusia yang lumrah adalah suka membanding-bandingkan, dalam hal apa saja. Dorongan untuk membanding-bandingkan itu berasal dari naluri persaingan yang mungkin bersifat bawaan, atau juga akibat pengalaman masa kecil ketika kita "dipanas-panasi" oleh lingkungan (orangtua, keluarga, teman, atau guru) dengan maksud supaya kita bisa berprestasi lebih baik lagi dan tidak kalah dari orang lain. Sementara cara mendorong seperti itu baik untuk memacu semangat, terkadang "limbah" dari dorongan semangat yang berlebihan itu bisa terbawa sampai dewasa. Apalagi kalau lingkungan di mana kita berinteraksi sehari-hari juga sarat dengan suasana persaingan sehingga memaksa kita untuk menjadi lebih unggul, atau sedikitnya bisa memiliki hal-hal yang serba melebihi daripada orang lain.

    "Semua perbandingan dengan orang lain itu tidak bijasakana, sebab perbandingan-perbandingan itu akan membuat kita merasa kecewa atau sombong. Kalau kita mengaggap orang lain jauh 'lebih unggul' dari kita, kita akan merasa putus asa bila kita membandingkan diri kita dengan mereka. Kalau kita mengira pekerjaan kita bagi Kristus lebih efektif daripada pekerjaan orang lain, kita akan merasa bangga. Kedua sikap ini melumpuhkan efektivitas kita bagi Kristus. Sementara kita bekerja di dalam lingkup pengaruh yang Kristus telah berikan kepada kita, kita akan mendapatkan sukacita dan kepuasan dalam kesaksian kita untuk Kristus. Pekerjaan-pekerjaan kita akan melengkapi usaha-usaha dari para anggota yang lain, dan gereja Kristus akan membuat kemajuan besar bagi kerajaan itu" [alinea terakhir].

   Pena inspirasi menulis: "Karunia-karunia yang berbeda diberikan kepada orang-orang yang berbeda, supaya para pekerja bisa merasakan kebutuhan mereka akan satu sama lain. Allah mengaruniakan karunia-karunia ini dan semuanya digunakan dalam pelayanan-Nya, bukan untuk mengagungkan pemiliknya, bukan untuk meninggikan manusia, melainkan untuk meninggikan Penebus dunia. Karunia-karunia itu harus digunakan demi kebaikan seluruh umat manusia oleh menyatakan kebenaran, bukan untuk bersaksi bagi kepalsuan" (Ellen G. White, Signs of the Times, 15 Maret 1910).

 Apa yang kita pelajari tentang karunia-karunia rohani untuk saling melengkapi?

1. Kita hidup di tengah dunia yang sarat dengan persaingan, dan tanpa disadari roh persaingan itu terbawa masuk ke dalam lingkungan gereja dan pekerjaan Tuhan. Mentalitas persaingan itu membuat kita tergoda, bahkan terdorong, untuk membanding-bandingkan diri dengan orang lain.

2. Kompetisi adalah sebuah kata yang tidak sepantasnya terdapat dalam kamus Kristiani. Sebaik-baiknya pun kita hendak menerangkan makna dari kata "kompetisi" akan selalu disimpulkan dalam sebuah kata lain: bersaing. Orang Kristen tidak bersaing dengan sesamanya, namun kita berlomba dalam hal iman (Ibr. 12:1-2).

3. Gereja sebagai "tubuh Kristus" memiliki berbagai anggota tubuh yang berbeda-beda untuk saling melengkapi, bukan saling berkompetisi. Allah memberikan karunia rohani kepada jemaat "untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus" (Ef. 4:12).

4. KEWAJIBAN SESAMA UMAT TUHAN (Dari Pergesekan Kepada Pengampunan)

 Meminta maaf dan mengampuni.

   Sebagian orang percaya bahwa pergesekan adalah konsekuensi logis dari kedekatan. Dalam pengertian tertentu pandangan ini ada benarnya. Dua orang yang berada berjauhan tidak akan saling bersentuhan, apalagi bergesekan. Tetapi ketika dua orang itu berada dalam suatu ruangan yang dipenuhi oleh banyak orang yang terus bergerak, peluang untuk saling bergesekan menjadi sangat besar. Gereja adalah tempat berhimpun banyak orang yang datang ke salib Kristus, sangat mungkin untuk saling bergesekan. Apalagi di sebuah gereja yang sarat dengan aktivitas, pergesekan adalah sebuah keniscayaan. Mestinya setiap orang menyadari situasi ini supaya lebih toleran dan berhati lapang. Sedangkan di tengah kerumunan manusia dalam kemeriahan menonton konser musik orang bisa saling menginjak sembari tersenyum, mengapa di dalam jemaat tempat kerumunan orang-orang yang menikmati suasana eforia penebusan dan keselamatan, kita menjadi begitu sangar ketika sedikit saja tersentuh?

 Normalnya, di dalam gereja atau dalam pekerjaan Tuhan, tidak banyak orang yang dengan sengaja mencari keributan dengan orang lain. Tetapi yang lebih banyak adalah orang-orang yang sangat sensitif dan terlalu mudah tersinggung. Keadaan bertambah runyam kalau ada provokator-provokator atau orang-orang yang gemar membuat sensasi. Tentu kita berharap bahwa orang-orang yang telah melukai perasaan orang lain--sengaja ataupun tidak, melalui perkataan ataupun sikap dan tindakan--agar berhati besar untuk meminta maaf; kita juga mendorong supaya orang-orang yang merasa telah disakiti hatinya untuk membuka pintu maaf seluas-luasnya. Dalam banyak kasus pergesekan terjadi hanya karena salah pengertian atau salah informasi, bukan kesengajaan untuk menyakiti hati. Sikap suka meminta maaf dan suka mengampuni adalah ciri tabiat serta nilai moral Kekristenan sejati.

 Mengampuni seperti kita diampuni.

   Alasan utama mengapa orang Kristen harus mengampuni orang lain oleh karena Allah telah mengampuni kita dari segala dosa. Ketika anda mengampuni orang lain yang bersalah terhadap diri anda tidak berarti anda telah mengampuni dosa orang itu, sekiranya kesalahan tersebut begitu besarnya sehingga dapat dikategorikan sebagai dosa. Kesalahan di antara manusia adalah urusan manusia, pelanggaran terhadap hukum Allah adalah urusan si pelaku dengan Tuhan. Rasul Paulus berkata, "Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!" (Rm. 12:17-18).

 "Kita dapat diperdamaikan dengan seseorang yang telah bersalah kepada kita oleh karena Kristus memperdamaikan kita kepada Diri-Nya ketika kita bersalah kepada-Nya. Kita dapat mengampuni oleh karena kita sudah diampuni. Kita dapat mengasihi oleh karena kita sudah dikasihi. Pengampunan adalah sebuah pilihan. Kita bisa memilih untuk mengampuni tanpa peduli akan perbuatan dan sikap orang lain. Inilah roh Yesus yang sesungguhnya" [alinea terakhir: enam kalimat terakhir].

 Pena inspirasi menulis: "Kenyataan bahwa kita memiliki kewajiban begitu besar terhadap Kristus menempatkan kita di bawah kewajiban paling suci terhadap mereka untuk siapa Dia mati untuk menebus. Kita harus menunjukkan simpati yang sama terhadap mereka, belas kasihan yang lembut dan kasih yang tidak mementingkan diri yang sama sebagaimana Kristus telah tunjukkan terhadap kita...Sementara kita datang kepada Allah, inilah syarat yang menyambut kita di pintu gerbang, yaitu dengan menerima kemurahan dari Dia kita menyerahkan diri untuk menyatakan rahmat-Nya kepada orang lain" (Ellen G. White, God's amazing Grace, hlm. 328).

 Apa yang kita pelajari tentang meminta maaf dan memaafkan?

1. Menjadi orang Kristen berarti menjadi orang yang penyabar, sebab Yesus mengajarkan demikian. Bagaimana hendak mempraktikkan perintah Yesus "siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu" (Mat. 5:39), kalau baru bersentuhan saja anda langsung pasang kuda-kuda?

2. Setiap orang Kristen berkewajiban untuk saling meminta maaf dan saling memaafkan. Ini merupakan dua sisi dari satu mata uang, keduanya tidak dapat dipisahkan. Memintaa maaf dan memaafkan sama-sama adalah perintah Tuhan kepada umat-Nya (Yak. 5:16; Kol. 3:13).

2. Panjang sabar dan suka mengampuni adalah ciri-ciri tabiat orang Kristen yang sejati, sebagaimana Yesus Kristus adalah panjang sabar dan suka mengampuni. Sebagai orang Kristen kita harus lebih sabar terhadap sesama (Ef. 4:2; Pkh. 7:9).

MENYELESAIKAN PERSELISIHAN SECARA KRISTIANI (Dari Dendam Menjadi Berbaikan)

    Nasihat tiga langkah Kristus.

   Nasihat Yesus tentang cara penyelesaian sengketa antara dua orang seperti tercatat dalam Matius 18:15-17 sering disebut sebagai "Rancangan Penyelesaian Konflik Tiga Langkah" (3-Step Conflict Resolution Plan) yang merupakan prosedur standar di kalangan umat Kristiani. Setidaknya, teorinya begitu. Yesus berkata, "Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali" (Mat. 18:15). Kata asli yang diterjemahkan sebagai "berbuat dosa" dalam ayat ini adalah ἁμαρτάνω, hamartanō, sebuah kata kerja yang artinya "berbuat salah" atau "melanggar" terhadap suatu peraturan, dan dalam pengertian tertentu termasuk melanggar hukum Allah. Tentu saja dalam konteks ini yang dimaksudkan ialah "mengganggu kenyamanan" orang lain, termasuk menyakiti perasaan. Bila hal itu terjadi orang yang merasa disakiti dan tidak menerima perbuatan itu harus menempuh langkah pertama, yaitu menegur secara empat mata. Hal ini terutama menyangkut perbuatan seseorang yang kita ketahui telah melanggar hukum Allah.

 Kalau langkah pertama itu tidak berhasil menyelesaikan persoalan sebab si pelaku tetap bersikeras, maka langkah kedua yang dapat ditempuh adalah membawa "seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan" (ay. 16). Tampaknya langkah kedua dari Yesus ini didasarkan pada Hukum Taurat sebagaimana tertulis dalam Ulangan 19:15 tentang perlunya beberapa saksi atas sebuah perkara. Namun, meskipun anda yang membawa saksi-saksi bukan berarti mereka itu berpihak kepada anda, melainkan harus netral dan tidak terkesan seperti mengeroyok orang yang bersalah. Kesaksian mereka lebih untuk menyaksikan bahwa di pihak anda ada itikad untuk mencari penyelesaian secara kekeluargaan, bukan kesaksian sebagai bagian dari pembuktian atas materi perkara. Sampai pada tahap ini peluang untuk melokalisasi pertengkaran masih dapat terpelihara. Apabila upaya perdamaian ini tidak berhasil, "sampaikanlah soalnya kepada jemaat" (ay. 17).

 "Kerinduan Yesus dalam memberi nasihat dalam Matius 18 ialah agar konflik itu terbatas dalam kelompok yang sekecil mungkin. Maksud-Nya ialah supaya dua orang yang terlibat itu menyelesaikan persoalan mereka sendiri...Sementara jumlah orang-orang yang terlibat dalam konflik antara dua pribadi itu meningkat, pertikaian yang lebih besar terjadi. Orang-orang akan memihak, dan garis pertempuran pun ditentukan. Tetapi bilamana orang-orang Kristen berusaha untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan mereka secara empat mata, dan di dalam semangat kasih Kristiani dan saling pengertian, suasana perdamaian pun tercipta" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan kalimat keempat hingga keenam].

 Sebagai jalan terakhir.

   Pelibatan jemaat untuk penyelesaian suatu konflik perorangan harus menjadi jalan terakhir setelah upaya-upaya yang tulus untuk perdamaian menemui jalan buntu. Alkitab tidak menyarankan penyelesaian konflik di kalangan anggota jemaat diselesaikan pada ranah hukum duniawi. Hal ini pernah terjadi di jemaat Korintus, sehingga rasul Paulus menyurati mereka dengan kata-kata yang keras: "Sungguh memalukan! Tentu di antaramu ada seseorang yang cukup bijaksana untuk menyelesaikan perselisihan antara saudara-saudara yang sama-sama Kristen! Tetapi sebaliknya seorang Kristen pergi kepada orang bukan Kristen untuk mengadukan perkaranya terhadap saudaranya yang Kristen! Jangankan pergi berperkara pada orang bukan Kristen; adanya perselisihan-perselisihan di antaramu pun sudah merupakan suatu kekalahan bagimu. Lebih baik kalian diperlakukan tidak adil, atau dirugikan!" (1Kor. 6:5-7, BIMK).

 "Ada kalanya semua usaha untuk menyelesaikan persoalan tidak berhasil. Dalam hal ini Yesus menyuruh kita untuk membawa masalahnya di hadapan jemaat...Tempat yang pantas untuk membawa persoalan, kalau dua langkah pertama tidak membantu mendamaikan kedua pihak, adalah majelis jemaat. Sekali lagi, maksud Kristus adalah perdamaian. Bukan untuk mempersalahkan salah satu pihak dan membebaskan pihak yang lain" [alinea terakhir: dua kalimat pertama dan tiga kalimat terakhir].

    Pena inspirasi menulis: "Sementara orang yang bersalah menerima teguran yang disampaikan dalam kasih Kristus, dan mengakui kesalahannya, memohon pengampunan dari Allah dan dari saudaranya, cahaya surga memenuhi hatinya. Perselisihan diakhiri; persahabatan dan kepercayaan dipulihkan. Minyak kasih menghilangkan rasa sakit yang diakibatkan oleh yang bersalah; Roh Allah mempertautkan hati dengan hati; dan ada lagu di surga untuk persatuan yang dihasilkan" (Ellen G. White, Gospel Workers, hlm. 500).

 Apa yang kita pelajari tentang penyelesaian perselisihan secara Kristiani?

1. Pertengkaran dan perselisihan dapat terjadi di antara umat Tuhan, tetapi untuk itu Kristus sudah menyediakan langkah-langkah penyelesaian yang harus ditempuh. Penyelesaian secara Kristiani harus tetap menjaga martabat orang yang disakiti maupun orang yang bersalah.

2. Berbuat kesalahan itu manusiawi, dalam arti bahwa sebagai manusia tidak ada yang luput dari kesalahan. Kali ini seseorang berbuat salah, kali berikut orang lain yang berbuat salah. Sementara kesalahan tidak boleh dibiarkan, orang yang bersalah juga harus dikasihani.

3. Mengakui kesalahan adalah tindakan terhormat, bukan pertanda kelemahan. Bahkan, orang yang berani mengaku bersalah adalah orang yang rasa percaya dirinya kuat. "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi" (Ams. 28:13).

PENUTUP

   Jauhi persaingan. Hidup ini adalah sebuah perjuangan, jika anda tidak berjuang anda tidak akan bisa berhasil. Akan tetapi banyak orang terlanjur percaya bahwa perjuangan hidup itu melibatkan persaingan, kalau anda tidak mampu bersaing maka anda takkan berhasil. Persaingan hanya menyediakan dua pilihan: menang atau kalah. Seseorang yang terbiasa berpikir dalam prinsip menang dan kalah biasanya cenderung menilai segala sesuatu juga dari perspektif menang atau kalah.

 Sebagai orang Kristen kita juga menerapkan prinsip menang atau kalah, namun bukan untuk menang atas orang lain tetapi dalam mengalahkan diri sendiri. Persaingan hidup orang Kristen adalah antara manusia jasmaniah dengan manusia rohaniah kita sendiri, antara keinginan daging dengan keinginan roh. Dalam hal persaingan dengan orang lain kita memilih untuk bersandar pada Kristus sebagai tempat perlindungan.

 "Kalau kita berdiri pada hari besar Tuhan dengan Kristus sebagai tempat perlindungan kita, menara kita yang tinggi, kita harus menyingkirkan segala kedengkian, semua perselisihan demi keunggulan. Kita harus sama sekali membinasakan akar dari hal-hal yang tidak suci ini, supaya hal-hal itu tidak bertumbuh lagi dalam kehidupan" [alinea kedua: dua kalimat pertama].

 "Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan. Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu" (Ef. 4:31-32).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.


Sabtu, 14 September 2013

CINTA SEJATI

Tips Cara Mendapatkan Cinta Sejati .

Cinta adalah anugerah dari Tuhan yang maha esa yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Cinta antara laki-laki dan perempuan telah ada sejak manusia pertama turun ke dunia hingga sekarang. Cinta merupakan bumbu penyedap hidup yang sementara ini yang dapat memberikan kebahagiaan yang sejati.

Cinta memang dapat membawa suka dan juga dapat membawa duka bagi orang-orang yang merasakannya. Berbagai problema cinta tercipta dari yang ringan hingga yang berat seperti naksir, cinta pada pandangan pertama, cinta bertepuk sebelah tangan, cinta segi tiga, cinta monyet, cinta harta, cinta palsu, dan cinta-cinta lainnya yang membuat dunia ini begitu menarik.

Menurut saya cinta itu adalah sesuatu yang sakral yang sebaiknya tidak bermain-main dengannya. Bermain cinta memang menyenangkan bagi sebagian orang. Akan tetapi dampak buruk atau efek yang dapat ditimbulkan bagi orang yang cintanya dimainkan akan sangat tidak menyenangkan.

Untuk itulah maka hargai cinta dan hormati cinta agar kita maupun orang lain di sekitar kita tidak terluka karena cinta. Berikut ini adalah tips cara  bagaimana caranya agar kita bisa menikmati cinta tanpa harus melukai orang lain.

1. Jangan jadi playboy/playgirl dan hindari playboy/playgirl
2. Jika tidak suka atau biasa saja jangan pacari orang itu, pendekatan dulu.
3. Katakan cinta jika kita yakin dia adalah pasangan hidup kita
4. Cinta dan nafsu birahi adalah dua hal yang berbeda (no free sex)
5. Carilah orang yang baik, setia, jujur dan cinta kepada kita
6. Jangan pacaran/menikah sebelum dewasa (21 tahun ke atas)
7. Berbagilah cinta dengan orang-orang di sekitar kita
8. Cinta tidak harus memiliki. Lupakan dan coba lagi bila gagal
9. Bina cinta yang ada hingga nafas terakhir selamanya
10. Jangan pernah sakiti orang yang kita cintai dengan alasan apapun
11. Cinta sejati tidak dapat dibeli dengan uang tapi pengorbanan
12. Tuhan telah memberikan anda jodoh, temukanlah cinta anda
13. Cinta harus direstui agama, hukum, keluarga & masyarakat

Jangan pernah menyakiti hati orang lain baik bagi laki-laki maupun perempuan karena mereka memiliki akal pikiran, perasaan dan insting sehingga mereka akan patah hati dan terluka jika kita mengecewakannya. Orang yang rapuh dapat mati bunuh diri karena cinta. Orang yang dendam dapat melakukan tindakan kriminal atau perbuatan tidak menyenangkan kepada anda karena cinta. Oleh karena itu berhati-hatilah dengan cinta.

Semoga hidup Anda menjadi indah dengan cinta.



ABOVE ALL



                           ABOVE ALL

Verse 1

 Above all powers, Above all kings
 Above all nature And all created things
 Above all wisdom And all the ways of man
 You were here Before the world began.

Verse 2

Above all kingdoms Above all thrones
Above all wonders The world has ever known
Above all wealth And treasures of the earth
There’s no way to measure What, you’re worth

CHORUS

Crucified Laid behind a stone
You lived to die Rejected and alone
Like a rose Trampled on the ground…
You took the fall And thought of me
ABOVE ALL.

BACK TO VERSE 1 & VERSE 2.

BACK TO CHORUS

Like a rose Tramples on the ground
You took the fall And thought of me
ABOVE ALL.

Jumat, 13 September 2013

Reformasi : Merenungkan Pemikitan Baru.

"PEMBARUAN: MEMIKIRKAN GAGASAN  BARU"

PENDAHULUAN

 Pikiran sebagai ukuran. Sebuah pepatah mengatakan, "Anda adalah apa yang anda pikirkan." Pengaruh pikiran terhadap perilaku kehidupan seseorang sudah menjadi bahan kajian ilmiah sejak lama. Meskipun pikiran itu berlangsung di otak, pikiran tidak sama dengan otak. Pikiran merupakan bagian dari diri kita sebagai makhluk cerdas yang memiliki kemampuan berpikir, sedangkan otak adalah sebuah organ tubuh di mana proses pemikiran itu berlangsung. Otak adalah organ fisik, pikiran adalah konsep psikologis. Ibarat sebuah komputer, otak adalah "hardware" (piranti keras) dan pikiran adalah "software" (piranti lunak). Sebuah komputer bisa berfungsi karena memiliki keduanya, perangkat keras dan perangkat lunak.

 Otak--sebagai sebuah organ tubuh--adalah wahana di mana berlangsung lompatan-lompatan impuls elektronik yang mengkoordinasikan gerakan-gerakan anggota tubuh, organisme, dan berbagai aktivitas selaku tubuh. Pikiran--sebagai sebuah konsep psikologis--merupakan ujud dari pemikiran, gagasan, ingatan, akal budi, persepsi, emosi dan imajinasi selaku pribadi. Dengan pikiran kita mampu menganalisis situasi serta memahami apa yang terjadi di sekitar kita, dan kemampuan logika itulah yang membedakan manusia dari hewan. Hewan hanya sanggup menginterpretasikan apa yang terjadi di sekitar lingkungan mereka lalu dengan nalurinya beradaptasi dengan keadaan itu, tetapi hewan tidak dapat mengerti mengapa terjadi demikian. Semua manusia memiliki otak dan mampu menggunakan otaknya, bagi diri sendiri untuk bisa bertahan hidup maupun untuk kepentingan orang banyak. Dunia menghargai orang-orang yang kemampuan berpikirnya telah menghasilkan berbagai hal bagi kepentingan umat manusia. Kita menyebut mereka sebagai para penemu, baik dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam dunia seni.

 Orang-orang yang sangat berjasa dalam kehidupan manusia ini antara lain seperti Nicolaus Copernicus (1473-1543), astronom dan matematikawan Polandia penemu teori heliosentris. Juga Galileo Galilei (1564-1642), fisikawan dan astronom Italia yang berkat teleskop canggih temuannya telah membuktikan kebenaran teori heliosentris tersebut sehingga memaksa Gereja untuk mengakui bahwa matahari, bukan Bumi, sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa dalam tatasurya kita. Ada pula Thomas Alva Edison (1847-1931), penemu fonograf dan bola lampu listrik; Alexander Fleming (1881-1955), biolog dan farmakolog Skotlandia yang menemukan penisilin sebagai antibiotik; Louis Pasteur (1822-1895), ahli kimia Prancis yang menemukan prinsip-prinsip vaksinasi dan pasteurisasi; Wilhelm Conrad Rontgen (1845-1923), fisikawan Jerman yang menemukan "sinar ronsen" atau X-ray; Alexander Graham Bell (1847-1922), insinyur asal AS yang menemukan telepon; bahkan Steve Jobs (1955-2011) yang terkenal karena inovasi sistem komputer dan telpon seluler yang telah mengubah cara manusia berkomunikasi.
   Sementara jasa para penemu di bidang iptek itu sangat bermanfaat dalam kehidupan lahiriah manusia, para penemu di bidang kesenian berjasa memperkaya kehidupan batiniah manusia. Khususnya para penggubah lagu-lagu rohani yang mendorong semangat serta memberi keteduhan jiwa bagi banyak pendengar. Di antaranya adalah Isaac Watts (1674-1748), teolog dan penyair Inggris yang telah menggubah 750 lirik lagu rohani sehingga dijuluki "Father of English Hymnody" (Bapa Lagu Pujian Inggris) yang lagu-lagunya telah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia dan dinyanyikan oleh umat Kristen sejagad. Dalam "Lagu Sion" sebagai buku nyanyian resmi Gereja Advent di Indonesia yang menghimpun 342 kidung rohani (Bandung: Percetakan Advent Indonesia; ©1991) terdapat sekitar 10 lirik lagu ciptaannya, termasuk yang selalu dinyanyikan pada acara khotbah hari Sabat (LS 1) dan pada upacara perjamuan kudus (LS 202). Kalau bukan berkat karya-karya syair lagu rohani itu, Isaac Watts mungkin hanya akan dikenal oleh teman-teman sekelasnya di King Edward VI School (KES) di Southampton, Inggris sebagai "anak nyentrik" yang sering kena hukuman, dan setiap kali ditanyai guru mengapa melanggar peraturan sekolah akan selalu menjawab dengan kalimat-kalimat puitis yang terdengar menggelikan.

 Gaya bicaranya yang kental dengan nada puitis itu tetap menjadi ciri jatidiri Isaac Watts sampai tua. Ketika menanggapi pekik keheranan seorang pengagumnya demi melihat sosoknya yang sudah rapuh dimakan usia, sembari berdiri merentangkan tangan memperlihatkan seluruh badannya yang tua renta, penyair itu berkata: "Nyonya, sekiranya dalam khayalan aku dapat merengkuh dua kutub atau menggenggam ciptaan dalam jengkalku, aku tetap akan dinilai melalui pikiranku, oleh sebab pikiran adalah ukuran dari seorang manusia."

 "Isaac Watts benar. Pikiran adalah ukuran dari seorang manusia, dan reformasi adalah soal pikiran kita. Kalau ada reformasi dalam pikiran kita, kita akan memiliki reformasi dalam tindakan kita. Reformasi terjadi sementara Roh Kudus membawa pikiran kita kepada keselarasan dengan pemikiran Kristus. Bilamana hal itu terjadi, tindakan-tindakan kita akan mengikuti" [alinea kedua].

1. PIKIRAN DAPAT MENGUASAI TUBUH (Pikiran itu Penting)

 Dikendalikan oleh pikiran.

Sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris yang cukup populer mengenai pikiran ialah"Mind over matter" yang penafsirannya beragam sesuai dengan konteks, tapi pada prinsipnya berarti bahwa kekuatan pikiran dapat mengatasi masalah-masalah fisik. Aslinya frase ini merujuk kepada fenomena paranormal yang mulai marak pada dasawarsa 1960-an hingga 1970-an, khususnya dalam teknik psikokenetik (PK) yang memanipulasi pengaruh pikiran terhadap tubuh di mana rasa sakit bisa dianulir dengan cara "melumpuhkan" sensasi rasa sakit di dalam otak, sehingga orang bisa berjalan di atas bara api tanpa kakinya hangus. Ungkapan ini kemudian diadopsi untuk diterapkan dalam berbagai konsep psikologis yang pada dasarnya ialah bahwa pikiran itu lebih berkuasa dari tubuh, dan apa yang dipikirkan seseorang itu lebih penting daripada apa yang dirasakan oleh tubuhnya. Fisik mungkin akan cenderung menyerah, tetapi kalau pikiran mengatakan sanggup niscaya tubuh akan mampu melaksanakan.

 Sementara di satu pihak pikiran dapat mempengaruhi tubuh kita, karena apa yang dirasakan dan dilakukan tubuh dikendalikan dari pikiran, di pihak lain pikiran itu sendiri juga dapat dikendalikan. Dalam buku berjudul "You Are Not Your Brain" (Anda Bukanlah Otak Anda), ditulis bersama oleh Dr. Jeffrey Schwartz dan Dr. Rebecca Gladding, keduanya peneliti dari UCLA (University of California, Los Angeles), disebutkan tentang kemampuan untuk mempengaruhi otak kita supaya terfokus pada cara-cara berpikir yang sehat dan bermanfaat. Menurut para penulis buku ini, banyak pemikiran dan dorongan serta sensasi yang kita alami tidak memantulkan siapa kita sebenarnya dan kehidupan seperti apa yang kita inginkan. Semua itu disebut sebagai "pesan-pesan palsu" dari otak yang bersifat menipu dan bukan representasi sesungguhnya mengenai diri kita. Menyadari akan hal tersebut, disarankan oleh kedua penulis yang adalah juga psikiater klinis untuk melakukan Empat Langkah demi mengatasi apa yang dikenal sebagai "kelainan obsesif-kompulsif" (obsessive-compulsive disorder=OCD). Keempat langkah itu adalah: 1. Relabel (mengidentifikasi pesan-pesan otak yang bersifat menipu); 2. Reframe  (mengubah persepsi tentang pesan-pesan palsu dari otak); 3. Refocus (mengarahkan perhatian pada satu aktivitas atau proses berpikir yang produktif); 4. Revalue (menilai dengan tegas pemikiran-pemikiran dan dorongan-dorongan pikiran menurut keadaannya yang sebenarnya).

 Misalnya dicontohkan tentang dorongan pikiran untuk membuka surat elektronik (e-mail) kedinasan padahal anda sedang santai menikmati akhir pekan bersama keluarga di rumah, dan anda tahu saat itu bukan waktu yang tepat untuk membaca e-mail yang berkaitan dengan pekerjaan. Maka dengan empat langkah yang disarankan itu kita dapat mengarahkan otak untuk melakukan (Langkah 1) "Relabel" dengan mengatakan dalam hati, "Oh, ada dorongan untuk membuka e-mail kantor." Sesudah itu (Langkah 2) "Reframe" dengan mengingatkan diri bahwa ini dorongan yang mengganggu, bahwa anda bukanlah otak anda, sehingga tidak harus merespon setiap dorongan yang muncul dalam pikiran. Kemudian (Langkah 3) "Refocus" dengan cara mengalihkan dorongan itu kepada hal lain yang bermanfaat, misalnya dengan jalan kaki di udara terbuka atau bermain dengan keluarga. Terakhir (Langkah 4) "Revalue" dengan menilai kembali dorongan otak untuk membuka e-mail tadi sebagai sesuatu yang tidak lebih dari pesan palsu dari otak dan bersifat menipu. Anda tidak perlu membaca e-mail kantor pada hari libur, sebab aktivitas itu bisa ditunda sampai hari kerja.

 Barangkali langkah-langkah yang disarankan oleh penulis buku itu dapat pula diterapkan dalam menghadapi dorongan-dorongan hati yang sebenarnya merupakan "pesan-pesan palsu" untuk berbuat hal-hal yang bertentangan dengan jatidiri kita sebagai orang Kristen dan pengikut Kristus. "Pemikiran kita pada akhirnya akan mendikte perilaku kita. Cara kita berpikir mempengaruhi cara kita bertindak. Begitu juga sebaliknya. Perbuatan yang berulang-ulang mempengaruhi pikiran kita. Orang Kristen adalah "ciptaan baru." Pola berpikir yang lama telah digantikan dengan pola berpikir yang baru (2Kor. 5:17)...Ketika rasul Paulus mengingatkan orang Kristen agar 'pikirkanlah perkara yang di atas' (Kol. 3:2), dia sedang mendesak kita untuk memusatkan pemikiran kita ke surga. Pikiran kita terbentuk oleh apa yang kita masukkan ke dalamnya. Pemikiran-pemikiran kita dibentuk oleh apa yang kita pikirkan dengan menghabiskan waktu" [alinea pertama; alinea kedua: tiga kalimat terakhir].

 Keserupaan dengan idola. "Hollywood Boulevard" di kota Los Angeles, California adalah salah satu tujuan utama wisatawan mancanegara maupun lokal. Anda belum ke Los Angeles kalau belum menjejakkan kaki di Hollywood Boulevard. Keistimewaan dari jalan raya sepanjang kurang-lebih 7 Km itu adalah pada ruas jalan sepanjang sekitar 2 Km yang disebut "Walk of Fame" di mana pada trotoarnya terpancang deretan lebih dari 2500 tanda bintang berwarna merah muda karang yang masing-masing memuat nama tokoh dalam dunia hiburan di AS. Penempatan tanda bintang itu merupakan penghargaan dan sekaligus pengakuan atas selebritas sang bintang yang saat peresmiannya dihadiri oleh bintang bersangkutan. Pada akhir pekan dan hari-hari libur anda bisa menyaksikan sosok-sosok mirip bintang tertentu yang berdiri di dekat tanda bintang yang "diwakilinya" dengan tujuan untuk mengais dolar dari para pengunjung. Tampang maupun dandanan mereka, termasuk atribut-atribut khas, sedemikian rupa sehingga sangat mirip dengan tokoh selebriti yang mereka berusaha tiru itu. Beberapa di antaranya, pria maupun wanita, memang hampir tak bisa dibedakan dari bintang aslinya. Dengan membayar $5 anda bisa mendapat kesempatan untuk 2-3 kali foto bersama dengan "sang artis" di dekat tanda bintang yang memuat namanya.

 Bagi para "artis jalanan" tersebut kemiripan fisik dan penampilan yang serupa dengan sosok bintang aslinya adalah semacam anugerah alam untuk bisa sekadar mengais rejeki, sedangkan bagi para pelancong adalah semacam anugerah untuk bisa berfoto dengan idola mereka yang mustahil diperoleh dengan bintang aslinya. Kita juga sering menyaksikan keserupaan lahiriah dengan orang-orang penting dan terkenal kerap menjadi semacam berkah alam bagi yang bersangkutan. Namun tidak ada di antara individu-individu yang memiliki kemiripan lahiriah dengan tokoh-tokoh ternama yang berusaha untuk meniru prestasi dan kesuksesan sosok yang mirip dengan dirinya itu. Mereka sudah cukup bangga kalau punya tampang mirip tokoh terkenal karena merasa seperti ikut kecipratan popularitas. Fisik boleh sama, tapi otak dan kesempatan berbeda. Memang anda tidak harus memiliki sosok yang mirip dengan seorang tokoh yang sukses untuk bisa meraih prestasi yang sama dengan dia, tetapi anda dapat menyamai kesuksesannya dengan menjadi tokoh lain yang berbeda, dan biarlah orang-orang yang mempunyai kemiripan lahiriah dengan anda menjadi bangga atau mengidolakan anda.

 Sebagai orang Kristen idola kita adalah Yesus Kristus, dan kepada kita didorong untuk berusaha menjadi serupa dengan Dia. Keserupaan dengan Kristus berarti memiliki kecemerlangan tabiat yang sama dengan Dia. Rasul Paulus menulis, "Sekarang muka kita semua tidak ditutupi selubung, dan kita memantulkan kecemerlangan Tuhan Yesus. Dan oleh sebab itu kita terus-menerus diubah menjadi seperti Dia; makin lama kita menjadi makin cemerlang. Kecemerlangan itu dari Roh, dan Roh itu adalah Tuhan" (2Kor. 3:18, BIMK). Pena inspirasi menulis: "Oleh memandang kita menjadi berubah; dan sementara kita merenungkan kesempurnaan dari Teladan ilahi itu, kita akan rindu untuk diubahkan sepenuhnya dan dibarui menurut citra kesucian-Nya. Adalah oleh iman kepada Putra Allah maka perubahan terjadi dalam tabiat, dan anak murka menjadi anak Allah" (Ellen G. White, Signs of the Times, 26 Desember 1892).
    "Reformasi adalah soal memandang kepada Yesus. Itu adalah tentang Yesus mengisi pikiran kita. Itu adalah tentang Yesus membentuk pemikiran-pemikiran kita. Itu adalah tentang Yesus membimbing perbuatan-perbuatan kita. Bila kita memandang Yesus, Ia akan menuntun kita kepada standar-standar yang lebih tinggi dari sekadar kekakuan mengikuti aturan. Tidak mungkin kalau kita sungguh-sungguh melihat kepada Yesus dan tetap sama. Apabila kita merenungkan pemikiran-pemikiran-Nya, kita hanya mempunyai satu kerinduan, dan itu adalah melakukan kehendak-Nya" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang pikiran lebih berkuasa dari tubuh?

1. Otak manusia diciptakan Allah dengan kemampuan luar biasa untuk melakukan aktivitas-aktivitas kognitif, khususnya berpikir. Dengan 100 milyar sel saraf dalam otak kita dapat menganalisis dan memahami apa yang tertangkap oleh pancaindera, terutama untuk memahami pesan-pesan ilahi.

2. Pemikiran manusia, sebagai proses psikologis di dalam otak, mempunyai kekuatan untuk mengendalikan anggota-anggota tubuh. Tetapi kita juga dapat "mendidik" cara berpikir kita supaya dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran yang lebih sesuai dengan keinginan kita, khususnya yang selaras dengan Kristus.

3. Keserupaan dengan tabiat Kristus adalah tujuan utama dari setiap orang Kristen sejati. Itulah sebabnya kepada kita dianjurkan untuk senantiasa belajar dari Kristus dengan cara terus memandang kepada-Nya. Oleh memandang kita akan diubahkan melalui kesan-kesan yang tertanam dalam pikiran kita tentang Yesus Kristus.

2. MELINDUNGI PIKIRAN KITA (Saringan Pikiran)

 Maksud penyaringan. Salah satu alat yang paling sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia adalah alat penyaring. Montir memerlukan saringan oli untuk mesin mobil, tukang bangunan memakai saringan pasir untuk memplester dinding bangunan, ibu rumahtangga menggunakan saringan ketika menyiapkan makanan atau minuman tertentu. Fungsi dari alat penyaring (saringan) ialah menyaring dan mencegah apa saja yang tidak dikehendaki agar tidak ikut terserap bersama substansi yang diperlukan. Jadi, alat penyaring juga menjalankan fungsi pemurnian. Sesuatu unsur yang tidak murni dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan masalah yang tidak diinginkan saat dipergunakan, apalagi untuk sesuatu yang dimasukkan ke dalam tubuh. Alat penyaring bukan sama sekali menutup jalan masuk, tetapi membiarkan masuk hanya hal-hal yang dikehendaki dan pada waktu yang sama mencegah unsur-unsur yang tidak disukai.

     Pikiran kita adalah bagian yang netral, apa yang mengisi pikiran itulah yang menentukan keadaan pikiran kita. Sebagai orang Kristen pikiran kita harus selalu dijaga agar tidak disusupi oleh unsur-unsur duniawi yang dapat mengacaukan kemurnian pikiran kita. "Allah telah menyediakan suatu 'saringan rohani' bagi pikiran kita. Itu sudah dibuat dengan cermat untuk membiarkan masuk ke dalam pikiran kita hanya hal-hal yang akan membangun pengalaman rohani kita dengan Yesus" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].

   Rasul Paulus menulis: "Maka sejahtera dari Allah yang tidak mungkin dapat dimengerti manusia akan menjaga hati dan pikiranmu yang sudah bersatu dengan Kristus Yesus. Akhirnya, saudara-saudara, isilah pikiranmu dengan hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik...Janganlah ikuti norma-norma dunia ini. Biarkan Allah membuat pribadimu menjadi baru, supaya kalian berubah. Dengan demikian kalian sanggup mengetahui kemauan Allah--yaitu apa yang baik dan yang menyenangkan hati-Nya dan yang sempurna" (Flp. 4:7-8 & Rm. 12:2, BIMK).

     Mengawal pancaindera. Setiap hari kita terpapar dengan berbagai hal yang bisa tertangkap oleh pancaindera kita, utamanya indera pelihat dan pendengar, baik melalui perangkat audio-visual maupun yang dapat kita saksikan dan dengar langsung dari aktivitas keseharian. Siaran radio, televisi, internet, tiada hentinya membanjiri pikiran kita dengan pelbagai informasi. Ada informasi yang berharga, banyak pula informasi sampah. Dalam situasi seperti inilah kita membutuhkan sebuah mekanisme penyaringan supaya hanya hal-hal yang dianggap layak saja yang terserap ke dalam pikiran, sedangkan hal-hal yang tidak patut bagi pikiran kita terlewatkan begitu saja. Setiap orang Kristen harus memiliki sistem saringan yang ditentukannya sendiri, sesuai dengan nilai-nilai rohani yang kita junjung.

     "Ini sebuah kenyataan yang sederhana. Tidak mungkin mengembangkan pemikiran-pemikiran rohani yang mendalam kalau kita mengisi pikiran kita dengan kekerasan, ketidaksopanan, keserakahan, dan materialisme. Indera-indera kita merupakan pintu gerbang kepada pikiran kita. Jika pikiran kita dijejali dengan tontonan-tontonan hiburan Hollywood yang merangsang, pikiran akan dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang bersifat hawa nafsu ini gantinya oleh prinsip-prinsip Firman Allah...Orang-orang Kristen Masehi Advent Hari Ketujuh yang bersedia untuk Kedatangan Kristus yang Kedua harus mempertimbangkan dengan saksama sebelum mempersembahkan jiwa mereka pada mezbah hiburan duniawi" [alinea terakhir: empat kalimat pertama dan kalimat terakhir].

    Pena inspirasi menulis: "Jika anda tidak dapat mengendalikan dorongan hati anda dan emosi anda sebagaimana yang anda kehendaki, anda dapat mengendalikan kemauan dan dengan demikian perubahan kemauan yang menyeluruh akan ditempa dalam hidup anda. Bila anda menyerahkan kemauan anda kepada Kristus, hidup anda terlindung bersama Kristus di dalam Allah. Itu berarti bersekutu dengan kuasa yang berada di atas segala kekuasaan dan kekuatan. Anda mendapat kekuatan dari Allah yang memegang anda teguh pada kekuatan-Nya; dan suatu hidup baru, bahkan kehidupan iman, adalah mungkin bagi anda" (Ellen G. White, Christian Temperance and Bible Hygiene, hlm. 148).

 Apa yang kita pelajari tentang pentingnya saringan pikiran?

1. Demi menjaga kemurnian pikiran diperlukan sistem saringan untuk menyaring bahan-bahan yang masuk ke dalam pikiran agar hanya hal-hal yang murni saja yang diterima oleh pikiran kita. Dengan adanya penyaringan yang bekerja efektif kita tidak perlu khawatir terhadap "sampah-sampah" yang berseliweran di sekitar kita.

2. Sebagai umat Tuhan, saringan pikiran kita berpatokan pada Firman Tuhan. Alkitab mengajarkan agar kita hanya mengisi pikiran kita dengan "hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik" (Flp. 4:8).

3. Salah satu "penyimpangan moral" paling umum sekarang ini adalah menjadikan hal-hal yang menyangkut seksual sebagai hiburan. Bercanda soal seks selalu terdengar lucu dan menghibur, bukan? Namun perbuatan asusila tidak hanya perselingkuhan; gurauan yang bertema seksual juga adalah perbuatan asusila (Ef. 5:3-4).

3. PAGAR HATI (Pengamanan Pikiran)

    Melindungi hak pribadi. Bukan hanya rumah perlu pagar, tapi juga hati dan pikiran. Pagar adalah sebuah ikhtiar untuk menyatakan kepemilikan dan pengamanan atas suatu properti (hak milik). Rumah-rumah di Amerika, yang juga mulai banyak ditiru oleh pengembang kompleks perumahaan model "cul de sac" di tanah air, umumnya tidak ada pagar fisiknya tapi menggunakan pagar imajiner yang diatur oleh hukum. Menjejaki halaman rumah orang tanpa seizin pemiliknya, walaupun tidak ada pagarnya, bisa membuat anda berurusan dengan polisi. Pikiran adalah properti pribadi kita masing-masing, dan kita berhak untuk melindunginya dari penyusupan unsur-unsur yang tidak dikehendaki. Seseorang yang tidak memagari pikirannya itu sama dengan membiarkan propertinya tanpa pagar di tengah lingkungan yang tidak aman karena banyak penerobos. Pertanyaannya, seberapa terjaminkah kekokohan pagar yang kita bangun itu untuk mencegah penerobosan?

    Sebagai manusia yang lahir dalam keberdosaan dan mewarisi kecenderungan untuk berbuat dosa, hidup di tengah dunia yang sarat oleh dosa membuat kita tak berdaya untuk menghalangi pengaruh dosa. Hanya dengan bersandar kepada Tuhan untuk memagari pikiran kita ada jaminan bagi keamanan. "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus" (Flp. 4:7; penekanan ditambahkan).

     "Ada banyak cara di mana kita bisa menggagalkan pengawalan kita itu. Kita dapat membiarkan masuk limbah kepelesiran dunia ini. Pikiran kita mungkin dikalahkan oleh amarah, kegetiran, dan kebencian. Pikiran bisa tenggelam di tengah lautan kepelesiran yang memabukkan atau kebiasaan-kebiasaan yang menimbulkan ketagihan. Kabar baiknya ialah bahwa Yesus telah berjanji untuk melindungi pikiran kita--kalau kita membiarkan Dia melakukannya" [alinea kedua].

 Senjata Allah. Dalam perang fisik manusia menggunakan persenjataan militer yang berbau mesiu, tetapi dalam peperangan rohani yang dipergunakan adalah persenjataan rohaniah yang beraroma ideologis. Kesadaran akan hal ini harus membuat kita lebih waspada, oleh sebab kita berperang "bukanlah melawan darah dan daging, tetapi...melawan roh-roh jahat di udara" (Ef. 6:12). Dalam peperangan rohani kita tidak hanya menghadapi serbuan ideologi, doktrin, dan ajaran-ajaran dari luar gereja, tapi kita juga menghadapi gagasan, pendapat, dan penafsiran-penafsiran yang muncul dari dalam gereja. Setan menyerang umat Tuhan dalam segala lini kehidupan, dan dia juga menggunakan anasir-anasir yang telah disusupkannya ke dalam gereja!

    Kenyataan ini membuat perjuangan umat Tuhan yang menghendaki kemurnian ajaran Allah menjadi lebih berat dan terkadang memusingkan kepala. Dalam peperangan rohani ini banyak kali kita menghadapi pendapat-pendapat, tulisan-tulisan, bahkan khotbah-khotbah dari para tokoh gereja yang mengagumkan tapi terkadang juga membingungkan. Sementara semua narasumber itu patut kita perhatikan karena bermanfaat bagi kebangunan rohani, kita juga patut mencermatinya apakah setiap pandangan itu benar-benar bersumber dari Firman Tuhan atau semata-mata hanya pemikiran manusia. Menangkis serangan dari luar gereja itu relatif lebih mudah daripada menghadapi kontroversi dari dalam.

    Anda dan saya hanya akan mampu dan berhasil mempertahankan kemurnian pikiran dan iman kita dengan menggunakan dan mengandalkan pada senjata-senjata Allah, seperti yang difirmankan melalui rasul-Nya: "Kami memang masih hidup di dalam dunia, tetapi kami tidak berjuang berdasarkan tujuan duniawi. Senjata-senjata yang kami gunakan di dalam perjuangan kami bukannya senjata dunia ini, tetapi senjata-senjata Allah yang berkuasa. Dengan senjata-senjata itu kami menghancurkan pertahanan-pertahanan; kami menangkis perdebatan-perdebatan dan mendobrak benteng-benteng kesombongan yang dibangun untuk menentang pengetahuan tentang Allah. Kami menawan pikiran orang-orang dan membuat mereka takluk kepada Kristus" (2Kor. 10:3-5, BIMK).

    "Kita tidak selalu dapat memilih pemikiran-pemikiran yang menerobos pikiran kita. Kita bisa memilih apakah kita akan terus memikirkannya dan membiarkannya menguasai pikiran kita. Membawa setiap pemikiran ke dalam penurutan kepada Kristus berarti menyerahkan pikiran kita kepada Yesus. Pemikiran duniawi tidak bisa dihapuskan hanya dengan sekadar berharap pemikiran itu akan berlalu. Pemikiran-pemikiran itu akan tergusur keluar ketika pikiran diisi dengan sesuatu yang lain. Pikiran yang terpusat pada prinsip-prinsip positif dari Firman Allah adalah pikiran yang 'terlindung' dan 'terpelihara' oleh kasih karunia Allah dari tipu muslihat si jahat" [alinea terakhir: enam kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang bagaimana mengamankan pikiran kita?

1. Pikiran adalah properti pribadi anda dan saya. Bukan saja kita berhak tapi juga wajib untuk melindunginya dari segala anasir-anasir yang bisa merusak kemurnian pikiran kita. Melindungi pikiran berarti memagarinya dengan ketat dan kokoh supaya tidak mudah disusupi oleh hal-hal yang tidak dikehendaki.

2. Sebagai umat Tuhan, pengamanan pikiran kita yang paling handal adalah senjata Firman Tuhan. Setan tidak dapat menyusup ke dalam Alkitab, tapi dia bisa menyusup melalui penafsiran dan pendapat tentang isi Alkitab. Setan menginfiltrasi gereja melalui agen-agennya dengan ide-ide dan pendapat pribadi mereka.

3. Perlindungan bagi pikiran kita terjamin hanya di dalam Yesus Kristus. Kita dapat menyerahkan pengamanan pikiran kita kepada-Nya melalui penyerahan diri dalam doa dan pendalaman Firman Allah dengan tuntunan Roh Kudus. Setiap orang bisa melakukan pendalaman Alkitab secara pribadi tanpa harus dibimbing oleh orang lain.

4.  MENJADI  MANUSIA SEUTUHNYA (Hubungan Pikiran dan Tubuh)

    Kesejahteraan yang seutuhnya. Empat aspek yang membentuk manusia seutuhnya adalah fisik (raga), mental (cipta), rohani (jiwa), dan emosi (rasa). Setiap orang memiliki keempat unsur ini dalam dirinya, dengan segala kekhasannya masing-masing yang membuat seseorang sebagai satu pribadi yang unik. Dalam setiap aspek itu terkandung berbagai potensi (kemampuan) yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain, bergantung dari pengalaman dan pengembangan masing-masing. Fisik yang terlatih membuat seseorang lebih berotot dan kuat; mental yang terasah membuat seseorang lebih cerdas dan bijak; rohani yang terdidik membuat seseorang lebih bermoral dan bertanggungjawab; emosi yang terkendali membuat seseorang lebih tabah dan mampu menahan diri. Pendidikan yang baik ialah pendidikan yang mengajarkan keseimbangan dari semua dimensi manusia tersebut.

     Allah sendiri yang telah menciptakan kita manusia sebagai makhluk dimensional dengan aspek-aspek yang lengkap seperti itu, oleh sebab dari mulanya Dia ingin memiliki satu umat yang sehat dan cakap sebagai anak-anak-Nya. Alkitab juga mengajarkan pendidikan yang seimbang meliputi semua aspek ini dalam rangka membina kesejahteran manusia yang seutuhnya. Bilamana Yesus datang kedua kali, Dia ingin menyambut satu umat yang memiliki kriteria ini. Itulah sebabnya sang rasul berdoa, "Semoga Allah sendiri yang memberikan kita sejahtera, menjadikan kalian orang yang sungguh-sungguh hidup khusus untuk Allah. Semoga Allah menjaga dirimu seluruhnya, baik roh, jiwa maupun tubuhmu, sehingga tidak ada cacatnya pada waktu Tuhan kita Yesus Kristus datang kembali" (1Tes. 5:23, BIMK).

 "Bagi umat percaya Perjanjian Baru, kesejahteraan jasmani, pikirani dan emosi secara tak terpisahkan berkaitan dengan kesejahteraan rohani. Rasul Paulus mengimbau umat percaya agar 'memuliakan Allah dengan tubuh mereka.' Dia percaya bahwa seluruh umat manusia sudah dibeli dengan suatu harga dan diri kita bukan milik kita sendiri (1Kor. 6:19-20). Memelihara tubuh kita dengan mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat jauh lebih berarti daripada menambahkan beberapa tahun kepada umur kita; jika dilakukan dengan motif yang benar itu bisa merupakan suatu perbuatan ibadah" [alinea kedua].

 Keserelarasan dengan kehendak Allah. Sebagai manusia seutuhnya, yang memiliki keempat aspek kemanusiaan sebagaimana tersebut di atas, kewajiban setiap orang adalah memelihara kebugaran dari setiap aspek itu. Hal ini perlu oleh karena masing-masing aspek saling mempengaruhi terhadap diri kita sebagai manusia yang utuh. Kalau salah satu dari aspek itu terganggu kesehatannya, keseluruhan diri orang tersebut menjadi sakit. Pada waktu tubuh sakit, pikiran dan emosi serta rohani ikut terpengaruh. Ketika emosi terganggu, gejala-gejalanya tampak pada pikiran, tubuh, dan rohani. Tatkala pikiran terganggu, akibatnya berimbas pada tubuh, emosi dan rohani. Sewaktu rohani terganggu, ujudnya terlihat pada tubuh, pikiran, dan emosi.

    Kita mengenal istilah "penyakit psikosomatik," yaitu gangguan emosi yang gejala-gejalanya terlihat pada tubuh. Misalnya, seorang yang mengalami stres atau tertekan batin dapat mengembangkan gejala-gejala seperti tekanan darah tinggi, sakit punggung, dan tukak lambung (maag). Tetapi kerohanian yang "tidak sehat" juga dapat menimbulkan gejala-gejala fisik, mental, dan emosi. Gaya hidup, sepak terjang, cara berbicara, bahkan cara berpakaian bisa merupakan ciri-ciri fisiologis dari kerohanian yang sehat ataupun sakit. Firman Tuhan mengingatkan kita agar tidak mengikuti norma-norma dunia ini oleh pembaruan budi dan penguasaan diri (Rm. 12:2-3), mewaspadai musuh rohani yang datang sebagai pencuri untuk membinasakan karakter (Yoh. 10:10), dan bahkan dalam hal makan pun kita patut melakukannya demi kemuliaan Tuhan (1Kor. 10:31).

    "Kalau ada praktik-praktik pola hidup jasmani yang tidak selaras dengan kehendak-Nya, Allah mengundang kita agar menyerahkannya bagi kemuliaan-Nya. Setan ingin mengendalikan pikiran kita melalui tubuh kita; Yesus rindu mengendalikan tubuh kita melalui pikiran kita. Tubuh kita adalah sebuah kaabah, bukan tempat bersenang-senang. Oleh mengikuti prinsip-prinsip surgawi kita dapat mengamalkan kehidupan yang lebih dipenuhi sukacita, produktif, berkelimpahan, dan sehat" [alinea terakhir: empat kalimat terakhir].

   Apa yang kita pelajari tentang hubungan antara pikiran dan tubuh?

1. Allah sudah menciptakan kita sebagai manusia yang seutuhnya, menebus kita sebagai manusia yang seutuhnya, memelihara kesejahteraan kita sebagai manusia yang seutuhnya, karena itu Allah juga ingin menyelamatkan kita seutuhnya. Ketika Yesus datang kedua kali, semua orang yang selamat akan diubahkan seutuhnya.

2. Sebagai manusia yang seutuhnya, terdiri atas keempat aspek yang saling berpengaruh, kita berkewajiban untuk memelihara kesehatan dan kesejahteraan diri secara utuh dan seimbang. Allah telah menyediakan petunjuk dan cara bagaimana kita dapat memelihara diri kita sebagai kaabah Allah yang kudus.

3. Pikiran adalah semacam "pusat komando" yang mengendalikan segala aktivitas hidup kita dan tempat di mana setiap keputusan diambil demi kepentingan diri kita. Setan tahu bahwa dengan menaklukkan pikiran seseorang dia dapat mengendalikan kehidupan orang itu. Hanya dengan kuasa Roh Allah kita dapat mempertahankan pikiran kita dari penguasaan setan.

5. MAKNA TERANG (Lambang-lambang Pengaruh)

    Yesus sebagai Terang. Sebagaimana kita tahu di dalam Alkitab terdapat empat injil, yang berdasarkan hasil kanonisasi ditempatkan di bagian permulaan PB, yaitu: Matius, Markus, Lukas, Yohanes. Dinamai "injil" karena isinya adalah tentang Yesus Kristus. Tiga injil pertama disebut injil "sinoptik" (lihat-bersama), yaitu yang menyorot kehidupan Yesus di dunia ini dalam format yang sama. Sementara ketiga injil ini memaparkan apa yang Yesus lakukan dan ajarkan, injil keempat, yakni injil Yohanes, lebih terfokus dalam membeberkan siapa Yesus itu. Injil Yohanes disusun oleh salah satu murid yang paling dekat dengan Yesus, ditulis sekitar tahun 85-95 TM.

 Yohanes mengawali kitab injilnya dengan menerangkan hubungan antara Firman dan Terang. "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan" (Yoh. 1:1-3). Firman (Grika: λόγος, logos) di sini bukanlah semata-mata ucapan atau kata-kata, melainkan sebagai sosok pribadi. Lalu Yohanes menegaskan, "Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya" (ay. 4-5). Terang (Grika: φῶς, phōs) dalam hal ini bukan dalam pengertian kata benda sebagai lawan kata dari gelap, melainkan sebagai kata kiasan yang berarti "kebenaran dan pengetahuannya" (Strong, G5457).

    Dalam pemahaman mengenai "terang" seperti itulah rasul Yohanes selanjutnya menulis, "Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu" (ay. 6-8). {Yohanes yang disebutkan di sini bukanlah penulis injil ini, melainkan Yohanes sepupu Yesus, anak dari imam Zakharia dan Elisabet (Luk. 1:5, 13-17, 39-45) yang kemudian dikenal sebagai Yohanes Pembaptis (Mrk. 1:4; Luk. 7:20). Di sini Yohanes sang rasul sedang berbicara tentang Yohanes Pembaptis yang memberi kesaksian tentang Yesus sebagai terang yang sesungguhnya}. Selanjutnya, rasul Yohanes menandaskan, "Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia" (Yoh. 1:9). Pada ayat ini sang rasul sedang bertutur perihal Yesus Kristus.

 Di kemudian hari, Yesus sendiri yang membuat pernyataan mengenai diri-Nya dengan berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Yoh. 8:12). Sehubungan dengan itu pada kesempatan yang lain Yesus mengingatkan, "Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi. Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang" (Yoh. 12:35-36).

 Kita harus menjadi terang seperti Yesus. Kalau Yesus adalah terang dunia, para pengikut-Nya juga mesti menjadi terang dunia. Bahkan bukan hanya terang, tapi juga garam dunia. Yesus berkata, "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga" (Mat. 5:13-15).

 "Tujuan dari semua kebangunan baru dan reformasi ialah untuk membiarkan terang kasih, rahmat, dan kebenaran Kristus bersinar melalui kehidupan kita. Terang bercahaya melawan kegelapan. Yesus sudah memanggil umat-Nya untuk mengamalkan suatu gaya hidup yang jelas berbeda dari yang diamalkan di dunia ini supaya memperlihatkan keunggulan dari cara hidup-Nya...Di tengah generasi yang menonjolkan diri, terpusat pada seks, dan letih oleh kecemasan, Yesus memanggil kita kepada sesuatu yang berbeda. Ia memanggil kita kepada kesederhanaan, kesopanan, dan kemurnian moral (1Ptr. 3:3-4)" [alinea kedua: tiga kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

    Pena inspirasi menulis: "Allah menempatkan gereja-Nya di bumi supaya bisa menjadi terang dunia...Menerima terang dari Sumber segala terang, mereka harus memantulkan terang itu kepada orang lain. Tetapi ini hanya dapat dilakukan sementara gereja dekat kepada Allah dan hidup dalam hubungan yang erat dengan Pemberi kehidupan dan terang itu. Kemurnian dan kesederhanaan Kristus, yang dinyatakan dalam kehidupan para pengikut-Nya yang rendah hati, akan menyaksikan kepemilikan akan kesalehan sejati. Orang percaya yang terilhami dengan roh missionari sejati akan menjadi surat yang hidup, dikenal dan dibaca oleh semua orang" (Ellen G. White, risalah "Jehovah Is Our King," hlm. 10-11).

 Apa yang kita pelajari tentang Yesus adalah terang dunia?

1. Salah satu dari sekian banyak missi Kristus di atas bumi ini ialah untuk menjadi "terang dunia." Dosa telah menggelapkan dunia ini, dan membutakan penduduknya akan kekudusan moralitas ilahi. Yesus membawa terang surgawi ke dalam dunia ini supaya manusia dapat melihat dengan jelas jalan yang harus ditempuh.

2. Selaku umat percaya yang telah memperoleh terang surgawi dari Kristus, anda dan saya bertanggungjawab untuk memancarkan terang itu kepada orang-orang lain. Sebagai terang kita menyinari pikiran mereka dengan kebenaran, sebagai garam kita mempengaruhi hidup mereka dengan moralitas surgawi.

3. Terang surgawi yang kita terima dari Yesus Kristus hanya dapat terus menyala dan memancarkan cahaya kalau kita memelihara terang itu agar tidak padam. Kristuslah sumber terang itu, kita hanya memantulkannya. Kita bisa memelihara cahaya terang itu oleh hidup selalu dekat dengan Yesus.

PENUTUP

    Berpihak pada siapa? Orang Kristen sejatinya bukanlah orang-orang yang netral, tetapi adalah orang-orang yang berani berpihak. Tetapi keberpihakan kita itu bukan dalam suatu pertikaian pribadi maupun kelompok, ataupun dalam kancah pertarungan kekuasaan di dunia ini, melainkan keberpihakan yang menjunjung dan membela kebenaran. "Sebab kami tidak dapat berbuat sesuatu pun yang bertentangan dengan yang benar; kami harus menuruti yang benar" (2Kor. 13:8, BIMK).

 "Kalau kita berada di pihak Tuhan, pemikiran kita adalah bersama Dia, dan pemikiran-pemikiran kita yang paling manis adalah tentang Dia. Kita tidak bersahabat dengan dunia; kita sudah mempersembahkan semua yang kita miliki dan diri kita kepada-Nya. Kita rindu untuk membawa citra-Nya, menghirup roh-Nya, melakukan kehendak-Nya, dan menyenangkan Dia dalam segala hal" [alinea pertama: tiga kalimat terakhir].

 Orang Kristen berada di dunia ini untuk mewakili tabiat Kristus; orang Kristen akan kehilangan Kekristenannya jika mereka tidak mewakili tabiat Kristus di hadapan dunia. Inilah hakikat dan kodrat dari kehidupan orang Kristen, dan kita tidak mempunyai pilihan lain. "Tidak ada yang Kristus begitu kehendaki seperti wakil-wakil yang akan mewakili roh dan tabiat-Nya kepada dunia. Tidak ada yang dunia begitu perlukan seperti perujudan kasih Juruselamat melalui kemanusiaan" [alinea kedua: kalimat kedua dan ketiga].

 "Sebab itu tanggalkanlah manusia lama dengan pola kehidupan lama yang sedang dirusakkan oleh keinginan-keinginannya yang menyesatkan. Hendaklah hati dan pikiranmu dibaharui seluruhnya. Hendaklah kalian hidup sebagai manusia baru yang diciptakan menurut pola Allah; yaitu dengan tabiat yang benar, lurus dan suci" (Ef. 4:22-24, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.