Minggu, 15 April 2012

Memperbaiki Timing Belt Sebelum Putus.


 Kesaksian Pribadi:
          Psalm 39:5 “Lord, make me to know my end, And what is the measure of my days, That I may know how frail I am.”

   Pagi itu jam 10:00 hari Minggu, 15 April 2012, keluarga anak kami membawa saya dan isteri dari sebuah hotel yang kami tempati setelah menjalani kateterisasi jantung tanggal 12 April 2012, pulang kembali ke Bekasi.  Didalam mobil, saya berkata kepada anak kami: “Pengalaman kateterisasi yang saya alami ini adalah bagaikan memperbaiki Timing belt dari sebuah mobil yang dinyatakan oleh seorang montir ahli, harus diganti atau segera diperbaiki”. Kenapa begitu?, tanya anak kami. Jawabku: “Karena saya sebenarnya sebelumnya tidak merasa nyeri di dada atau rasa sakit lainnya yang saya rasakan, sehingga membuat saya harus menjalani kateterisasi ini.”
   “Kalau demikian apa yang menjadi kesaksian bapak?”—lanjut anak kami menanyakan.  Pada kesempatan ini saya menuliskan kesaksian pribadi  dengan terlebih dahulu mengucapkan syukur dan terimakasih kepada Allah Bapa di sorga yang telah memberkati saya hingga semua tindakan dokter dan tim nya dapat berjalan dengan lancar.
  
   Saya memutuskan menjalani kateterisasi jantung adalah sebagai hasil dari Medical Check up yang kami adakan sekali setahun sebelum masa purnabakti yang memberikan kesimpulan adanya peningkatan cholesterol dalam darah seperti yang ditunjukkan dalam hasil laboratorium sbb:

TAHUN:      Keterangan           Hasil                     Nilai rujukan:
2009           Cholesterol Total    248                     (<200)
                   Chol.LDL direk       154                     (<100)
                   Chol.HDL                 47                     (>=40)

2010           Chol.Total               214 H                 (<200)
                   Chol.LDL direk.      143 H                 (<100)
                   Chol.HDL                 52                     ( 35-55)

2011           Chol.Total               210                     (<200)
                   Chol.LDL direk       142                     (<100)
                   Chol.HDL                 48                     (>=40)

29/2/12     Chol.Total               195                     (<200)
                   Chol.LDL direk.      122                     (<100) 
                   Chol.HDL                 48                     (>=40)

   Kesimpulan dari setiap hasil Medical Check up tersebut menyatakan agar berkonsultasi selanjutnya kepada dokter spesialis jantung.  Saya berkonsultasi dengan dokter sp.jantung di RS Mitra Bekasi Timur dan memperlihatkan hasil Treadmill, dikatakan hasilnya bagus. Tidak puas sampai disitu, kemudian saya pun meminta konsultasi dengan dr.SpJP di sebuah Rumah Sakit di Bandung. Beliau menganjurkan agar minggu berikutnya saya membawa hasil laboratorium yang terakhir dan mengadakan Tredmill dan USG Jantung.  Kemudian minggu berikutnya, 4 Maret 2012 sayapun menjalani Treadmill serta USG jantung dan USG menyatakan bahwa fungsi jantung dalam keadaan baik.  Kedua alat tersebut tidak dapat menunjukkan kepada kita secara akurat kondisi pembuluh darah coroner di jantung, kata dokter,  “hanya melalui Coronary Angiography (kateterisasi jantung)”.  Saya pun menyetujui untuk menjalaninya tanggal 12 April 2012. Sebelumnya dokter telah menjelaskan: “Bila penyempitan pembuluh darah coroner mencapai 60% kebawah maka tidak perlu memasang ring, dibutuhkan hanya menginap semalam di RS dan besoknya boleh pulang, namun jika itu sudah 70% keatas maka akan diadakan pemasangan ring dan menginap dua malam kemudian boleh pulang.”


   Pada jam 18:00w wib saya dipersiapkan untuk masuk ke Cath-lab. Sementara menunggu kamar Cath-lab dipersiapkan, saya sempat menghampiri seorang pasien yang baru keluar dari cath-lab dan menanyakan, apakah bapak yang berusia 55 tahun itu telah berhasil di kateter.  Jawabannya sedikit dengan nada sedih: “Saya tidak bisa lagi menjalani kateter, karena penyempitannya sudah banyak, jadi harus menjalani operasi by pass yang hanya bisa di RS Jantung Harapan kita dan di Penang SDA Hospital”. ”Dan kalau di by pass, masih bisa bertahan 15 tahun”.
   Pembicaraan tidak berlangsung lama, karena sayapun dibawa masuk ke kamar Cath-lab.  Setelah dibaringkan, diselimuti dengan kain warna hitam bagaikan kain kapan.  “Oh, bukan, ini bukan kain kapan, tapi kain untuk sterilisasi saja”, kata perawat menjelaskan.
   Pemeriksaan ini mempunyai proses seperti satu operasi ringan, dengan memasukkan se-utas selang kedalam jantung melalui nadi diselangkangan/paha.  Setelah ada pembiusan lokal, melalui itu disemburkan sejenis cairan sensor yang tertangkap oleh mata melalui sebuah TV monitor yang berada di sebelah kiri saya yang juga dapat disaksikan oleh isteri dan adik perempuan saya yang dapat mengamati TV monitor di ruang tunggu. Cairan itu mengalir mengikuti darah sehingga diketahui jika ada saluran atau urat darah di jantung yang menyempit atau tersumbat.  Sungguh tidak nyaman, saya yang tidak sakit dan sepenuhnya sadar dipersiapkan untuk masuk ruang operasi.  Cukup pedih sedikit ketika perawat memasukkan sebuah jarum infus di nadi sekitar pergelangan yang baru berhasil setelah melakukannya tiga kali.
   Sebelum menjalankan operasi, dokter terlebih dahulu melayangkan doa bagi saya dan untuk keberhasilan tindakan yang dilakukan.  Sambil di iringi instrument music rohani: “Tuhan selalu pimpin aku”, selang dengan ukuran duakali senar raket tenis pun disorongkan kedalam nadi paha kanan saya yang rasa sakitnya bagaikan kena tusukan duri ditubuh.  Melalui selang itu dokter menyemprotkan cairan tertentu ke dalam jantung dan mengamati alirannya sambil merubah-rubah posisi mata sensor serta memberikan penjelasan kepada saya.  Jika ada penyempitan maka akan terlihat di monitor. 
   Menurut kesimpulan,  bahwa penyempitan pembuluh darah jantung saya diatas 70% dan itulah yang harus dipasang dengan ring.  Namun sebelumnya dokter menanyakan persetujuan saya, apakah harus dirundingkan dulu dengan keluarga atau langsung saja dipasang?.  Kalau berunding lebih dahulu, itu berarti kalau datang kembali maka prosedurnya harus diulang memasukkan selang kateter kembali dari awal.  Tetapi kalau diputuskan saat itu, saat itu juga akan dipasang. Sayapun bertanya kepada dokter tersebut: “Bagaimana pendapat dokter, apakah ini jalan yang terbaik yang akan saya ambil?.  Jawab beliau, “Saya pikir, ini adalah jalan yang terbaik.”  Jika demikian,”lakukan saja sekarang ini dok.., jangan ditunda lagi” jawabku, “namun dokter tanyakan dulu kepada isteri saya yang sedang menunggu  diluar, lanjutku menegaskan”. Dokter pun menanyakan isteri saya dan memberi jawaban yang sama, bila saya pun telah menyetujuinya.    

Kemudian, dokter bersama tim nya, berkat pimpinan Tuhan telah berhasil melaksanakannya selama lebih dua jam.
   Setelah di opname satu malam di ruang ICU, besoknya saya sudah boleh keluar dan menginap dua malam lagi di sebuah Guest Room Rumah Sakit dan di sebuah hotel di Bandung.
   Hari minggu , jam 10.00 pagi keluarga anak kami telah menjemput saya dan isteri pulang kembali ke rumah.  Itulah sebabnya saya berkata bahwa, pengalaman kateterisasi yang saya jalani adalah bagaikan mengganti timing belt sebuah mobil yang dinyatakan oleh seorang montir ahli harus di diperbaiki sebelum putus  dan daripada menjadi “boom waktu” dikemudian hari.
   Rasa syukur dan terimakasih saya sampaikan kepada Allah yang Maha Pengasih atas pimpinan dan berkat-Nya dan ucapan terimakasih banyak kepada semua keluarga anak-anak, mantu , cucu dan adik yang menunjukkan concern yang tulus dari segi moril dan materil kepada saya , juga para sahabat di Face book anggota milis Gereja Kemang Pratama yang turut mendoakan saya selama berada di Rumah Sakit dan dalam pemulihan saya saat ini.

   Marilah kita bertekad untuk mempertahankan pola hidup sehat seperti yang telah berlangsung selama ini.  Tuhan memberkati kita !.