Senin, 19 Agustus 2013

Bersekutu Didalam Kristus.

"PERSATUAN: PENGIKAT KEBANGUNAN ROHANI"

PENDAHULUAN

   Persatuan, isu bangsa dan gereja.

   Setiap tanggal 17 Agustus tiap tahun , kita rakyat Indonesia merayakan hari peringatan terpenting dalam sejarah bangsa dan negara kita,  yakni sebagai  Hari Kemerdekaan Republik Indonesia . Perjuangan para pemimpin bangsa dan pendiri negara menjelang dan di awal kemerdekaan bukan saja melawan penjajah tapi juga menghadapi tantangan persatuan di antara sesama bangsa Indonesia. Sebagai satu bangsa yang majemuk dengan jumlah penduduk lebih dari 242 juta orang, terdiri atas lebih dari 300 kelompok etnik dan beratus-ratus suku bangsa (suku Papua: 466; suku Dayak: 268; suku Batak: 8; suku Minahasa: 8), hidup di wilayah luas yang memiliki 17.508 pulau, terbagi atas 34 propinsi, dengan sedikitnya 6 aliran agama, hingga sekarang pun persatuan tetap menjadi isu sangat penting dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara. Itulah sebabnya kita masih melihat Pancasila sebagai dasar negara yang tetap relevan, khususnya dalam hal ini adalah sila ketiga: Persatuan Indonesia.

    Sebagai gereja, persatuan bahkan menjadi isu yang lebih pokok lagi, terutama ketika Gereja menjadi pergerakan global yang menghimpun berbagai bangsa dan negara di dunia untuk bergabung dalam persekutuan dengan darah dan tubuh Kristus (1Kor. 10:16), oleh karena kita "semua adalah tubuh Kristus" (1Kor. 12:27). Itulah sebabnya ketika berdoa untuk murid-murid-Nya sepanjang zaman, Yesus memohon kepada Bapa surgawi: "Aku berdoa untuk mereka. Bukan untuk dunia Aku berdoa, tetapi untuk mereka, yang telah Engkau berikan kepada-Ku, sebab mereka adalah milik-Mu...Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu nama-Mu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita" (Yoh. 17:9, 11; huruf miring ditambahkan).

    "Persatuan adalah unsur penting dari kebangunan rohani. Pertentangan, perpecahan, dan pertikaian tidak menciptakan suatu lingkungan untuk memelihara kebangunan rohani...Pendeknya, di mana tidak ada persatuan, tidak mungkin ada kebangunan rohani. Di mana kecemburuan, iri hati, dan dorongan untuk supremasi kekuasaan, kuasa Roh Kudus tertahan. Karena itu alangkah pentingnya kita untuk belajar bagaimana meruntuhkan tembok-tembok pemisah yang terkadang memisahkan kita untuk dapat masuk ke dalam persatuan yang Kristus usahakan bagi jemaat-Nya" [alinea pertama: dua kalimat pertama; alinea kedua].

   Kita telah membahas yang lalu tentang makna Gereja di dalam PB. Sebagai satu umat, "Gereja" adalah ἐκκλησία, ekklēsia, yaitu "dipanggil keluar" dari dunia ini (Rm. 9:24-26; 1Kor. 1:2). Sebagai satu tubuh, yaitu tubuh Kristus, "Gereja" ialah κοινωνία, koinōnia, yakni "dipanggil untuk bersekutu" dalam peribadatan (1Kor. 12:13, 27; Kol. 3:15; Kis. 2:42-47). Jadi, pada hakikatnya "Gereja" ialah "orang-orang yang dipanggil dari dunia ini ke dalam persekutuan sebagai tubuh Kristus."

   Pena inspirasi menulis: "Camkanlah, semua harus bersatu sebagai bagian dari sebuah mesin yang besar. Gereja Tuhan terdiri atas wakil-wakil-Nya yang hidup dan bekerja yang memperoleh kuasa untuk tindakan mereka dari Pencipta dan Penyempurna iman mereka. Pekerjaan besar yang dibebankan kepada para pekerja Allah secara perorangan itu harus dijalankan dalam keselarasan yang simetris...Umat Allah tidak boleh berada dalam kekacauan, kekurangan ketertiban, keselarasan, konsistensi, dan keelokan. Tuhan sangat dipermalukan apabila persatuan tidak terdapat di antara umat-Nya" (Ellen G. White, Manuscript Releases, jld. 2, hlm. 341-342).

1. JEMAAT YANG SEHATI DAN SEJIWA (Menjawab Doa Kristus Bagi Persatuan)

    Doa pengantaraan Kristus. Yohanes pasal 17 adalah doa pengantaraan atau doa syafaat (Grika: ἔντευξις, enteuxis; Inggris: intercessory prayer) paling penting yang Yesus pernah doakan, dilayangkan pada minggu terakhir hidup-Nya di atas bumi ini yang oleh dunia Kristen lazim disebut "Doa Agung Kristus." Yesus memulai doa ini dengan berseru, "Bapa, telah tiba saatnya..." (ay. 1). "Saat" yang Ia maksudkan di sini adalah kematian-Nya di atas salib yang akan memuncaki missi-Nya di dunia ini sebelum kembali ke surga, sebagaimana yang Yesus sering sebutkan sebelumnya (Yoh. 7:30; 8:20; 13:1). Doa syafaat biasanya merupakan doa yang dilayangkan oleh seorang imam besar ketika dia mewakili satu umat untuk berdoa kepada Allah. Tatkala Yesus Kristus berdiri menengadah ke langit lalu berdoa bagi murid-murid dan para pengikut-Nya sepanjang zaman, Dia menempatkan Diri-Nya di antara Jemaat-Nya dengan Bapa-Nya, sebuah posisi yang terus dijalankan-Nya sekarang ini di surga hingga menjelang hari kedatangan-Nya kembali ke dunia untuk menjemput umat-Nya.

    Setidaknya ada lima hal yang didoakan Yesus dalam doa syafaat-Nya sebagaimana tercatat dalam pasal ke-17 dari kitab Yohanes ini. Berturut-turut Yesus memohon kepada Bapa agar dikaruniai hal-hal berikut: Kemuliaan bagi Diri-Nya (ay. 1, 5); Pemeliharaan umat-Nya (ay. 11, 15); Pengudusan umat-Nya (ay. 17); Persatuan umat-Nya (ay. 11, 21, 22, 23); dan Keselamatan umat-Nya dalam kerajaan surga (ay. 24). Dalam pembahasan kita saat ini, penulis pelajaran menekankan hal yang keempat dari doa syafaat Yesus ini, yakni persatuan. Allah menjawab doa ini dengan menumbuhkan rasa persatuan di antara jemaat sepeninggal Yesus, di mana mereka itu menjadi "sehati dan sejiwa" sehingga "mereka semua hidup dalam kasih karunia yang melimpah-limpah" (Kis. 4:32-33).

    Persatuan (unity) tidak sama dengan keseragaman (uniformity). Dalam persatuan, keanekaragaman itu adalah suatu keindahan; dalam keseragaman, keanekaragaman itu justeru merusak keindahan. Persatuan sejati justeru ditentukan oleh adanya perbedaan-perbedaan, bahkan keanekaragaman menjadi ciri utama dari sebuah persatuan sejati. "'Kesatuan,' atau persatuan, murid-murid itu menyiapkan hati mereka untuk menerima kepenuhan kuasa Roh Kudus. Doa Kristus bagi jemaat-Nya digenapi. Mereka melepaskan perbedaan-perbedaan mereka. Kasih yang menang. Perselisihan dihalaukan" [alinea kedua].

 Dahsyatnya persatuan.

   Sebagai satu Gereja, keanekaragaman atau perbedaan bukan saja tak dapat dihindari tetapi malah dibutuhkan. Ketika menggambarkan tentang Gereja, dalam 1Korintus pasal 12, rasul Paulus menyebut perbedaan-perbedaan itu sebagai "'rupa-rupa karunia, tetapi satu Roh" (ay. 4), dan "rupa-rupa pelayanan, tetapi satu Tuhan" (ay. 5). Gereja sebagai "tubuh Kristus" harus terdiri atas berbagai anggota tubuh dengan berupa-rupa fungsi yang berbeda. Dapatkah anda bayangkan kalau tubuh manusia itu semua bagiannya adalah kaki, atau tangan, atau mata, atau hidung, atau telinga, dan seterusnya? Sebagai gereja atau jemaat, keanekaragaman itu tidak berlawanan dengan kesatuan tetapi justeru memperkaya persatuan.

     Dalam pelayanan murid-murid dan para pengikut Yesus di tahun-tahun permulaan berdirinya "gereja" di Yerusalem, persatuan di antara mereka bukan saja menumbuhkan kekuatan hubungan di antara mereka tapi juga melahirkan kuasa dalam usaha penginjilan sebagaimana tercatat dalam Kisah Para Rasul pasal 4. Petrus dan kawan-kawan, dengan dukungan jemaat yang bersatu, menjadi semakin berani untuk menghadapi otoritas agama Yahudi yang hendak membungkam mereka. Terhadap larangan untuk menginjil, Petrus dan Yohanes menanggapinya dengan ketus: "Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar" (ay. 19-20).

    "Dalam situasi abad pertama Yerusalem yang penuh tantangan ketika Kekristenan tidak populer, orang-orang Kristen yang berkomitmen ini saling berbagi sumberdaya mereka. Mereka mendukung satu sama lain. Mereka menyisihkan ambisi-ambisi pribadi mereka. Sikap tidak mementingkan diri dan roh kedermawanan mereka menyiapkan mereka untuk menerima kepenuhan kuasa Roh Kudus untuk bersaksi" [alinea keempat: empat kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang hasil dari doa syafaat Yesus bagi persatuan jemaat?

1. Dalam Yohanes 17, Yesus menyejajarkan "kemuliaan" diri-Nya dengan "persatuan" jemaat-Nya ketika Ia menyebutkan kedua hal itu dalam doa syafaat. Allah memenuhi kedua permohonan itu ketika Yesus dimuliakan di atas bukit (Mat. 17:1-5) dan murid-murid bersatu padu (Kis. 4:31-33).

2. Kesatuan gereja (secara global) atau jemaat (secara lokal) adalah sebuah "harga mati" untuk mendapatkan kuasa dan karunia Roh. Persatuan di antara para pengikut Kristus melambangkan kesatuan Yesus dengan Bapa, dan menjadi sebagai legitimasi "agar dunia tahu" bahwa mereka dikasihi Allah (Yoh. 17:21-23).

3. Persatuan gereja maupun jemaat adalah kerinduan Yesus sejak permulaan bahkan hingga sekarang ini. Musuh utama bagi persatuan di jemaat bukan perbedaan kebangsaan, ras, suku, status sosial, ataupun perbedaan pendapat dan gagasan. Musuh terbesar dari persatuan jemaat adalah egoisme dan egosentris.

2. MEMAKNAI PERSATUAN (Pelbagai Ilustrasi tentang Persatuan dalam Perjanjian Baru)

   Revolusi sosial.

   Lahirnya "Gereja" yang mengajarkan tentang persamaan dan kesetaraan, di tengah masyarakat abad permulaan yang terkotak-kotak menurut latar belakang sosial-ekonomi dan derajat kebangsaan, pada tingkatan tertentu merupakan ancaman terhadap tatanan sosial yang sarat dengan prasangka politik dan ras. Yesus memang datang ke dunia yang terpolarisasi, bahkan di antara orang Yahudi sendiri yang berada di bawah penjajahan bangsa Romawi terdapat kubu-kubu yang bertikai. Doktrin Yesus yang dipaparkan-Nya sendiri dalam Khotbah Di Atas Bukit (Matius 5), termasuk ajaran "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu" (ay. 39), di mata para pemuka dan golongan militan Yahudi itu adalah sesuatu yang kontra-revolusioner dan membahayakan semangat patriotik untuk meraih kemerdekaan. Mesias yang sedang mereka tunggu-tunggu itu tidak mungkin Yesus Kristus, sosok-Nya yang lemah lembut tidak sesuai dengan konsep dan harapan mereka tentang Mesias.

    "Lalu Kekristenan tiba-tiba tampil di panggung. Ini menciptakan suatu revolusi sosial. Ajaran-ajaran Yesus tentang kesetaraan, keadilan, kepedulian pada orang miskin dan menghargai kaum yang terpinggirkan itu tampak radikal. Pada waktu yang sama, umat percaya Perjanjian Baru bersatu di seputar nilai-nilai pokok dari Penciptaan dan Penebusan. Mereka mengajarkan bahwa semua umat manusia diciptakan oleh Allah dan bahwa Penebusan telah tersedia bagi semua orang melalui salib Kristus. Salib menunjukkan bahwa setiap orang, tidak peduli status duniawinya, sangat besar nilainya dalam pemandangan Allah" [alinea kedua].

    Isu tentang persatuan sudah lebih dulu dituntaskan di kalangan murid-murid Yesus yang pertama. Sebab di antara kedua belas orang itu terdapat, misalnya, "Matius pemungut cukai" (Mat. 10:3) dan "Simon orang Zelot" (ay. 4). Simon ini sebenarnya orang Kanaan, sedangkan "Zelot" adalah nama sebuah kelompok klandestin Yahudi nasionalis yang sangat fanatik di mana dia tadinya tergabung. Anggota-anggota dari gerakan bawah tanah ini biasanya telah disumpah untuk membunuh pada kesempatan pertama setiap orang Romawi maupun orang Yahudi yang menjadi kaki-tangan bangsa Romawi. Sedangkan Matius seorang pemungut cukai yang paling dibenci oleh orang Yahudi sebab dianggap turut menindas bangsa sendiri melalui pajak yang dikutipnya untuk penjajah. Namun Yesus dengan doktrin Kekristenan-Nya dapat mempersatukan murid-murid itu di bawah panji Injil.

 Gereja, sebagai tubuh dan bangunan.

    Kesatuan tampaknya jauh lebih mudah dibangun atas dasar fungsi-fungsi yang berbeda, dan dalam hal ini penggambaran Paulus tentang gereja yang terdiri atas "banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh" (1Kor. 12:20) adalah gambaran yang paling pas. Kesulitan untuk menjalin persatuan terjadi jika semua ingin menjalankan fungsi yang sama. Gereja ataupun jemaat lebih gampang untuk bersatu apabila setiap anggotanya memahami dan menjalankan fungsi masing-masing secara bersinergi dalam peran yang berbeda-beda sesuai dengan talenta dan sumberdaya setiap orang yang spesifik. Kepala harus diberi kesempatan untuk berpikir, mata perlu dimanfaatkan untuk melihat, telinga mesti digunakan untuk mendengar, mulut untuk berbicara, tangan untuk bekerja, kaki untuk berjalan, dan sebagainya. Anggota-anggota yang bermentalitas akrobatik (kaki mau jadi kepala, dan kepala mau jadi tangan) biasanya menjadi penghalang terciptanya persatuan dan kesatuan di dalam gereja.

    Rasul Petrus melihat gereja sebagai sebuah bangunan seperti rumah yang pada zaman dulu terbuat dari susunan batu-batu. Gereja sebagai "suatu rumah rohani" (1Ptr. 2:5) didirikan di atas "batu yang hidup" (ay. 4) di mana anda dan saya "dipergunakan sebagai batu hidup" (ay. 5). Jadi, dalam ilustrasi rasul Petrus, gereja sebagai bangunan didirikan di atas Kristus sebagai "batu penjuru" (ay. 7). Ini agak berbeda dari ilustrasi rasul Paulus di mana gereja sebagai "tubuh Kristus" (1Kor. 12:27) berada di bawah Kristus sebagai "kepala jemaat" (Ef. 5:23). Namun perbedaan antara kedua ilustrasi itu bukan sesuatu yang prinsipil, oleh sebab esensi yang dikemukakan dalam penggambaran keduanya adalah sama, yakni persatuan dan kesatuan. Dalam kedua ilustrasi itu sama-sama menonjolkan baik kesatuan horisontal di antara sesama umat maupun kesatuan vertikal antara Yesus Kristus dengan para pengikut-Nya.

    "Dalam ilustrasi-ilustrasi ini setiap anggota terjalin erat. Adalah ikatan persatuan yang mengasihi ini di dalam satu dunia dengan hubungan-hubungan yang retak, pergulatan kekuasaan, dan keretakan memecah-belah yang seharusnya menjadi sebuah argumentasi kuat bagi Kekristenan. Yesus menyatakan kebenaran persatuan ini dengan jelas: 'Dengan demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi' (Yoh. 13:35)" [alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang ilustrasi yang menggambarkan persatuan dalam PB?

1. Biasanya, persatuan lebih mudah digalang bila semua merasa sedang menghadapi musuh bersama di satu "front" yang sama. Para politikus umumnya piawai memainkan "kartu" ini untuk mendapatkan dukungan yang kompak. Yesus dan Gereja sejak awalnya sudah dijadikan "musuh bersama" oleh penguasa Yahudi.

2. Umat Tuhan juga mempunyai "musuh bersama" yang harus diwaspadai dan dihadapi, yaitu Setan dan kaki-tangannya (Mat. 13:24-25, 37-39). Sebagai sesama umat percaya, kalaupun kita sulit bersatu karena hambatan purbasangka maupun ambisi, setidaknya kita dapat bersatu karena menghadapi musuh bersama itu.

3. Sebagai gereja, kita seumpama "tubuh Kristus" maupun batu-batu pada "rumah rohani" yang terjalin dalam kebersamaan. Salah satu bagian tubuh cedera maka seluruh tubuh merasakan sakitnya, dan salah satu batu terlepas seluruh bangunan terancam bahaya keruntuhan.

3. DIPERSATUKAN OLEH MISSI DAN KEBENARAN (Unsur-unsur Persatuan: Missi dan Pekabaran Kita)

     Semangat yang mempersatukan.

   Seseorang pernah berkata bahwa jemaat yang giat menginjil adalah jemaat yang bersatu, sebaliknya jemaat yang tidak menginjil biasanya cekcok terus. Seandainya asumsi ini benar, mestinya dengan mudah saja kita dapat membalikkan situasi dengan menggiatkan penginjilan berkesinambungan demi menghindari percekcokan dan menciptakan persatuan. Tetapi seringkali keadaan tidak segampang itu, selain karena penginjilan tanpa perencanaan serta persiapan yang matang kerap membuat jemaat kedodoran dan para anggotanya kehabisan nafas. Mengaktifkan penginjilan semata-mata untuk tujuan mempersatukan jemaat kerap hanya melahirkan persatuan yang semu. Menginjil seharusnya didorong oleh kuasa Roh Kudus yang meluap-luap dalam diri setiap orang sehingga membuat sebuah jemaat terus aktif, persatuan dan kesatuan hanyalah produk samping dari aktivitas penginjilan. Semangat penginjilan adalah semangat yang mempersatukan.

    "Missi merupakan sebuah faktor pemersatu yang hebat. Umat percaya yang mula-mula bersatu di seputar missi ini. Kehidupan, kematian, kebangkitan, pelayanan keimamatan, dan kedatangan Tuhan kita mengikat mereka bersama-sama. Jiwa-jiwa yang baru bertobat berjangkar pada 'pengajaran rasul-rasul' (Kis. 2:41-42). Pengajaran Yesus menyediakan dasar bagi persatuan mereka" [alinea ketiga].

      Pada zaman rasul-rasul kebenaran tentang Yesus Kristus telah menjadi sumber inspirasi dan faktor penggerak kegiatan penginjilan sehingga Gereja yang mula-mula itu bersatu padu dalam missi mereka. Di abad pertengahan, ketika "Gereja" yang murtad memasukkan praktik-praktik kekafiran ke dalam peribadatan, kebenaran yang sama ini juga menjadi faktor pendorong bagi Martin Luther dkk untuk mendesak gereja agar kembali kepada kebenaran yang murni. Belakangan, sekitar 150 tahun lalu, tatkala gerakan Protestanisme gagal melepaskan diri dari tradisi-tradisi lama, kebenaran yang sama itu juga telah mendorong sekelompok orang untuk bersatu dalam sebuah perkumpulan baru dan terus memelihara dan menjunjung kebenaran Tuhan yang mula-mula. Meskipun kita melihat di sini bahwa kepedulian pada kebenaran Alkitab seakan telah menyebabkan "perpecahan" di dalam gereja, Roh Allah akan terus bekerja untuk memurnikan kebenaran-Nya serta memurnikan umat-Nya sehingga persatuan yang hakiki akan tercapai oleh mengemban missi yang sama dan berlandaskan pada kebenaran yang murni.
   "Sekarang, pada hari-hari terakhir sejarah bumi ini, Allah juga telah memberikan kepada umat-Nya sebuah pekabaran penting yang sudah kita terima itu (Why. 14:6-12). Itulah pekabaran 'Injil yang kekal' dalam konteks penghakiman, penurutan, dan kedatangan Tuhan. Inilah yang mempersatukan umat Masehi Advent Hari Ketujuh sebagai satu keluarga di seluruh dunia. Jika pekabaran ini tidak dipupuk, dinomor duakan, atau diperlakukan sebagai barang pusaka, persatuan gereja sedunia akan menjadi retak dan missinya akan kehilangan keadaannya yang mendesak" [alinea terakhir: empat kalimat pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang kesatuan missi sebagai faktor pemersatu?

1. Missi yang sama dapat menjadi faktor pemersatu di antara orang-orang yang mengemban missi tersebut. Hal itu sudah terbukti di zaman rasul-rasul ketika gereja yang mula-mula bersatu melaksanakan penginjilan. Dalam satu missi bersama terhimpun berbagai potensi yang berbeda-beda.

2. Sebagai gereja missi kita tidak pernah berubah, yaitu pekabaran injil dan memelihara kebenaran yang telah kita terima. Dalam melaksanakan missi yang sama bisa saja melalui strategi dan metode yang berbeda-beda, tetapi dalam kebenaran yang sama tidak ada pemahaman dan penafsiran yang berbeda-beda. Kebenaran itu mutlak dan kaku.

3. Gereja yang mula-mula telah memberi contoh bahwa persatuan sejati dapat digalang melalui kesamaan missi dan kebenaran. Missi adalah untuk dijalankan dan dituntaskan, kebenaran adalah untuk dipelihara dan dipertahankan. Persatuan tidak mungkin menafikan kebenaran, sebab kebenaran itu jauh lebih berharga daripada persatuan.

4. ORGANISASI SEBAGAI ALAT (Organisasi Gereja: Struktur Bagi Persatuan)

), dynamic organization (organisasi dengan praktik-praktik yang tetap namun ukurannya bervariasi), dan adaptive organization (organisasi dengan praktik maupun ukuran yang bervariasi).

 Organisasi di gereja mula-mula.

   PB mencatat pembentukkan organisasi yang pertama akibat terjadinya masalah dalam pendistribusian bantuan kepada para anggota jemaat yang membutuhkan, terutama janda-janda miskin. Pembagian bantuan yang tidak merata telah memicu protes dari pihak kaum Helenistik (orang Kristen Yahudi yang berbahasa dan berbudaya Yunani) karena merasa terabaikan, protes mana khususnya dilontarkan kepada kaum Ibrani (orang Kristen Yahudi yang berbahasa dan berbudaya Ibrani). [Kisah Para Rasul 6:1.] Waktu itu para rasul terlampau sibuk dengan kegiatan-kegiatan penginjilan sehingga kurang memperhatikan pengaturan pembagian "sembako" untuk sebagian anggota jemaat yang berkekurangan. Pengangkatan tujuh orang diakon untuk mewakili para rasul dalam urusan jemaat lokal, melalui sebuah proses pemilihan dan prosedur pengukuhan, pada dasarnya adalah sebuah pembentukan organisasi sebagai perangkat gereja yang menerima pendelegasian tugas dan wewenang dari para rasul (ay. 5-6).

   "Perjanjian Baru menyingkapkan bahwa gereja yang mula-mula sudah memiliki sebuah struktur organisasi yang jelas. Struktur ini membantu memelihara kemurnian doktrin gereja dan membuat jemaat tetap fokus pada missi" [alinea pertama].

    Beberapa contoh lainnya tentang adanya sistem organisasi pada gereja yang mula-mula adalah: Pertama, ketika Paulus (waktu itu masih bernama Saulus) menerima pertobatan di Damaskus di mana Ananias, yang dalam hal ini sebagai wakil gereja, diutus menemuinya dan kemudian membaptiskannya (Kis. 9:10-17). Kedua, tatkala Paulus sesudah pertobatannya diarahkan oleh Roh Kudus untuk menghadap para pemimpin gereja di Yerusalem untuk melaporkan tentang pelayanan penginjilannya sebagai seorang Kristen (Kis. 9:26-30). Ketiga, saat Paulus memanggil para pimpinan dan pengurus jemaat Efesus untuk menasihati dan memberi pengarahan (Kis. 20:17, 27-32). Keempat, waktu para pemimpin gereja di Yerusalem mengutus Petrus dan Yohanes untuk melihat kegiatan penginjilan di kota Samaria (Kis. 8:14).

    Kelima, bilamana sebuah delegasi dari jemaat Antiokhia yang dipimpin langsung oleh Paulus dan Barnabas menghadap para pemimpin gereja di Yerusalem untuk menjernihkan masalah kewajiban sunat atas orang-orang Kristen non-Yahudi sebagaimana dituntut oleh orang-orang Kristen Yahudi yang datang dari Yudea. Pertemuan tersebut, yang juga telah digunakan oleh Paulus untuk melaporkan kemajuan pekerjaan penginjilan di luar Yerusalem, oleh sebagian orang disebut sebagai konsili pertama--atau dalam konteks Gereja MAHK adalah "Rapat General Conference" pertama--yang tercatat dalam Alkitab (Kis. 15:1-22). Keputusan rapat penting itu, yang antara lain membebaskan kewajiban sunat bagi orang-orang Kristen bukan Yahudi, kemudian disebarluaskan dalam bentuk surat keputusan yang dikirim ke jemaat-jemaat terkait yang menghadapi perbedaan pendapat soal sunat (ay. 23), dan kemudian juga dilaporkan secara langsung oleh Paulus dan Silas kepada berbagai jemaat di kota-kota yang disinggahi mereka (Kis. 16:4).

     "Konsili Yerusalem menyelamatkan gereja abad pertama dari perpecahan serius. Organisasi gereja dengan kewenangan administratif adalah penting dalam memelihara integritas doktrin dari gereja Perjanjian Baru. Dalam contoh ini, wakil-wakil dari jemaat setempat diutus ke Yerusalem untuk berpartisipasi dalam diskusi-diskusi tentang doktrin yang mempunyai dampak serius bagi masa depan gereja" [alinea keenam: tiga kalimat pertama].

     Apa yang kita pelajari tentang praktik organisasi di gereja yang mula-mula?

1. Organisasi bukan hanya sekadar "wadah" yang menghimpun orang-orang dengan pandangan yang sama, tapi juga merupakan "alat" untuk mencapai tujuan-tujuan bersama. Gereja pada zaman rasul-rasul telah menerapkan prinsip-prinsip berorganisasi, meski dalam pengertian dan penerapan yang masih terbatas.

2. Gereja yang aktif dan tertata membutuhkan sebuah organisasi, selain untuk memelihara kemurnian doktrin juga untuk melaksanakan berbagai program terutama usaha penginjilan. Allah adalah Tuhan yang teratur, Ia menghendaki gereja-Nya juga memiliki keteraturan dalam penatalaksanaannya.

3. Dalam pengertian tertentu "organisasi" dapat disebut sebagai "sistem," dan mereka yang tidak bekerja dalam organisasi sering dianggap sebagai berada "di luar sistem." Namun satu pesan perlu disampaikan: Organisasi gereja adalah alat Tuhan demi kepentingan penginjilan, bukan untuk diperalat manusia demi kepentingan diri sendiri!

5. PERSATUAN ATAU PERPECAHAN? (Menggapai Persatuan)

 Kristus sebagai faktor pemersatu.

   Sebelum kita bersatu di dalam gereja sebagai kelompok, lebih dulu kita harus bersatu dengan Kristus sebagai pribadi (Yoh. 6:56; 15:4-6). Penyatuan diri dengan Kristus membawa kita ke dalam persatuan dengan orang-orang lain di dalam gereja sebagai sebuah keluarga Allah (Ef. 2:19; 1Tim. 3:15). Layaknya sebuah keluarga, meskipun ada perbedaan-perbedaan tetapi semuanya adalah satu. Dalam satu keluarga biologis saja terdapat perbedaan di antara anggota-anggota keluarga itu, baik dalam hal sikap, pendapat maupun perasaan. Dalam sebuah keluarga gerejawi yang jauh lebih besar dan lebih kompleks dari keluarga kita di rumah, persatuan menjadi hal yang sungguh penting. Bersyukurlah bahwa Yesus sudah mendoakan "supaya mereka semua menjadi satu" (Yoh. 17:20-23). Di mana Yesus disambut, di situ persatuan dianugerahkan.

     "Semakin dekat kita datang kepada Yesus, bertambah dekat kita kepada satu sama lain. Kita melihat dengan penglihatan rohani yang baru. Roh Kristus menyanggupkan kita untuk saling memandang secara berbeda. Hal-hal kecil yang pernah mengganggu kita dibingkai oleh kasih karunia Kristus. Permusuhan yang tersimpan di hati ditanggalkan dalam terang kasih karunia-Nya yang cemerlang. Dendam dan perselisihan lama sebanyak mungkin dikesampingkan. Penghalang-penghalang diruntuhkan. Injil menyembuhkan hubungan-hubungan yang rusak" [alinea pertama].

    Jemaat Korintus di abad pertama terancam perpecahan antara lain karena masalah sektarianisme, yaitu klik-klikan, siapa adalah pengikut siapa. Menanggapi isu ini secara terang-terangan Paulus mengungkapkan apa yang didengarnya tentang mereka melalui "orang-orang dari keluarga Kloë" (1Kor. 1:11). Kloë adalah wanita pebisnis, kemungkinan seorang Kristen, yang juga mengenal Paulus sebagai pengusaha tenda. Untuk kepentingan perusahaannya wanita ini atau keluarganya sering mengadakan perjalanan bisnis bolak-balik antara Korintus dan Efesus (kota tempat tinggal Paulus dari mana dia menulis surat yang pertama kepada jemaat Korintus). Dalam suratnya itu sang rasul menulis: "Yang aku maksudkan ialah, bahwa kamu masing-masing berkata: Aku dari golongan Paulus. Atau aku dari golongan Apolos. Atau aku dari golongan Kefas. Atau aku dari golongan Kristus. Adakah Kristus terbagi-bagi? Adakah Paulus disalibkan karena kamu? Atau adakah kamu dibaptis dalam nama Paulus?" (ay. 12-13; huruf miring ditambahkan). Yesus Kristus tak bisa dipecah-pecah, tapi jemaat-Nya bisa.

Faktor-faktor pemersatu lainnya.

    Ada faktor-faktor yang menyebabkan perpecahan, tapi ada juga faktor-faktor yang berkontribusi untuk persatuan. Antara lain adalah cara penanganan yang bijaksana tapi tegas terhadap pelanggaran (Mat. 18:15-20); berhimpun untuk doa bersama-sama (Kis. 1:14; 12:5, 12); dan giat melakukan perintah Yesus untuk menginjil (Mat. 28:16-20). Tetapi faktor yang paling penting untuk memelihara persatuan gereja adalah kesungguh-sungguhan para pemimpin yang ditunjukkan dalam sikap rendah hati yang tidak memihak terutama ketika menangani perselisihan di jemaat. Kepemimpinan rohani adalah kepemimpinan yang bersifat melayani seperti hamba (servitude leadership), sebagaimana dicontohkan oleh Yesus Kristus sendiri, bukan kepemimpinan yang minta dilayani (to-be-served leadership) seperti lagaknya pejabat publik.

    "Mengharapkan atau mengimpikan persatuan tidak menggapai hal itu. Gereja Perjanjian Baru berdoa bersama dan bercengkerama bersama. Mereka belajar Firman Allah bersama-sama, dan dengan bersama-sama mereka membagikan iman mereka. Berdoa, belajar Alkitab, dan bersaksi adalah unsur-unsur berkuasa yang menciptakan, memelihara, dan menopang persatuan gereja...Sebuah jemaat yang hidup, dinamis, bersatu dan dibangunkan kembali adalah yang anggota-anggotanya berdoa bersama-sama, mempelajari Firman Allah, dan menjangkau keluar kepada masyarakat di tempat mereka" [alinea terakhir: empat kalimat pertama dan kalimat terakhir].

    Pena inspirasi menulis: "Rahasia persatuan terdapat dalam kesetaraan umat percaya di dalam Kristus. Alasan dari semua perpecahan, perselisihan, dan perbedaan terdapat dalam keterpisahan dari Kristus. Kristus adalah pusat terhadap mana semua harus ditarik; sebab kian dekat kita menghampiri pusat itu, kian rapat kita akan datang bersama-sama dalam perasaan, dalam simpati, dalam kasih, bertumbuh kepada tabiat dan citra Yesus. Bersama Allah tidak ada orang-orang terhormat" (Ellen G. White, Selected Messages, buku 1, hlm. 259).

 Apa yang kita pelajari tentang faktor-faktor untuk menggapai persatuan?

1. Yesus Kristus adalah faktor terpenting untuk persatuan gereja ataupun jemaat, segala yang lainnya hanyalah suplemen. Lebih dari itu, Yesus sendiri menghendaki dan mendoakan persatuan bagi para pengikut-Nya.

2. Klik-klikan (sektarianisme) di jemaat merupakan sumber perpecahan paling potensial, sejak zaman rasul-rasul hingga sekarang. Banyak kasus perpecahan di jemaat yang dipicu oleh pertikaian pribadi antara orang-orang berpengaruh yang kemudian melibatkan massa (anggota-anggota jemaat). Kesetaraan yang Kristiani adalah jawabnya.

3. Hubungan gereja dengan Kristus adalah hubungan tiga dimensi: a. Ia adalah Kepala bagi Gereja sebagai "tubuh Kristus"; b. Ia adalah Batu Penjuru bagi Gereja sebagai "rumah rohani"; c. Ia adalah Pusat bagi Gereja sebagai "keluarga Allah." Yesus Kristus berada di atas, di bawah, dan di tengah jemaat-Nya.

PENUTUP

    Pekerjaan Tuhan menuntut persatuan.

   Tuhan telah mempercayakan pekerjaan-Nya kepada manusia, yaitu pria dan wanita yang "dipanggil dari dunia dan diutus kembali ke dunia" sebagai wakil-wakil Kristus. Gereja adalah semacam "pusdiklat" (pusat pendidikan dan pelatihan) bagi para pengikut Kristus untuk diperlengkapi dan disiapkan bagi pekerjaan-Nya. Gereja akan secara sempurna mewakili kemuliaan Tuhan di hadapan dunia apabila ada persatuan di dalamnya. Rasul Paulus berkata, "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar" (2Kor. 3:18).

    Sebagaimana murid-murid Yesus yang pertama itu terdiri atas orang-orang dengan latar belakang dan kepribadian yang berbeda-beda, demikianlah keadaan Jemaat Tuhan dewasa ini. Anda dan saya adalah orang-orang yang berbeda namun telah dipanggil untuk melaksanakan satu missi yang sama. "Dalam rangka melanjutkan dengan sukses pekerjaan untuk mana mereka telah dipanggil, orang-orang yang berbeda dalam karakteristik alami dan dalam kebiasaan hidup ini perlu datang ke dalam kesatuan perasaan, pemikiran, dan tindakan. Persatuan ini merupakan tujuan Kristus untuk dicapai" [kalimat ketiga dan keempat].

    "Hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga" (Flp. 2:2-4).

DAFTAR PUSTAKA:
1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan—Pedoman Pendalaman Alkitab , Indonesia Publishing House: Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, Face Book.