Minggu, 25 Agustus 2013

Mewaspadai Kebangunan Rohani Palsu.

"KETAJAMAN: PENGAMANAN KEBANGUNAN ROHANI"

PENDAHULUAN

 Membedakan keaslian dari kepalsuan.

   Palsu artinya bukan asli, tapi mirip dengan yang asli. Karena kemiripan itulah banyak orang yang tertipu ketika membeli barang tertentu yang disangkanya asli, apalagi dengan kemajuan teknologi sekarang yang mampu menyontek barang "bermerek" sehingga tampak seperti asli. Para pembelanja di pasar grosir Mangga Dua Jakarta tahu persis bagaimana menyiasati keinginan memakai barang bermerek yang terkenal mahal itu dengan biaya yang jauh lebih murah. Di kompleks pertokoan yang tersohor di seluruh Indonesia bahkan negara-negara tetangga itu anda bisa memilih barang-barang bermerek tiruan dalam berbagai mutu, dengan kode "KW1" (kualitas nomor 1), "KW2" dan "KW3" sesuai kemampuan.

    Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan kepalsuan, akibatnya kita menjadi semakin terbiasa dengan kepalsuan itu dan toleransi terhadap hal-hal yang palsu pun kian meningkat. Kurang-lebih setengah abad silam kita mulai mengenal perabotan rumahtangga yang terbuat dari plastik, dengan harga lebih murah daripada barang-barang yang terbuat dari logam. Bersamaan dengan itu dunia kedokteran mulai memperkenalkan teknik "operasi plastik" untuk kaum wanita yang ingin parasnya tampak lebih cantik. Maka kaum budayawan memunculkan istilah "budaya plastik" untuk menyebut orang-orang yang menyukai perilaku palsu dan suka menyembunyikan dirinya yang asli. Sekarang ini barang-barang plastik dan bedah plastik bukan saja menjadi hal yang lumrah tapi juga dibutuhkan, dan dalam konteks tertentu kian meluas pula kebudayaan plastis itu. Kepura-puraan menjadi kelaziman, bahkan lebih gawat lagi, terkadang hal itu dianggap sebagai bagian dari kearifan atau kecakapan hidup.

    Kepalsuan dalam hal-hal yang bersifat rohani sangat dibenci oleh Tuhan, itulah sebabnya Yesus mengingatkan para pengikut-Nya agar mewaspadai "nabi-nabi palsu" dan "mesias-mesia palsu" (Mat. 7:15; 24:24; Mrk. 13:22). Rasul Paulus mengamarkan kita terhadap "ajaran palsu" (Kis. 20:30), "rasul-rasul palsu" (2Kor. 11:13), "saudara-saudara palsu" (Gal. 2:4), "permainan palsu manusia" (Ef. 4:14), "filsafat palsu" (Kol. 2:8), "mujizat-mujizat palsu" (2Tes. 2:9), bahkan "maksud palsu" dalam penginjilan (Flp. 1:18). Rasul Petrus juga menyadarkan kita perihal "guru-guru palsu" yang hanya mencari keuntungan pribadi (2Ptr. 2:1-3, 17). Bahkan Yesus Kristus sendiri pernah menjadi korban dari "kesaksian palsu" yang menyudutkan diri-Nya (Mrk. 14:56-57), begitu juga rasul Paulus menghadapi bahaya dari "saudara-saudara palsu" (2Kor. 11:26). Segala kepalsuan rohani bersumber dari Iblis yang adalah "pendusta dan bapa segala dusta" (Yoh. 8:44).
    Menyadari situasi dunia yang mengancam kehidupan rohani umat Allah ini, dan bahwa kepalsuan ada di mana-mana sehingga kita manusia berdosa mudah sekali tertipu oleh kepalsuan, pelajaran  saat  ini mengamarkan kita akan kemungkinan adanya kepalsuan khususnya dalam gerakan-gerakan kebangunan rohani dewasa ini. Hanya dengan bantuan Roh Kudus maka anda dan saya bisa memperoleh ketajaman dan kearifan untuk dapat membedakan antara kebangunan rohani yang asli dengan yang palsu.

    "Dalam konteks kebangunan rohani, kita perlu bertanya, Mungkinkah si jahat itu dapat menciptakan suatu semangat rohani yang palsu dan meninggalkan kesan bahwa kebangunan rohani yang asli telah terjadi?...Saat ini kita akan mempelajari petunjuk-petunjuk rohani dari kebangunan rohani yang asli dan membandingkannya dengan tanda-tanda nyata dari yang palsu. Mengetahui perbedaan antara kedua hal itu akan membantu mengamankan kita dari angan-angan musuh itu" [dua alinea terakhir].

1. PERAN FIRMAN TUHAN DALAM KEBANGUNAN ROHANI (Kehendak Allah dan Firman-Nya)

    Firman Tuhan, dasar kebangunan rohani.

   Kata revival dalam Bahasa Inggris, yang diterjemahkan sebagai kebangkitan atau kebangunan baru (Echols & Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hlm. 484; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke-XXIX, 2007), berasal dari kata Latin "revivere" yang artinya "hidup kembali." Istilah ini mulai populer di lingkungan gereja setelah digunakan dalam konteks rohani untuk pertama kalinya pada tahun 1702 oleh Cotton Mather (1663-1728), seorang penulis dan pendeta beraliran New England Puritan asal Boston, AS, yang juga tersohor sebagai seorang revivalist atau penganjur spiritual revival (kebangunan rohani) abad ke-17 di Amerika Utara. Istilah "kebangunan baru" menyiratkan adanya suatu kehidupan yang sedang sekarat sehingga perlu dibangunkan kembali. Jadi, kebangunan rohani adalah suatu ikhtiar atau usaha untuk membangunkan kembali kerohanian yang ada tapi sedang dalam keadaan mati suri.

     Dalam Mazmur 119 secara berulang-ulang pemazmur berseru kepada Tuhan agar menghidupkan kerohaniannya kembali "sesuai dengan firman-Mu" (ay. 25), meneguhkan jiwanya "sesuai dengan firman-Mu" (ay. 28), oleh sebab janji dalam firman-Nya itulah yang "menghidupkan" (ay. 49-50). Dalam versi TB, terdapat enam ayat yang mengulang-ulangi anak kalimat "sesuai dengan firman-Mu" dalam pasal ini yang menegaskan betapa pemazmur mendasarkan pengharapannya pada firman Tuhan. Kebangunan rohani sejati bagi orang Kristen harus bertumpu pada firman Tuhan dalam Alkitab, bukan pada falsafah manusia ataupun "pencerahan" yang bersifat sugestif. Kalau kita tergerak untuk bangun kembali dari kelesuan rohani karena didorong oleh apa yang kita baca dalam Kitabsuci, maka kita akan merasakan pengalaman kebangunan rohani yang sesungguhnya.

    "Semua kerohanian sejati terpusat pada mengenal Allah dan melakukan kehendak-Nya (Yoh. 17:3; Ibr. 10:7). Sesuatu yang disebut 'kebangunan' yang berpusat pada pengalaman gantinya komitmen untuk menaati Firman Allah sama sekali meleset dari sasaran. Roh Kudus tidak akan pernah menuntun kita ke mana Firman Allah tidak membawa kita. Roh Kudus menuntun kita ke dalam Firman (2Tim. 3:15-16). Firman Allah adalah dasar dan jantung dari semua kebangunan sejati" [alinea pertama].

    Roh Kudus, pencetus kebangunan rohani.

   Gereja Kristen menggunakan istilah revival (kebangunan kembali) untuk dua pengertian, ke dalam dan ke luar: 1. kebangunan rohani sebagai revitalisasi (penguatan kembali) serta restorasi (pemulihan rohani) jemaat, dan 2. kebangunan rohani sebagai usaha penginjilan yang biasa kita sebut KKR (kebaktian kebangunan rohani). Kebangunan rohani yang sedang kita bahas dalam pelajaran  ini adalah yang pertama dan bersifat ke dalam, yaitu untuk penguatan dan pemulihan kerohanian. Istilah lain yang pernah digunakan dunia Kristen berkenaan dengan kebangunan rohani jemaat ialah awakening  (membangunkan).

     Berdasarkan catatan sejarah gereja-gereja Kristen di Amerika, setidaknya sudah empat kali terjadi periode kebangunan rohani melalui apa yang disebut Great Awakening (Penyadaran Massal) sebagai sebuah gerakan revitalisasi Kristen: 1]. pada abad ke-18 (1730-1740); 2]. paruh pertama abad ke-19 (1800-1840); 3]. paruh kedua abad ke-19 (1850-1900); dan 4]. dalam abad ke-20 (akhir 1960-an hingga awal 1970-an). Sekarang mulai terdengar suara-suara untuk melaksanakan "great awakening" yang kelima pada abad ini, terutama karena keprihatinan gereja atas munculnya fenomena penguatan sekularisme yang dimanifestasikan dalam bentuk larangan berdoa di sekolah-sekolah umum, larangan pemasangan atribut-atribut Kristen di tempat-tempat umum, disahkannya perkawinan sejenis (gay marriage), dan kebebasan mengonsumsi ganja yang semakin merebak di berbagai negara bagian AS.

     Namun sebagian orang bersikap skeptis terhadap dampak jangka panjang dari berbagai bentuk kebangunan rohani yang bersifat massal seperti itu, terutama setelah melihat pengalaman di masa lalu. Kebangunan rohani sejati tidak diprakarsai oleh manusia secara massal, melainkan dicetuskan oleh Roh Kudus di dalam hati manusia secara perorangan. Kebangunan rohani bukan sekadar emosi yang menggebu-gebu karena terpengaruh oleh khotbah-khotbah maupun tulisan-tulisan yang menyerukan untuk hidup lebih rohani, tetapi kebangunan rohani sejati adalah kesadaran yang dipengaruhi oleh Roh Kudus untuk hidup lebih taat dan suci. Sehingga seperti pemazmur kita dapat berdoa: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mzm. 139:23-24).

     "Dalam khotbah Yesus tentang Roti Hidup, Ia menjelaskan intisari dari semua kebangunan dan dasar dari seluruh kehidupan rohani. 'Yang membuat manusia hidup ialah Roh Allah. Kekuatan manusia tidak ada gunanya. Kata-kata yang Kukatakan kepadamu ini adalah kata-kata Roh Allah dan kata-kata yang memberi hidup' (Yoh. 6:63, BIMK). Pernyataan Yesus ini sangat penting. Roh Kudus yang adalah sumber dari segala kebangunan rohani berbicara melalui Firman Allah demi untuk memberikan kepada orang-orang yang menyambutnya oleh iman suatu kehidupan rohani yang mendalam. Kebangunan baru terjadi bilamana Roh Kudus mencamkan perkataan Yesus pada pikiran kita" [alinea kedua: tujuh kalimat pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang peran Firman Allah dan Roh Suci dalam kebangunan rohani?

1. Kebangunan rohani sejati harus didasarkan pada Firman Tuhan melalui pembacaan dan perenungan. Peribadatan, khotbah, kesaksian, maupun tulisan-tulisan rohani dapat mempengaruhi perasaan kita untuk mengalami pembaruan rohani, tetapi hanya Firman Tuhan yang berkuasa mengubahkan.

2. Kebangunan rohani sejati hanya terjadi atas kehendak Allah melalui bisikan Roh Kudus secara perorangan. Ketika kalbu seseorang menyambut bisikan Roh itu hatinya akan tersentuh, dan kebangunan baru yang dipicu oleh Roh Kudus akan membuat kita mengakui dosa-dosa dan bertobat.

3. Kebangunan rohani yang dialami secara pribadi akan menuntun seseorang kepada pembaruan hidup (renewal), secara berkelompok akan membuat orang-orang terbangun dari tidur rohani (revival), dan secara umum itu akan menggerakkan orang banyak untuk disadarkan (awakening).

2. MENURUT KARENA KASIH (Kasih Allah dan Hukum-Nya)

     Dasar penurutan rohani.

   Penurutan yang alkitabiah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Dalam PL kita menemukan adanya faktor "ancaman" terhadap keamanan dan kenyamanan yang mendorong penurutan. Musa berkata kepada bangsa Israel, "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal" (Ul. 11:26-28; huruf miring ditambahkan). Tetapi dalam PB kita menemukan faktor "kasih" sebagai pendorong penurutan. Yesus berkata: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku" (Yoh. 14:15; huruf miring ditambahkan).

    "Mengenal Allah selalu menuntun kepada penurutan. Hukum Allah menyingkapkan kasih-Nya. Suatu hubungan yang lebih mendalam dengan Kristus menuntun kepada kerinduan yang lebih besar untuk menyenangkan Kristus. Penurutan merupakan buah-buah kasih. Semakin kita mengasihi Dia, semakin kita akan ingin menaati Dia. Kebangunan apapun yang tidak menekankan pertobatan untuk waktu-waktu ketika kita dengan sengaja melanggar hukum-Nya adalah mencurigakan. Kegairahan rohani bisa merangsang tingkat kerohanian yang tinggi untuk sementara, tetapi perubahan rohani yang langgeng akan kurang" [alinea ketiga].

    Mengenal, mengasihi, dan menurut.

    Seorang ayah tampak sedang bermain-main dengan putranya berumur sekitar 4 tahun di teras rumah mereka. "Lompat!" terdengar ayahnya memberi aba-aba, lalu dari puncak anak tangga pada ketinggian sekitar tiga meter anak itu melompat ke pelukan ayahnya yang berdiri di bawah sambil menadahkan tangan. Bocah itu tampak gembira. Dia melepaskan diri dari pelukannya ayahnya, naik lagi ke atas tangga rumah, menunggu aba-aba, lalu melompat ke dalam tangkapan ayahnya diiringi tawa ria. Terus seperti itu sampai berkali-kali. Tetangga yang sejak tadi memperhatikan datang menghampiri lalu bertanya kepada bocah itu, "Apa kamu tidak takut waktu hendak melompat?" Anak kecil itu menoleh sejenak lalu menjawab dengan nada yang mantap, "Tidak. Sebab saya kenal ayah saya!"

    Pengenalan menimbulkan rasa percaya, dan rasa percaya melahirkan penurutan. Ketika sang ayah menyuruhnya untuk melompat tidak ada keraguan sedikit pada anak itu untuk menuruti aba-aba ayahnya. Penurutan berhubungan erat dengan pengenalan. Dalam perilaku rohani hal yang sama juga berlaku, bahkan pengenalan dapat menumbuhkan kasih yang menuntun kepada penurutan. Berkata rasul Yohanes: "Dan inilah tandanya bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia" (1Yoh. 2:3-5).

     "Dalam ayat-ayat ini Yohanes mengadakan dua hal penting. Pertama, mengenal Allah menuntun kepada pemeliharaan perintah-perintah-Nya. Kedua, mengasihi Allah menuntun kepada mengasihi satu sama lain. Maksud Yohanes adalah jelas. Kerohanian yang sejati menghasilkan suatu kehidupan yang berubah. Hati yang dibangunkan kembali bukanlah suatu sensasi perasaan kedekatan kepada Yesus yang hangat. Itu adalah sebuah kehidupan yang diubahkan dan dipenuhi dengan sukacita melayani Yesus. Tujuan Allah yang besar dalam semua kebangunan ialah untuk menarik kita lebih dekat kepada-Nya, untuk memperdalam penyerahan kita kepada maksud-Nya bagi hidup kita, dan untuk melepas kita bagi kesaksian dan pelayanan dalam pekerjaan-Nya" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang mengasihi Tuhan dan menuruti perintah-Nya?

1. Dasar penurutan secara manusiawi berbeda dengan dasar penurutan ilahi. Sebagai manusia seringkali kita menurut karena dipaksa oleh keadaan, khususnya oleh kekuasaan di atas kita. Tetapi sebagai umat Tuhan penurutan kita adalah karena dipaksa oleh rasa kasih kepada Tuhan.

2. Penurutan erat kaitannya dengan rasa percaya yang ditimbulkan oleh hubungan pribadi yang terjalin melalui pengenalan terus-menerus. Semakin kita mengenal Allah semakin terpupuk rasa percaya kita kepada-Nya, dan pada gilirannya kita tidak memiliki keraguan untuk menurut kepada-Nya.

3. Kasih dan penurutan kepada Allah merupakan dua hal yang jalin-menjalin dan saling mempengaruhi. "Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih..." (2Yoh. 1:6).

3. KEBANGUNAN ROHANI SEBAGAI KOMITMEN (Formalisme, Fanatisme, dan Iman)

 Formalisme dan fanatisme yang kaku.

    Seorang yang menurut belum tentu taat, tetapi seorang yang taat pasti menurut. Penurutan dapat terjadi sebagai hasil dari pertimbangan, tetapi ketaatan adalah hasil dari komitmen. Penurutan merupakan bukti lahiriah dari hubungan dengan Kristus (1Yoh. 2:3-4; 3:24); penurutan ialah hasil dari kasih kepada Kristus (Yoh. 14:21, 23-24); dan penurutan adalah sambutan yang tulus terhadap perintah Kristus (Luk. 6:46; Why. 3:3).
   Kebangunan rohani yang sesungguhnya menghasilkan perubahan dari dalam--perubahan hati--yang terpantul melalui ciri-ciri penurutan secara lahiriah, tetapi tanda-tanda penurutan lahiriah belum tentu membuktikan telah terjadinya perubahan hati. Karena itu kita tidak dapat menilai suatu kebangunan rohani berdasarkan penurutan semata, betapa pun penurutan itu kelihatannya keras dan kaku. Terkadang malah penurutan yang kaku hanya menandakan adanya fanatisme dan formalisme yang ekstrem, bukan bukti dari sambutan yang didasarkan pada hubungan kasih dengan Yesus Kristus.

    "Salah satu tantangan dari kebangunan rohani sejati ialah menerobos permukaan beku dari formalisme yang dingin, sementara pada waktu yang sama menghindari api fanatisme yang berkobar-kobar. Formalisme ialah terkunci mati dalam status quo (=tetap pada keadaan sekarang). Itu adalah rasa puas dengan kulit luar keberagamaan sambil menolak realitas iman yang hidup. Fanatisme cenderung mengarah kepada yang ekstrem. Itu keluar dari garis singgung rohani. Hal itu cenderung tidak seimbang, memusatkan pada satu aspek iman tetapi mengabaikan semua yang lainnya. Fanatisme sering bersifat membenarkan diri dan menghakimi" [alinea pertama: tujuh kalimat pertama].

    Yesus tidak terpukau dengan formalisme dan fanatisme lahiriah yang dipamerkan oleh para ahli Taurat dan kaum Farisi, bahkan Ia mengecamnya sebagai kemunafikan. Mereka diibaratkan seperti kuburan yang dari luar tampak bersih dengan warna putih, tetapi di dalamnya penuh dengan tulang-belulang dan kotoran (Mat. 23:27). "Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan," kata-Nya (ay. 28). Yesus juga menyamakan mereka dengan gelas dan pinggan yang bagian luarnya kelihatan bersih tapi dalamnya "penuh rampasan dan kejahatan" (Luk. 11:39). Orang Farisi dan ahli Taurat taat kepada tradisi, namun "perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia" (Mrk. 7:8).

 Mujizat bukan bukti.

    Manusia sangat mudah terpesona oleh penampilan luar, dan kelemahan ini sering dimanfaatkan oleh Setan untuk mengelabui manusia. Menubuatkan perihal "Manusia Jahat" (versi TB: "si pendurhaka") yang akan muncul pada zaman akhir, rasul Paulus menulis: "Manusia Jahat itu akan muncul dengan suatu kuasa yang besar dari Iblis. Ia akan mengadakan segala macam keajaiban dan hal-hal luar biasa yang penuh dengan tipuan. Ia akan memakai segala tipu muslihat yang jahat untuk menyesatkan orang-orang yang akan binasa" (2Tes. 2:9-10, BIMK; huruf miring ditambahkan). Jadi, mujizat dan tanda ajaib tidak membuktikan adanya kuasa Tuhan, tapi bisa juga itu dari kuasa iblis.

     Begitu pula, menyerukan nama Tuhan tidak menjamin keselamatan. Sebab Yesus berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga" (Mat. 7:21; huruf miring ditambahkan). Bahkan sekalipun orang-orang itu bernubuat, mengusir setan dan mengadakan banyak mujizat dengan mengatasnamakan Tuhan (ay. 22). Kalau perbuatan ajaib seperti mujizat tidak membuat seseorang selamat, bagaimana kita bisa menerima bahwa tanda ajaib dan mujizat itu menandakan adanya kebangunan rohani sejati dalam diri orang yang tidak selamat?

    "Tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban tidak pernah dapat menggantikan tempat iman alkitabiah yang otentik. Tanda dan keajaiban itu bukan pengganti penyerahan diri kepada kehendak dan Firman Allah. Inti dari kebangunan rohani sejati adalah iman yang mendalam sehingga menuntun kepada suatu kehidupan yang taat pada komitmen terhadap kehendak Allah" [alinea kedua: kalimat kedua hingga keempat].

 Apa yang kita pelajari tentang formalisme dan fanatisme?

1. Ketaatan kepada Tuhan ditunjukkan dengan penurutan, bukan dengan formalisme dan fanatisme agama. Ketaatan pada perintah Tuhan adalah komitmen yang dihasilkan dari kebangunan rohani sejati yang membuahkan perubahan hati.

2. Formalisme dan fanatisme agama yang hanya tampak dari luar tetapi tidak mengubah hati adalah sebuah kemunafikan. Formalisme dan fanatisme agama yang bersifat pamer dan menghakimi orang lain merupakan cerminan mentalitas kaum Farisi dan ahli Taurat pada zaman Yesus.

3. Iman adalah dasar dari penurutan kepada kehendak Allah, dan iman juga menjadi pangkal kuasa ilahi dalam mengadakan hal-hal besar dan ajaib (Mat. 17:20). Tanda ajaib dan mujizat yang tidak berlandaskan iman adalah berasal dari kuasa Setan.

4. JANGAN TERTIPU OLEH MUJIZAT (Pelayanan dan Mujizat)

    Maksud dari mujizat ilahi.

    Alkitab PB mempunyai tiga istilah berbeda untuk menyebut kuasa ilahi yang diperagakan Yesus selama melayani di atas bumi ini. Berkata rasul Petrus kepada khalayak ramai di kota Yerusalem pada hari itu: "Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu" (Kis. 2:22; huruf miring ditambahkan).

 Versi King James menerjemahkan ketiga istilah dalam huruf miring pada ayat tersebut di atas masing-masing dengan kata miracles, wonders, dan signs. Kata Grika untuk ketiganya adalah δύναμις, dynamis (=daya kekuatan, kemampuan); τέρας, teras (=keajaiban, mujizat); dan σημεῖον, sēmeion (=tanda ajaib). Kita tidak tahu apakah ketiga kata berbeda itu memang "bunyi" dalam pidato rasul Petrus, atau itu semua dicantumkan oleh Dr. Lukas sebagai penulis kitab Kisah Para Rasul (KPR) yang menggambarkan kekayaan kosakata bahasa Grika yang dikuasainya. Namun kita percaya bahwa sebagai tulisan yang diilhamkan Allah, Roh Kudus berperan aktif dalam mengarahkan pikiran dan tangan penulis kitab KPR itu ketika menyebutkan ketiga istilah tersebut, yaitu untuk menerangkan secara lengkap perbuatan-perbuatan supra alami Yesus Kristus sebagai manifestasi kuasa ilahi "yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia." Akan tetapi semua mujizat dan tanda-tanda ajaib yang diadakan Yesus itu bukan yang terpenting, namun itu adalah pelengkap yang menyempurnakan pelayanan-Nya yang seutuhnya.

    "Kebangunan rohani yang palsu sering menempatkan penekanan utamanya pada mujizat-mujizat. Kebangunan rohani sejati berfokus pada pelayanan. Kebangunan rohani palsu menekankan tanda-tanda yang menakjubkan dan keajaiban-keajaiban; kebangunan rohani sejati mengakui bahwa mujizat terbesar adalah hidup yang diubahkan...Mujizat-mujizat Yesus yang menyembuhkan itu menyaksikan fakta bahwa Dia adalah Mesias. Sebagai Penebus kita yang berkasihan, Juruselamat itu peduli dengan meredanya penderitaan manusia. Tetapi Ia bahkan lebih peduli lagi dengan keselamatan dari setiap orang yang Ia jamah dengan kasih karunia penyembuhan-Nya" [alinea pertama; alinea kedua: tiga kalimat pertama].

 Mujizat pada zaman akhir.

    Sebenarnya, apa itu mujizat? Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford edisi kedua, sebagaimana dikutip oleh Wikipedia, "mujizat adalah suatu peristiwa yang tidak dapat dihubungkan dengan kekuatan manusia atau hukum alam dan karena itu dikaitkan dengan sebuah agensi supra alami, khususnya ilahi." Kamus Merriam-Webster online, mendefinisikan mujizat sebagai "sebuah peristiwa luar biasa yang mewujudkan campur tangan ilahi dalam urusan manusiawi." Secara filosofis seseorang pernah mengatakan bahwa "mujizat bukan tidak berlakunya hukum alam, melainkan berlakunya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum alam." Jadi, pada prinsipnya mujizat adalah sebuah peristiwa supra alami yang tidak tunduk pada hukum alam. Mujizat adalah suatu pekerjaan ilahi yang melampaui apa yang normalnya diartikan sebagai hukum alam; sesuatu yang tidak dapat dijelaskan atas dasar hukum alam. Pokoknya, ajaib.

     Alkitab menyatakan bahwa pada hari-hari terakhir juga Tuhan akan mencurahkan Roh-Nya kepada hamba-hamba-Nya sehingga mereka mendapat mimpi serta bisa bernubuat (Kis. 2:17-18), dan selain itu "Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di atas, di langit dan tanda-tanda di bawah, di bumi: darah dan api dan gumpalan-gumpalan asap" (ay. 19). Tetapi pada zaman akhir juga akan muncul mesias-mesias dan nabi-nabi palsu lalu "mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga" (Mat. 24:24). Sesuai dengan informasi ini, bahwa pada zaman akhir akan terjadi mujizat-mujizat dari dua sumber yang berlawanan, yaitu kuasa Allah dan kuasa Setan, maka kita semua perlu melengkapi diri dengan ketajaman serta kearifan pengamatan supaya dapat membedakannya dan tidak gampang tertipu. Namun penyesatan akan terjadi khususnya atas mereka yang tidak menyukai kebenaran dan akan dibinasakan (2Tes. 2:9-12; Why. 19:20).

 "Bilamana hasrat akan hal yang menakjubkan jauh lebih penting daripada keinginan akan hidup baru di dalam Kristus, pikiran terbuka bagi penipuan...Dengan kata lain, tanda-tanda yang menakjubkan dan keajaiban-keajaiban yang mencengangkan tidak pernah dapat menggantikan pemahaman dan kemudian mengikuti Firman Allah. Penurutan kepada Allah adalah yang terutama; tanda-tanda dan keajaiban, kalau dan apabila itu datang, selalu hanya soal sekunder" [alinea terakhir: kalimat kedua dan keempat].

 Apa yang kita pelajari tentang bahayanya mengutamakan mujizat?

1. Manusia sangat rentan terhadap ketakjuban dan keajaiban. Celakanya, banyak manusia yang terlanjur percaya bahwa setiap keajaiban berasal dari Tuhan. Setan tahu keadaan ini, karena itu dia akan terus memanfaatkan peluang ini untuk mengelabui manusia. Allah itu ajaib, tapi tidak semua yang dianggap ajaib berasal dari Allah.

2. Yesus dalam pelayanan-Nya di dunia ini berkali-kali melakukan tanda-tanda ajaib, termasuk menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Namun Yesus tidak menjadikan mujizat sebagai daya pikat utama untuk menarik orang banyak, melainkan sebagai pelengkap pelayanan-Nya berdasarkan kebutuhan.

3. Setan dengan kuasa yang masih melekat pada dirinya mampu mengadakan berbagai tanda ajaib dan mujizat, tetapi dia tidak memiliki kuasa untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Kuasa kebangkitan adalah milik Yesus yang sudah mengalahkan maut.

 Kamis, 22 Agustus

MAKSUD PEMBERIAN KARUNIA (Buah-buah dan Karunia-karunia)

 Memahami karunia rohani.

   Pertama-tama kita harus bedakan antara istilah "kasih karunia" (Grika: χάρις, charis; Inggris: grace) dengan "karunia Roh" (Grika: πνευματικός, pneumatikos; Inggris: spiritual gifts) yang digunakan dalam PB. Sementara "kasih karunia" adalah anugerah keselamatan Allah melalui iman kepada Yesus Kristus (Yoh. 3:16; Rm. 3:24; 5:2, 15, 21; Kis. 15:11), "karunia Roh" atau "karunia rohani" secara spesifik merujuk kepada kuasa Roh yang Allah berikan kepada umat-Nya dengan maksud untuk memperlengkapi kita bagi pelayanan pekerjaan-Nya (Ef. 4:11-16; 1Kor. 12:7-11; 14:1).

    Perbedaan pokok lainnya di antara keduanya ialah bahwa "kasih karunia" diberikan kepada semua manusia secara merata serta sama dan serupa, sedangkan "karunia rohani" diberikan hanya kepada umat percaya saja secara tidak merata dan berlain-lainan. Kembali, ketidaksamaan ini disebabkan oleh perbedaan dari maksud pemberiannya. Namun, meskipun kita dapat melihat di sini perbedaan maksud dan tujuan dari penganugerahan "kasih karunia" dengan "karunia rohani" itu, kita menemukan persamaan dalam hal bagaimana kedua hal itu diberikan: yakni sama-sama berasal dari Allah dan diberikan kepada manusia secara cuma-cuma.

     "Karunia-karunia Roh Kudus bisa dibagi ke dalam dua kategori: sebagian karunia-karunia itu merupakan ciri kemampuan, karunia-karunia yang lainnya bersifat panggilan tugas. Misalnya karunia-karunia pertolongan, keramahtamahan, menasihati dan mengajar adalah ciri-ciri kemampuan yang Allah tanamkan pada umat percaya secara perorangan (Rm. 12:6-8). Karunia-karunia dari para rasul, para nabi, para penginjil, dan para pendeta/guru merupakan panggilan tugas yang diberikan kepada umat percaya secara perorangan (Ef. 4:11-12). Kedua kategori ini melayani pengabdian kepada satu maksud yang sama. Semua itu sudah ditanamkan oleh Roh Kudus untuk memperkuat kehidupan rohani jemaat dan memperlengkapinya bagi missi. Karunia-karunia rohani bukan demi karunia-karunia itu sendiri. Semua itu telah diberikan oleh Allah untuk manfaat dari gereja-Nya" [alinea pertama].

 Buah-buah Roh.

   Hal lainnya yang berhubungan dengan Roh seperti diajarkan dalam PB ialah "buah-buah Roh" sebagai hasil dari "hidup oleh Roh" (Gal. 5:16). Alkitab versi King James menerjemahkan frase ini dengan "Walk in the Spirit" sama seperti yang digunakan oleh PB versi TL (Terjemahan Lama), "Berjalanlah kamu dengan Roh." Kata Grika (bahasa asli PB) yang diterjemahkan dengan "berjalan" dalam ayat ini adalah περιπατέω, peripateō,  sebuah kata kerja yang arti harfiahnya adalah berjalan dan digunakan sebanyak 97 kali dalam 90 ayat di seluruh PB dalam konkordansi Grika versi King James. (James Strong, Strong's Exhaustive Concordance of the Bible, G4043; Nashville, Tenn: Thomas Nelson Publishers, 1984.) Dalam surat-surat rasul Paulus kata peripateō  ini sering digunakan dalam arti kiasan (figuratif) yang dapat diterjemahkan sebagai "hidup." Padanannya dalam PL (bahasa Ibrani) adalah יָלַךְ, yalak, atau kata bentukannya הָלַךְ, halakh, sebuah kata kerja yang secara harfiah artinya "berjalan" tapi juga digunakan secara figuratif dalam pengertian perilaku hidup seperti antara lain dalam 2Raj. 20:3; 2Taw. 34:2, 31; Ams. 1:15; Ay. 34:8; Mzm. 25:5, 56:14, 81:13.
    "Buah-buah Roh" adalah hasil dari berjalan di dalam Roh atau "hidup oleh Roh." Orang yang hidupnya tidak dituntun oleh Roh Kudus tidak mungkin menghasilkan buah-buah Roh, yaitu ciri-ciri tabiat sebagaimana dimaksud dalam Gal. 5:22-23. Selanjutnya, kata Paulus menasihati, "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki" (ay. 25-26). Seseorang bisa saja memperlihatkan ciri-ciri yang mirip dengan buah-buah Roh itu--kasih, kesabaran, kebaikan, kelemahlembutan, dan sebagainya--tanpa sungguh-sungguh hidup dalam Roh dan memiliki Roh Kudus yang menuntun hidupnya, tetapi itu hanyalah buah-buah palsu yang semu sebagai "topeng" yang dipakai untuk sementara saja. Anda bisa membuat es sirup rasa duren atau rasa buah apa saja tanpa benar-benar menambahkan buah yang sesungguhnya, tetapi minuman itu hanya dapat memuaskan rasa dahaga belaka tanpa memberi tubuh anda sesuatu vitamin dan zat gizi yang bisa diperoleh dari buah-buahan yang asli. Hanya sekadar rasa, bukan manfaat.

     "Sesuatu yang disebut kebangunan rohani yang memiliki sedikit perhatian dalam buah-buah Roh tetapi terobsesi dengan pemilikan karunia-karunia Roh adalah berbahaya. Jika Allah memberi karunia-karunia Roh dengan limpah kepada orang-orang percaya yang tidak mewujudkan buah-buah Roh itu, gereja akan menjadi pusat pameran yang mementingkan diri. Sebab kalau Allah membuka kuasa surga ketika saluran-saluran kuasa rohani cekcok itu hanya akan menimbulkan akibat-akibat yang berbahaya. Waspadalah terhadap pergerakan-pergerakan yang berkonsentrasi pada karunia dan kuasa Roh Kudus ketimbang pada penurutan kepada kehendak Allah dan perubahan tabiat yang menyatakan buah-buah Roh" [alinea pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang maksud karunia Roh dan buah-buahnya?

1. Karunia Roh (terkadang disebut "karunia rohani") diberikan oleh Tuhan kepada umat-Nya untuk suatu maksud yang istimewa, yakni demi memperlengkapi jemaat bagi pelayanan pekerjaan-Nya. Karunia Roh itu ada yang berupa ciri-ciri tabiat, ada pula yang bersifat kemampuan untuk tugas-tugas tertentu.

2. Karunia rohani itu berbeda-beda dalam ujudnya sebagai talenta-talenta yang berlainan, tetapi semuanya bermanfaat dan saling mendukung untuk tujuan yang sama. Gereja adalah "tubuh Kristus" yang terdiri atas berbagai bagian dengan fungsi-fungsi yang berbeda tetapi "adalah satu tubuh di dalam Kristus" (Rm. 12:4-5).

3. Untuk memperoleh karunia rohani itu kita harus "hidup oleh Roh" atau "berjalan di dalam Roh." Kehidupan yang dituntun oleh Roh Kudus juga akan membuat kita mampu menghasilkan "buah-buah Roh," yaitu ciri-ciri tabiat dan talenta-talenta yang menunjang pelayanan Gereja. Inilah hakikat dari kebangunan rohani sejati.

PENUTUP

 Demi pemberdayaan gereja.

Kebangunan rohani tidak saja bermanfaat bagi kualitas kerohanian umat Tuhan secara perorangan, tetapi lebih penting lagi ialah berguna untuk pelayanan pekerjaan Tuhan secara jemaat. Sebagai pribadi, kebangunan rohani lebih menyiapkan anda dan saya bagi tugas di dalam maupun di luar gereja; sebagai jemaat, kebangunan rohani semakin memberdayakan tubuh Kristus secara keseluruhan untuk menunaikan perintah penginjilan semesta. Tetapi sebelum sampai kepada sasaran itu perlu dipupuk kesadaran kita, perorangan maupun sebagai jemaat, akan nilai yang sangat tinggi dari karunia-karunia rohani yang disediakan Allah itu.

 "Janji akan Roh itu tidak dihargai sebagaimana mestinya. Kegenapannya tidak direalisasikan seperti seharusnya. Adalah ketiadaan Roh itu yang membuat pelayanan injil begitu tak berdaya. Pembelajaran, talenta-talenta, kefasihan lidah, setiap bakat alam ataupun yang dipelajari itu bisa dimiliki; tetapi tanpa kehadiran Roh Allah tidak ada hati yang akan terjamah, tidak ada orang berdosa dimenangkan bagi Kristus" [alinea pertama: empat kalimat pertama].



Dalam perkataan lain, karunia-karunia rohani itu bukanlah pemberian Allah yang berdiri sendiri, tetapi karunia-karunia itu merupakan satu paket dengan Roh itu sendiri. Roh Kudus yang menyiapkan hati kita untuk menerima karunia-karunia rohani, Roh Kudus itu juga yang menyanggupkan kita untuk menggunakan karunia-karunia rohani tersebut sesuai dengan tujuannya. Tanpa Roh Kudus mustahil kita dapat memperoleh karunia-karunia rohani itu, apalagi untuk menggunakannya.

 Mungkin kita bisa menggunakan ponsel cerdas dan komputer tablet sebagai analogi: Setiap ponsel cerdas dan komputer tablet dengan sistem operasi Android, apapun vendor dan mereknya, dapat mengunduh aplikasi-aplikasi dari Google melalui akses "Play Store" sehingga aplikasi-aplikasi itu dapat digunakan sesuai fungsi dan peruntukkannya. Ponsel dan komputer tablet yang tidak memiliki sistem operasi Android tidak mungkin mengunduh apalagi menggunakan ribuan aplikasi yang kebanyakan ditawarkan secara gratis itu. Roh Kudus adalah "sistem operasi" yang compatible (cocok dan sepadan) bagi karunia-karunia rohani, sehingga memungkinkan anda dan saya untuk memperolehnya sebagai "aplikasi-aplikasi rohani" yang sangat bermanfaat demi membantu kita melaksanakan tugas-tugas ilahi.

 "Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu. Tetapi baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh" (Flp. 3:15-16).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.