Kamis, 15 Agustus 2013

Bertobat, Apa Dan Mengapa?

"PENGAKUAN DAN PERTOBATAN: SYARAT KEBANGUNAN ROHANI"

PENDAHULUAN
   
    Dosa dan akibatnya. Kitabsuci menegaskan bahwa "semua orang telah berbuat dosa" (Rm. 3:23), dan jika kita menyangkal "bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri" (1Yoh. 1:8). Secara gamblang juga Alkitab mendefinisikan bahwa "dosa ialah pelanggaran hukum Allah" (1Yoh. 3:4), dan "upah dosa ialah maut" (Rm. 6:23). Keberdosaan manusia adalah sesuatu yang mutlak dan tak bisa disangkal--anda mengakuinya atau tidak--dan kematian adalah akibatnya. Maut (Grika: θάνατος, thanatos) dalam hal ini bukan sekadar kematian yang biasa terjadi sekarang ini, misalnya akibat penyakit atau kecelakaan, melainkan kebinasaan atau kematian kekal.

    Dosa dan kematian sudah demikian berkuasa atas manusia sejak permulaan, tetapi kedua hal itu tidak akan berkuasa untuk selamanya. Allah dalam kasih-Nya yang tak terpahami telah menyediakan suatu solusi yang ajaib. "Sebab kematian masuk ke dalam dunia dengan perantaraan satu orang, begitu juga hidup kembali dari kematian diberikan kepada manusia dengan perantaraan satu orang pula. Sebagaimana seluruh manusia mati karena tergolong satu dengan Adam, begitu juga semua akan dihidupkan karena tergolong satu dengan Kristus" (1Kor. 15:21-22, BIMK). Perhatikan, frase "semua akan dihidupkan" di sini bukan berarti untuk setiap orang tanpa kecuali, melainkan hanya bagi mereka yang "tergolong satu dengan Kristus." Bagaimana supaya menjadi satu dengan Kristus? Caranya ialah dengan percaya kepada-Nya, mengakui dosa dan bertobat.

    "Di seluruh Kitabsuci, baik pertobatan maupun pengakuan telah menyediakan jalan bagi kebangunan rohani. Allah senantiasa menyiapkan umat-Nya untuk melakukan satu pekerjaan besar bagi Dia dengan menuntun mereka kepada dukacita yang saleh atas dosa-dosa mereka. Sekali kita menyadari dosa-dosa kita dan mengakuinya, kita berada di jalur untuk memperoleh kemenangan atas dosa-dosa itu" [alinea pertama].

    Dosa dan pertobatan. Sebagai orang berdosa anda dan saya tidak bisa luput dari maut. Tetapi ada jalan keluar agar kita luput dari hukuman dosa, yaitu menjadi "satu dengan Kristus." Bagaimana caranya manusia dapat disatukan dengan Kristus, dan dengan demikian luput dari ancaman kematian abadi? Firman Tuhan berkata, "Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan" (Kis. 3:19). Dosa mengakibatkan kematian sedangkan pertobatan menghasilkan pengampunan (Mrk. 1:4; Luk. 3:3), tetapi kalau tidak bertobat semua akan binasa (Luk. 13:5). Pertobatan adalah jalan keluar bagi kematian akibat dosa, namun waktu dan kesempatan yang diberikan untuk bertobat itu harus dimanfaatkan (Why. 2:21-22). Yohanes Pembaptis mengingatkan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!" (Mat. 3:2; huruf miring ditambahkan).

    Kata asli (Grika) untuk "bertobat" dalam PB adalah μετανοέω, metanoeō, atau metanoia, yaitu sebuah kata-kerja yang secara harfiah artinya "berubah pikiran," dan dalam pengertian rohani berarti "berubah pikiran kepada hal yang lebih baik" atau "sungguh-sungguh berubah dengan membenci dosa-dosa masa lalu." Pasangan kata untuk "bertobat" dalam PL adalah "berbalik" yang dalam bahasa aslinya (Ibrani) yaitu תשובה, teshuva, seperti yang digunakan antara lain dalam Ul. 30:2, Yoel 2:14, Yun. 3:9.

     "Dalam pelajaran pekan ini, kita akan menelusuri pentingnya pertobatan sejati dalam pencurahan Roh Kudus sebagaimana hal itu dinyatakan dalam kitab Kisah Para Rasul. Kita juga akan membedakan pertobatan yang sejati dengan pertobatan yang palsu. Lebih dari itu semua, kita akan menemukan bahwa pertobatan merupakan sebuah karunia yang Roh Kudus berikan dalam rangka menolong kita untuk memantulkan kasih Yesus kepada orang-orang di sekitar kita" [alinea terakhir].

1. HATI YANG DISADARKAN (Pertobatan: Karunia Allah)

    Bertobat oleh Roh Kudus. Semuanya berawal dari kesadaran. Anda tidak akan pernah mengakui dosa dan bertobat kalau anda tidak merasa berdosa. Dalam doanya raja Daud berkata, "Basuhlah segala kejahatanku; bersihkanlah aku dari dosaku. Sebab kuakui kesalahan-kesalahanku, dosaku selalu kuingat-ingat" (Mzm. 51:4-5, BIMK). Dalam cara yang lain rasul Paulus mengakui keberdosaannya dengan menyatakan, "Saya tahu bahwa tidak ada sesuatu pun yang baik di dalam diri saya; yaitu di dalam tabiat saya sebagai manusia. Sebab ada keinginan pada saya untuk berbuat baik, tetapi saya tidak sanggup menjalankannya. Saya tidak melakukan yang baik yang saya ingin lakukan; sebaliknya saya melakukan hal-hal yang jahat yang saya tidak mau lakukan. Kalau saya melakukan hal-hal yang saya tidak mau lakukan, itu berarti bukanlah saya yang melakukan hal-hal itu, melainkan dosa yang menguasai diri saya" (Rm. 7:18-20, BIMK).

    Bagaimana kita disadarkan akan keberdosaan kita, yang kemudian menuntun kepada pengakuan dosa dan pertobatan? Ini adalah salah satu dari fungsi Roh Kudus. Sebagaimana kata Yesus menjelang kenaikan-Nya ke surga, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman" (Yoh. 16:7-8; huruf miring ditambahkan). Kata asli untuk "Penghibur" (versi BIMK menggunakan kata "Penolong") adalah παράκλητος, paraklētos, yang dalam bahasa Grika (Yunani purba) merupakan sebuah bentuk kata pasif yang pengertian asilnya adalah "dipanggil mendampingi seseorang" untuk maksud menolong dan menghibur. Di sini penyebutan Roh Kudus (Grika: ἁγίου πνεύματος, hagiou pneumatos) adalah menurut fungsi-Nya, yakni sebagai "penghibur/penolong" yang sekaligus juga untuk menginsafkan (=menyadarkan) manusia akan dosa mereka.

     Kita melihat di sini bahwa pertobatan--seperti yang dialami oleh Daud dan Paulus--merupakan sebuah hasil dari pengalaman rohani yang dicetuskan oleh Roh Kudus di dalam hati sanubari mereka. Tidak heran kalau Daud memohon kepada Tuhan, "janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mzm. 51:13). Dan untuk mempertahankan kehidupan yang mampu mengalahkan dosa, Paulus menasihati: "Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging...Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh" (Gal. 5:16, 25).

    Pengalaman pertobatan. Ketika dihadapkan dalam persidangan Mahkamah Agama Yahudi yang dipimpin oleh imam besar, Petrus dengan lantang berkata: "Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia" (Kis. 5:29-32; huruf miring ditambahkan).

    "Petrus menyampaikan dua hal penting. Pertama, pertobatan adalah sebuah karunia. Sementara kita membuka hati kita kepada dorongan Roh Kudus, Yesus memberikan kepada kita karunia pertobatan. Kedua, murid-murid itu sendiri telah menyaksikan dalam hidup mereka sendiri tentang realitas pertobatan. Mereka tidak saja mengkhotbahkan pertobatan, mereka mengalami hal itu" [alinea kedua].

    Pertobatan bukan sebuah inisiatif yang berasal dari hati yang dikuasai oleh dosa, melainkan dari hati yang dipengaruhi oleh Roh Kudus. Pertobatan juga bukan hasil dari sebuah kesimpulan kognitif dari kerja otak yang secerdas apapun, bukan pula hasil pencerahan atau perenungan filosofis. Pertobatan adalah semata-mata cetusan hati yang disadarkan oleh Roh Kudus yang dikarunia Tuhan kepada orang-orang yang menyediakan hati mereka untuk dipengaruhi oleh Roh-Nya.

     "Adalah 'kebaikan Allah' yang menuntun kita kepada pertobatan; itu adalah kuasa meyakinkan dari Roh Kudus yang membawa kita kepada kesadaran akan kebutuhan kita untuk Juruselamat yang mengampuni dosa. Sementara itu, kita harus ingat bahwa Roh Kudus tidak mengisi hati yang tidak bertobat (Rm. 2:8; Kis. 2:38-39; 3:19). Roh Kudus mengisi hati yang dikosongkan dari ambisi cinta diri, dari keinginan penghargaan pribadi, dan dari dorongan untuk kejayaan pribadi" [alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].

    Apa yang kita pelajari tentang pertobatan sebagai karunia Allah?

1. Seseorang yang pernah mengalami bagaimana Roh Allah bekerja di hatinya akan selalu memiliki kerinduan untuk dituntun oleh Roh itu. Ketika Roh Kudus menginsafkan seseorang akan dosanya orang itu mungkin akan merasa sedih, tetapi Roh yang sama akan menghiburkannya dengan janji pengampunan Allah.

2. Pertobatan dimulai dari kesadaran akan keberdosaan, dan kesadaran itu adalah hasil dari pekerjaan Roh Kudus di dalam hati. Pertobatan adalah suatu pengalaman rohani yang hanya bisa dipahami oleh pribadi yang mengalaminya.

3. Pertobatan adalah salah satu karunia Allah yang paling berharga bagi manusia oleh karena apa yang dihasilkan oleh pertobatan itu, yakni keselamatan abadi. Pertobatan bukan hasil penemuan ilmiah atau gagasan pikiran manusiawi, itulah sebabnya pertobatan tidak dapat diselami dan diuraikan sebagai sebuah teori.

2. FOKUS PADA KASIH KARUNIA, BUKAN PADA DOSA (Pertobatan Sejati Didefinisikan)

   Dukacita yang membahagiakan.
   
   Pertobatan selamanya adalah hasil dari pergumulan batin, terkadang merupakan sebuah pergumulan yang panjang. Karena itu saat seseorang mengambil keputusan untuk bertobat--maksudnya: sungguh-sungguh bertobat!--biasanya sampai berderai airmata. Dalam banyak kasus, pertobatan bukan sekadar berhenti dari sesuatu tetapi berpisah dengan sesuatu yang selama bertahun-tahun telah menemani hidup seseorang. Kita menyebut sesuatu itu sebagai "dosa kesayangan" yang sebelumnya kita anggap tidak mungkin untuk ditinggalkan oleh sebab dosa itu sudah menjadi bagian dari diri kita untuk waktu yang panjang. Berpisah dengan dosa kesayangan seringkali lebih berat dari berpisah dengan sanak keluarga, karena kita merasakan seperti ada sesuatu yang terkelupas dan tertanggalkan dari jiwa maupun hati kita.

    Rasul Paulus telah menyurati orang-orang Kristen di Korintus dan menegur mereka dengan cukup keras sehingga dia khawatir jangan-jangan jemaat itu menjadi tersinggung dan membenci dirinya. Karena kesibukannya di wilayah Makedonia, Paulus telah mengutus Titus untuk melawat mereka dan anak muda ini telah kembali dengan laporan yang melegakan hati. Maka diapun menyurati mereka untuk kedua kalinya yang isinya antara lain tertulis, "Hati kami terhibur bukan saja karena Titus sudah datang, tetapi juga karena ia melaporkan bagaimana hatinya terhibur oleh kalian," katanya (2Kor. 7:7, BIMK). Lebih lanjut dia menulis tentang pertobatan mereka: "Tetapi saya senang sekarang -- bukan karena hatimu menjadi sedih, melainkan karena kesedihanmu itu membuat kelakuanmu berubah. Memang kesedihanmu itu sejalan dengan kehendak Allah. Jadi, kami tidak merugikan kalian. Sebab kesedihan seperti itu menghasilkan perubahan hati yang mendatangkan keselamatan...Coba kalian perhatikan apa hasilnya padamu oleh kesedihan yang sejalan dengan kehendak Allah! Hasilnya ialah kalian sungguh-sungguh berusaha untuk menjernihkan kekeruhan! Kalian menjadi benci terhadap dosa, kalian takut, kalian rindu, kalian menjadi bersemangat, kalian rela menghukum yang bersalah!" (ay. 9-11, BIMK).

     "Pertobatan adalah dukacita karena dosa yang diprakarsai Allah. Itu juga termasuk sebuah keputusan untuk meninggalkan dosa-dosa tertentu apapun yang Roh Kudus peringatkan (Yeh. 14:6, Za. 1:4). Pertobatan sejati tidak membawa orang Kristen ke dalam suatu keadaan depresi berat akibat keadaan atau kelakuan mereka yang berdosa. 'Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan' (2Kor. 7:10, TB). Gantinya, hal itu menuntun kita untuk memusatkan pikiran pada kebenaran Yesus, bukan keberdosaan kita. Itu menghasilkan suatu 'kesungguhan' dengan 'mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan' (2Kor. 7:11, Ibr. 12:2)" [alinea pertama].

    Pengakuan Paulus. Menyadari keberdosaannya, sang rasul berkata: "Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: 'Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,' dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya" (1Tim. 1:14-16). Perasaannya sebagai "orang yang paling berdosa" merujuk kepada tindakan penganiayaannya yang kejam terhadap orang-orang Kristen sewaktu dirinya belum bertobat. "Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju jika mereka dihukum mati. Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing" (Kis. 26:10-11).

    "Ketika rasul Paulus menyadari bahwa dia telah menganiaya Tuhan kemuliaan, dia tersungkur di atas lututnya dalam pertobatan dan pengakuan dosa yang sungguh. Sepanjang keseluruhan hidupnya dia tidak pernah bosan menceritakan kisah keberdosaannya sendiri dan kasih karunia Allah. Pertobatannya tidak membiarkan dia dalam keadaan depresi; gantinya, hal itu mengantar dia ke dalam rangkulan Juruselamat yang mengasihi dan mengampuni. Pengakuan dosanya tidak membuat dia merasa lebih bersalah dari sebelumnya. Fokusnya bukan pada betapa jahatnya dia dulu melainkan pada betapa benarnya Yesus" [alinea terakhir].

    Menurut teori psikologi, rasa bersalah digambarkan sebagai akibat dari konflik antara dua komponen kepribadian, yaitu ego dan superego. "Ego" yang bekerja berdasarkan prinsip realitas cenderung ingin melakukan hal-hal yang memuaskan keinginan id atau naluri manusiawi yang bersifat pribadi, sementara "superego" yang merupakan standar moral yang diperoleh melalui pendidikan orangtua dan lingkungan sosial maupun ajaran agama cenderung bertindak sebagai sensor yang bersifat mempersalahkan. Sebagai manusia berdosa, tiap orang memiliki masa lalu yang kelam. Setidaknya, masing-masing kita mempunyai pengalaman masa silam yang berkaitan dengan perbuatan dosa dan kesalahan yang bisa mengganggu ketenteraman jiwa secara berkepanjangan jika tidak teratasi.

    Apa yang kita pelajari tentang keberdosaan dan pertobatan sejati?

1. Perasaan berdosa dan dorongan untuk bertobat sering merupakan pengalaman batin yang mendukakan hati, tetapi hasil akhirnya adalah ketenteraman jiwa dan keselamatan kekal. Dalam pengalaman pribadi rasul Paulus, hasil pertobatannya adalah kesediaan untuk berkorban bagi pekerjaan Tuhan.

2. Kesadaran akan keberdosaan tidak perlu membuat kita larut dalam kesedihan yang berkepanjangan sebab kita memiliki kasih karunia Allah. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan" (1Yoh. 1:9).

3. Sebagai orang Kristen, rasal bersalah karena perbuatan dosa bukan sekadar pertentangan "ego" dan "superego" dalam diri kita, melainkan karena Roh Kudus yang menerangi hati kita. Pertobatan sejati adalah pekerjaan Roh Kudus, bukan akibat hukuman moral dari masyarakat.

3. BERTOBAT ITU AKTIF (Pertobatan Sejati dan Pengakuan Dosa)

    Prinsip rohani.

   Alkitab mengajarkan bahwa orang yang bersalah harus mengakui dosanya (Im. 5:5; 1Yoh. 1:9), berhenti berbuat jahat dan "belajar berbuat baik" (Yes. 1:16, 17), bertobat dan berbalik kepada Allah serta "melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu" (Kis. 20:19, 20). Prinsip rohani dari pertobatan itu bersifat aktif. Sebagaimana dosa adalah perbuatan yang aktif melawan Allah, pertobatan juga harus dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan yang aktif menurut kepada kehendak Allah.

   Jadi, orang yang sungguh-sungguh sudah bertobat dari dosanya akan menunjukkan perubahan kelakuan, dari kecenderungan melakukan kejahatan kepada kecenderungan berbuat kebaikan. Pertobatan tidak menempatkan seseorang dalam wilayah netral, tetapi bertobat artinya berubah sikap dari keberpihakan kepada Setan menjadi keberpihakan kepada Tuhan. Seperti halnya berdosa itu adalah perbuatan tertentu yang nyata, bertobat juga merupakan tindakan spesifik yang jelas. "Pertobatan sejati selamanya disertai dengan pengakuan akan dosa-dosa tertentu. Roh Kudus tidak memberikan kepada kita rasa bersalah yang kabur. Ia meyakinkan kita akan kekurangan-kekurangan kita yang pasti" [alinea pertama].

    Pahala pertobatan.

   Setiap pertobatan memiliki upah, dan pahala terbesar dan paling pasti untuk pertobatan ialah pengampunan. Artinya, pertobatan anda dan saya itu tidak percuma. Sebab kalau bukan karena jaminan adanya pengampunan, buat apa mengaku dosa dan bertobat? Namun, seperti disaksikan oleh raja Daud, "Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita" (Mzm. 103:10-12).

    "Pertobatan tidak membuat Allah lebih mengasihi kita; gantinya, hal itu menyanggupkan kita untuk lebih menghargai kasih-Nya. Pengakuan dosa tidak mendapatkan pengampunan Allah; sebaliknya hal itu menyanggupkan kita untuk menerima pengampunan-Nya. Allah tidak lebih mengasihi kita bilamana kita bertobat atau kurang mengasihi kita apabila kita gagal bertobat. Kasih-Nya bagi kita adalah tetap. Satu-satunya yang tidak tetap adalah sambutan kita kepada pekerjaan Roh Kudus di dalam hidup kita" [alinea ketiga: empat kalimat terakhir].

    Aterosklerosis rohani.

   Pengerasan nadi (aterosklerosis) ialah kondisi menebalnya dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh endapan lemak, kolesterol, dan substansi lainnya. Sebagaimana kita tahu, darah dalam tubuh kita mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah, dan senyawa-senyawa tersebut yang terbawa dalam aliran darah tersangkut pada dinding-dinding pembuluh darah dan selama bertahun-tahun menumpuk di situ sebagai plak. Gaya hidup dan pola makan seseorang sangat berpengaruh dalam pembentukan plak pada pembuluh darahnya. Keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah jadi menebal dan menyempit sehingga saluran darah terhambat, dengan akibatnya adalah kerusakan jaringan yang disebut nekrosis. Bila penyempitan atau "pengerasan" pembuluh darah ini terjadi di organ-organ tubuh sangat vital seperti otak dan jantung, risikonya adalah kematian mendadak akibat pecahnya pembuluh darah.

    Dalam kehidupan rohani, kita bisa menyebut kondisi seperti itu sebagai "aterosklerosis rohani" di mana terjadi penyumbatan aliran Roh Kudus di dalam saluran hati sanubari kita, dengan akibat serupa yaitu kelumpuhan organ-organ rohani bahkan kematian rohani. "Kebenarannya ialah bahwa hati kita terhalang untuk menerima kekayaan berkat yang Allah sediakan bagi kita sementara pembuluh-pembuluh nadi rohani kita tersumbat dengan endapan dosa. Dosa membuat kita mati terhadap gerakan Roh dan membuat kita jadi lebih keras untuk menyambut Dia. Pertobatan dan pengakuan dosa membuka saluran-saluran hati rohani kita yang tersumbat sehingga kita bisa menerima hadirat dan kuasa Roh Kudus yang berlimpah" [alinea terakhir].

    Apa yang kita pelajari tentang pertobatan sejati dan pengakuan dosa?

1. Selain melahirkan pengakuan dosa, pertobatan sejati menuntun kepada penghentian perbuatan dosa dan aktifnya penurutan. Ibarat kapal yang sedang berlayar ke arah yang salah, bertobat artinya putar haluan menuju ke arah yang benar, bukan hanya berhenti dan terombang-ambing di tengah laut kehidupan.

2. Pertobatan sejati upahnya adalah pengampunan sejati. Allah menjamin bahwa setiap orang berdosa yang mengakui dosa-dosanya dan bertobat pasti diampuni. Salomo berkata, "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi" (Ams. 28:13).

3. Dosa menyebabkan penyumbatan kuasa saluran Roh Kudus sehingga mengakibatkan penumpulan hati nurani dan pemiskinan jiwa. Pengakuan dosa dan pertobatan sejati membuka kembali saluran-saluran itu, dan pada gilirannya akan membuat hati nurani kembali tajam dan jiwa menjadi kaya.


4. MOTIVASI PERTOBATAN (Pertobatan Sejati dan Palsu Dipertentangkan)

    Ketika pertobatan ditolak.

   Pertobatan berpangkal pada diri orang berdosa, pengampunan berpangkal pada Tuhan. Motivasi untuk bertobat menentukan kesungguhan pertobatan kita, dan kesungguh-sungguhan kita untuk bertobat pada gilirannya akan menentukan apakah pertobatan itu diterima Allah atau ditolak. Sebagian orang mengalami proses pertobatan yang ringkas dan tidak rumit, tetapi sebagian lagi membutuhkan waktu yang lama sebelum akhirnya bertobat setelah melalui jalan yang berbelit. Persoalannya, kita tidak pernah tahu berapa lama waktu yang tersedia bagi masing-masing orang untuk bertobat sebelum semuanya terlambat. Keterlambatan selalu merugikan, dalam hal apa saja. Namun keterlambatan untuk bertobat mengakibatkan kerugian paling besar yang bisa dialami seseorang dalam kehidupannya, sebab terlambat bertobat efeknya adalah kehilangan hidup kekal.

    Menyangkut soal pertobatan, Firaun, Bileam, Esau dan Yudas memiliki kesamaan dalam satu hal: terlambat bertobat. Selain itu, mereka semua tidak peka terhadap dosa yang mereka telah lakukan dan akibatnya terhadap orang lain. Kedua hal ini--keterlambatan untuk bertobat dan ketidakpekaan akan dosa--merupakan benang merah dalam riwayat hidup mereka. Firaun menindas orang Ibrani demi kepentingan proyek pembangunan negerinya, Bileam menganiaya keledai yang ditungganginya demi kepentingan diri sendiri, Esau memaksa ayahnya supaya memberkati dirinya demi warisan hak kesulungan, Yudas mengkhianati Tuhan demi sekantong uang. Cinta diri merupakan penghalang utama bagi seseorang untuk bertobat.

    "Satu anak kalimat dalam Ibrani 12:17, TB, merangkumnya dengan baik. Berbicara tentang Esau, ayat itu berkata, "ketika ia hendak menerima berkat itu" baru dia bertobat. Seperti halnya Firaun, Bileam dan Yudas, hati Esau tidak hancur karena kepedihan yang telah ditimbulkan oleh dosanya kepada keluarganya atau pada hati Allah. Kepeduliannya adalah atas hak kesulungan yang hilang. Dia menyesal bahwa dia tidak menerima apa yang diyakininya sebagai haknya. Motifnya tidak murni. Kesedihannya adalah terhadap dirinya sendiri. Pertobatan yang palsu terpusat pada akibat-akibat dari dosa sebagai lawan dari dosa itu sendiri" [alinea kedua].

    Ciri-ciri pertobatan sejati. 

   Dunia kita terikat dengan hukum sebab dan akibat (cause and effect) dalam setiap aspeknya. Banyak peristiwa di dunia ini yang terjadi sebagai akibat dari sesuatu sebab, baik dalam kehidupan makro maupun mikro. Alkitab mengatakan, "Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Gal. 6:7). "Hukum menabur dan menuai adalah hukum ilahi. Adalah benar bahwa dosa membawa konsekuensi-konsekuensi yang mengerikan, tetapi pertobatan tidak dipengaruhi dengan akibat-akibat negatif dari dosa. Sebaliknya, hal itu dipengaruhi dengan aib dan kesedihan yang dosa telah timbulkan pada Allah" [alinea ketiga].

     Jadi, pertobatan sejati muncul dari kesadaran yang mendalam tentang apa yang dosa kita telah buat terhadap Tuhan, yaitu mempermalukan dan menyusahkan hati-Nya. Kalau anda bertobat semata-mata karena kemalangan dan kesusahan yang menimpa diri sendiri, lalu menyadari bahwa itu terjadi sebagai akibat dari dosa-dosa anda, pertobatan itu terlalu dangkal. Sebab ketika kehidupan anda berubah menjadi senang dan makmur, dengan mudah anda akan melupakan pertobatan itu dan berbuat dosa lagi. Dalam perkataan lain, pertobatan sejati itu berorientasi pada kepedulian kita terhadap Tuhan, bukan kepedulian pada diri sendiri semata. Karena kejahatan manusia itu memilukan hati Tuhan (Kej. 6:5-6).
   Penyusun pelajaran ini menyebut tiga hal yang menjadi ciri pertobatan sejati: 1) kesedihan bahwa dosa kita telah menghancurkan hati Allah; 2) pengakuan yang sungguh atas dosa tertentu yang sudah kita lakukan; dan 3) tekad untuk berpaling dari dosa kita itu. Pertobatan yang ditandai dengan ciri-ciri seperti inilah yang dimaksudkan dengan pertobatan yang berorientasi pada kepedulian terhadap Tuhan. Jadi, dapat dikatakan bahwa "pertobatan sejati" itu digerakkan oleh kasih kepada Allah, bukan dipicu oleh cinta diri.

    "Tidak mungkin ada pertobatan sejati kecuali ada suatu reformasi yang sesuai dalam kehidupan. Sebaliknya, pertobatan palsu adalah terpusat pada diri sendiri. Itu dipengaruhi oleh akibat-akibat dari dosa kita. Itu adalah suatu keadaan emosi yang sedih oleh karena dosa-dosa kita sering membawa konsekuensi-konsekuensi negatif. Hal itu membuat alasan dan mempersalahkan orang lain. Itu tidak mempedulikan perubahan perilaku kecuali perubahan itu akan membawa keuntungan pribadi" [alinea pendalaman/huruf tebal: enam kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang bedanya pertobatan sejati dan palsu?

1. Pada prinsipnya Tuhan menerima pertobatan manusia, kecuali sudah terlambat. Biasanya seseorang berlama-lama untuk bertobat karena hendak memastikan dulu apakah pertobatan itu memang diperlukan atau tidak, dan apakah pertobatannya akan membawa keberuntungan hidup atau tidak.

2. Pertobatan mesti didahului oleh kesadaran di dalam hati sanubari. Kesungguhan untuk bertobat tidak terjadi sebagai hasil dari sebuah kalkulasi untung-rugi, apalagi karena didorong oleh niat terselubung. Allah tak mungkin dikelabui, karena "Tuhan melihat hati" (1Sam. 16:7).

3. Pertobatan sejati adalah tanda kepedulian kita terhadap dosa, bukan sekadar kepedulian pada akibat dosa. Pertobatan yang pasti disambut Allah dengan pengampunan adalah pertobatan yang dipicu oleh kasih kepada Tuhan, bukan pertobatan yang hanya karena merasa kasihan pada diri sendiri.

5. BEBAN YANG TERLEPAS (Kuasa yang Menyembuhkan dari Pengakuan Dosa)

    Pengakuan itu melegakan hati.

   Dulu ada pemeo yang mengatakan, "Mengaku supaya enteng." Sebenarnya ini adalah taktik interogasi pihak berwajib zaman dulu untuk membujuk seorang tersangka tindak kriminal supaya tidak berbelit-belit dengan iming-iming hukuman yang lebih ringan. Mengaku bersalah memang baik dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, dan yang pasti bagi orang yang berbuat salah lalu mengaku hal itu berguna bagi dirinya sendiri secara kejiwaan. Biasanya, orang yang mengaku kesalahannya juga akan meminta maaf, dan hal itu melegakan hati. "Bilamana kita mencari pengampunan dalam suatu hubungan kemanusiaan, resolusi dari rasa bersalah itu dapat memperkokoh rasa cinta dalam hubungan itu," kata Dr. Christina P. Lynch, staf pengajar psikoterapi pada St. John Vianney Theological Seminary, Hacienda Heights, California. "Demikian juga, apabila kita memohon pengampunan dosa melalui pengakuan, kita memiliki kesempatan untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa sebagai seorang anak Tuhan."

    "Pengakuan membedah borok kesalahan dan membiarkan nanah beracun dari dosa untuk mengalir keluar. Pengakuan itu menyembuhkan dalam banyak hal. Hal itu membuka hati untuk menerima kasih karunia Allah. Melalui pengakuan kita menerima pengampunan yang Kristus tawarkan dengan bebas kepada kita dari Salib. Pengakuan itu menyembuhkan oleh sebab hal itu membiarkan kita untuk menerima kasih karunia. Pengakuan juga meruntuhkan penghalang di antara kita dengan orang-orang lain. Hal itu memperbaiki hubungan-hubungan" [alinea pertama].

    Begini kesaksian raja Daud tentang pengakuan dosa dan pengampunan yang ditulisnya untuk mengenang skandal perselingkuhannya dengan Batsyeba: "Berbahagialah orang yang dosanya diampuni, dan kesalahannya dimaafkan. Berbahagialah orang yang kejahatannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan yang tidak suka menipu. Selama aku tidak mengakui dosaku, aku merana karena mengaduh sepanjang hari. Siang malam Engkau menekan aku, Tuhan, tenagaku habis seperti diserap terik matahari. Lalu aku mengakui dosaku kepada-Mu, kesalahanku tak ada yang kusembunyikan. Aku memutuskan untuk mengakuinya kepada-Mu, dan Engkau mengampuni semua dosaku" (Mzm.32:1-5, BIMK).

    Hati nurani dan rasa bersalah.

   Apa itu "hati nurani"? Ada berbagai pandangan yang berbeda perihal hati nurani, atau bisikan kalbu. Banyak orang sepakat bahwa dalam diri setiap insan ada semacam "otoritas moral" yang berbisik di dalam kalbu dan senantiasa mengingatkan kita perihal prinsip-prinsip yang sehat untuk diterapkan pada sesuatu keadaan, tentang hal yang patut dan tidak patut. Tetapi dari mana sumber suara bisikan itu, dan standar moral apa yang dijadikan patokan? Dalam satu kelompok masyarakat yang sama, dan yang menjunjung nilai-nilai yang sama, bisa saja anggota-anggota masyarakat tersebut memiliki pandangan hati nurani yang tidak sama dan sebangun. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa hati nurani itu bersifat khas dan pribadi, bukan sesuatu yang seragam dan merata. Apakah hati nurani merupakan suatu kecakapan berpikir seseorang yang berfungsi mewakili pengetahuan moral yang dimiliki orang itu?
   Rasul Paulus membuat pernyataan pribadi mengenai hati nurani. Katanya, "Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia" (Kis. 24:16; huruf miring ditambahkan). Di sini sang rasul hendak mengatakan bahwa dia selalu memelihara perkataan dan perbuatannya selaras dengan sistem nilai yang ditentukan Allah. Sebab hati nurani manusia bisa saja tercemar, karena itu perlu dijaga kemurniannya. Pencemaran hati nurani dapat terjadi oleh pengaruh duniawi, termasuk pengaruh lingkungan pergaulan dan tatanan moral masyarakat luas yang berlawanan dengan tatanan nilai ilahi, yang secara sadar atau tidak bisa terserap dan teradopsi sehingga mengubah kemurnian hati nurani. Kata asli untuk "hati nurani" dalam ayat ini adalah συνείδησις, suneidēsis, yaitu "kesadaran moral." Kita tidak menemukan istilah "hati nurani" dalam PL, yang berarti tidak ada padanan kata tersebut dalam bahasa Ibrani. Kemungkinan karena konsep berpikir orang Yahudi yang bersifat komunal sebagai satu "umat pilihan" gantinya sebagai satu bangsa dengan ciri individual.

    Hati nurani berhubungan erat dengan rasa bersalah dan pengakuan kesalahan. Ketika kita menyadari telah berbuat suatu kesalahan, hati nurani akan menggerakkan kita untuk mengakui kesalahan tersebut. Rasa bersalah yang terus dipendam dapat merusak jiwa seseorang, sebaliknya rasa bersalah yang diakui dan dimaafkan akan membuat jiwa terasa bebas. Begitu juga, dosa yang tidak diakui dan diampuni selalu akan merongrong jiwa, tetapi beban dosa yang dibawa ke kaki Yesus untuk diampuni akan memerdekakan jiwa.

    "Ada waktu-waktu kita mungkin telah mengakui dosa-dosa kita tapi masih merasa bersalah. Mengapa? Salah satu penyebabnya mungkin karena setan berusaha hendak merampok jaminan keselamatan itu dari kita. Dia suka mencuri diam-diam jaminan berkat pengampunan dan keselamatan yang kita miliki dalam Yesus. Kedua, barangkali Roh Kudus sedang menunjuk sesuatu di antara kita dan orang lain. Kalau kita sudah menyakiti orang lain, hati nurani kita yang gelisah akan ditenangkan apabila kita mengakui kesalahan kita terhadap orang yang kita telah sakiti itu" [alinea terakhir].

    Apa yang kita pelajari tentang pengakuan dosa yang melegakan hati?

1. Hati nurani adalah bagian dari kepribadian kita yang sudah tertanam dalam diri manusia sejak penciptaan. Setiap orang memiliki hati nurani yang berguna untuk mengingatkan kita terhadap kesalahan dan dosa, sesuai dengan standar moral yang Allah tanamkan.

2. Dalam banyak hal hati nurani menjadi sebagai "sensor moral" yang berfungsi seperti pagar yang membatasi kita agar tidak berbuat hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ilahi. Ketika kita melangkahi pembatas itu maka alarm hati nurani akan berbunyi, membisikkan kesalahan dan pelanggaran kita.

3. Seorang yang hidupnya dibimbing oleh hati nurani yang murni dan bersih akan selalu digerakkan untuk mengakui kesalahan dan memohon pengampunan setiap kali orang itu melanggar, apapun penyebab dari pelanggarannya. Allah "menyelidiki hati nurani" (Rm. 8:27).

PENUTUP

    Pengakuan yang diperkenan Allah.

   Pengakuan dosa bertujuan untuk pengampunan dosa, tetapi pengakuan dosa harus dibarengi dengan pertobatan. Bertobat artinya berhenti berbuat dosa dan berubah. Pertobatan sejati didorong oleh perpaduan dari niat dan tekad untuk mengamalkan suatu kehidupan yang diubahkan, dari sebuah kehidupan yang lemah terhadap godaan dosa kepada kehidupan yang tegar untuk melawan dosa.

     "Pengakuan dosa tidak akan berkenan kepada Allah tanpa pertobatan dan pembaruan yang tulus. Harus ada perubahan yang diniatkan dalam kehidupan; segala hal yang menyakiti hati Allah mesti disingkirkan. Ini akan menjadi hasil dari kesedihan yang murni akan dosa. Tugas yang harus kita kerjakan di pihak kita terbentang dengan jelas di depan kita: 'Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!" Yesaya 1:16-17" [empat kalimat pertama].

    "Sebab itu, marilah kita mendekati Allah dengan hati yang tulus dan iman yang teguh; dengan hati yang sudah disucikan dari perasaan bersalah, dan dengan tubuh yang sudah dibersihkan dengan air yang murni. Hendaklah kita berpegang teguh pada harapan yang kita akui, sebab Allah bisa dipercayai dan Ia akan menepati janji-Nya" (Ibr. 10:22-23, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:
1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan
2. Loddy Lintong, California-U.S.A.