Jumat, 13 September 2013

Bertumbuh Kepada Kedewasaan Rohani.



REFORMASI : "KERELAAN UNTUK BERTUMBUH DAN BERUBAH"                   PENDAHULUAN

Bertumbuh berarti berubah.

   Beberapa bulan lalu lima siswi SMP kelas 3 di Denmark melakukan ekperimen ilmiah sederhana mengenai pengaruh radiasi terhadap manusia. Mereka penasaran karena setiap kali tidur di malam hari dengan ponsel (telpon seluler) atau HP diletakkan dekat kepala, keesokan harinya mereka pasti mengalami kesulitan berkonsentrasi di kelas. Karena sekolah tidak memiliki perlengkapan laboratorium yang memadai untuk penelitian tersebut, mereka alihkan eksperimen untuk mengetahui efek radiasi terhadap tumbuhan. Enam pot tanaman sejenis seledri (Lepidium sativum) diletakkan di sebuah ruangan dengan dua router (alat pemancar wi-fi untuk koneksi internet)--yang dalam perhitungan mereka kekuatasan radiasinya setara dengan yang dipancarkan oleh ponsel--dan enam pot tanaman serupa ditempatkan dalam ruangan lain yang hampa radiasi. Setelah 12 hari mereka menemukan bahwa semua tanaman yang terpapar radiasi bukan saja tidak bertumbuh tapi banyak yang mati, sedangkan semua tanaman yang ditaruh dalam ruangan bebas radiasi bertumbuh normal. (Lihat di sini---> http://www.mnn.com/health/healthy-spaces/blogs/student-science-experiment-finds-plants-wont-grow-near-wi-fi-router).

    Kita hidup di sebuah planet yang isinya secara alamiah selalu bertumbuh, bahkan alam semesta di mana planet Bumi menjadi bagian juga terus bertumbuh. Kehidupan identik dengan pertumbuhan, dan pertumbuhan selalu membawa perubahan. Secara alamiah setiap makhluk hidup di bumi ini dibekali dengan potensi dan naluri untuk bertumbuh sampai kepada tahap yang optimal. Sebagai manusia kita bertumbuh dalam berbagai aspek kehidupan sampai mencapai kedewasaan penuh dan seutuhnya. Bayi yang baru lahir harus bertumbuh karena secara fisik maupun mental belum dewasa dan matang, jika bayi itu tidak bertumbuh berarti ada hal yang tidak beres. Tumbuhan dan tanaman juga harus bertumbuh, kalau tidak bertumbuh pasti ada sesuatu yang salah. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisiologis pada semua makhluk hidup.

    Dalam kehidupan sebagai orang Kristen pertumbuhan rohani adalah hal yang paling penting. Namun, berbeda dari pertumbuhan fisik yang dalam keadaan normal terjadi secara alamiah dan spontan, pertumbuhan rohani bergantung sepenuhnya pada kemauan seseorang. Anda tidak akan pernah mengalami kedewasaan rohani kalau anda tidak ingin bertumbuh secara rohani. Tidak seperti bayi yang badannya pasti bertumbuh selama dia diberi makanan bergizi secara teratur, atau tanaman yang mendapat cukup air dan sinar matahari di tanah yang subur pasti akan bertumbuh menjadi besar, pertumbuhan rohani belum tentu terjadi meski kepada kita dijejali dengan khotbah-khotbah maupun bacaan-bacaan berbobot rohani yang tinggi sekalipun. Bertumbuh secara rohani adalah pilihan pribadi seorang Kristen, berdasarkan kerinduan rohaninya sendiri.
    "Suatu kebangunan baru sekadar membangkitkan kembali kerinduan-kerinduan rohani yang lebih dalam. Hal itu meningkatkan kerinduan rohani kita sementara hati kita ditarik lebih dekat kepada Tuhan melalui dorongan Roh Kudus. Kebangunan baru tidak berarti bahwa kita belum memiliki pengalaman dengan Yesus sebelumnya; justeru hal itu memanggil kita kepada suatu pengalaman yang lebih dalam dan lebih kaya. Reformasi menyerukan kepada kita untuk bertumbuh dan berubah. Hal itu mendesak kita untuk maju melampaui keadaan yang tetap secara rohani. Hal itu mengajak kita untuk memeriksa kembali kehidupan kita di bawah terang nilai-nilai alkitabiah dan membiarkan Roh Kudus memberdayakan kita untuk mengadakan sesuatu perubahan yang diperlukan demi untuk hidup dalam penurutan kepada kehendak Allah" [alinea kedua].

1. PERTUMBUHAN ROHANI SEBAGAI PROSES (Anugerah untuk Bertumbuh)

 Bertumbuh dalam tabiat Kristiani.

   Adegan 1: Sehari setelah Yesus dimuliakan di atas gunung--ketika itu wajah-Nya berubah rupa dan "bercahaya seperti matahari" (Mat. 17:2) dengan ditemani Musa dan Elia--Ia mengajak murid-murid turun gunung untuk kembali ke Yerusalem. Perjalanan itu melewati sebuah desa di wilayah Samaria dan Yesus ingin mampir, tetapi penduduk desa itu menolak sehingga memicu amarah murid-murid. "Tuhan, apakah Tuhan mau kami minta api turun dari langit, seperti yang dilakukan Elia, untuk membinasakan orang-orang ini?" (Luk. 9:54, BIMK). Jangan lupa, dua minggu sebelumnya murid-murid itu baru saja mengalami pengalaman luar biasa. Mereka telah diberi kuasa oleh Yesus untuk mengusir setan dan menyembuhkan penyakit sebagai pembekalan untuk penginjilan (ay. 1-2), dan mereka masih teringat pesan Yesus bahwa di tempat mana mereka tidak diterima maka mereka harus kebaskan kaki sebagai tanda peringatan atas kota itu (ay. 5).

    Dalam pekan yang sama itu juga mereka telah menyaksikan kuasa Yesus memberi makan ribuan orang hanya dengan lima potong roti dan dua ikan. Semua ini tampaknya telah menimbulkan rasa bangga dan percaya diri berlebihan di hati murid-murid sehingga mereka jadi lebih galak. Bukankah sikap serupa juga biasa terlihat dalam diri seseorang yang dekat dengan tokoh penting, apalagi penguasa atau "calon penguasa" sehingga merasa ikut kecipratan kekuasaan? Waktu itu murid-murid juga sangat yakin bahwa Yesus dengan segala kehebatan kuasa-Nya dalam waktu dekat bakal menjadi pemimpin bangsa Yahudi yang disegani. Mereka belum mengerti missi Yesus yang sebenarnya, dan tidak menyadari bahwa menjadi pengikut Yesus berarti juga mengikuti kelembutan tabiat-Nya. Tetapi Yesus menegur mereka, "Kalian tidak tahu Roh mana yang menguasai kalian; sebab Anak Manusia tidak datang untuk membinasakan nyawa orang, melainkan untuk menyelamatkannya" (ay. 55, BIMK).

    Adegan 2: Dalam perjalanan ke Yerusalem itu Yesus mengungkapkan kepada murid-murid apa yang bakal terjadi pada diri-Nya, yaitu bahwa Dia akan "diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati" (Mat. 20:17-19). Entah mengapa waktu itu Yakobus dan Yohanes melibatkan ibu mereka untuk mengejar ambisi mereka sehingga Ibu Zebedeus ini datang menghadap Yesus sambil membawa kedua putranya itu untuk minta posisi. "Saya ingin kedua anak saya ini duduk di kiri dan kanan Bapak apabila Bapak menjadi Raja nanti," pintanya (Mat. 20:21, BIMK). Terhadap permintaan itu Yesus langsung menanggapi, tetapi tidak ditujukan kepada sang ibu melainkan kepada kedua murid tersebut. "Kalian tidak tahu apa yang kalian minta," kata Yesus kepada mereka. "Sanggupkah kalian minum dari piala penderitaan yang harus Aku minum?" "Sanggup," jawab mereka. Yesus berkata, "Memang kalian akan minum juga dari piala-Ku. Tetapi mengenai siapa yang akan duduk di kiri dan kanan-Ku, itu bukan Aku yang berhak menentukan. Tempat-tempat itu adalah untuk orang-orang yang sudah ditentukan oleh Bapa-Ku" (ay. 22-23, BIMK).

    "Yakobus dan Yohanes memiliki kekurangan tabiat yang serius. Mereka tidak siap untuk mewakili kasih Kristus kepada dunia. Mereka yang kehidupannya sendiri belum diubahkan belum memenuhi syarat untuk memberitakan satu pekabaran tentang kasih karunia kepada orang-orang lain...Kendatipun ada kecacatan tabiat mereka yang serius, Yakobus dan Yohanes rindu menyatakan tabiat Yesus dengan lebih sempurna. Mereka rindu untuk transformasi dan reformasi dalam sikap-sikap mereka sendiri. Pertumbuhan dan perubahan adalah bagian dari pengalaman Kristiani kita" [alinea kedua dan ketiga; garis bawah ditambahkan].

 Bertumbuh melalui penurutan dan kasih.

    Tidak seorang pun yang begitu menjadi orang Kristen saat itu juga berubah menjadi seorang yang tabiatnya sempurna. Baptisan mengubah status seseorang di hadapan Allah secara instant (seketika), dari orang berdosa menjadi orang yang dosa-dosanya diampuni, tetapi baptisan tidak mengubah tabiat orang itu. Pengampunan dosa adalah sepenuhnya wewenang Allah yang terjadi seketika dan sekaligus; perubahan tabiat adalah pergumulan manusia dengan bantuan kuasa Allah, berlangsung secara bertahap dari waktu ke waktu sesuai kemauan dan tekad manusia itu sendiri. Pertumbuhan tabiat Kristiani adalah sebuah proses yang berkelanjutan.

    Perubahan tabiat juga merupakan pengalaman Yohanes, murid yang dulunya berambisi itu. Tampaknya murid yang kekasih ini telah berhasil menumbuhkan tabiat Kristianinya melalui pengenalan akan Allah dan penurutan. Katanya menasihati: "Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui bahwa kita ada di dalam Dia" (1Yoh. 2:3-5; garis bawah ditambahkan).

    Selain penurutan pada perintah-perintah Tuhan, rasul Yohanes juga menyoroti soal kasih. "Barangsiapa berkata bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan" (ay. 9-11). Dia menyebut penurutan kepada firman sebagai perintah lama (ay. 7), dan perintah tentang mengasihi sesama itu sebagai perintah baru (ay. 8). Dia menyebut saling mengasihi itu sebagai "perintah baru" berdasarkan perkataan Yesus yang pernah ditulisnya sendiri, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh. 13:34). Inilah hakikat menjadi pengikut Kristus, yakni menurut kepada firman-Nya dan saling mengasihi sebagai sesama murid Yesus.

    Apa yang kita pelajari tentang pertumbuhan rohani sebagai orang Kristen?

1. Bertumbuh secara rohani adalah ciri tabiat orang Kristen. Kita bertumbuh kepada keserupaan dengan Kristus karena itulah kodrat sebagai pengikut Kristus (Rm. 8:29), yaitu kepada kemuliaan tabiat yang berasal dari Tuhan supaya "kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya" (2Kor. 3:18).

2. Pertumbuhan rohani adalah sebuah proses dalam diri manusia, dan merupakan perpaduan dari kemauan manusia dengan pertolongan kuasa Allah. Pertumbuhan tabiat yang menuju kepada keserupaan dengan Kristus adalah proses yang berlangsung secara bertahap dan terus meningkat.

3. Dalam pengalaman pribadi rasul Yohanes, dari seorang murid yang ambisius dan mementingkan diri menjadi seorang pengikut Kristus yang rela berkorban dan menyangkal diri, proses pertumbuhan tabiat itu adalah melalui penurutan kepada firman Tuhan termasuk mempraktikkan sifat saling mengasihi.

2. BERTUMBUH ADALAH PILIHAN (Kuasa Memilih)

 Memilih untuk berubah.

    Kekristenan itu soal hidup yang berubah, dan perubahan hidup secara rohani adalah sebuah pilihan. Anda tidak dapat menjadi seorang Kristen sejati tanpa kesediaan untuk berubah. Pada saat kita menerima Yesus dan percaya kepada-Nya maka terjadilah suatu transformasi dalam diri kita, yaitu perubahan dari "manusia lama" menjadi "manusia baru" (Kol. 3:3-10). Rasul Paulus juga menulis, "Orang yang sudah bersatu dengan Kristus, menjadi manusia baru sama sekali. Yang lama sudah tidak ada lagi -- semuanya sudah menjadi baru" (2Kor. 5:17, BIMK; garis bawah ditambahkan).

 "Perubahan datang pada titik pilihan. Reformasi terjadi sementara kita memilih untuk berserah kepada kuasa Roh Kudus yang meyakinkan serta menyerahkan kemauan kita kepada kehendak Allah. Allah tidak pernah akan memaksakan atau memanipulasi keinginan kita. Ia menghormati kebebasan kita. Roh-Nya mempengaruhi pikiran kita, meyakinkan hati kita, dan mendorong kita untuk berbuat yang benar, tetapi pilihan untuk menyambut bujukan Roh Kudus itu selalu dan hanya milik kita" [alinea pertama].

 Mengusahakan perubahan.

   Dalam surat penggembalaannya kepada jemaat di kota Filipi, rasul Paulus menulis: "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" (Flp. 2:12-14; garis bawah ditambahkan).
   Dalam bahasa asli PB (bahasa Grika), frase yang diterjemahkan dengan "tetaplah kerjakan keselamatanmu" dalam ayat di atas adalah κατεργάζομαι ἑαυτοῦ σωτηρία, katergazomai heautou sōtēria, yang diterjemahkan oleh Alkitab versi Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK) dengan "berusahalah terus supaya kesejahteraanmu menjadi sempurna." Kata sōtēria di sini adalah sebuah kata-benda feminin bermakna jamak yang juga dapat berarti "meluputkan" dari tangan musuh (Luk. 1:71) atau "membebaskan" dari penindasan (Kis. 7:25), bahkan digunakan pula dalam pengertian "menyelamatkan" dari gangguan masalah fisik (Kis. 27:34). Paulus tidak bermaksud mendorong orang-orang Kristen di Filipi agar mengusahakan sendiri keselamatan mereka, sebab hal itu akan bertentangan dengan Injil sebagai anugerah keselamatan secara cuma-cuma dari Allah sebagaimana diajarkannya selama ini. Tetapi maksudnya di sini ialah agar mereka, sebagai orang Kristen, berjuang untuk "mengaktifkan" setiap manfaat keselamatan yang telah mereka peroleh dengan cuma-cuma itu.

 Dalam konteks ini, dan sesuai dengan maksud tersebut, Paulus menegaskan bahwa sebagai orang Kristen kita tidak akan berjuang sendirian untuk "mengaktifkan setiap manfaat keselamatan" yang kita miliki itu. Gantinya, "Allahlah yang mengerjakan" dalam diri kita "kemauan maupun pekerjaan" demi perubahan itu. Dalam perkataan lain, perubahan adalah perpaduan dari usaha manusia dan kuasa Allah. Kita tidak akan pernah berhasil untuk berubah tabiat sehingga menjadi serupa dengan tabiat Kristus atas usaha kita sendiri saja tanpa bantuan kuasa Allah, tetapi kuasa Allah itu juga tidak akan pernah diberikan kepada orang yang tidak mau berusaha untuk berubah. Sekali lagi, perubahan tabiat adalah ikhtiar kita sebagai manusia yang mau berubah, tapi keberhasilannya adalah berkat bantuan kuasa Roh Allah. "Mustahil bagi kita untuk mengusahakan apa yang Allah belum kerjakan. Sementara Ia bekerja di dalam diri kita melalui kuasa supra-alami-Nya, kita sanggup membuat pilihan untuk 'mengusahakan' melalui hidup kita anugerah dan kekuatan yang Ia telah kerjakan dalam hidup kita" [alinea kedua].

    Kerjasama ilahi dan manusiawi. Keselamatan yang disediakan Allah dan ditawarkan secara gratis kepada semua manusia adalah keselamatan yang sudah disempurnakan di dalam Yesus Kristus (Ibr. 5:8-10; 7:25; 2Kor. 12:9; Yak. 1:17). Namun demikian, buah-buah dari keselamatan itu masih harus dihasilkan dalam diri kita. Yesus berkata, "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan...Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api" (Mat. 3:8, 10; garis bawah ditambahkan). Keselamatan adalah hasil dari pertobatan, dan pertobatan sejati harus dibuktikan dengan tabiat yang sudah berubah sebagai buah dari pertobatan itu.

 "Reformasi terjadi sementara kita bekerjasama dengan Allah oleh memilih untuk menyerahkan kepada-Nya segala sesuatu yang Roh Kudus tunjukkan sebagai hal-hal yang tidak selaras dengan kehendak-Nya. Kecuali kita membuat pilihan-pilihan itu (terkadang pilihan-pilihan yang sangat berat juga), maka perubahan rohani yang positif tidak akan terjadi" [alinea keempat].

 Apa yang kita pelajari tentang perubahan tabiat sebagai pilihan manusia?

1. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang berubah menuju kesempurnaan tabiat. Perubahan tabiat adalah bukti dari pertumbuhan kerohanian, dan perubahan itu adalah pilihan setiap orang secara pribadi. Allah tidak pernah memaksakan perubahan tabiat dalam diri orang yang tidak mau tabiatnya berubah.

2. Perubahan tabiat dihasilkan oleh perpaduan dari kesediaan untuk berubah dan bantuan kuasa Roh Allah yang mengubahkan. Sebagai manusia, sekalipun sudah menjadi orang Kristen dan percaya bahwa semua dosa sudah diampuni, anda dan saya tidak sanggup untuk berubah atas kemampuan diri sendiri.

3. Keselamatan merupakan hasil pertobatan, dan pertobatan dibuktikan dengan perubahan tabiat. Roh Kudus menyatakan kepada kita sifat-sifat buruk apa saja yang harus dibuang dari tabiat kita, dan Roh Kudus itu juga menyediakan kuasa bagi kita untuk mengikis habis sifat-sifat itu. Inilah bentuk kerjasama ilahi dan manusiawi.

3. PENGALAMAN PETRUS DAN TOMAS (Percaya Diri dan Keraguan)
   Petrus yang terlalu spontan .

   Kehidupan duniawi selalu berbeda konsep dengan kehidupan rohani. Contoh: dalam kehidupan duniawi seorang disebut dewasa kalau dia bisa mengatur diri sendiri secara mandiri; dalam kehidupan rohani semakin dewasa seseorang justeru dia semakin bergantung pada Tuhan. Begitu juga, dalam kehidupan duniawi rasa percaya diri adalah hal yang positif; dalam kehidupan rohani rasa percaya diri bisa menjadi hal yang negatif.

 Petrus adalah salah satu murid Yesus yang terkenal dengan rasa percaya dirinya yang tinggi, dibandingkan dengan murid-murid lain. Ciri sifat ini sering membuat dirinya tampil sebagai seorang yang pemberani dan spontan, terkadang bahkan terkesan sebagai seorang yang tidak berpikir panjang. Maka ketika mendengar pernyataan Yesus bahwa pada malam itu Diri-Nya akan diserahkan dan iman dari semua murid itu akan terguncang, Petrus langsung angkat bicara. "Biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak," katanya dengan nada penuh percaya diri (Mat. 26:33). Bahkan terhadap ramalan Yesus bahwa sebelum ayam berkokok satu kali dia sudah akan menyangkal Gurunya tiga kali, murid yang kerap tampil sebagai inspirator bagi rekan-rekannya itu menampik: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau" (ay. 35), lalu "semua murid yang lain pun berkata demikian juga."

 "Petrus bukanlah tandingan bagi tipu daya si jahat. Dia berusaha untuk menghadapi godaan-godaan Setan dengan kekuatannya sendiri. Dipenuhi dengan rasa percaya diri yang melambung, dia tidak banyak mengerti akan krisis yang sedang datang...Percaya pada kekuatannya sendiri, Petrus hanyut dari Tuhannya. Itulah sebabnya Yesus menggunakan ungkapan 'jikalau engkau sudah insaf' (Luk. 22:32). Petrus memerlukan suatu kebangkitan rohani. Dia membutuhkan suatu perubahan sikap. Dia perlu reformasi" [alinea pertama: tiga kalimat pertama dan lima kalimat terakhir].

 Tomas yang terlalu skeptis. Entah sedang ke mana Tomas, seorang murid lain yang memiliki nama julukan "Didimus" (Si Kembar), tatkala Yesus menemui murid-murid dan para pengikut-Nya pada Minggu malam setelah kebangkitan-Nya. Maka, beberapa saat kemudian sewaktu teman-temannya itu bercerita bahwa mereka baru saja berjumpa dengan Yesus, Tomas sama sekali tidak percaya. "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya," ujarnya (Yoh. 20:25). Pada hari Senin pekan berikutnya, delapan hari sesudah hari itu, baru Yesus muncul lagi di rumah yang sama itu dan kali ini Tomas juga hadir. Tanpa basa-basi, Yesus yang sudah mengetahui keraguan Tomas langsung mengulurkan tangan-Nya yang berlobang bekas paku sambil mempersilakannya untuk memasukkan jari ke lobang di tangan itu dan juga di lambung-Nya. "Ya Tuhanku dan Allahku!" seru Tomas dengan takjub dan mungkin gemetar (ay. 28).

 Ucapan Tomas "Ya Tuhanku dan Allahku!" bukan ungkapan rasa kaget seperti lazim diucapkan orang, "Oh, my God!" (yang artinya: Astaga!). Tetapi itu adalah sebuah pernyataan kekaguman dan sekaligus pengakuan akan keilahian Yesus, dan Kristus tidak menampiknya. Memang, sindiran Yesus tak pelak menyusahkah hati Tomas, "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya" (ay. 29). Tomas adalah contoh dari orang-orang yang berprinsip "saya baru percaya kalau ada bukti." Konsep berpikir seperti itu adalah manusiawi dan berasal dari dunia, tapi dalam hal-hal rohani yang dibutuhkan adalah iman. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr. 11:1).

 "Baik Petrus dan Tomas memiliki suatu sifat serupa yang mencolok. Pendekatan mereka terhadap iman dari sudut pandang yang sangat manusiawi. Petrus menaruh kepercayaan dalam apa yang dapat dilakukannya, Tomas dalam apa yang dapat dilihatnya. Mereka bergantung pada penilaian manusiawi mereka yang keliru...Petrus menjadi seorang yang berubah. Tomas juga berubah. Dia dipercaya telah berlayar ke India untuk mengabar injil. Meskipun tidak banyak lagi yang dibicarakan tentang dia, kita dapat pastikan bahwa dia juga sudah menjadi seorang yang baru sesudah Pentakosta" [alinea terakhir: empat kalimat pertama dan empat kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang spontanitas Petrus dan skeptisnya Tomas?

1. Petrus adalah lambang dari orang-orang yang gegabah terhadap godaan serta cobaan, dan mengandalkan kemampuan diri untuk menghadapi iblis. Sementara keyakinan adanya kuasa ilahi dalam diri kita itu perlu, sikap sesumbar dan memamerkan kuasa ilahi itu adalah arogansi rohani yang berbahaya.

2. Tomas adalah representasi kelompok orang yang berlagak berpikir kritis, yang tidak gampang percaya dan mudah diyakinkan. Sementara sikap berhati-hati terhadap pendapat dan pemikiran baru itu perlu dalam soal kerohanian, penolakan yang kaku dan konstan terhadap terang baru dapat mengerdilkan pemahaman kita.

3. Dalam berurusan dengan hal-hal rohani kita tidak dapat menggunakan konsep dan perspektif duniawi, khususnya dalam soal yang menyangkut iman. Percaya adalah kata kunci dari segala hal-ihwal yang berkaitan dengan Tuhan, tentang apa yang dikatakan-Nya dan apa yang hendak dilakukan-Nya.

4. SUDAH MATI TAPI HIDUP KEMBALI (Keputusan Untuk Pulang)

   Proses awal yang menentukan.

   Kisah anak bungsu yang tersesat dan pulang kembali adalah salah satu cerita Alkitab yang paling menyentuh hati dan kerap memancing deraian airmata. Namun seringkali itu disebabkan karena kita lebih terpaku pada bagian tentang detik-detik pertemuannya kembali dengan ayahnya yang sangat rindu. Sesungguhnya, kepulangan dirinya adalah hasil dari sebuah proses pengambilan keputusan sebelum itu yang sangat menggetarkan dan menentukan. Sama halnya dengan kisah penyaliban Yesus Kristus, banyak dari kita yang lebih terpaku pada adegan akhir yang dimulai dari perjalanan melewati "Via Dolorosa" (Jalan Penderitaan) hingga ke puncak Golgota (Bukit Tengkorak), tanpa menyadari bahwa itu adalah akibat dari suatu keputusan yang prosesnya jauh lebih menggetarkan dan menentukan ketika Yesus berjuang sendirian pada malam sebelumnya di Taman Getsemane.

 Pergumulan yang akhirnya melahirkan suatu keputusan untuk bertindak seringkali terjadi dan dialami dalam kesendirian di tengah kesenyapan. Dalam keadaan lapar dan kedinginan di kandang babi, di tengah ladang yang jauh dari lingkungan hidup manusia, anak terhilang itu bergumul mengalahkan rasa takut dan malu. Mungkin juga dia tahu bagaimana kelak sikap abangnya bila melihat dirinya pulang. Namun, keputusan telah diambilnya dan dia bertekad untuk pulang, siap menghadapi risiko apa saja yang menanti di rumah. Penderitaan dan kesengsaraan yang berat sering menjadi pemicu dari sebuah tindakan yang berani. "Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa" (Luk. 15:17-19).

 "Kebangunan baru dapat dijelaskan dalam cara-cara yang berbeda. Bagamana pun itu diartikan, satu faktor tak bisa dihilangkan: Kebangunan baru ialah pulang ke rumah. Itulah hati yang dahaga untuk mengetahui kasih Bapa dalam cara yang lebih mendalam. Reformasi adalah pilihan untuk menyambut tuntunan Roh Kudus untuk berubah dan bertumbuh. Itulah pilihan untuk meninggalkan apapun yang merintangi hubungan yang lebih akrab dengan Allah. Anak terhilang itu tidak dapat memiliki kandang babi dan meja perjamuan Bapa sekaligus" [alinea pertama].
    Jauh di mata, dekat di hati. Kerinduan untuk pulang (homesick) adalah sebuah kondisi batin yang pernah dirasakan oleh siapa saja yang hidup jauh dari kampung halaman dan sanak saudara. Ini bukan sekadar sebuah kerinduan akan masa kanak-kanak atau masa lalu (nostalgia), tetapi sebuah keadaan yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan depresi dan distres sehingga bisa menimbulkan gangguan psikis dan emosi jika seseorang tidak dapat mengatasi kerinduannya yang menggebu-gebu itu. Dalam literatur klasik, rindu pulang digambarkan dalam karya Homer berjudul "Odyssey" yang bertutur tentang seorang pahlawan Yunani purba bernama Odysseus (Ulysses dalam mitologi Romawi) yang menangis tersedu-sedu sembari berguling-guling di atas tanah yang keras karena menahan kerinduannya akan hampung halaman.

     Perhatikan, ketika mengambil keputusan untuk pulang anak yang hilang itu sudah merencanakan kata-kata yang akan diucapkannya kepada bapanya bila kelak dia tiba di rumah. Mungkin saja sepanjang perjalanan pulang itu dia sudah menghafal dengan mengulang-ulangi ucapan ini: "Ayah, aku sudah berdosa terhadap Allah dan terhadap Ayah. Tidak layak lagi aku disebut anak Ayah. Anggaplah aku seorang pekerja Ayah" (Luk. 15:18-19, BIMK). Setidaknya, menjadi budak di rumah ayahnya sendiri masih jauh lebih terhormat ketimbang menjadi pengasuh babi dan tinggal di kandang babi milik orang lain. Tetapi, jauh berbeda dari perkiraannya, ayahnya sedang menantikan dirinya dalam kerinduan yang bahkan lebih besar dari kerinduannya sendiri. Kedatangannya disambut dengan pesta yang meriah, "Sebab anakku ini sudah mati, sekarang hidup lagi; ia sudah hilang, sekarang ditemukan kembali," kata sang ayah (ay. 24, BIMK).

    "Meskipun putranya sudah jauh dari mata, dia tidak jauh dari hatinya. Mata sang ayah menelusuri kaki langit mencari anaknya setiap hari. Motivasi terbesar untuk mengadakan perubahan dalam hidup kita ialah kerinduan untuk tidak lagi mengecewakan hati Dia yang sangat mengasihi kita. Ketika anak itu berkubang dalam lumpur bersama babi-babi, sang ayah lebih menderita daripada anaknya. Kebangunan baru terjadi manakala kasih Allah meluluhkan hati kita. Reformasi terjadi bilamana kita memilih untuk menyambut sebuah kasih yang tidak akan melepaskan kita. Hal itu terjadi tatkala kita membuat pilihan-pilihan yang sulit untuk meninggalkan berbagai sikap, kebiasaan, pemikiran, dan perasaan yang memisahkan kita dari Dia" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang anak terhilang dan keputusannya untuk pulang?

1. Kebangunan baru secara rohani melahirkan pertobatan, dan pertobatan memicu kerinduan untuk pulang kepada Bapa semawi. Dalam kasus anak yang terhilang kebangunan baru dan pertobatannya didorong oleh kesengsaraan hidup dan kenestapaan nasib, dan hal itu menggambarkan pengalaman banyak dari antara kita.

2. Pulang ke rumah adalah tindak lanjut dari sebuah keputusan. Pulang tidak sama dengan mudik, sebuah tradisi yang kita lakukan pada waktu-waktu tertentu yang bersifat sementara dan sekadar melancong. Pulang berarti meninggalkan segala sesuatu yang pernah dinikmati sebelumnya, terhadap apa kita tidak akan kembali lagi.

3. Bagi seorang ayah yang mengasihi anaknya, kepulangan sang anak yang telah lama berpisah itu sama dengan mendapatkan kembali anak yang sudah mati dan hidup kembali. Kebangunan baru secara rohani adalah sama dengan kebangkitan dari kematian manusia liama kepada kehidupan sebagai manusia baru.

5. IMAN SEBAGAI TENAGA PENGGERAK (Iman Untuk Bertindak)

    Kesembuhan sebagai pilihan. Kolam Betesda (Grika: Βηθεσδά, Bēthesda) yang terletak di dekat Pintu Gerbang Domba di kota Yerusalem kuno terkenal dalam tradisi masyarakat Yahudi purba sebagai kolam yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit bagi pasien yang beruntung. Nama "Betesda" berasal dari dua kata dalam bahasa Ibrani maupun Aram: בית, bayith, yang berarti rumah, dan חֶסֶד, checed, yang berarti (1) kebaikan/kemurahan, atau (2) malu/aib. Jadi, "Betesda" dapat berarti "rumah kemurahan" atau juga "rumah aib." Kedua pengertian ini cocok karena inilah tempat dari para pesakitan yang menanggung aib karena penyakit yang mereka derita (dalam tradisi Yahudi, penyakit dianggap sebagai kutukan), dan di sini jugalah mereka beroleh kemurahan untuk disembuhkan. Keberadaan kolam ini secara fisik tadinya diragukan, sampai hasil ekskavasi yang dilakukan oleh para arkeolog pada abad ke-19 menemukan sisa-sisa kolam ini yang terbukti memiliki lima serambi seperti tercatat dalam Injil Yohanes. Saat ini lokasinya berada di wilayah kota Yerusalem yang dikuasai Arab, di jalur Lembah Beth Zeta.

 Pada hari itu Yesus bersama murid-murid memasuki kota Yerusalem melalui pintu Gerbang Domba di mana terdapat kolam Betesda itu. Waktu itu "di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu" (Yoh. 5:3). Tetapi entah bagaimana dari sekian banyak orang itu mata Yesus tertuju kepada seorang lelaki yang sudah menderita lumpuh selama 38 tahun, dan sangat mungkin telah menghabiskan hampir seluruh waktu tersebut di pinggir kolam itu berharap untuk bisa terjun pertama kali saat airnya berguncang supaya sembuh. Tentu saja Yesus tahu akan hal itu, lalu menghampirinya dan bertanya, "Maukah engkau sembuh?" (ay. 6).

 Pertanyaan yang janggal? Barangkali kalau anda berada di situ dan tahu bahwa lelaki malang itu sudah menderita kelumpuhan selama itu, bahkan mungkin lumpuh sejak lahir, anda akan berkata dalam hati: "Tuhan, yang benar saja. Orang ini sudah sekian lamanya berada di situ dan setiap hari berharap. Sudah pasti dia ingin sembuh!" Tetapi fakta bahwa Yesus bertanya dulu menandakan bahwa Ia ingin mendengar kerinduan untuk sembuh diucapkan langsung dari bibir orang itu. Mungkin pertanyaan Yesus tersebut harus diartikan seperti ini: "Apakah sekarang engkau sudah siap untuk disembuhkan?" Sebab pada masa itu opini masyarakat ialah bahwa penyakit adalah akibat dosa, maka kesembuhan dari penyakit identik dengan diampuni dari dosa. Bukankah Yesus juga menyatakan tentang hal itu kepada seorang lumpuh lain yang dibawa kepada-Nya, di waktu dan tempat yang lain, ketika Ia berkata kepadanya: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni" (Mat. 9:2; Mrk. 2:5)? Kesembuhan, seperti juga pengampunan dosa, adalah pilihan pribadi yang bersangkutan. Belum tentu semua orang ingin diampuni dosanya, dan belum tentu juga semua orang mau disembuhkan dari penyakitnya.

 Tindakan, bukan argumentasi. Terhadap pertanyaan Yesus tersebut orang lumpuh itu menjawab: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku" (ay. 7). Yesus bertanya kepadanya apakah dia mau sembuh, bukannya menjawab "ya" tetapi malah mengajukan argumentasi mengapa dia tidak bisa sembuh. Jawaban yang tidak nyambung. Tetapi jawaban orang itu adalah gambaran dari cara berpikir kebanyakan orang, yakni membatasi kuasa Tuhan yang sesungguhnya tak terbatas itu supaya sesuai dengan kemampuan berpikir manusia yang terbatas. Bukankah kita sering mengukur kemahakuasaan Allah berdasarkan logika kita sendiri?

 Tanpa menggubris argumentasi orang lumpuh itu, Yesus langsung berkata kepadanya dengan ucapan bernada perintah: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah" (ay. 8). Demi mendengar perkataan Yesus, entah kaget atau gembira, dia langsung berdiri dan berjalan. Bayangkanlah kalau orang lumpuh itu masih melanjutkan argumentasinya, atau bertanya-tanya dulu sebelum bertindak, mungkin dia akan kehilangan kesempatan emas untuk sembuh yang tidak akan pernah didapatnya lagi.

 "Pertanyaan yang mendasar adalah, Maukah orang sakit yang malang ini percaya perkataan Kristus dan bertindak atas dasar itu tak peduli apa yang dia telah alami? Segera setelah orang itu berketetapan hati untuk bertindak berdasarkan perkataan Kristus, dia menjadi sempurna. Karunia penyembuhan Kristus terdapat di dalam firman-Nya. Perkataan Kristus mengandung kuasa Roh Kudus untuk melaksanakan apa yang Kristus nyatakan" [alinea ketiga: empat kalimat terakhir].

 Pena inspirasi menulis: "Pembaca, adakah pikiran anda dipenuhi dengan keraguan dan kurang percaya, namun anda rindu untuk menerima berkat Tuhan? Berhentilah mempertanyakan perkataan-Nya dan menyangsikan janji-janji-Nya. Ikutilah tawaran Juruselamat dan terimalah kekuatan. Kalau anda bimbang, dan menunggu untuk terlibat dalam diskusi dengan Setan, atau mempertimbangkan kesulitan-kesulitan dan kemustahilan-kemustahilan, kesempatan anda akan berlalu, mungkin untuk selamanya" (Ellen G. White, "Signs of the Times," 15 Juli 1886).

 Apa yang kita pelajari tentang iman sebagai dasar tindakan kita?

1. Normalnya semua orang yang sakit ingin penyakitnya sembuh, kecuali segelintir orang "tidak normal" yang memilih untuk tetap menikmati kebiasaan-kebiasaan sekalipun hal itu berdampak buruk pada penyakitnya(comfortable misery). Dengan sikap yang sama, sebagian orang juga tidak ingin dosanya diampuni.

2. Kesembuhan dari penyakit, seperti juga pengampunan dari dosa, kedua-duanya merupakan pilihan pribadi. Seorang penderita sakit yang ingin sembuh akan pergi ke dokter untuk mendapatkan obat dan mengikuti advis; seorang berdosa yang mau diampuni akan datang kepada Yesus untuk disucikan dan menurut kepada-Nya.

3. Sebagaimana seorang yang sakit harus percaya pada dokternya dan mengikuti nasihatnya tanpa berargumentasi, demikian juga seorang berdosa mesti percaya kepada Yesus dan menaati perintah-Nya tanpa membantah. Bertindak berdasarkan keyakinan itulah kewajiban kita, dan hal itu penting.

PENUTUP

 Bekerjasama dengan Tuhan. Seperti telah diutarakan sebelumnya, pertumbuhan rohani manusia adalah semacam usaha bersama antara Tuhan dengan manusia. Sekalipun pada akhirnya keberhasilan pertumbuhan dan reformasi rohani itu ditentukan oleh kuasa Allah, tetapi kuasa Allah itu sendiri tidak dapat bekerja secara sepihak tanpa kerjasama manusia. Bukan kita yang membantu Tuhan melainkan Tuhanlah yang menolong kita, namun usaha di pihak kita itulah yang mengaktifkan kuasa Allah untuk bekerja dalam diri kita.

 "Janganlah ada manusia yang menganggap bahwa manusia hanya sedikit atau tidak ada yang harus dilakukan dalam pekerjaan yang besar untuk menaklukkan; sebab Allah tidak berbuat apapun bagi manusia tanpa kerjasamanya. Jangan pula berkata bahwa sesudah anda melakukan segala kemampuan anda sebagai bagian anda, Yesus akan menolong anda...Jangan pernah meninggalkan kesan pada pikiran bahwa hanya sedikit atau tidak ada yang harus dilakukan di pihak manusia; tapi sebaliknya ajarlah manusia untuk bekerjasama dengan Allah supaya dia boleh berhasil dalam menaklukkan" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan kalimat terakhir].

 Puncak keberhasilan reformasi rohani, kebangunan rohani, dan pertumbuhan rohani berujud pada ketaatan dan penurutan terhadap kehendak Allah. Menurut kepada perintah-perintah dan firman Allah akan menjadi sebagai suatu kesenangan gantinya sebagai beban yang memberatkan. Penurutan akan menjadi dorongan hati yang bekerja dari dalam, bukan lagi sebagai desakan yang datang dari luar diri kita.

 "Semua penurutan sejati datang dari hati. Hati itulah yang bekerja dengan Kristus. Dan jika kita mengizinkannya, Ia akan mengidentifikasikan Diri-Nya dengan pemikiran dan tujuan kita, sebab itu satukanlah hati dan pikiran kita pada keselarasan dengan kehendak-Nya sehingga ketika menuruti Dia kita seakan mengikuti dorongan-dorongan hati kita sendiri. Keinginan yang dimurnikan dan disucikan akan menemukan kesukaannya yang tertinggi dalam melakukan pelayanan-Nya" [alinea kedua: empat kalimat pertama].

 "Oleh sebab kita percaya kepada Yesus, maka Ia memungkinkan kita menghayati kasih Allah, dan dengan kasih itulah kita hidup sekarang. Karena itu kita bersuka hati karena kita mempunyai harapan bahwa kita akan merasakan kebahagiaan yang diberikan Allah! Dan lebih dari itu, kita pun gembira di dalam penderitaan, sebab kita tahu bahwa penderitaan membuat orang menjadi tekun, dan ketekunan akan membuat orang tahan uji; inilah yang menimbulkan pengharapan" (Rm. 5:2-4, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.