Minggu, 28 Juli 2013

Bersaksi Dan Melayani Demi Cinta


"KESAKSIAN DAN PELAYANAN: BUAH KEBANGUNAN ROHANI"

PENDAHULUAN

 Ketika cinta harus dibagi.
Google, "mesin pencari" (searching machine) berbasis internet yang sangat populer itu, mengungkapkan bahwa selama tahun 2012 lalu kata yang paling banyak ditelisik adalah kata "Cinta" dengan mengetik kalimat "What is love?" (Apa itu Cinta?). Falsafah Yunani purba mengenal empat jenis cinta, masing-masing adalah: Agápe (ἀγάπη), Éros (ἔρως), Philia (φιλία), dan Storgē (στοργή). Cinta Agápe adalah jenis cinta yang mengandung "arti rohani" sebagaimana yang digunakan dalam 1 Korintus 13, dan dianggap sebagai bentuk cinta yang paling luhur. Bila seseorang hendak mengucapkan "Aku cinta kamu" (I love you) maka dia akan mengatakan "S'agapo" (Σ'αγαπώ) sebagai pernyataan cinta yang tulus dan tak bersyarat, terlepas dari apakah pihak kepada siapa ungkapan itu ditujukan menyambutnya atau tidak. Dalam masyarakat Yunani purba, kata agápe merupakan ungkapan cinta yang disertai rasa hormat.

 Éros adalah cinta yang berkaitan dengan rasa ketertarikan secara fisik yang didorong oleh unsur gairah seksual, dan dari kata inilah lahir istilah erotik. Philia adalah cinta bersifat psikis yang melibatkan perasaan batin, khususnya di antara sahabat dan teman dekat. Itu sebabnya disebut juga sebagai cinta persaudaraan (platonic love), yang bila diperluas bisa mencakup rasa setia kawan sebagai satu kelompok. Kata ini juga  berhubungan dengan istilah philanthropy yang secara etimologis berarti cinta persaudaraan. Storgē adalah cinta eksklusif dalam bentuk perasaan kasih-sayang yang tumbuh secara alamiah karena hubungan darah, misalnya antara orangtua dengan anak maupun sesama saudara dalam satu keluarga.

 Tidak ada seorang pun yang ingin kekasihnya berbagi cinta dengan orang lain, sebab dalam cinta eros (dalam hal ini adalah cinta yang berlandaskan asmara) sifatnya cenderung egoistis. Sebaliknya dengan cinta agape (dalam hal ini adalah cinta yang berakar pada sifat ilahi) justeru menemukan kekuatannya pada kerelaan untuk berbagi dan berkorban. Perbedaannya terletak pada efek yang ditimbulkan ketika cinta itu dibagikan, apakah berakibat seseorang merasa disakiti atau diberkati. Cinta asmara yang dibagikan kepada orang lain berakibat ada pihak yang tersakiti, sedangkan cinta ilahi yang dibagikan berakibat banyak orang yang terberkati. Orang Kristen tulen bukan seorang yang suka berbagi cinta asmara, tetapi seorang yang rajin membagikan cinta ilahi.
"Tujuan kebangunan rohani ialah untuk mengisi hati kita dengan semacam cinta bagi Yesus bahwa kita rindu bagikan cinta ini sedapat mungkin dengan setiap orang. Dalam kebangunan rohani yang sesungguhnya, hati kita sendiri dibangunkan kepada kebaikan, kemurahan, pengampunan dan kuasa Allah. Kita sangat terpesona oleh kasih-Nya dan diubahkan oleh kasih karunia-Nya sehingga kita tidak bisa berdiam diri" [alinea pertama].

 Beberapa saat sebelum Tuhan Yesus naik ke surga, Dia berkata kepada murid-murid-Nya, "Kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kis. 1:8). Sesungguhnya perkataan Yesus ini ditujukan bukan hanya kepada murid-murid yang berkumpul pada saat itu saja, tetapi gaungnya sampai kepada semua murid-Nya (orang-orang Kristen) sesudah waktu itu. Murid-murid dan para pengikut Kristus yang mula-mula itu telah menyebar sampai ke luar tanah Israel, bahkan kemudian sampai ke seluruh pesisir Laut Tengah, Asia Kecil dan sebagian benua Eropa. Namun, orang-orang Kristen yang muncul di kemudian hari yang akan menggenapi nubuatan Yesus ketika sebagai saksi-saksi-Nya mereka akan "sampai ke ujung bumi."

 Perhatikan bahwa Injil Kristus akan merebak luas seiring dengan turunnya Roh Kudus kepada para pengikut-Nya. Dampak alamiah dari menerima kuasa Roh Kudus adalah membuat seseorang lebih bersemangat untuk menjadi saksi Kristus, bukan saja di tempatnya sendiri tapi juga sampai ke tempat-tempat yang lain. Semangat missionaris hanya akan timbul dan mendorong orang Kristen untuk menginjil bilamana Roh Kudus turun ke atasnya dan membangunkan kembali kerohaniannya.

 "Hati yang diubahkan menyebabkan tingkah laku yang berubah. Kebangunan rohani sejati tidak pernah menuntun kepada keterpusatan pada diri sendiri, atau khususnya kepada kemandirian maupun pemujaan diri. Sebaliknya, hal itu selalu menimbulkan rasa kepedulian yang bersifat tanpa pamrih demi orang lain. Apabila hati kita diperbarui oleh kasih karunia Allah, kita rindu untuk menjadi berkat dan melayani orang-orang yang membutuhkan. Semua kebangunan rohani yang sejati membawa kepada suatu penekanan yang diperbarui pada missi dan pelayanan" [alinea terakhir].

1. GEREJA DAN MISSINYA (Perintah dan Janji Perpisahan Kristus)

 Makna "gereja."
Yesus dan murid-murid baru saja menyeberang danau Galilea dan tiba di sebuah tempat bernama Kaisarea Filipi, sebuah kota kecil sekitar 40 Km sebelah utara Danau Galilea di dekat kaki gunung Hermon. Kota ini terkenal sebagai tempat penyembahan berhala yang dalam PL namanya adalah Baal Hermon dan Baal Gad, atau nama lainnya adalah Panias karena di sini terdapat tempat pemujaan dewa Pan yang disembah oleh masyarakat Yunani purba. Namun bagi kalangan Kristen kota Kaisarea Filipi ini terkenal sebagai tempat di mana Petrus telah menyatakan pengakuannya tentang kemesiasan Kristus, dalam suatu dialog khusus antara murid dan Guru.

 Pada waktu Yesus bertanya kepada Petrus, "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu" (Mat. 16:13), salah satu murid terdekat itu lalu mengutip berbagai pendapat masyarakat seperti yang dia dengar. Manakala Yesus meminta pendapatnya sendiri, "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?" (ay. 15), tanpa ragu Petrus menjawab, "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!" (ay. 16). Demi mendengar jawaban yang tegas itu Yesus langsung berkata: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya" (ay. 17-18; huruf miring ditambahkan). Versi BIMK menerjemahkan ayat 18: "Sebab itu ketahuilah, engkau adalah Petrus, batu yang kuat. Dan di atas alas batu inilah Aku akan membangun gereja-Ku, yang tidak dapat dikalahkan; sekalipun oleh maut!" (huruf miring ditambahkan). Pandangan seolah-olah dengan perkataan ini Yesus telah menjadikan Petrus sebagai "dasar" berdirinya Gereja itu masih diperdebatkan, karena sebagian orang menganggap ucapan Yesus itu bukan merujuk kepada Petrus sebagai pribadi melainkan pada kepribadiannya yang teguh seperti batu itu.

 Kata asli yang diterjemahkan dengan "jemaat" atau "gereja" dalam ayat tersebut di atas adalah ἐκκλησία, ekklēsia. Secara harfiah, kata-benda feminin dalam bahasa Grika ini berarti "suatu perhimpunan warga masyarakat yang dipanggil keluar dari rumah mereka untuk berkumpul di tempat-tempat umum." Tampaknya istilah ini berakar pada tradisi warga kota Atena purba yang biasa mengadakan pertemuan akbar di zaman keemasan kerajaan Yunani dalam abad kelima SM (sebelum Masehi). Dalam konkordansi Grika tercatat 118 kata ekklēsia yang terdapat dalam 115 ayat PB, di mana "gereja" diartikan sebagai perhimpunan orang-orang yang "dipanggil keluar" dari dunia ini untuk bergabung sebagai satu tubuh yaitu "tubuh Kristus" (1Kor. 12:13, 27).

 Dalam perspektif kebersamaan, Alkitab juga menyebut "gereja" dengan istilah κοινωνία, koinōnia yang berarti "persekutuan" (versi TB dan BIMK menggunakan kata "berkumpul") sebagaimana dituturkan dalam Kis. 2:42-47. Namun tampaknya Yesus tidak bermaksud mendirikan "gereja" untuk kepentingan gereja itu sendiri, melainkan demi kepentingan keselamatan umat manusia. "Kristus tidak mendirikan gereja-Nya demi untuk sekadar mengurus dirinya sendiri. Kata-kata perpisahan Yesus terfokus pada missi gereja. Maksud Kristus adalah agar gereja-Nya memandang lebih jauh dari dirinya sendiri. Ia menahbiskannya untuk membagikan terang kasih-Nya dan pekabaran keselamatan-Nya kepada dunia" [alinea pertama].

 "Gereja" di mata Yesus.
Dalam pertemuan dengan murid-murid di Galilea setelah kebangkitan-Nya, Yesus memberi mereka sebuah perintah. "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman" (Mat. 28:19-20). Kalangan Kristen menyebut perintah Yesus ini sebagai "perintah agung" yang bukan saja berlaku bagi murid-murid yang pertama itu tapi juga untuk semua murid Yesus sepanjang zaman. Tentu saja murid-murid itu tidak kaget dengan perintah tersebut oleh sebab sebelumnya mereka sudah berpengalaman tatkala Yesus mengutus mereka berdua-dua (Mat. 10:5-7). Bahkan, Yesus berkata: "Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati" (ay. 16; huruf miring ditambahkan).

 Kata Grika yang diterjemahkan dengan "mengutus" di sini adalah ἀποστέλλω, apostellō, sebuah kata-kerja yang secara harfiah artinya "memerintahkan seseorang untuk pergi ke suatu tempat yang ditentukan." Dari kata ini lahirlah kata bentukan ἀπόστολος, apostolos yang secara harfiah artinya "utusan," sebuah kata yang kemudian diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi apostle yang padanannya dalam Bahasa Indonesia adalah "rasul" (kata serapan dari bahasa Arab, رسول yang berarti "utusan"; رسول الل rasulullah berarti "utusan Allah"). Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, rasul Paulus menulis: "Sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia? Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang Dia. Bagaimana mereka mendengar tentang Dia, jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya, jika mereka tidak diutus" (Rm. 10:13-15; huruf miring ditambahkan). Kata Grika yang diterjemahkan dengan "diutus" dalam ayat ini adalah juga apostellō, sebuah kata yang digunakan sebanyak 143 kali dalam 130 ayat PB.

 Berdasarkan fakta-fakta di atas kita menemukan bahwa konsep Alkitab tentang "gereja" tidak hanya terbatas dalam pengertian sebagai orang-orang yang "dipanggil keluar" saja, tetapi juga sebagai orang-orang yang "diutus keluar." Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa dalam penerapan kolektif makna "gereja" ialah "dipanggil keluar" dari dunia ini, tetapi dalam penerapan individual "gereja" juga berarti "diutus keluar" kepada dunia.

 "Gereja adalah perwakilan yang ditunjuk Allah untuk keselamatan manusia. Gereja telah diorganisasikan untuk pelayanan, dan missinya ialah membawa injil kepada dunia...Gereja adalah gudang dari kekayaan kasih karunia Kristus; dan melalui gereja pada akhirnya akan dinyatakan, bahkan kepada 'semua yang memegang kekuasaan di angkasa' (Ef. 3:10, BIMK), pertunjukkan terakhir dan selengkapnya dari kasih Allah" [alinea ketiga: dua kalimat pertama dan kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang perintah dan janji Yesus menyangkut Gereja?

1. Yesus sendirilah "batu penjuru" di atas mana gereja-Nya didirikan (Mrk. 12:10, Kis. 4:11, Ef. 2:20), tetapi Yesus menyukai sifat dan kepribadian seperti Petrus yang tegas dan kukuh seperti batu. Kristus ingin Gereja-Nya memiliki tokoh-tokoh yang berkepribadian, teguh di dalam kebenaran dan tidak mudah menjadi goyah.

2. Gereja bukan semacam Klub yang mewadahi orang-orang dengan keyakinan yang sama, tetapi sebagai wahana yang dipenuhi oleh orang-orang dengan semangat penginjilan yang sama. Gereja adalah "badan" yang mengibaratkan "tubuh Kristus" yang terus bergerak sebagai kendaraan penginjilan.

3. Dalam konsep Alkitab, Gereja harus merupakan perpaduan dari semangat ekklesia, koinonia, dan apostolos. Bersekutu untuk melayani ke dalam dan ke luar. Sebagai gereja, berbakti dan menginjil adalah ibarat dua sisi dari satu mata uang, keduanya saling melengkapi dan tak terpisahkan.
2. MISSI YANG PENUH TANTANGAN (Menerima Janji Itu)

 Pertumbuhan gereja.
Dalam arti kata yang sebenarnya, Gereja telah dimulai dengan 120 orang pengikut Kristus yang terdiri atas pria dan wanita dengan berbagai latar belakang tingkat sosial (Kis. 1:14-15). Sesudah Hari Pentakosta, pertumbuhan Gereja meningkat secara fenomenal ketika rasul-rasul membaptiskan sampai 3000 jiwa sehari (Kis. 2:41). Jumlah pengikut Kristus kemudian terus bertambah dengan pesat terutama melalui tiga perjalanan missionaris Paulus ke berbagai kota di wilayah kekaisaran Romawi. Tidak ada catatan tentang populasi orang Kristen pada abad pertama di zaman rasul-rasul, baik dalam besaran angka maupun presentase berbanding jumlah penduduk dunia waktu itu. Tetapi data-data berikut ini cukup menarik untuk ditelaah.

 Berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh Pew Research Center's Forum on Religion and Public Life pada tahun 2011, dari jumlah 600 juta orang Kristen di seluruh dunia tahun 1910 telah bertambah menjadi 2,18 milyar di tahun 2010. Jadi dalam tempo satu abad terakhir jumlah umat Kristen telah meningkat hampir 3,5 kali lipat atau bertambah sebanyak lebih dari 1,5 milyar orang. Namun, jumlah pertambahan penduduk dunia juga meningkat dari perkiraan 1,8 milyar pada tahun 1910 menjadi 6,9 milyar di tahun 2010. Maka secara presentase jumlah orang Kristen di dunia justeru berkurang, dari 35% di tahun 1910 "turun" menjadi 32% pada tahun 2010. Ini berarti pertumbuhan populasi umat Kristen sedikit lebih lambat dibandingkan dengan laju pertambahan penduduk Bumi. Akan tetapi, seiring dengan akumulasi jumlah orang Kristen di seluruh dunia, dilaporkan juga adanya "pertumbuhan" jumlah denominasi/sekte gereja. Penelitian yang dilakukan oleh Center for Study of Global Christianity (CSGC) dari Gordon-Conwell Theological Seminary di South Hamilton, Massachusetts, AS bahwa pada tahun 2011 terdapat tidak kurang dari 41.000 denominasi Kristen di seluruh dunia. (Baca di sini---> http://www.pewresearch.org/daily-number/number-of-christians-rises-but-their-share-of-world-population-stays-stable/).

 Dapat dikatakan bahwa jumlah orang Kristen telah bertambah ribuan kali lipat sekarang ini dibandingkan dengan jumlah mula-mula ketika Yesus naik ke surga, sekalipun pertambahan itu menghadapi tantangan eksternal (laju pertumbuhan penduduk dunia) dan tantangan internal (gereja yang kini terpecah-pecah). "Missi berbagi kasih dan kebenaran-Nya dengan seantero dunia sudah tentu kelihatannya sangat berlebihan bagi kelompok kecil murid-murid itu. Tantangan sangat besar, tugas luar biasa besarnya. Pencapaiannya dalam masa kehidupan mereka tentu saja tampak mustahil (sebagaimana juga pada zaman kita)" [alinea pertama: tiga kalimat pertama].

 Peran Roh Kudus.
Kitab "Kisah Para Rasul" (KPR) dalam PB merupakan laporan tangan pertama tentang kesuksesan penginjilan di abad pertama, ditulis oleh seorang yang oleh rasul Paulus disapa sebagai "Dokter Lukas yang kita kasihi" (Kol. 4:14, BIMK). Lukas, seorang tabib, berkenalan dengan Paulus di Troas (Kis. 16:8-11) dan kemudian menjadi teman seperjalanan sang rasul (Fil. 24). Kitab KPR berisi kesaksian perihal pertumbuhan Gereja dan aktivitas penginjilan para rasul Kristus yang ditulis sebagai laporan kepada seorang tokoh bernama Teofilus (Kis. 1:1), kemudian oleh penulis yang sama dilengkapi lagi dengan uraian tentang siapakah Yesus Kristus yang diajarkan oleh para rasul itu dalam Injil Lukas (Luk. 1:1-4). Sebuah catatan menyebutkan bahwa pada mulanya kitab KPR (ditulis antara tahun 61-64 TM) dan Injil Lukas (diperkirakan ditulis tahun 68 TM) merupakan satu kitab dalam dua jilid, tetapi dalam proses kanonisasi kemudian dipisahkan menjadi dua kitab yang berdiri sendiri.

 Pekerjaan penginjilan di abad pertama berjalan sangat sukses bukan karena kepiawaian Paulus serta kemahiran Petrus dan kawan-kawan dalam meyakinkan para pendengar mereka, tetapi semata-mata adalah berkat peran Roh Kudus yang mengurapi Gereja mula-mula itu. Seperti telah dijanjikan oleh Yesus beberapa saat sebelum kenaikan-Nya ke surga, pada hari Pentakosta ketika semua orang percaya sedang berkumpul di satu rumah di kota Yerusalem, "Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing" (Kis. 2:2-3).

 Meskipun sejak paruh kedua dari abad pertama terjadi penganiayaan hebat terhadap orang-orang Kristen oleh pemerintah kekaisaran Romawi, di antaranya yang dilakukan seorang bernama Gaius Plinius Caecilius Secundus yang dijuluki "Pliny Muda" (61-112 TM), pertumbuhan Gereja tak dapat dibendung. Warga masyarakat dari segala lapisan menerima Kristus dan bergabung ke dalam persekutuan umat Kristen. "Sembilan puluh tahun kemudian, sekitar tahun 200 TM, Tertulian, seorang pengacara Romawi yang menjadi orang Kristen, telah menulis sepucuk surat sanggahan kepada para hakim Romawi yang membela Kekristenan. Dia sesumbar bahwa 'hampir seluruh warganegara dari semua kota adalah umat Kristen'" [alinea terakhir].

 Pena inspirasi menulis: "Tuhan tidak mengunci gudang surga sesudah mencurahkan Roh-Nya pada para murid yang mula-mula. Kita juga bisa menerima kepenuhan berkat-Nya. Surga penuh dengan perbendaharaan kasih karunia-Nya, dan mereka yang datang kepada Tuhan dalam iman bisa menuntut semua yang telah Ia janjikan. Kalau kita tidak memiliki kuasa-Nya, itu lantaran kelesuan rohani kita, kelalaian kita, kelambanan kita. Marilah kita keluar dari formalitas dan kejenuhan ini" (Ellen G. White, Review and Herald, 4 Juni 1889).

 Apa yang kita pelajari tentang peran Roh Kudus dalam missi gereja?

1. Roh Kudus telah memainkan peran penting sejak awal Kekristenan, sehingga Gereja bertumbuh dalam kelipatan deret ukur. Sudah terbukti bahwa apabila manusia dikuasai oleh Roh Kudus, penginjilan selalu merupakan cerita kesuksesan yang gilang-gemilang.

2. Berkat kuasa Roh Kudus mantan nelayan saja dapat menghasilkan baptisan sebanyak 3000 jiwa dalam sehari. Di zaman akhir ini, ketika waktu kian sempit, kita belum pernah mendengar jumlah baptisan sebanyak itu dalam sekali KKR. Apakah ini pertanda absennya kuasa Roh Kudus?

3. Sudah sejak lama kita menantikan pencurahan "Roh Hujan Akhir" yang akan memungkinkan kita untuk mengulangi prestasi murid-murid Yesus yang mula-mula itu. Mengapa itu belum terjadi? Atau sudah mulai terjadi tetapi kebanyakan dari kita masih mengenakan "payung-payung keduniawian dan cinta diri"?

3. MEMBERDAYAKAN PENGINJILAN PRIBADI (Kuasa Kesaksian Perorangan)

 Baptisan Roh Kudus.
Pada hari Yesus diangkat ke surga merupakan hari terakhir bagi murid-murid-Nya untuk bersama-sama dengan Guru mereka. Itu adalah hari ke-40 sesudah kebangkitan Kristus (Kis. 1:3). Yesus memerintahkan mereka agar jangan meninggalkan kota Yerusalem karena ada satu hal sangat penting akan terjadi pada mereka, bahkan suatu peristiwa paling penting yang akan memuncaki pengalaman rohani yang mereka peroleh selama kurang-lebih tiga setengah tahun bergaul dengan Yesus. "Jangan pergi dari Yerusalem. Tunggu di situ sampai Bapa memberikan apa yang sudah dijanjikan-Nya, yaitu yang sudah Kuberitahukan kepadamu dahulu. Sebab Yohanes membaptis dengan air, tetapi beberapa hari lagi kalian akan dibaptis dengan Roh Allah" (ay. 4-5, BIMK; huruf miring ditambahkan). Perhatikan dua hal di sini: Roh Kudus adalah janji Allah Bapa, dan Roh Kudus merupakan sebuah baptisan.

 Perbedaan nyata dari baptisan dengan air dan baptisan dengan Roh adalah pada manifestasi dan efeknya. Baptisan dengan air melambangkan terkuburnya manusia lama yang mati di dalam dosa, dan keluar dari air sebagai manusia baru yang merdeka dari dosa di dalam Yesus Kristus; baptisan dengan Roh menyempurnakan manusia baru itu untuk taat pada hukum Allah dan melaksanakan perintah Yesus. Baptisan dengan air menjadikan seseorang sebagai murid Kristus, baptisan dengan Roh menjadikan seseorang sebagai pelayan Kristus. Baptisan dengan air merupakan pengalaman rohani, baptisan dengan Roh adalah pengkondisian rohani. Seseorang yang kerohaniannya sudah dikondisikan (=disiapkan untuk suatu maksud) akan menjadi seorang yang berdayaguna dan berkemampuan untuk melaksanakan tugas penginjilan.

"Kuasa kesaksian Perjanjian Baru berakar pada kemurnian hidup yang telah diubahkan oleh injil. Murid-murid itu bukan sedang bersandiwara. Mereka tidak sedang melakonkan gerakan-gerakan. Kuasa mereka bukan semacam bentuk rekayasa kerohanian. Suatu pertemuan dengan Kristus yang hidup telah mengubah mereka, dan mereka tidak dapat berdiam diri lebih lama lagi" [alinea pertama: lima kalimat terakhir].

 Mengalami pengalaman rasul-rasul.
Roh Allah, yaitu Roh Kudus, bukan hanya milik murid-murid dan rasul-rasul Kristus pada abad pertama saja. Roh Kudus dijanjikan Allah kepada setiap orang yang telah sungguh-sungguh bertobat dan mau digunakan oleh Tuhan. Anda dan saya juga dapat mengalami pengalaman rasul-rasul itu kalau kita sudah betul-betul bertobat dan dibaptiskan dengan Roh Kudus, sehingga kita siap untuk merasakan pengalaman kebahagiaan maupun penderitaan dalam pekerjaan penginjilan. Inilah "benang merah" (common thread) atau keserupaan pengalaman yang menjadi ciri pelayanan bersaksi murid-murid Yesus sepanjang zaman, baik mereka yang melayani di Yerusalem pada abad pertama itu maupun murid-murid Tuhan di seluruh dunia pada zaman ini.
   "Pada hari Pentakosta itu murid-murid adalah orang-orang yang diubahkan. Sesuatu terjadi pada mereka sehingga Roh dapat melakukan sesuatu melalui mereka. Roh Kudus telah berbuat sesuatu bagi mereka sehingga Dia dapat berbuat sesuatu dengan mereka. Roh itu meluap-luap dari kehidupan mereka untuk menyegarkan kehidupan orang-orang lain...Saksi yang paling berdaya adalah seseorang Kristen yang mengenal Yesus secara pribadi. Tidak ada pengganti untuk kesaksian yang merebak secara alamiah dari sebuah hati yang terpendam dalam kasih Yesus" [alinea kedua dan alinea terakhir].

 Pena inspirasi menulis: "Tuhan menuntut semua yang mengaku sebagai umat-Nya jauh lebih banyak daripada yang mereka berikan kepada-Nya. Dia mengharapkan umat percaya dalam Yesus Kristus untuk menyatakan kepada dunia, dalam perkataan dan perbuatan, Kekristenan yang telah dicontohkan dalam kehidupan dan tabiat Sang Penebus. Kalau firman Allah dilestarikan di hati mereka, maka mereka akan menunjukkan suatu penampilan yang praktis dari kuasa dan kemurnian injil. Dengan demikian kesaksian yang disampaikan kepada dunia jauh lebih bernilai daripada khotbah, ataupun dari pengakuan kesalehan yang tidak menyatakan perbuatan-perbuatan yang baik. Biarlah orang-orang yang membawa nama Kristus itu mengingat bahwa secara perorangan mereka sedang memberi kesan yang baik atau tidak baik terhadap agama Alkitab pada pikiran semua orang dengan siapa mereka bergaul" (Ellen G. White, The Southern Work, 17 Januari 1905).

 Apa yang kita pelajari tentang kuasa penginjilan perorangan?

1. Untuk menjadi "murid Kristus" cukup oleh baptisan dengan air, tetapi untuk menjadi "pelayan Kristus" dibutuhkan baptisan dengan Roh Kudus. Dibaptis oleh Roh Allah diperlukan untuk membuat seorang Kristen terkondisi bagi pekerjaan penginjilan yang sarat dengan pengalaman suka-duka.

2. Roh Kudus berkuasa untuk mengubah dan memperlengkapi seorang Kristen yang siap membaktikan dirinya untuk suatu peran tertentu dalam pekerjaan penginjilan. Bahkan, seperti dalam pengalaman rasul-rasul, Roh Kudus juga menyiapkan para penginjil untuk bertahan menghadapi segala tantangan.

3. Penginjilan perorangan tidak harus dalam bentuk kemampuan bersaksi secara verbal (lisan), semisal mengajar injil dan berkhotbah. Banyak orang Kristen yang telah dibaptiskan dengan Roh Kudus mengalami pemberdayaan kesaksian melalui sikap dan tingkah laku Kristiani sebagai pribadi.

4. BERTAMBAH KARENA BERBAGI (Iman yang Bersaksi adalah Iman yang Bertumbuh)
   Latihan kerohanian.
Adalah kodrat alam bahwa setiap makhluk hidup harus aktif bergerak. Dalam ilmu hayat (biologi), suatu organisme disebut "hidup" jika ada gerakan-gerakan yang aktif, sebaliknya dianggap "mati" kalau tidak menunjukkan gerakan apapun. Gerakan-gerakan merupakan perwujudan dari adanya energi (tenaga) yang terdapat di dalam tubuh jasad tersebut. Jantung dapat memompakan darah ke sekujur tubuh berkat adanya otot-otot yang bertenaga untuk membuat jantung itu bekerja. Tumbuhan bertumbuh ke atas kepada sumber cahaya dan akar-akarnya bertumbuh ke bawah kepada sumber air. Semua ini adalah efek dari "gaya dan gerak" (force and motion).

   Kehidupan rohani juga memiliki hukum yang sama, bahwa kerohanian itu hidup kalau dia aktif. Aktivitas rohani membuat kerohanian itu bertumbuh, dan pertumbuhan selalu identik dengan bertambah kuat dan dewasa. Dalam hal ini iman adalah energi yang memungkinkan kerohanian itu hidup dan bertumbuh, tanpa iman kehidupan dan pertumbuhan rohani adalah mustahil. Tetapi iman itu sendiri juga harus dilatih untuk menghasilkan perbuatan. Rasul Yakobus berkata, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yak. 2:17). Kekristenan sejati tidak berhenti pada percaya saja, bahwa Yesus adalah Anak Allah dan Juruselamat, "supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh. 3:16). Sebab kalau hanya sekadar percaya, "setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar!" (Yak. 2:19).

 Kesimpulannya, kerohanian bisa hidup karena ada kegiatan rohani, dan kegiatan rohani itu terjadi oleh sebab ada iman yang menggerakkannya. Pertumbuhan rohani tidak hanya dinyatakan dalam ketekunan beribadah, tetapi juga melalui kegiatan bersaksi. "Bilamana kita membagikan Firman Allah kepada orang lain, kita bertumbuh secara rohani. Semakin kita mengasihi Yesus, semakin kita ingin bersaksi mengenai kasih-Nya. Semakin kita bersaksi mengenai kasih-Nya, semakin kita akan mengasihi Dia. Membagikan iman kita adalah menguatkan iman kita" [alinea kedua: empat kalimat terakhir].

 Kuasa berbagi.
Sebuah peribahasa berbunyi, "Knowledge shared is knowledge multiplied" (Pengetahuan bertambah karena dibagikan). Logikanya begini: sesuatu pengetahuan bertumbuh-kembang lebih cepat di banyak kepala ketimbang hanya dalam satu kepala. Tidak ada satu pun ilmu pengetahuan yang kita kenal dan pelajari merupakan hasil dari penemuan satu orang saja, semua adalah hasil proses penyempurnaan oleh ilmuwan-ilmuwan yang mendalami dan menyempurnakannya. Nicolaus Copernicus (1473-1543) mencetuskan teori heliosentris, Galileo Galilei (1564-1642) membuktikan kebenaran teori tersebut dan menyempurnakannya menjadi sebuah kajian ilmu yang lebih akurat. Melalui pengamatan astronomis dengan teleskop yang lebih canggih Galileo melihat empat sosok bulan yang mengorbit pada planet Jupiter, dan juga menemukan fase-fase jelajah dari planet Venus. Dua temuan tersebut membuktikan kebenaran teori Copernicus bahwa Matahari adalah pusat orbit dari planet-planet dalam tatasurya kita, bukan Bumi seperti kepercayaan umum sebelumnya, termasuk Gereja.

 Dalam pengalaman nyata kita menemukan sebuah kisah dalam Alkitab tentang dahsyatnya kuasa berbagi, tatkala Yesus menerima dari tangan Andreas makanan berupa lima potong roti dan dua ikan. "Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap syukur dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, demikian juga dibuat-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki" (Yoh. 6:11). Hasilnya, jatah satu kali makan siang untuk seorang anak remaja itu dapat mengenyangkan lebih dari 5000 orang, bahkan masih tersisa lagi 12 bakul roti yang tidak habis dimakan (ay. 13). Rahasianya terletak pada tangan Yesus yang memecahkan roti dan ikan itu, dan pada kesediaan anak itu untuk berbagi jatah makan siangnya. Di sini kita menemukan perpaduan antara kuasa ilahi dari pihak Tuhan dengan kerelaan berbagi dari pihak manusia, sebuah kombinasi yang membawa hasil berlimpah-limpah. Perpaduan ini telah menghasilkan sesuatu yang dahsyat dalam hal makanan jasmani, dan akan lebih dahsyat lagi dalam hal makanan rohani!

 "Kian banyak kita membagikan iman kita, kian berlipat-ganda iman kita itu. Hukum penggandaan ini adalah prinsip ilahi dari kehidupan rohani. Memberi dan bertumbuh, atau menahan dan meranggas. Yesus memperbesar iman kita sementara kita membagikannya kepada orang-orang lain, sekalipun iman kita itu sangat kecil. Sambil kita membagikan Yesus (Roti Hidup) kepada orang-orang yang lapar rohani di sekitar kita, itu akan berlipat-ganda di tangan kita, dan pada akhirnya kita memiliki lebih banyak daripada saat kita mulai" [alinea ketiga].

 Apa yang kita pelajari tentang iman yang bertumbuh melalui bersaksi?

1. Allah menciptakan makhluk hidup untuk bergerak dan beraktivitas. Seperti kehidupan secara fisik ditandai dengan gerakan-gerakan, kehidupan rohani juga ditandai oleh aktivitas-aktivitas. Tubuh bergerak oleh karena tenaga yang dimilikinya, jiwa bergerak berkat energi ilahi yang diperolehnya.

2. Alam menakdirkan bahwa pertumbuhan terjadi melalui latihan yang aktif. Iman pada alam rohani adalah ibarat otot pada alam jasmani, sama-sama membutuhkan latihan supaya bertenaga. Anda dan saya dapat memiliki kerohanian yang bertumbuh dan kuat melalui latihan iman.

3. Hidup adalah berbagi. Bahkan, eksistensi kehidupan dapat bertahan karena adanya azas saling berbagi. Penginjilan adalah cara yang disediakan Allah bagi umat-Nya untuk berbagi iman dan keselamatan supaya kehidupan kerohanian mereka hidup dan bertumbuh.

5. BEKERJASAMA DENGAN SURGA (Kebangunan Rohani, Bersaksi, dan Intervensi Ilahi)
  
   Campur tangan Tuhan.
Pencurahan Roh Kudus adalah bukti nyata dari campur tangan surga dalam kebangunan rohani dan kegiatan bersaksi umat Tuhan. Allah berkepentingan untuk menolong umat-Nya agar berhasil dalam kebangunan rohani dan penginjilan karena dua alasan: (1) kebangunan rohani adalah kehendak Tuhan dan penginjilan adalah tugas ilahi; (2) manusia tidak mampu melaksanakan sendiri kedua hal itu. Kesanggupan anda dan saya sangat terbatas, sedangkan kuasa Tuhan berlimpah dan tak terbatas. Ajaibnya, Tuhan mau turut campur tangan meskipun kebangunan rohani dan penginjilan sebenarnya adalah demi kepentingan manusia itu sendiri.

 Kebangunan rohani dan penginjilan adalah dua hal berbeda dalam satu label yang sama: Kekristenan. Umat Kristen sejati adalah orang-orang yang mengalami kebangunan rohani secara berkelanjutan, dan yang menjalankan penginjilan secara berkesinambungan. Perbedaan dari keduanya terletak pada sasaran, di mana kebangunan rohani tertuju ke dalam, sedangkan penginjilan tertuju ke luar, tetapi kedua hal tersebut dialami dan terjadi pada diri orang yang sama secara pribadi. Kebangunan rohani mengeluarkan "buah"(output), penginjilan mendapatkan "hasil" (outcome).

 "Kisah nan menggetarkan jiwa mengenai pertumbuhan pesat dari Kekristenan Perjanjian Baru dalam kitab Kisah Para Rasul adalah cerita tentang sebuah jemaat yang dibangunkan kembali dan menyaksikan kasih Yesus. Itulah riwayat dari sebuah jemaat yang terus mengalami campur tangan ilahi. Bersaksi merupakan gaya hidup bagi umat percaya yang mula-mula ini" [alinea pertama].

 Pengalaman Filipus.
Kembali pada perintah Yesus kepada murid-murid-Nya menjelang kenaikan ke surga, bahwa mereka "akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi" (Kis. 1:8). Beberapa waktu telah berlalu tapi mereka tetap saja tinggal di Yerusalem, mungkin masih asyik menikmati kesuksesan penginjilan di kota mereka ini. Penganiayaan hebat, terutama yang dilakukan di bawah pimpinan Saulus (Kis. 8:1-2), telah memaksa mereka meninggalkan kota secara berpencar. Filipus menuju ke Samaria dan menjadi missionaris pertama di negeri tetangga bekas kerajaan Israel di utara itu (ay. 5). Penduduk Samaria adalah bangsa blasteran, yaitu hasil perkawinan campur antara orang Yahudi dengan orang kafir, itulah sebabnya mereka sangat dilecehkan oleh orang Yahudi asli yang tinggal di Yerusalem. Sekitar enam abad sebelumnya, atas perintah raja Asyur yang menaklukkan Israel, orang-orang Yahudi yang kaya dan terpandang diasingkan ke Asyur, lalu sebagai gantinya didatangkan bangsa-bangsa kafir ke Samaria yang kemudian berasimilasi dengan masyarakat Yahudi kelas bawah yang ditinggalkan di kota itu.

 Sementara Filipus sedang menginjil di Samaria, malaikat Tuhan memerintahkan dia untuk pergi menyusuri jalan menurun yang sepi dari Yerusalem ke Gaza (ay. 26). Tanpa diketahuinya Tuhan sedang menuntun dia untuk melaksanakan satu missi istimewa, yaitu menginjili seorang pejabat penting dari kerajaan Etiopia. Petinggi dari negara asing ini tampaknya seorang yang sangat rohani, sebab dia sedang dalam perjalanan pulang dari Yerusalem bukan dalam rangka kunjungan kenegaraan melainkan untuk beribadah (ay. 27). Rupanya dia baru saja membeli sebuah salinan kitab Yesaya yang dengan tekun dipelajarinya sepanjang jalan. Di satu titik Filipus berhasil mengejar kereta yang membawanya dan pada jarak yang sangat dekat dia dapat mendengar petinggi itu sedang membaca kitab Yesaya pasal 53 ayat 7-8 yang bertutur tentang Mesias (ay. 32). Setelah perkenalan singkat, detik berikutnya Filipus sudah duduk di samping pejabat Etiopia itu untuk menerangkan tulisan yang dibacanya.

 Perhatikan pertanyaan penting yang diajukan oleh orang kepercayaan Ratu Etiopia itu, dan bagaimana Filipus menggunakan pertanyaan tersebut sebagai titik-tolak pekabaran injil. "Maka kata sida-sida itu kepada Filipus: 'Aku bertanya kepadamu, tentang siapakah nabi berkata demikian? Tentang dirinya sendiri atau tentang orang lain?' Maka mulailah Filipus berbicara dan bertolak dari nas itu ia memberitakan Injil Yesus kepadanya" (ay. 34-35). Setelah Yesus diperkenalkan kepadanya diapun percaya dan menerima injil itu, beberapa saat kemudian orang itu dibaptis oleh Filipus (ay. 36-38). Penginjilan yang sukses dimulai dengan memperkenalkan Yesus lebih dulu, sesudah orang mengenal Yesus dan apa yang telah dilakukan-Nya bagi manusia maka hati akan lebih terbuka untuk menerima Dia. Sebagai penginjil yang telah dibangunkan rohaninya, Filipus jadi tambah berhikmat. Setelah berhasil dalam KKR di Samaria, dia juga berhasil dalam missi khusus penginjilan perorangan.

 "Ada tiga unsur penting dalam kebangunan rohani, dan itu adalah berdoa, belajar Firman Allah, dan bersaksi. Tatkala umat Allah mencari Dia dalam perantaraan yang tekun dan tulus, dan bilamana mereka memenuhi pikiran mereka dengan kebenaran-kebenaran Firman-Nya, dan apabila mereka dengan penuh semangat bersaksi tentang kasih dan kebenaran-Nya kepada orang-orang lain--secara ilahi Allah campur tangan dan membuka pintu-pintu yang luar biasa untuk mengumandangkan kebenaran" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang intervensi ilahi dalam kebangunan rohani dan penginjilan?

1. Campur tangan ilahi dalam kebangunan rohani dan penginjilan bukan sekadar harapan tetapi adalah janji yang ditepati. Bahkan, berdasarkan pengalaman kita masing-masing, Tuhan juga campur tangan dalam persoalan-persoalan hidup kita.

2. Ada dua hal yang menandai kehidupan orang Kristen, yaitu kebangunan rohani dan penginjilan. Keduanya adalah pengalaman hidup yang berlangsung secara terus-menerus, bukan hanya satu kali atau sesekali. Kebangunan rohani dan penginjilan adalah gaya hidup orang Kristen sejati.

3. Seorang yang kerohaniannya telah dibangunkan kembali akan tekun berdoa, rajin membaca Alkitab, dan giat bersaksi. Dalam kasus-kasus tertentu kegiatan penginjilan dapat terjadi sebagai suatu kesempatan bersaksi yang unik dan privat, seperti yang dialami Filipus.

PENUTUP

 Rencana surgawi. Mengapa orang Kristen harus bersaksi dan menginjil? Secara alkitabiah ada beberapa alasan, antara lain:

1. Sebagai perintah Yesus (Mat. 28:19-20; Mrk. 16:15). Bahkan, kata rasul Paulus, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya..." (2Tim. 4:2).

2. Memenuhi perintah Yesus sebagai tanda kasih (Yoh. 14:21).

3. Tanggungjawab moral; dipercayakan untuk memberitakan injil (2Kor. 5:18-20).

4. Berbagi persekutuan (1Yoh. 1:3-4).

5. Menimbulkan sukacita di surga (Luk. 15:7, 10).

6. Mempercepat hari kesudahan (Mat. 24:14).

7. Supaya Yesus tidak malu mengakui kita (Luk. 9:26).

 "Adalah rencana Surga agar mereka yang telah menerima terang itu harus membagikannya kepada orang-orang yang berada dalam kegelapan. Umat manusia, yang menyerap dayaguna dari Sumber hikmat yang agung itu, telah menjadi alat dan agen yang giat melalui mana injil menjalankan kuasanya yang mengubahkan itu pada pikiran dan hati" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].

 "Tetapi apabila aku berpikir: 'Aku tidak mau mengingat Dia dan tidak mau mengucapkan firman lagi demi nama-Nya,' maka dalam hatiku ada sesuatu yang seperti api yang menyala-nyala, terkurung dalam tulang-tulangku; aku berlelah-lelah untuk menahannya, tetapi aku tidak sanggup" (Yer. 20:9)

Sumber :
1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan.
2. Loddy Lintong, California-U.S.A.