Minggu, 01 September 2013

Kebangunan Baru, Hati Baru.


"REFORMASI: HASIL KEBANGUNAN BARU"

PENDAHULUAN

 Menjadi baru dalam kekudusan.

   Hidup manusia terbagi atas kehidupan jasmani dan kehidupan rohani. Dalam kehidupan jasmani kita diatur oleh "keinginan daging" sedangkan kehidupan rohani dikendalikan oleh "keinginan Roh." Keinginan daging menuntut kita untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan yang dapat dinikmati oleh tubuh dan perasaan, bagaimana pun caranya dan berapa pun harganya; namun keinginan Roh mendesak kita untuk mengejar aspirasi ilahi yang menyenangkan hati Tuhan, dengan pengorbanan apapun. Kedua keinginan ini berlawanan satu sama lain (Gal. 5:17), oleh sebab keinginan daging itu berasal dari dunia sedangkan keinginan Roh berasal dari Bapa surgawi (1Yoh. 2:16). Tentu saja dua keinginan yang bertentangan itu, bila dituruti, akan membawa akibat yang berbeda bagi manusia. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera" (Rm. 8:6).

     Seorang yang tidak mengalami kebangunan rohani akan selalu tunduk pada keinginan daging, dan orang yang selalu tunduk pada keinginan daging tidak mungkin dikuduskan. Kekudusan menjadi hal penting yang menentukan hubungan kita dengan Yesus Kristus. "Yesus membersihkan manusia dari dosa-dosa mereka; dan Dia yang membersihkan, serta mereka yang dibersihkan itu, sama-sama mempunyai satu Bapa. Itulah sebabnya Yesus tidak malu mengaku mereka itu sebagai saudara-saudara-Nya" (Ibr. 2:11, BIMK; ayat hafalan). Kekudusan adalah faktor penting yang mengikat anda dan saya dengan Kristus; orang Kristen yang hidupnya tidak kudus berarti tidak terhitung sebagai anak Allah dan saudara dari Yesus Kristus.

    Berdasarkan pemahaman ini berkenaan dengan kebangunan rohani, secara pribadi maupun jemaat, maka tujuan utamanya ialah pengudusan. Dalam kebangunan rohani yang paling penting adalah hasil nyata, dan dalam hal ini adalah kehidupan yang lebih suci. Kehidupan rohani yang telah disucikan akan terlihat pengaruhnya juga pada kehidupan jasmani kita. "Kebangunan baru adalah sebuah proses yang terus-menerus. Setiap hari Tuhan kita mengundang kita ke dalam sukacita hadirat-Nya...Kebangunan rohani sejati menuntun kepada suatu perubahan dalam pola berpikir, kebiasaan, dan gaya hidup kita; itulah yang kita sebut 'reformasi'" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan kalimat terakhir].

    Dari segi arti kata "reformasi" merujuk kepada tindakan "penataan kembali" berbagai hal yang sudah ada dengan maksud untuk memperbaiki atau menyesuaikannya supaya lebih cocok dengan keadaan yang semestinya. Dalam dunia politik, reformasi menemukan makna patriotisme dalam tuntutan masyarakat agar ada perubahan dari keadaan status quo yang mengekang dan menindas kepada kondisi yang lebih bebas dan berpihak pada kepentingan rakyat. Secara internasional hasil-hasil nyata dari keberhasilan reformasi politik antara lain ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin (November 1989) serta bubarnya Uni Sovyet (Desember 1991), dan secara nasional kita memasuki era reformasi pasca pemerintahan Orde Baru pada pertengahan 1998.

     Istilah reformasi masuk ke lingkungan gereja melalui gerakan Reformasi Protestan (1517-1579) terhadap Gereja Katolik Roma di Eropa dengan Martin Luther sebagai tokoh reformator utama. Sementara reformasi Gereja di abad ke-16 itu telah membuka cakrawala baru kepada pencari kebenaran Alkitab, secara gereja bukannya kebangunan rohani sejati yang menonjol tetapi lebih kepada pertumbuhan denominasional dengan maraknya sekte-sekte Protestanisme, sehingga saat ini di seluruh dunia terdapat sekitar 41.000 denominasi.(Sumber: http://christianity.about.com/od/denominations/Denominations.htm).

    Rasul Petrus menasihati, "Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya" (2Ptr. 3:18; huruf miring ditambahkan). "Istilah reformasi sekadar merujuk kepada 'bertumbuhlah dalam kasih karunia' ini; yaitu membiarkan Roh Kudus meluruskan setiap aspek dari hidup kita dengan kehendak Allah. Dalam bidang-bidang di mana kita telah menyeleweng dari penurutan, kebangunan baru membangunkan kerinduan-kerinduan kita untuk menyenangkan Allah. Reformasi membawa kita mengadakan pilihan-pilihan menantang untuk melepaskan apa saja yang menjadi penghalang antara kita dengan Dia" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].

1. REFORMASI DALAM PERJANJIAN LAMA (Imbauan Nabi untuk Reformasi)

    Hati yang dibarui.

   Seruan untuk reformasi rohani selalu berkorelasi dengan kemerosotan rohani, khususnya kemunduran rohani yang ditandai dengan maraknya sekularisme dan pembangkangan terhadap perintah Allah. Keadaan ini sudah terjadi sejak Allah mengukuhkan bangsa Israel sebagai umat pilihan-Nya berdasarkan ikatan perjanjian dengan Abraham. Itulah sebabnya reformasi rohani bukan hal baru bagi manusia, tetapi hal itu sudah diserukan sejak PL ketika umat pilihan Tuhan itu kehilangan orientasi penurutan mereka dan "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hak. 21:25).

    "Allah seringkali mengutus nabi-nabi-Nya untuk menuntun Israel kepada kebangunan baru. Biasanya reformasi pada masa ini disertai dengan kebangunan baru...Berulang-ulang Ia mengutus jurukabar-jurukabar-Nya untuk membimbing mereka kembali. Contoh-contoh kebangunan baru dan reformasi yang tercatat dalam Perjanjian Lama seringkali memiliki ciri-ciri yang serupa" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

    Reformasi rohani adalah soal perubahan hati.

    Hanya dengan hati yang diubahkan dan diperbarui manusia dapat menjadi lebih setia dan menurut pada kehendak Tuhan. Itulah sebabnya Allah menjanjikan kepada umat Israel, setelah mereka menjalani hukuman pembuangan ke negeri-negeri asing dan kembali ke tanah mereka, "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka" (Yeh. 11:19-20; huruf miring ditambahkan).

    Reformasi di masa krisis.

   Yosafat adalah raja Yehuda ke-4 yang memimpin kerajaan di selatan Israel itu menggantikan ayahnya, raja Asa, pada tahun 870 SM dan memerintah selama 25 tahun. Seperti ayahnya, Yosafat termasuk di antara 8 raja yang taat kepada Tuhan, dari seluruh 20 raja-raja yang pernah bertahta di Yerusalem. Tatkala mendapat laporan tentang aliansi tiga bangsa (Moab, Amon, dan Meunim) dengan pasukan sangat besar hendak menyerbu Yehuda yang kala itu kekuatan militernya terbilang kecil dan jauh lebih lemah, "Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan" (2Taw. 20:3).

     Dia mengumumkan puasa nasional dan mengumpulkan bangsanya menghadap di depan rumah Tuhan lalu berdoa, "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di dalam surga? Bukankah Engkau memerintah atas segenap kerajaan bangsa? Kuasa dan keperkasaan ada di dalam tangan-Mu, sehingga tidak ada orang yang dapat bertahan melawan Engkau...Bila sesuatu malapetaka menimpa kami, yakni pedang, penghukuman, penyakit sampar atau kelaparan, kami akan berdiri di muka rumah ini, di hadapan-Mu, karena nama-Mu tinggal di dalam rumah ini. Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami" (ay. 6, 9). Allah menjawab doanya dengan cara yang ajaib, yaitu dengan mengambil alih pertempuran itu dan membinasakan seluruh tentara penyerang tanpa keikutsertaan satu pun prajurit Yehuda (ay. 24-25). "Lalu pulanglah sekalian orang Yehuda dan Yerusalem dengan Yosafat di depan. Mereka kembali ke Yerusalem dengan sukacita, karena Tuhan telah membuat mereka bersukacita karena kekalahan musuh mereka. Mereka masuk ke Yerusalem dengan gambus dan kecapi dan nafiri, lalu menuju rumah Tuhan" (ay. 27-28).

    Biasanya reformasi rohani terjadi ketika umat Tuhan sedang menghadapi situasi yang kritis, sebab itu kita tidak perlu terkejut bila Tuhan membiarkan kesukaran melanda hidup kita. Bahaya yang mengancam, kecemasan serta kesulitan hidup, dan pergumulan batin yang berat seringkali digunakan Tuhan untuk menjadi semacam "wake up call" demi menyadarkan kita agar segera mencari Tuhan dan memperbaiki hubungan dengan Dia. "Pengalaman Yosafat menggambarkan esensi dari kebangunan baru dan reformasi. Dia menuntun Israel ke dalam satu waktu untuk bersatu dalam berpuasa, berdoa, percaya, dan menurut kepada Allah" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang reformasi rohani umat Tuhan dalam PL?

1. Umat Tuhan zaman PL beruntung karena memiliki nabi-nabi untuk mengingatkan mereka setiap kali kerohanian mereka perlu direformasi, tapi mereka tak selalu mendengarkan. Kepada umat Tuhan yang hidup di zaman ini Tuhan berbicara langsung secara pribadi melalui bisikan Roh Kudus, kalau saja kita mau mendengarkan.

2. Reformasi rohani adalah sesuatu yang berlangsung di dalam hati sanubari secara diam-diam. Itu sama sekali tidak sama dengan reformasi politik yang dipertunjukkan di muka umum dalam "eforia reformasi" seperti yang pernah terjadi di negeri kita. Reformasi rohani terlihat melalui perilaku hidup yang berubah.

3. Kesulitan hidup dapat berfungsi sebagai lonceng peringatan untuk memperbaiki kehidupan rohani kita. Petiklah pelajaran dari pengalaman raja Yosafat yang langsung mencari Tuhan saat menghadapi ancaman dan kesukaran. Terkadang Tuhan membiarkan kita tanpa jalan keluar dari sesuatu masalah, selain bergantung pada-Nya.

2. MENGAPA REFORMASI ROHANI DIPERLUKAN (Imbauan Paulus untuk Reformasi di Korintus)

     Situasi yang serius.

    Reformasi selamanya berkaitan dengan suatu keadaan yang serius, baik dalam kancah politik maupun dalam kehidupan kerohanian. Lihatlah apa yang sekarang ini sedang terjadi di Suriah dan Mesir, rakyat menuntut reformasi oleh karena merasa kondisi politik dan sosial dalam keadaan serius untuk suatu perubahan. Secara rohani kita juga melihat keadaan kerohanian yang serius melanda masyarakat di Amerika Serikat dengan memuncaknya kebejatan moral, sekularisme dan narsisme. Bahkan kesulitan ekonomi, tindak kejahatan yang terus meningkat, dan ancaman terorisme tidak menjadi "lonceng peringatan" bagi masyarakat untuk reformasi rohani.

    Kondisi kerohanian yang serius sedang terjadi di jemaat Korintus. Hal ini ditandai dengan pelecehan seksual, perpecahan di jemaat, pertikaian pribadi hingga masuk ke pengadilan, maupun penyalahgunaan karunia-karunia rohani. Tidak heran kalau rasul Paulus sampai menulis surat yang pertama dengan kata-kata yang sangat keras. "Dalam surat Paulus kepada umat Korintus, dia mengungkapkan keprihatinannya yang besar perihal kondisi kerohanian mereka. Banyak anggota jemaat yang telah menyeleweng dari maksud Allah. Situasinya serius, termasuk kebejatan seks yang menurut Paulus bahkan tidak terlihat di kalangan orang kafir (1Kor. 5:1). Seluruh permasalahan itu muncul sehingga Paulus harus mengatasinya" [alinea pertama: empat kalimat pertama].

    Rasul Paulus sedang bertindak seakan seorang dokter yang sedang melakukan tindakan medis terhadap jemaat Korintus sebagai pasien yang sedang sekarat secara rohani. Sang rasul mengingatkan mereka bahwa sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus tubuh mereka adalah tempat tinggal Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), menasihati mereka tentang penguasaan diri layaknya seorang atlet yang mempunyai tujuan (9:24-27), agar mengamalkan kasih persaudaraan (13:13), jangan menyia-nyiakan Injil yang telah mereka terima (15:1-2), dan menaklukkan diri di bawah kaki Kristus (15:27-28). Reformasi rohani adalah mengamalkan kehidupan Kristiani dengan memelihara moralitas pribadi, mengekang diri, saling mengasihi, menghargai penebusan serta keselamatan, dan tunduk kepada Tuhan.

     Sambutan jemaat Korintus.

   Perpecahan di jemaat Korintus, sebagai salah satu "penyakit rohani" yang disorot dalam surat Paulus yang pertama, bersumber dari perebutan pengaruh di antara beberapa orang yang ambisius. Mereka itulah yang telah menggalang pengikut-pengikut di dalam jemaat dengan membentuk klik-klik sehingga menimbulkan perpecahan. Surat Paulus pertama yang telah dengan keras mengecam perbuatan mereka itu membuat para "aktor intelektual" tersebut kepanasan dan menghasut pengikut-pengikut mereka untuk memusuhi Paulus. Lumrah. Kita juga melihat sikap yang sama di sebagian jemaat dewasa ini, ketika sebuah khotbah secara tegas dan terang-terangan mencela perilaku para penghasut yang berebutan pengaruh di jemaat, mereka lalu membentuk front bersama untuk memusuhi si pengkhotbah. Jadi, politik praktis sebenarnya bukan hal yang baru di gereja.

    Namun para pendeta sebagai gembala jemaat tidak perlu gentar menghadap intrik-intrik semacam itu dan tidak menjadi kendur untuk terus menasihati dan mengkhotbahi mereka, kalau perlu dengan bahasa yang keras dan tajam. Bercermin pada pengalaman rasul Paulus dengan situasi di Korintus itu, adalah kuasa Roh Kudus yang menyertai kata-kata dalam surat penggembalaannya sehingga berhasil menyadarkan jemaat. "Coba kalian perhatikan apa hasilnya padamu oleh kesedihan yang sejalan dengan kehendak Allah! Hasilnya ialah kalian sungguh-sungguh berusaha untuk menjernihkan kekeruhan! Kalian menjadi benci terhadap dosa, kalian takut, kalian rindu, kalian menjadi bersemangat, kalian rela menghukum yang bersalah! Dalam seluruh persoalan ini kalian sudah menunjukkan bahwa kalian tidak bersalah. Jadi, meskipun saya sudah menulis surat itu, saya menulis bukan karena orang yang bersalah itu. Bukan juga karena orang yang menderita oleh sebab kesalahan itu. Saya menulis surat itu supaya di hadapan Allah, kalian menyadari sendiri betapa besarnya perhatianmu terhadap kami" (2Kor. 7:11-12, BIMK).

     Pena inspirasi menulis: "Jemaat Korintus, yang telah dituntun dari penyembahan berhala kepada iman injil, memiliki dalam diri mereka semua pujian yang Paulus perlukan. Penerimaan mereka akan kebenaran, dan reformasi yang tampak dalam kehidupan mereka sebagai sambutan terhadap usaha sang rasul, merupakan suatu kesaksian yang berbicara kepada semua bangsa, bahasa, dan kaum. Paulus menyebut saudara-saudara di Korintus itu sebagai saksinya. Dia mengasihi mereka oleh sebab mereka itulah buah dari pekerjaannya. Reformasi yang terjadi dalam diri mereka adalah bukti yang cukup akan kewenangannya untuk menasihati, menegur, mencela, dan memerintah sebagai seorang pelayan Kristus" (Ellen G. White, Review and Herald, 15 April 1902).

 Apa yang kita pelajari tentang reformasi di jemaat Korintus?

1. Reformasi merupakan dampak dari suatu keadaan yang serius. Dalam konteks kegerejaan, reformasi rohani adalah solusi bagi kemerosotan moral dan keduniawian yang merajalela; dalam konteks perseorangan, reformasi rohani adalah jalan keluar untuk kondisi kerohanian yang lemah dan pergumulan hidup.

2. Seorang pasien yang mengidap sesuatu penyakit serius harus mendapatkan tindakan medis yang serius pula. Gereja yang menderita borok-borok rohani, dan jemaat yang sakit rohani, membutuhkan penanganan sesuai dengan tingkat keseriusan yang dialami. Kalau tidak cukup dengan obat, harus dioperasi.

3. Keberhasilan sebuah reformasi rohani di jemaat bukan saja menjadi kebanggaan pendeta yang menggembalakannya, tapi lebih dari itu menjadi kepujian bagi nama Tuhan. Kondisi kerohanian jemaat merefleksikan keberhasilan atau kegagalan gembala jemaat.

3. PULIHKAN KASIH YANG SEMULA (Imbauan Kitab Wahyu untuk Reformasi di Efesus)

 Surat dari Kristus.

    Kitab Wahyu dibuka dengan pernyataan rasul Yohanes, penulisnya, tentang maksud dan tujuan dari penulisan kitab itu. "Isi buku ini mengenai apa yang dinyatakan oleh Yesus Kristus tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Allah memberitahukannya kepada Kristus supaya Ia menunjukkan kepada hamba-hamba Allah apa yang segera harus terjadi. Kristus mengutus malaikat-Nya kepada Yohanes, hamba-Nya, untuk memberitahukan peristiwa-peristiwa itu kepadanya" (Why. 1:1, BIMK). Kita melihat hierarki otoritas kepenulisannya seperti ini: Allah kepada Kristus, Kristus kepada malaikat, lalu malaikat kepada Yohanes, dan Yohanes kepada para pembaca, khususnya umat Tuhan zaman akhir. Jadi, pada prinsipnya kitab Wahyu adalah pemberitahuan dari Allah sendiri tentang apa yang bakal terjadi dalam sejarah dunia.

    Setelah Yohanes diberi penglihatan surgawi, yang disebut teofania (pengalaman melihat Allah atau tahta Allah), kepada sang rasul malaikat itu memberi perintah: "Sebab itu, tulislah hal-hal yang kau lihat, yaitu hal-hal yang ada sekarang ini, dan hal-hal yang akan terjadi nanti. Inilah rahasia dari tujuh bintang yang kau lihat di tangan kanan-Ku, dan dari tujuh kaki lampu emas itu: Tujuh bintang itu ialah para malaikat ketujuh jemaat, dan tujuh kaki lampu itu adalah ketujuh jemaat itu" (Why. 1:19-20, BIMK). Sebagian komentator Alkitab berpendapat bahwa "para malaikat" dari ketujuh jemaat itu adalah gembala-gembala dari jemaat yang bersangkutan. Bagian pertama kitab Wahyu berisi tulisan yang pada prinsipnya adalah "surat Kristus" kepada ketujuh jemaat, diawali dengan pekabaran kepada jemaat Efesus.

 "Penglihatan tentang tujuh jemaat berkaitan dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Penglihatan ini mencatat keberhasilan-keberhasilan gereja Tuhan, dan juga kegagalan-kegagalannya. Di sini tercatat kemenangan-kemenangan gereja, dan juga kekalahan-kekalahannya. Meskipun ketujuh jemaat itu bisa melambangkan suatu rangkaian sejarah dari iman Kristiani selama berabad-abad, terdapat pelajaran-pelajaran sangat penting dalam setiap jemaat ini bagi umat Allah zaman ini" [alinea kedua: empat kalimat terakhir].

    Kehilangan cinta pertama.

   Secara umum, jemaat Efesus memantulkan kondisi rohani yang mantap. Rajin dalam peribadatan, tabah dalam cobaan, tegas terhadap ajaran-ajaran palsu, sabar dalam penderitaan, dan tidak gampang putus asa (Why. 2:2-3). Satu-satunya kekurangan mereka, setidaknya menurut apa yang diungkapkan di sini, ialah mereka kehilangan kasih yang semula. "Tetapi ini keberatan-Ku terhadapmu: Kalian tidak lagi mengasihi Aku seperti semula" (ay. 4, BIMK). Katakanlah, jemaat ini seperti telah kehilangan gairah cinta pertama.

    Fakta bahwa kekurangan jemaat Efesus itu disebutkan secara khusus di sini menunjukkan bahwa kehilangan kasih yang semula terhadap Tuhan merupakan kesalahan besar sehingga patut dicela. Efesus adalah jemaat yang tekun memelihara kemurnian doktrin (taat pada kehendak Allah) dan rajin menginjil (taat pada perintah Yesus), tetapi keunggulan-keunggulan itu dapat menjadi sia-sia apabila sebagai umat Tuhan mereka tidak lagi mengasihi Allah dan Yesus seperti semula. Memelihara kasih yang semula adalah penting oleh sebab Tuhan adalah "Allah yang cemburu" (Kel. 20:5; 34:14). Mungkin bukannya kita sama sekali tidak lagi mengasihi Tuhan, tetapi cara kita mengekspresikan kasih itulah yang berubah sehingga terkesan hambar karena tidak lagi semesra dan sebergairah dulu. Seperti dalam pengalaman sebagai suami-istri, setelah bertahun-tahun hidup bersama acapkali kita luntur dalam hal cara mengungkapkan rasa cinta itu. Mengekspresikan rasa cinta itu menyangkut soal kehangatan hubungan, dan kita tidak bisa menganggapnya secara taken for granted atau sebagai biasa-biasa saja.

    "Mereka menggantikan tugas dengan kesetiaan. Melaksanakan pekerjaan Yesus menjadi lebih penting daripada hubungan mereka dengan Dia. Lambat-laun dan nyaris tidak kentara, pengalaman mereka dengan Yesus mulai memudar. Mereka sudah bekerja keras untuk mempertahankan iman, tetapi sesuatu yang vital telah hilang dari pengalaman rohani mereka sendiri. Kasih kepada Yesus dan satu sama lain berkurang dengan sangat menyedihkan" [alinea terakhir: lima kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang pengalaman Jemaat Efesus dalam kitab Wahyu?

1. Tujuh jemaat dalam kitab Wahyu melambangkan riwayat gereja Kristen dari masa ke masa secara menyeluruh hingga menjelang kedatangan Yesus kedua kali. Jemaat Efesus melambangkan kondisi umat Kristen mula-mula yang rajin menginjil, tekun beribadah dan memelihara kemurnian doktrin, tetapi kehilangan kasih semula.

2. Kasih adalah alasan utama Allah untuk menyediakan jalan keselamatan bagi manusia melalui Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16). Pada akhirnya kasih adalah yang utama. "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih" (1Kor. 13:13).

3. Sebagai suami dan istri, cara kita mengekspresikan cinta menggambarkan kedekatan dan kehangatan hubungan batin. Kristus juga menuntut kita memelihara kehangatan hubungan kasih dengan Dia. Reformasi rohani mencakup perbaikan hubungan kasih dengan Tuhan. "Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan" (Why. 2:5).

4. REFORMASI PROTESTAN (Imbauan Luther untuk Reformasi)

 Doktrin Alkitab vs tradisi.

   Reformasi Protestan pada abad ke-16 di Eropa Barat dipicu terutama oleh ketidakpuasan terhadap praktik-praktik Gereja Katolik Roma pada masa itu. Pertumbuhan pesat berkat kerja keras para rasul dan umat Kristen dalam abad-abad permulaan telah menempatkan Gereja dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga menjadi lebih berpengaruh dari kekuasaan raja. Waktu itu pengaruh Gereja dalam masyarakat bahkan lebih besar dari penguasa karena seluruh rakyat beserta raja adalah umat yang tunduk pada otoritas agama, dan kekuasaan sipil dikendalikan oleh Gereja sebab Kekristenan menjadi agama resmi. Akibatnya, Gereja dengan leluasa memanipulasi doktrin Kitabsuci dengan menambahkan atau bahkan menggantikan dogma-dogma agama dengan tradisi-tradisi kekafiran.

     Awal Reformasi Protestan ditandai dengan penempelan plakat berisi 95 dalil di pintu gereja di Wittenberg oleh Martin Luther (1483-1546), seorang paderi Jerman dari mazhab Agustinian. Pada masa itu tindakan tersebut dianggap cara yang lazim dilakukan oleh kaum intelektual di kota pelajar itu sebagai ajakan untuk berdebat, tetapi kesalahan-kesalahan Gereja yang diungkapkan dalam dalil-dalil tersebut tidak terbantahkan. Isu teologis yang mendasari gerakan reformasi gereja waktu itu termaktub dalam tiga prinsip utama: 1. Alkitab sebagai satu-satunya doktrin gereja (Sola Scriptura); 2. Pembenaran hanya oleh iman (Sola Fide) berdasarkan pada doktrin keselamatan hanya oleh kasih karunia (Sola Gratia); dan 3. Keimamatan semua orang percaya. Sejalan dengan tuntutan reformasi itu adalah penolakan-penolakan terhadap berbagai ajaran Gereja seperti kekuasaan Paus yang bersifat mutlak, pemujaan Bunda Maria dan Orang-orang Kudus, misa sebagai upacara kurban, api penyucian, pengakuan dosa di hadapan pastor dengan membayar uang tebusan dosa, keharusan menggunakan bahasa Latin dalam upacara ibadah, dan lain-lain.

     Gerakan yang menuntut adanya reformasi gereja itu menyebar dengan cepat dan mendapat sambutan luas di Jerman sendiri dan di hampir seluruh Eropa Barat, khususnya negara-negara Skandinavia (Denmark, Swedia, Norwegia), Belanda, Swis, dan Skotlandia yang hingga sekarang menjadi basis Protestan di Eropa. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pengaruh gerakan anti penyelewengan doktrin Alkitab oleh Gereja yang sebelumnya dilancarkan oleh John Wycliffe (1330-1380) dan John Huss (1369-1415), di samping juga peran para reformator lainnya seperti Huldreich Zwingli (1484-1531) di Swiss, John Calvin (1509-1564) di Prancis, dan John Knox (1513-1572) di Skotlandia.

 "Prinsip-prinsip gereja mengaburkan ajaran-ajaran Yesus. Tradisi jadi lebih dipetik ketimbang Kitabsuci. Orang banyak diliputi oleh ketakutan. Mereka hanya memiliki sedikit atau tidak ada jaminan keselamatan. Bingung dan rancu, mereka bergumul untuk percaya bahwa Allah sesungguhnya rindu menyelamatkan mereka" [alinea pertama: lima kalimat terakhir].

    Eforia reformasi rohani.

   Dapat dikatakan bahwa Reformasi Protestan dimulai dalam diri beberapa orang secara pribadi yang merasa prihatin terhadap doktrin pengampunan dosa dan keselamatan, sehubungan dengan ajaran-ajaran Gereja Katolik Roma yang menyeleweng dari kebenaran. Padahal Alkitab dengan jelas menyebutkan bahwa Injil menyelamatkan setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus (Rm. 1:16-17), kasih karunia dalam kematian penebusan Yesus Kristus telah menyediakan jalan pendamaian manusia dengan Allah (3:21-25), melalui iman manusia dibenarkan oleh darah Kristus dan diselamatkan dari murka Allah (5:6-11), dan Kristus sudah memerdekakan manusia dari tuntutan hukum Taurat dan hukum dosa serta maut (8:1-4).

     "Memahami kasih karunia itu mengubah kehidupan. Itulah intisari dari Kekristenan. Kasih karunia Allah bagi yang tidak pantas dan tidak layak adalah dasar utama dari iman kita. Melalui kehidupan, kematian, kebangkitan dan pelayanan keimamatan Yesus karunia hidup kekal itu menjadi milik kita. Oleh menerimanya dengan iman, kita mempunyai jaminan keselamatan" [alinea keempat].

    Seperti yang kita lihat dalam pengalaman hidup para tokoh reformator itu, pengetahuan tentang kasih karunia Allah yang menyelamatkan sebagai pemberian cuma-cuma kepada manusia berdosa yang menerimanya dalam iman, telah menumbuhkan semacam "eforia reformasi rohani" dalam diri mereka. Tanpa ragu mereka bangkit menyadarkan dunia Kristen untuk menentang kesewenang-wenangan Gereja dan kembali kepada kebenaran Alkitab. Orang-orang yang sudah dibarui ditandai dengan semangat membara untuk mengabarkan kebenaran Injil. "Kebangunan baru berkaitan dengan menghargai pemberian kasih karunia setiap hari. Tidak ada yang secara rohani lebih mengangkat daripada bersukacita tiap hari dalam kebaikan dan kasih karunia Allah. Reformasi adalah menghidupkan kasih karunia itu di dalam segala yang kita lakukan" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang imbauan para penganjur Reformasi Protestan?

1. Bukan secara kebetulan Reformasi Protestan itu terjadi di tengah penyelewengan terhadap kebenaran Alkitab dengan lebih mengutamakan tradisi Gereja, tentu Tuhan turut berperan dalam peristiwa bersejarah tersebut. Tetapi hal yang terpenting dari reformasi itu ialah Alkitab menjadi bebas diakses oleh siapa saja.

2. Reformasi Protestan melahirkan efek berantai dalam kehidupan rohani masyarakat maupun dalam upaya untuk menggali kebenaran-kebenaran sejati dari Firman Tuhan. Alkitab bukan lagi menjadi bacaan yang terbatas untuk kalangan rohaniwan tetapi menjadi santapan rohani untuk umum.

3. Reformasi kerohanian melahirkan eforia reformasi rohani. Seorang yang sudah dibarui oleh Roh Kudus tidak dapat berdiam diri tetapi akan tergerak untuk membagikannya kepada orang-orang lain. Cara terbaik untuk menghargai reformasi rohani dalam diri kita ialah dengan mereformasi lingkungan sosial kita sendiri.

5. REFORMASI ROHANI SECARA GLOBAL (Imbauan Surga untuk Reformasi Zaman Akhir)

 Gereja Advent dan reformasi rohani.

    Cikal-bakal pergerakan Advent diawali di kota Washington di negara bagian New Hampshire oleh sekelompok orang Kristen yang tergabung dalam apa yang disebut "Christian Connection" (Pertalian Kristen), sebuah organisasi yang pada pertengahan abad ke-19 itu memiliki jumlah keanggotaan terbesar kelima di Amerika Serikat. Saat itu bertepatan dengan berlangsungnya Penyadaran Massal Kedua (Second Great Awakening) di mana masyarakat Kristen di Amerika sedang giat-giatnya mengadakan reformasi rohani. Mereka ini adalah orang-orang yang juga menjadi pengikut William Miller, seorang pendeta dari gereja Baptis, yang mengajarkan bahwa kedatangan Yesus kedua kali sudah di ambang pintu dan karena itu mereka menyebut diri sebagai "Adventists," yaitu "umat yang menantikan kedatangan [Yesus Kristus]."

     "Kekecewaan Besar" menyusul kegagalan ramalan kedatangan Yesus pada bulan Oktober 1844 merupakan sebuah pukulan berat terhadap keyakinan mereka, tetapi tidak menghapus sama sekali harapan akan kedatangan kedua kali itu. Setelah iman mereka dikuatkan kembali, terutama melalui penglihatan Hiram Edson di kebun jagung yang melihat penampakan dalam kaabah surga bahwa Yesus bukannya datang ke dunia melainkan berpindah dari bilik yang suci ke bilik yang maha suci, mereka membentuk kelompok baru yang menekankan pada pentingnya doktrin tentang kedatangan Yesus kedua kali, pengudusan Sabat hari ketujuh, dan penginjilan global. Gerakan ini berkembang dengan pesat, dan setelah berjalan selama hampir dua dasawarsa maka pada tahun 1860 kelompok umat Kristen ini sepakat untuk menamakan diri sebagai Seventh-day Adventists (Masehi Advent Hari Ketujuh). Pada tanggal 21 Mei 1863, dalam suatu rapat yang dihadiri oleh sekitar 20 delegasi, Gereja MAHK resmi berdiri sebagai sebuah denominasi Kristen yang pada saat itu jumlah keanggotaannya 3500 orang dengan 125 jemaat. Tokoh-tokoh pendirinya adalah James Springer White dan istrinya, Ellen Gould White, Joseph Bates, J.N. Andrews, dan lain-lain.

    Menurut data terkini (Januari 2012), keanggotaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di seluruh dunia berjumlah lebih dari 17 juta, dengan 71.048 jemaat dan 65.553 perkumpulan, tersebar di 232 negara yang diakui PBB. Organisasi GMAHK terdiri atas 13 wilayah divisi (pelayanan regional), 119 wilayah uni (pelayanan tingkat nasional), dan 585 wilayah konferens/daerah (pelayanan tingkat daerah), yang mempekerjakan 17.272 pendeta aktif dan 220.760 pekerja missi aktif bukan pendeta. (Sumber: Adventist.org)

 "Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh adalah sebuah pergerakan reformasi. Ini dibangkitkan oleh Allah untuk memulihkan pandangan kebenaran-kebenaran alkitabiah yang telah hilang selama berabad-abad lampau. Sekalipun Roh Kudus bekerja dengan penuh kuasa melalui para Reformator, ada kebenaran-kebenatan sangat penting yang mereka tidak sepenuhnya mengerti. Allah masih memiliki lebih banyak kebenaran untuk dinyatakan kepada umat-Nya" [alinea pertama].

 Kebangunan baru dan reformasi zaman akhir.

   Sepanjang sejarah manusia sebagaimana tertulis dalam Alkitab kita bisa menemukan catatan tentang kebangunan baru dan reformasi rohani yang berlangsung dari masa ke masa. Ada kebangunan baru dan reformasi rohani yang berhasil dan ada yang gagal, ada kebangunan dan reformasi yang bertahan lama dan ada pula yang hanya bertahan untuk satu jangka waktu yang singkat. Hal yang sama terjadi juga di zaman pasca Alkitab, yaitu sesudah abad pertama hingga abad ke-21 sekarang ini, tatkala Roh Kudus menggerakkan orang-orang tertentu untuk mengumandangkan kebangunan baru dan reformasi rohani di berbagai tempat di dunia. Gerakan pembaruan itu berdampak pada generasi-generasi selanjutnya, termasuk kita umat Kristen yang lahir dari gerakan Reformasi Protestan abad ke-16 itu. Setiap gerakan reformasi rohani Kristen bertujuan untuk penyegaran iman dan pemurnian doktrin Alkitab, dan reformasi rohani selalu melahirkan umat percaya baru yang bertekad untuk memelihara serta mengamalkan doktrin yang lebih murni itu. Slogan yang sering didengungkan adalah "Back to the Bible" (Kembali kepada Alkitab).

    Gereja Advent (GMAHK) berdiri sebagai hasil dari sebuah penyegaran iman dan pemurnian doktrin Alkitab. Sebagai sebuah kelompok umat percaya yang lahir dari gerakan reformasi rohani, kita masih mempertahankan kebenaran doktrin-doktrin Alkitab yang sudah diamalkan selama ini, tetapi pada waktu yang sama kita pun menjunjung kebenaran-kebenaran baru dari hasil penyelidikan Alkitab yang tekun dan dituntun oleh Roh Kudus. Pada gilirannya, pembaruan rohani itu mendorong kita untuk membagikannya juga kepada orang-orang lain sebagai tanggungjawab moral dan kewajiban rohani kita seperti dituntut dalam Firman Tuhan. Bagi umat GMAHK, missi kita bukan saja menyampaikan injil keselamatan kepada dunia (Mrk. 16:15; Kis. 10:42; 2Tim. 4:2), tetapi juga Pekabaran Tiga Malaikat (Why. 14:6-12). Inilah missi global kita sebagai Gereja, dan inilah gerakan reformasi rohani yang ingin kita sampaikan kepada dunia.

     "Pekabaran Allah pada zaman akhir tentang 'injil yang kekal' itu mencakup satu seruan penurutan kepada kehendak Allah mengingat akan waktu penghakiman. Penghakiman itu menyingkapkan kepada seluruh alam semesta baik keadilan maupun kemurahan hati Allah. Dalam suatu zaman evolusi, pekabaran Yesus tentang reformasi adalah juga menyerukan kepada umat-Nya untuk kembali menyembah Khalik pada Sabat Alkitab yang benar" [alinea terakhir: tiga kalimat pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang gerakan reformasi Gereja Advent?

1. Gereja Advent lahir dari suatu gerakan reformasi rohani dan pemurnian doktrin Alkitab. Sebagai jemaat, kita berhutang budi pada para pelopor atas komitmen mereka membela kebenaran Alkitab. Sebab itu tiap anggota GMAHK bertanggungjawab untuk memelihara dan mengamalkan kemurnian doktrin kebenaran itu.

2. Gereja MAHK berdiri karena mempunyai satu missi spesifik, yaitu mengumandangkan pekabaran Tiga Malaikat dalam Wahyu 14, sebagai kebenaran yang harus diketahui oleh dunia. Inilah hakikat dari reformasi rohani global yang menjadi tanggungjawab kita sebagai satu Gereja.

3. Menjadi orang Kristen tidak sekadar menjadi pengikut Yesus Kristus, tetapi juga mengamalkan ajaran-ajaran Kristus dan melakukan kehendak Allah. Di tangan kita "Injil yang kekal" itu dipercayakan untuk disebarkan kepada dunia, dan di atas kepala kita kebenaran Kristus dijunjung.

PENUTUP

 Reformasi rohani berlanjut.

    Kebangunan baru dan reformasi rohani berlangsung atas gerakan Roh Kudus yang sama untuk maksud yang berbeda. Kebangunan baru adalah kebangkitan dari kematian rohani, reformasi adalah perubahan metode dan pola kerja dari yang selama ini berjalan. "Reformasi tidak akan menghasilkan buah kebenaran yang baik kecuali hal itu dihubungkan dengan kebangunan baru dari Roh. Kebangunan baru dan reformasi harus melakukan pekerjaan mereka yang telah ditentukan, dan dalam melaksanakan pekerjaan ini keduanya harus menyatu" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].

     Dengan demikian, kebangkitan dari kelesuan rohani harus mendahului perubahan dalam menjalankan missi gereja. Kerohanian yang dibangunkan kembali pada gilirannya akan mempengaruhi gaya hidup maupun fokus kehidupan kita, dari yang semula lebih terpusat pada kepentingan diri sendiri menjadi lebih terpusat pada kepentingan missi. Gereja yang kerohaniannya telah dibangkitkan kembali adalah gereja yang diilhami dengan cara-cara kerja yang diperbarui, dan anggota-anggota gereja yang kerohaniannya sudah dibangunkan kembali adalah jemaat-jemaat yang hatinya mencintai tugas dan kewajiban rohaninya sebagai pengikut Kristus.

 "Apapun profesi mereka, hanyalah orang-orang yang di hatinya adalah pelayan-pelayan dunia yang bertindak berdasarkan kebijakan gantinya prinsip dalam hal-hal rohani. Kita harus memilih apa yang benar karena itulah yang benar, dan menyerahkan akibat-akibatnya pada Tuhan. Kepada orang-orang yang memegang prinsip, iman, dan keberanian, dunia ini berhutang pembaruan-pembaruan besar yang didapatnya. Oleh orang-orang seperti itulah pekerjaan reformasi untuk zaman ini harus dilanjutkan" [alinea kedua].

     Reformasi harus dimulai dari diri kita sendiri, baru kemudian menyebar kepada orang-orang lain di sekitar kita dan selanjutnya meluas secara menyeluruh. Reformasi terjadi atas kehendak Allah, dan bilamana gereja atau jemaat harus direformasi, Roh Allah akan menggerakkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk melancarkan reformasi yang diperlukan itu. Reformasi hanya bisa dilakukan dari dalam oleh orang-orang yang berada di dalam, karena itu tetaplah di dalam gereja dan berdirilah selalu di atas kebenaran. Dari zaman ke zaman Allah selalu memiliki orang-orang benar dan jujur yang dibutuhkan oleh dunia. "Kebutuhan dunia yang terbesar adalah kebutuhan akan orang-orang yang tidak mau diperjual-belikan, orang-orang yang di dalam batin jiwanya adalah benar dan jujur, orang-orang yang tidak takut menyebut dosa dengan namanya yang tepat, orang-orang yang hati nuraninya setia kepada tugas seperti jarum kompas menunjuk ke kutub, orang-orang yang akan berdiri demi kebenaran sekalipun langit runtuh" (Ellen G. White, Education, hlm. 57).

 "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya" (Yeh. 36:26-27).


DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.