Jumat, 21 Februari 2014

7. MEMURIDKAN KAUM MARJINAL.


"YESUS DAN ORANG BUANGAN"

PENDAHULUAN

   Mengartikan kemiskinan.

   Suatu hari seorang pengusaha kaya mengajak putranya yang masih remaja meninjau ke sebuah kawasan pertanian di luar kota yang penduduknya hidup sederhana. Tujuannya ialah untuk menanamkan dalam diri anaknya rasa ngeri terhadap kemiskinan. Sang ayah berharap dengan menimbulkan rasa takut miskin maka anaknya akan   memiliki ambisi bisnis yang besar. Mereka berada di wilayah itu sampai malam turun. Dalam perjalanan pulang mengendarai mobil mewah yang dikemudikan supir, ayah dan anak yang duduk di jok belakang itu bercakap-cakap.
   "Bagaimana dengan kunjungan kita tadi?" tanya sang ayah. "Wah, luar biasa," sahut anaknya. "Kamu perhatikan petani-petani miskin itu?" ayahnya bertanya lagi. "Oh, tentu saja," jawab anaknya. "Coba ceritakan apa kesan-kesan yang kamu dapat dari kunjungan kita hari ini, dan bagaimana kamu membandingkan keadaan kita dengan keadaan mereka," kata ayahnya. Inilah yang dikatakan oleh anak remaja itu kepada ayahnya:

   "Saya melihat, kita punya kolam renang yang airnya harus sering dikuras, tapi orang-orang itu punya sungai kecil yang airnya jernih alamiah dan terus mengalir. Kita punya beberapa lampu taman untuk menerangi halaman rumah kita, sedangkan mereka punya jutaan bintang yang berkelap-kelip di langit. Halaman depan rumah kita cuma sampai ke gerbang, tapi halaman depan rumah mereka jauh mencapai garis horison. Kita tinggal di rumah besar dengan halaman yang sempit, mereka tinggal di rumah yang kecil tapi dengan halaman sangat luas dan tidak terbatas. Kita harus membeli makanan, mereka hanya tinggal mengambilnya saja dari kebun sendiri. Kita kerepotan waktu pembantu-pembantu rumahtangga mudik, mereka tidak pernah repot karena melayani satu sama lain. Halaman rumah kita dikelilingi pagar tinggi seperti penjara, sedangkan halaman rumah mereka terbuka luas dan bebas. Kita menggaji satpam untuk menjaga rumah kita sebab kita hidup dalam ketakutan, tapi mereka hidup tanpa rasa takut karena mereka saling melindungi. Kesimpulannya, orang-orang kampung itu jauh lebih kaya dari kita."
   Karena ayahnya diam saja, anak itu menoleh ke samping dan melihat ayahnya sudah tersandar pulas di jok. Entah sudah berapa lama ayahnya tertidur, mungkin sejak dia tidak sanggup lagi mendengar khotbah anaknya yang tidak disangka-sangka itu. Perlahan anak itu membangunkan ayahnya dengan tepukan lembut di bahu sambil berkata, "Terimakasih, ayah, karena sudah memberi saya kesempatan pada hari ini untuk menyadari betapa miskinnya keluarga kita..."

1.   MENILAI KEMISKINAN (Masyarakat Kelas Bawah)
   Pada kelompok mana anda tergolong? Dalam sosiologi dikenal apa yang disebut "stratifikasi sosial" (social stratification), yaitu sebuah konsep yang menggolongkan manusia secara hierarki (bertingkat-tingkat) berdasarkan ukuran-ukuran penilaian tertentu seperti pemilikan kekayaan, kekuasaan, dan kehormatan serta penguasaan ilmu pengetahuan. Pada masyarakat Barat, penggolongan strata sosial biasanya hanya tiga: golongan atas (upper class), golongan menengah (middle class), dan golongan bawah (lower class).

   Menurut penafsiran moderen, mereka yang masuk dalam golongan atas adalah orang-orang yang kaya raya dan biasanya memiliki kekuasaan politik. Golongan menengah ialah mereka yang terdiri atas kaum profesional dan kelompok yang lazim disebut "pekerja kerah putih" (white-collar workers), yakni para pekerja kantoran dengan ciri khas kaum prianya pakai dasi dan kaum wanitanya pakai sepatu bertumit tinggi. Dalam kelompok ini termasuk dosen, eksekutif muda, dokter, pegawai negeri eselon, dan lain-lain. Sedangkan golongan bawah ialah orang-orang yang biasanya dijuluki golongan pekerja (working class) atau juga "pekerja kerah biru" (blue-collar workers), yaitu mereka yang bekerja mengenakan baju seragam pabrik atau yang mengerjakan pekerjaan kasar (menial jobs). Termasuk di sini adalah pekerja tambang, karyawan pabrik, tukang, dan pegawai rendah. Di masyarakat Amerika golongan pekerja ini biasanya disebut orang-orang yang hidup pas-pasan (living paycheck-to-paycheck). Pekan ini kantor berita CNN melaporkan hasil survai yang dirilis oleh Bankrate.com bahwa saat ini tiga perempat warga AS (76%) termasuk kelompok ini, tanpa uang simpanan untuk menghadapi keadaan darurat seperti PHK yang dapat terjadi sewaktu-waktu, dan tidak mampu membeli asuransi kesehatan.(Sumber: http://money.cnn.com/2013/06/24/pf/emergency-savings/).

   Bagaimana dengan keadaan di negeri kita? Kita memiliki penggolongan untuk mereka yang sangat miskin, yaitu warga yang hidup "di bawah garis kemiskinan" yang tahun lalu dilaporkan berjumlah hampir 30 juta orang dan cenderung bertambah dengan melebarnya jurang pemisah antara orang kaya dengan orang miskin. Garis Kemiskinan (GK) ialah batas kemiskinan yang ditentukan dengan menggunakan konsep pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Penghitungannya menggunakan dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Berdasarkan laporan BPS (Badan Pusat Statistik), sebagaimana dilansir oleh DetikFinance, indeks kedalaman kemiskinan (IKK) di Indonesia naik dari 1,75% pada Maret 2013 menjadi 1,89% pada awal tahun 2014 ini. "Artinya dari indeks ini menyebutkan ada kecenderungan makin menjauh dari garis kemiskinan, ya semakin dalam dan parah," kata kepala BPS dalam konferensi pers awal Januari lalu. (Sumber: http://finance.detik.com/read/2014/01/02/152910/2456793/4/bps-akui-kemiskinan-di-indonesia-semakin-dalam-dan-parah).
   "Warga yang moralnya baik, yaitu orang-orang 'biasa' umumnya menempati anak tangga menengah pada tangga sosial. Tinggallah masyarakat kelas paling bawah, orang-orang seperti para pekerja seks komersial (PSK), pemakai narkoba, kaum kriminal, tunawisma, dan lain-lain. Di zaman Kristus, pada daftar itu termasuk juga para penderita kusta dan pemungut cukai" [alinea pertama: tiga kalimat terakhir].

   Yesus dan masyarakat kelas bawah.
   Sebagaimana dapat kita baca dalam keempat injil, masyarakat kelas bawah sangat dekat dengan Yesus, bahkan Ia adalah pembela kaum miskin dan yang terpinggirkan oleh masyarakat (baca Mat. 21:28-32 dan Luk. 15:1-10). Ketika pada suatu hari Sabat berada dalam sinagog di Nazaret, Yesus yang diminta membaca Kitabsuci telah membacakan nubuatan tentang diri-Nya yang tercatat dalam Yesaya 61:1-2, "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk. 4:18-19). Pernyataan dalam kedua ayat ini sering disebut sebagai mission statement dari Yesus Kristus.

   "Yesus tidak membuang-buang tenaga merusak rasa harga diri mereka yang memang sudah berkurang. Gantinya, Ia menciptakan perasaan yang diperbarui atas nilai pribadi. Ia membangun dasar itu dengan terus-menerus mengasihi dan menerima mereka yang terbuang, orang-orang yang hatinya seringkali luluh oleh sambutan hangat dan penuh kasih yang telah mereka terima dari Kristus" [alinea terakhir].
   Apa yang kita pelajari tentang masyarakat kelas bawah dan bagaimana Yesus menilai mereka?

1. Kekayaan adalah faktor utama dan terbesar dalam menentukan penggolongan masyarakat. Artinya, anda dan saya dinilai berdasarkan berapa banyak uang dan harta yang dimiliki. Tidak heran kalau banyak orang, termasuk umat Tuhan dan para pekerja di ladang Tuhan, yang berlomba menjadi kaya.
2. Orang-orang miskin selalu ada di tengah masyarakat mana saja dan pada setiap zaman. Yesus sendiri berkata, "Orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu menghendakinya" (Mrk. 14:7). Ia juga mendorong untuk tidak melupakan orang-orang miskin dalam pesta kita (Luk. 14:12-14).
3. Di dalam jemaat seringkali kaum marjinal (orang-orang yang terpinggirkan, atau dikucilkan) itu bukan hanya orang miskin, tapi juga mereka yang dicap "berdosa" dan orang-orang yang tidak satu ide dengan kelompok yang "berkuasa" di jemaat. Berhati-hatilah dalam meminggirkan orang lain.

2.   MENGHAKIMI WANITA PEZINA ("Tertangkap Basah"*)
   *Judul asli: "In the Very Act" yang terambil dari Yoh. 8:4 versi King James
Hukum tentang berzina. Zina--Alkitab masih menulisnya dengan memakai huruf h, zinah--adalah sebuah kata serapan dari bahasa Arab, zina. Dalam bahasa serumpunnya, bahasa Ibrani, adalah zanah. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), zina ialah "1. perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan; 2. perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya." Dalam Torah (Hukum Musa) berzina adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan perempuan bersuami (Ul. 22:22), atau antara seorang laki-laki dengan seorang gadis yang sudah bertunangan (ay. 23), yang diancam dengan hukuman mati dirajam (ay. 24). Belakangan, Yesus membuat amplifikasi soal zina dengan mengatakan bahwa tatapan mata yang disertai hasrat seksual itu sudah dapat dianggap berzina (Mat. 5:27-28).

   Walaupun setiap hukum dalam Sepuluh Perintah itu setara, dan bahwa "orang yang melanggar salah satu dari hukum-hukum Allah, berarti melanggar seluruhnya" (Yak. 2:10, BIMK), namun tampaknya kita menaruh intensitas sangat tinggi terhadap pelanggaran Hukum Ketujuh, "Jangan berzinah" (Kel. 20:14). Tapi, itu dulu. Sekarang? Entahlah. Pada zaman Yesus dosa berzina diperlakukan sama dengan menghujat nama Allah, dan pelakunya bisa dihukum rajam sampai mati di depan publik. Apalagi kalau tertangkap basah, seperti yang dialami oleh seorang wanita PSK yang pagi itu juga diarak ke Bait Allah. Mungkin masyarakat sudah mengincar wanita malang tersebut ketika dia melayani langganannya, dan pada subuh itu juga mereka menggiringnya kepada ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi untuk dihukum. Para pemuka agama itu kemudian menggunakan kasus tersebut untuk menjebak Yesus yang sedang mengajar di halaman kaabah.
   "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" kata mereka (Yoh. 8:4-5). Yesus tidak menjawab, gantinya Ia membungkuk lalu mulai menuliskan dosa-dosa mereka di atas tanah dengan jari-Nya. Setelah selesai menulis Yesus berdiri lalu berkata, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu" (ay. 7). Sejurus kemudian, satu demi satu orang-orang Farisi dan para ahli Taurat itu beranjak pergi sehingga yang ada di situ hanya Yesus bersama wanita yang sejak tadi gemetar ketakutan. "Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" tanya Yesus kepada wanita itu. "Tidak ada, Tuhan," jawabnya. Lalu Yesus berkata kepadanya, "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."

   Barangsiapa yang tidak berdosa. Mungkin sebagian kita masih ingat peristiwa yang mengguncang politik di Amerika Serikat pada tahun 1988 ketika publik dikejutkan oleh skandal Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, wanita berusia 22 tahun yang bekerja magang di Gedung Putih, karena melakukan perbuatan tidak senonoh. Di bawah serangan hujatan lawan-lawan politik dari Partai Republik yang menuntut sangsi pemakzulan (impeachment) dari jabatan presiden, beberapa suratkabar yang membela Clinton menurunkan tajuk rencana dengan mengutip ucapan Yesus dalam Yohanes 8:7, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu..."
   "Kata-kata itu meratakan gelanggang permainan. Orang-orang yang tidak berdosa bisa diizinkan untuk melaksanakan hukuman tanpa belas kasihan. Namun, setidaknya orang berdosa wajib untuk bermurah hati. Tetapi, kecuali Yesus, tidak ada orang yang tidak berdosa di situ. Perlahan-lahan para pemimpin agama itu membubarkan diri, dan orang yang terkucil dari masyarakat ini, yang bersalah sebagaimana adanya dia, menerima kasih karunia" [alinea ketiga].

   Pena inspirasi menulis: "Bukanlah pengikut Kristus sejati orang yang berpaling dari saudaranya yang bersalah dengan pandangan dingin dan membuang muka, membiarkan mereka bebas melanjutkan kehidupan mereka yang merosot. Kemurahan hati orang Kristen lambat mengkritik, cepat merasakan penyesalan, siap untuk mengampuni, memberi semangat, mengembalikan orang yang tersesat ke jalan kebaikan, dan menancapkan kakinya di situ" (Ellen G. White, Signs of the Times, 23 Oktober 1879).

   Apa yang kita pelajari tentang pembelaan Yesus terhadap wanita PSK yang tertangkap basah?
1. Zina bukan saja pelanggaran terhadap Hukum Allah, tapi di banyak kebudayaan merupakan pelanggaran terhadap adat-istiadat dan nilai-nilai moral yang dianut masyarakat. Pelacuran telah dikenal sejak ada peradaban, bahkan pelacuran disebut-sebut sebagai profesi tertua di dunia.

2. Kepedulian Yesus terhadap seorang pelacur adalah gambaran dari kepedulian-Nya atas orang-orang terbuang, yaitu mereka yang sering dianggap sebagai "sampah masyarakat." Yesus mati untuk semua manusia, termasuk orang-orang yang tidak mendapat tempat di tengah masyarakat.
3. Melalui tindakan-Nya membebaskan wanita PSK yang tertangkap basah itu Yesus hendak mengajarkan kepada semua pengikut-Nya tentang kasih dan pengampunan. Allah membenci dosa, tetapi mengasihi orang berdosa. Kita sebaliknya, membenci orang berdosa tapi mengasihi dosa.

3.   MENIRU KEPEDULIAN KRISTUS (Yang Terendah dari yang Rendah)
   Yesus lebih berkuasa dari setan.

   Dua pekan lalu pemirsa TV Amerika disuguhi berita mengenai sebuah rumah di kota Gary, Indiana, yang dijuluki "portal to hell" (pintu gerbang menuju neraka). Riwayat tentang rumah sederhana di Carolina Street itu berawal tatkala Latoya Ammons bersama tiga anaknya pindah ke rumah itu pada bulan November 2011. Tidak lama setelah itu Latoya, 32 tahun, mengaku anak-anaknya sering menyeringai secara mengerikan yang digambarkannya sebagai "senyuman iblis." Terjadi pula tanda-tanda aneh seperti munculnya sekumpulan besar lalat di sekitar rumah dan jejak-jejak kaki yang masih basah di lantai ruang keluarga. Suatu malam di bulan Maret 2012 wanita ini dikejutkan oleh suara teriakan dari kamar tidur anak perempuannya yang berumur 12 tahun, dan saat dia masuk dilihatnya anak sulungnya itu sedang melayang di atas tempat tidurnya.
   Pada hari yang lain dia menyaksikan anak laki-lakinya yang berumur 9 tahun berjalan mundur memanjati dinding sampai ke langit-langit. Polisi sempat menduga bahwa perempuan yang hidup menjanda ini sengaja mengarang cerita untuk cari uang, tetapi beberapa saksi mata mendukung kisah itu bahkan ada yang merekamnya dengan kamera video ponsel. Berbagai laporan masyarakat dan hasil investigasi pihak berwenang didokumentasikan dan tersimpan di kantor pemerintah setempat. Keluarga pernah mengundang gereja mengadakan upacara mengusir setan (exorcism) di rumah yang menurut beberapa "orang pintar" dihuni oleh sekitar 200 setan itu. Awal bulan Februari lalu kisah rumah hantu tersebut kembali menjadi berita ketika rumah yang sering menampilkan sosok hantu manusia di jendela kaca dan bisa dilihat orang-orang yang lewat itu dibeli seharga $35,000 oleh Zak Bagans, seorang "pemburu hantu" dan pembawa acara "Ghost Adventures" di TV, untuk kepentingan proyeknya. (Sumber: http://www.theblaze.com/stories/2014/01/27/a-real-life-demon-possession-is-being-reported-in-indiana-the-details-are-almost-too-horrifying-to-believe/)

   Sekitar dua tahun silam kita pernah dihebohkan oleh berita tentang sejumlah mahasiswa di salah satu lembaga pendidikan kita yang kerasukan setan. Banyak orang yang bertanya-tanya, koq bisa? Insiden orang kerasukan roh jahat bukan hal baru, itu sudah terjadi pada diri raja Saul yang murtad, itu juga terjadi pada orang-orang di zaman Yesus seperti tertulis dalam Markus 5:1-20. Dalam penuturan Lukas, laki-laki ini sudah lama dirasuk setan dan hidup bergelandang di kuburan dalam keadaan telanjang (Luk. 8:27). Setan memang sering diidentikkan dengan kuburan dan dilambangkan melalui atribut-atribut yang mengerikan seperti sering ditampilkan di panggung oleh pemusik-pemusik rock yang hingar-bingar itu. Tetapi fakta bahwa Yesus telah mengusir setan-setan yang mendiami tubuh laki-laki yang malang itu membuktikan setidaknya dua hal: pertama, Yesus lebih berkuasa daripada setan; kedua, Yesus menaruh perhatian terhadap orang-orang yang kehidupannya dikuasai oleh setan.
Setiap jiwa bernilai bagi Tuhan.

"Sebagai orang Kristen kita harus ingat bahwa Kristus mati untuk semua orang, dan sekalipun orang-orang yang mungkin kita anggap di luar kemampuan kita untuk menolongnya tetap layak menerima kemurahan dan penghargaan dan kebaikan sebanyak mungkin. Lagi pula, siapakah kita yang hendak menghakimi siapapun sebagai satu kasus yang tidak ada harapan dan di luar kuasa Allah? Dari sudut pandang kita keadaannya bisa kelihatan berat, tapi dari sudut pandang Allah setiap manusia nilainya tak terbatas" [alinea ketiga: tiga kalimat pertama].
   Mungkin tidak terlalu sulit untuk mendeteksi orang-orang yang hidupnya dikuasai setan, baik secara langsung dengan sengaja memuja setan melalui apa yang sering disebut "pegangan-pegangan" maupun secara tidak langsung melalui perilaku hidup yang bejat. Para pemuja setan biasanya terlihat dari sorot matanya yang sesekali tampak seperti hendak menerkam dan menakutkan, sedangkan mereka yang sekadar hidup menurut jalan-jalan setan dibuktikan oleh kelakuan-kelakuan yang anti-susila dan tergila-gila pada keduniawian. Tetapi apapun keadaannya, kita berkewajiban untuk berusaha menjadikan orang-orang itu sebagai murid Tuhan, sampai usaha itu terbukti tidak berhasil mengubah mereka.

   Pena inspirasi menulis: "Allah telah mengadakan setiap persediaan supaya orang yang tersesat bisa menjadi anak-Nya. Manusia yang sudah rapuh bisa diangkat, dimuliakan, diperhalus, dan disucikan oleh kasih karunia Allah. Inilah alasannya mengapa Allah menghargai manusia; dan mereka yang adalah pekerja-pekerja bersama Tuhan, yang dipenuhi dengan belas kasihan ilahi, akan memandang dan memperhitungkan manusia dengan cara yang sama sebagaimana Allah memandang dan memperhitungkan mereka...Tidak seorang pun yang boleh dipandang dengan acuh tak acuh atau dianggap tidak penting, sebab setiap jiwa sudah dibeli dengan harga yang tak terhingga" (Ellen G. White, Review and Herald, 3 Desember 1895).
   Apa yang kita pelajari tentang kepedulian Yesus pada orang-orang yang jiwanya tidak sehat?

1. Seorang yang dirasuk oleh roh jahat atau roh setan tidak hanya dimanifestasikan dalam penampilan lahiriah mengerikan seperti orang yang Yesus sembuhkan itu. Perilaku-perilaku liar, termasuk kebiasaan bicara kasar dan juga kesukaan mengumbar nafsu syahwat, dalam pengertian tertentu dapat juga dikategorikan sebagai "kerasukan setan."

2. Setan adalah sebuah fakta, bukan sekadar fenomena; setan dapat merasuk manusia melalui pikiran yang diizinkan untuk dikuasainya. Namun Yesus Kristus lebih berkuasa daripada setan, dan Ia dapat mengusir roh-roh jahat yang menguasai jiwa seseorang dan membersihkan diri orang itu dari anasir-anasir jahat.

3. Kalau Yesus sendiri sudah menunjukkan kepedulian dan perhatian terhadap orang-orang yang "tidak berpengharapan" dan kelihatannya tak berguna, sudah selayaknyalah para pengikut-Nya yang dibebankan dengan tanggungjawab sebagai pelaksana pemuridan (disciple makers) untuk menunjukkan sikap yang sama.

4. YESUS MENAWARKAN PENGHARAPAN (Perempuan di Sumur)
   Prasangka etnis dan keunggulan jatidiri.

   Salah satu penghalang dalam program pemuridan ialah tembok prasangka, di antaranya adalah prasangka etnis dan keunggulan jatidiri. Orang Yahudi melecehkan orang Samaria karena merasa diri mereka adalah keturunan asli Abraham yang masih murni, dibandingkan dengan orang Samaria yang kebangsaannya tidak jelas oleh sebab bekas ibukota kerajaan utara (Israel) yang memisahkan diri itu sudah menjadi kota kosmopolitan yang penduduknya berasal dari berbagai bangsa sehingga sudah kehilangan jatidiri yang otentik sebagai satu bangsa. Meskipun orang Samaria mengklaim bahwa mereka adalah keturunan langsung dari suku Efraim dan Manasye, tapi orang Yahudi menganggap mereka adalah keturunan bangsa campuran yang telah kehilangan keaslian sebagai bangsa Israel yang otentik. Pada zaman Yesus, sentimen kebangsaan ini sangat tebal di mana setiap bangsa menonjolkan reputasi historis masing-masing sebagai suatu keunggulan.
   Selain masalah otentisitas etnis, orang Yahudi di Yerusalem juga menganggap orang Samaria itu lebih rendah karena asal-usul dan latar belakang sejarah mereka. Sewaktu pasukan Babilon menaklukkan kerajaan Yehuda di selatan mereka menawan orang-orang dari kalangan atas dan cerdas lalu diangkut ke Babel, meninggalkan rakyat jelata yang miskin dan bodoh. Kejadian yang sama berlaku juga pada kerajaan Israel di utara ketika raja Salmaneser dari Asyur menaklukkan Samaria, ibukota Israel, lalu mengangkut kelompok lapisan atas dan menawan mereka di Halah (2Raj. 17:6; 18:11). Rakyat dari lapisan paling rendah yang ditinggalkan kemudian kawin campur dengan kaum imigran dari bangsa-bangsa kafir yang sengaja didatangkan oleh raja Asyur (Siria), dan dari asimilasi itulah lahir etnis Samaria yang dikenal pada zaman Yesus. Sekalipun orang Samaria memiliki hubungan sejarah maupun hubungan darah dengan orang Yahudi, namun orang Yahudi merasa lebih unggul dan menganggap orang Samaria lebih rendah bahkan tidak mau bergaul dengan mereka (Yoh. 4:9).

   Yesus meruntuhkan tembok prasangka.
   Yesus mampir di sumur Yakub di Samaria dalam perjalanan bersama murid-murid-Nya dari Yudea ke Galilea, demi untuk menghindari konflik dengan kaum Farisi sebelum waktunya. Wilayah Samaria adalah jalan pintas, tetapi nampaknya Yesus mempunyai maksud lain ketika mengambil rute itu daripada sekadar untuk memperpendek jarak tempuh. Bukanlah faktor kebetulan bahwa saat Yesus dalam kemanusiawian-Nya merasa lelah dan beristirahat di pinggir sumur itu dalam keadaan haus, datanglah seorang wanita yang hendak menimba air pada jam 12 siang (Yoh. 4:6), waktu yang sama sekali tidak lazim untuk orang mengambil air di tengah hari bolong. Meskipun spekulasi sebagian orang mungkin saja benar, bahwa perempuan itu mengambil air pada jam-jam sepi sebab malu dilihat tetangga karena kehidupan rumahtangganya yang tidak jelas, tetapi Yesus dalam keilahian-Nya tentu mengetahui bahwa itulah saat yang tepat untuk bertemu dengan seseorang yang bakal menjadi murid-Nya yang lain. Segera saja perempuan yang hidup kumpul kebo ini, seorang wanita sederhana dan dikucilkan oleh masyarakat, telah digunakan Tuhan untuk mengawali program pemuridan di antara orang-orang Samaria (ay. 28-30).

   Pena inspirasi menulis: "Sementara perempuan Samaria itu bergegas kembali kepada teman-temannya, berjalan sambil menyebarkan kabar ajaib itu, banyak orang yang meninggalkan jalanan dan kota untuk pergi dan memastikan apakah dia memang berkata benar. Sejumlah warga meninggalkan pekerjaan mereka lalu terburu-buru menuju ke sumur Yakub untuk melihat dan mendengar Orang yang luar biasa ini. Mereka mengelilingi Yesus dan mendengarkan dengan penuh perhatian pada pengajaran-Nya. Mereka menghujani Dia dengan pertanyaan-pertanyaan, dan dengan tidak sabar menerima penjelasan-Nya tentang hal-hal yang telah membingungkan pengertian mereka. Mereka bagaikan sekelompok orang di dalam kegelapan besar yang menemukan seberkas cahaya yang telah menembus kesuraman mereka dan yang ingin mereka ikuti sampai ke sumbernya, supaya mereka bisa bermandikan cahaya dan kehangatan siang hari" (Ellen G. White, Spirit of Prophecy, jld. 2, hlm. 147).
   Seperti bisa diduga dengan mudah, demi melihat Yesus sedang bercakap-cakap dengan seorang perempuan Samaria murid-murid yang baru pulang berbelanja makanan dari kota itu sangat tercengang sampai tak bisa bicara apa-apa (ay. 27). Mungkin perlu beberapa saat sebelum murid-murid dapat menguasai keheranan mereka lalu menawarkan Yesus untuk makan. "Rabi, makanlah" (ay. 31). Namun keheranan berikutnya segera menyergap murid-murid tatkala Yesus berkata kepada mereka, "Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal...Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya" (ay. 32, 34; huruf miring ditambahkan). Berapa banyak di antara kita--utamanya para rohaniwan profesional dan mereka yang hidup dari pekerjaan penginjilan--yang merasa bahwa melaksanakan pekerjaan Tuhan itulah yang lebih mengenyangkan jiwa dan memuaskan hati?

   Apa yang kita pelajari tentang pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria di sumur Yakub?
1. Perempuan Samaria itu adalah seorang yang sangat malang nasibnya, dikucilkan oleh masyarakat dari satu bangsa yang terkucil pula. Tetapi setelah berjumpa dengan Yesus dia diubahkan, dari seorang yang tadinya malu keluar rumah menjadi seorang yang berani masuk kota dan mengabarkan tentang Mesias dengan lantang.

2. Yesus tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan latar belakang etnis dan sosial, bahkan tidak mempedulikan kehidupan pribadi seseorang. Bagi Yesus, kebersahajaan sebagai murid dan kesediaan untuk menjadi jurukabar-Nya itu jauh lebih penting daripada reputasi maupun atribut pribadi sehebat apapun.

3. Sementara murid-murid-Nya lebih mengutamakan soal perut, mencari makanan ke kota dengan meninggalkan Guru mereka sendirian dalam kehausan, Yesus lebih mementingkan penginjilan. Sangat disayangkan, sementara sebagian orang dikenyangkan "oleh" pelayanan injil, sebagian lagi mengenyangkan diri "dalam" pelayanan injil.
5. MENJAUHKAN SIKAP APRIORI (Pemungut Cukai dan Orang Berdosa)

   Kriminalisasi petugas pajak.
   Pemungut cukai pada zaman Yesus tentu berbeda dengan pegawai kantor pajak sekarang ini; yang pertama bekerja demi kepentingan negara penjajah dengan memeras bangsa sendiri, yang kedua bekerja demi kepentingan negara dan bangsa sendiri. Rakyat Yudea yang berada di bawah kekuasaan kekaisaran Roma diwajibkan untuk membayar pajak pendapatan perorangan sebesar 1% dari penghasilan per tahun, ditambah pungutan-pungutan lain seperti pajak kekayaan, pajak hasil panen atau hasil perdagangan, pajak perjalanan, dan lain-lain. Para petugas pajak (istilah Alkitab: pemungut cukai) ini adalah warga pribumi yang memungut pajak dari bangsanya sendiri.

   Seperti halnya sebagian pegawai kantor pajak di negara kita yang bermental korup dan kebetulan menduduki posisi "basah," para pemungut cukai yang serakah di zaman Yesus juga hidup makmur. Berdasarkan sistem kekaisaran masa itu, biasanya pemungut cukai adalah orang-orang berduit yang mau membayar di muka kepada pemerintah suatu jumlah yang ditentukan, baru kemudian dia diangkat dan dibekali surat tugas untuk mengumpulkan pajak. Jadi dia harus bekerja keras supaya bisa balik modal dan juga untuk mengeruk kekayaan. Karena kewenangannya yang nyaris tidak terbatas maka para pemungut cukai itu bisa seenaknya saja menentukan nilai yang harus dibayar untuk setiap aktivitas wajib pajak, seringkali jumlahnya jauh melebihi nilai yang seharusnya. Tidak heran kalau pemungut cukai adalah orang-orang yang dibenci penduduk dan dicap sebagai pemeras serta pengkhianat bangsa, dan dalam konteks keagamaan disebut sebagai orang berdosa, sebuah kriminalisasi yang cukup pantas. Pendeknya, di mata orang Yahudi para pemungut cukai itu adalah penjahat-penjahat yang harus dijauhkan dari pergaulan.
   "Pikiran kita yang digelapkan oleh dosa hampir tidak dapat memahami seperti apa gerangan hubungan kemanusiaan dan hubungan antar manusia seandainya dunia kita ini tidak jatuh. Tapi satu hal yang bisa dipastikan ialah bahwa perbedaan-perbedaan golongan, prasangka-prasangka, serta pembatas-pembatas budaya dan etnis yang mempengaruhi setiap masyarakat dan budaya tidak akan ada" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].
   Panggilan yang mengubahkan.
  
   Sangat mengherankan bahwa ketika Matius (dalam bahasa Ibrani namanya ialah Mattityahu, yang artinya "pemberian dari Allah") yang sedang berada di kantornya mendengar ajakan Yesus, "Ikutlah Aku" (Mat. 9:9), tiba-tiba langsung berdiri dan meninggalkan tempatnya lalu mengikut Yesus. Dengan latar belakang sebagai pemungut cukai, Matius adalah seorang pencatat yang teliti dan pengamat yang cermat memperhatikan sampai kepada hal-hal mendetil, ciri yang jelas terlihat dalam Injil Matius ketika dia menulis tentang riwayat hidup Yesus dan aktivitas-Nya. Matius mewakili golongan orang kaya yang bertobat dan menjadi pengikut Yesus. Setelah menyambut ajakan Yesus, Matius kemudian mengadakan jamuan makan di rumahnya dengan mengundang kolega-koleganya sesama pemungut cukai. Kaum Farisi yang sedang memata-matai Yesus melihat adegan ini, lalu berkata kepada murid-murid yang lain, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ay. 11).

   Yesus yang mendengar ucapan itu lalu menanggapi, "Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa" (ay. 12-13). Sementara dalam pemandangan kaum Farisi bahwa sekali seorang manusia dicap orang berdosa akan tetap menjadi orang berdosa, Yesus melihat bahwa selalu ada kemungkinan seorang yang berdosa itu untuk bertobat. Seorang berdosa bagaikan "orang sakit" yang memerlukan penyembuhan, dan hal itu hanya dapat terjadi apabila kita menunjukkan rasa belas kasihan kepada orang berdosa itu, bukan malah mencerca dan menjauhinya. Belas kasihan adalah obat yang dibutuhkan oleh setiap orang berdosa untuk disembuhkan dari penyakti rohaninya.

   "Sebagai orang Kristen, bagaimana pun kita harus melakukan apa yang dapat kita lakukan dalam setiap cara yang memungkinkan untuk berusaha mengatasi rintangan-rintangan ini yang telah menyebabkan begitu banyak sakit hati dan penderitaan serta kepedihan di dunia kita ini, khususnya terhadap orang-orang yang ditolak oleh masyarakat sebagai orang-orang buangan yang terbesar" [alinea kedua: kalimat terakhir].
   Apa yang kita pelajari tentang pemanggilan Matius menjadi murid Yesus?

1. Manusia sangat mudah untuk bersikap apriori (terlalu cepat menyimpulkan), khususnya terhadap mereka yang dimusuhi oleh banyak orang. Orang Kristen harus menjauhi sikap yang gampang menghakimi orang lain, supaya kita tidak ikut-ikutan "mengeroyok" gantinya menolong seseorang yang teraniaya dan dimusuhi.
2. Oscar Wilde [1854-1900], seorang pujangga Irlandia, menulis: "Satu-satunya perbedaan antara orang saleh dan orang berdosa ialah bahwa orang yang saleh mempunyai masa lalu, sedangkan orang yang berdosa memiliki masa depan." Banyak orang "suci" memiliki riwayat hidup yang kelam, dan banyak orang "jahat" mempunyai harapan untuk berubah.

3. Yesus datang untuk menebus, menyelamatkan, dan mengubahkan orang berdosa melalui pemuridan. Gereja dapat menjadi sebagai "gerbang surga" di bumi ini, tempat di mana orang-orang berdosa dan yang dikucilkan dunia untuk diubahkan kepada keserupaan dengan Kristus, kalau setiap anggota jemaat berperan sebagaimana harusnya.

PENUTUP
   Memupuk roh persaudaraan.

   Gaya berbahasa kita terkadang terasa janggal, khususnya dalam hal sapa-menyapa. Perhatikan bahwa dalam sebuah suasana persidangan resmi pihak-pihak yang terlibat saling menyapa dengan sebutan "Saudara." Misalnya di ruang pengadilan, hakim yang memimpin sidang akan menyebut "Saudara terdakwa" atau "Saudara saksi" walaupun hakim bisa menegur bahkan kalau perlu membentak keduanya. Begitu juga dalam persidangan resmi di ruang parlemen, kita akan mendengar sapaan seperti "Saudara presiden" atau "Saudara menteri" dan "Saudara ketua" walaupun suasananya memanas. Bahkan kita pernah menyaksikan anggota dewan yang marah lalu memaki pimpinan sidang, tapi tetap menggunakan sapaan "Saudara." Mungkin ini hanya basa-basi kesantunan.
   Dalam pemakaian sehari-hari penyebutan "Saudara" menandakan keakraban, dan kita terbiasa menggunakan sapaan "Saudara" di antara sesama anggota jemaat, sebab sebagai orang Kristen kita semua bersaudara di dalam Kristus. Roh persaudaraan harus lebih dulu terpupuk di dalam jemaat dan gereja, baru kita dapat menjalankan pemuridan untuk menarik lebih banyak saudara ke dalam persekutuan.
   "Sementara kita mengambil bagian dalam Roh-Nya, kita akan menganggap semua orang sebagai saudara-saudara, dengan godaan-godaan dan cobaan-cobaan yang serupa, seringkali jatuh dan berjuang untuk bangkit kembali, bergumul dengan kekecewaan dan kesulitan, merindukan simpati dan pertolongan. Maka kita harus menghadapi mereka bukan dengan cara yang melemahkan dan menolak mereka, melainkan untuk membangkitkan pengharapan di hati mereka" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].

   "Kesimpulannya ialah: hendaklah Saudara-saudara seia sekata dan seperasaan. Hendaklah kalian saling sayang-menyayangi seperti orang-orang yang bersaudara. Dan hendaklah kalian saling berbelaskasihan dan bersikap rendah hati" (1Ptr. 3:8, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:
1.Dan Solis, PEMURIDAN -Pedoman Pendalaman Alkitab SSD,  Indonesia   Publishing House, Januari - Maret 2014.

2.Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.