Selasa, 19 November 2013

Belajarlah Berkomunikasi Dengan Pasangan Anda.

   Seorang suami setelah menikah pernah berkata: “Saya tidak mengerti apa yang terjadi pada keluarga kami.  Sebelum menikah begitu banyak yang dapat kami bicarakan.  Namun sekarang setelah menikah, kami tidak pernah berbicara”.  Lalu istrinya pun berkata: “Saya tidak pernah memberitahukan apa-apa kepada suami saya, karena dia tidak mau mendengarkan kalau pun saya memberitahukannya.  Dengan kata lain bahwa suami saya tidak tertarik terhadap semua yang saya minati”.

   Para pakar menyatakan bahwa masalah paling serius dalam pernikahan dan penyebab utama dari perceraian terletak pada ketidak mampuan atau keengganan pasangan itu untuk BERKOMUNIKASI.
   Banyak dari pasangan yang menyadari bahwa mereka jarang berkomunikasi, tetapi mereka tidak tahu apa yang seharusnya atau yang tidak seharusnya dilakukan.  Memang komunikasi adalah suatu proses yang rumit, namun hal itu tidaklah terlalu sulit untuk dilakukan. 
 
   Komunikasi dalam pernikahan adalah sempurna apabila satu pasangan menguasai tiga prinsip berikut ini secara konsisten, yakni:
(1) Apabila dapat menggunakan secara efektif dasar-dasar yang berkaitan dengan BERBICARA dan MENDENGARKAN.
(2) Apabila dapat mengatasi konflik-konflik melalui cara-cara yang konstruktif (bersifat membangun), dan—
(3) Apabila mereka menggunakan waktu setiap hari untuk berbagi rasa secara INTIM.

                              Apakah komunikasi itu?

   Seringkali kita beranggapan bahwa kalau bibir seseorang itu bergerak maka terjadilah komunikasi.
   Berkomunikasi adalah percakapan dua arah yang meliputi memberi dan menerima informasi.  Hal itu menyangkut lebih dari sekadar berbicara.  Hal itu juga merupakan proses menerima atau mendengarkan.  Namun kepada proses dua sisi ini (yakni: memberi dan menerima informasi) kita harus menambahkan dimensi yang ketiga—yaitu PENGERTIAN.  Jadi komunikasi terdiri dari tiga dimensi:  memberi dan menerima informasi serta mengerti informasi tersebut.  Seringkali kita berpikir bahwa kita memahami apa yang pasangan kita ucapkan, tetapi apa yang kita dengar belum tentu adalah apa yang dimaksudkan.  Kita ingin agar orang lain tidak hanya mendengarkan apa yang akan kita ucapkan tapi juga memahami maknanya.

                                      Ada Lima Tahap Komunikasi.

   Dalam sebuah buku berjudul: “Why I Am Afraid to Tell You What I Am”(Mengapa Saya Takut Mengatakan Kepada Anda Tentang Diri Saya) yang ditulis oleh John Powell menjelaskan tentang lima tahapan di mana kita dapat berkomunikasi, dan pemahaman tentang kelima tahap ini adalah penting, antara lain :

      Tahap 5: Percakapan Singkat.  Pada tahap ini terjadi suatu percakapan yang dangkal, misalnya, “Apa kabar?”(Ini sering penulis dengar ketika senam pagi di luar rumah). “Sedang mengerjakan apa”(Lagi ngapain?), “Bagaimana, semua beres?”.  Percakapan seperti itu tidak ada maknanya, tapi terkadang itu lebih baik daripada hanya saling berdiam diri.  Bilamana komunikasi ini terjadi pada tahap ini terasa membosankan dan menimbulkan frustrasi serta kekesalan dalam pernikahan.
      Tahap 4: Percakapan Faktual.  Pada tahap ini terjadi pertukaran informasi, namun tidak disertai komentar pribadi.  Anda menceritakan apa yang terjadi tetapi tidak mengungkapkan apa yang Anda rasakan mengenai peristiwa itu.  Sebagai contoh, seorang istri melihat suaminya meninggalkan rumah sehabis makan malam, lalu bertanya, “Mau ke mana?” dan sang suami memberi jawaban faktual, “Keluar”.
      Tahap 3: Gagasan dan Pandangan.  Keintiman yang nyata bermula di sini, sebab pada tahap inilah Anda mengungkapkan pemikiran, perasaan, dan pandangan.  Oleh sebab Anda merasa bebas untuk menyatakan diri Anda dan menyampaikan pandangan-pandangan pribadi, maka pasangan Anda memiliki peluang lebih baik untuk mengenali diri Anda secara intim.
      Tahap 2: Perasaan dan Emosi.  Komunikasi pada tahap ini menerangkan apa yang sedang terjadi dalam diri Anda---bagaimana perasaan Anda terhadap pasangan Anda atau mengenai sebuah situasi.  Anda menyingkapkan perasaan frustrasi, amarah, kekesalan, ataupun kebahagiaan.    Jika Anda secara jujur berbagi rasa dengan pasangan Anda dalam pola timbal balik, menunjukkan perhatian pada perasaan suami Anda dan juga menyatakan perasaan Anda sendiri, maka tahap ini akan memperkaya dan memperluas hubungan Anda.  Anda akan merasa berharga, diperhatikan, dicintai, dihargai, dan aman dalam kasih sayang pasangan Anda.  Perpaduan yang baik ialah untuk mengubah antara tahap  gagasan/pandangan dan perasaan/emosi.
      Tahap 1: Pengertian Mendalam.  Saat-saat penuh pengertian akan terjadi apabila Anda sudah menyatu sepenuhnya dengan yang lain dalam pengertian, kedalaman  dan kepuasan emosi.  Tujuan utama dalam komunikasi pernikahan adalah saling berbagi pandangan dan perasaan pribadi.   Tahap komunikasi apa yang terjadi dalam pernikahan Anda sekarang ini?.  Apakah Anda menginginkan dan memerlukan hubungan yang lebih mendalam dan lebih intim?.  Tentu semua kita memerlukan dan menginginkannya !.

                 Fungsi paling mendasar dari  berbicara.

   Kita menghabiskan sekitar 70 persen waktu kita dengan berkomunikasi---berbicara atau mendengarkan, membaca atau menulis.  Sebanyak 33 persen dari waktu ini digunakan untuk berbicara.  Unsur dari waktu kita ini menjadi sangat penting oleh karena berbicara membawa orang-orang bersatu dalam hubungan.   Kesempatan berkata-kata lebih dari sekadar bertukar kata atau informasi.
   Melalui perkataan kita dapat mengungkapkan perasaan, menjelaskan pemikiran kita ataupun pandangan kita serta berhubungan dengan orang lain.  Jadi, fungsi paling mendasar dari berbicara bukanlah memberi informasi tetapi memantapkan hubungan dengan orang lain.   Kualitas dari hubungan ini akan bergantung pada besarnya kemampuan setiap orang mengungkapkan diri dengan kata-kata.

                   Penghalang untuk Berbicara Efektik.

   Banyak penghalang yang mencegah pembicaraan yang efektif, beberapa diantaranya :
   Pembicaraan dalam bentuk perintah, petunjuk, dan bertitah.  Contoh: “Ke sini.” “Gantung pakaianmu”.  “Cepat”.  Pembicaraan melalui nada perintah dan ancaman, misalnya: “Kalau kamu lakukan itu sekali lagi, saya akan….Yang berikut dengan cara mengkhotbai : “Apa kamu tidak tahu bahwa tidak boleh berbuat ini….dan itu….
   Kita semua tentu setuju bahwa kebanyakan dari kita tidak senang kalau diperintah dengan kata-kata harus, mesti, atau sebaiknya dalam berbuat sesuatu.

Cara Berbicara yang Efektif.

   Ada pribahasa yang mengatakan, “Anggaplah keluargamu seperti teman-teman, dan teman-temanmu seperti keluarga.”  Tentu Anda setuju bila dikatakan bahwa kebanyakan dari kita perlu berusaha keras untuk berbicara kepada pasangan kita SERAMAH seperti kepada teman-teman kita.  Namun, sering keakraban menghasilkan sikap untuk mengabaikan dan tidak menghiraukan dan segera saja kita membuang semua rambu-rambu dan merasa bahwa kita boleh berkata dan berbuat apa saja sesukanya.  Mungkin kita berdalih, “ini kan keluarga sendiri”.
   Bagaimana Anda menghadapi pasangan Anda?.  Apakah kata-kata Anda menyengat dengan sindirian?.  Dapatkah Anda mengungkapkan apa yang Anda maksudkan?.  Apakah Anda menaruh perhatian kepada pasangan Anda sebagai satu pribadi, supaya dia tahu bahwa Anda peduli kepadanya?.  Pernahkah Anda mencoba menggunakan “keakuan” dalam percakapan Anda?. 
   Bila seandainya ada kata-kata yang menyinggung dari pasangan Anda, gantinya menjawab dengan kata-kata dan sikap bermusuhan, katakanlah seperti ini, “SAYA TERSINGGUNG KARENA….”
   Sebagai contoh, mari kita bandingkan reaksi yang berbeda dari dua percakapan berikut yang disampaikan oleh para istri karena suami mereka tidak mau mengajak mereka MAKAN MALAM DI LUAR.
   Istri No. 1: Berkata kepada suaminya: “Kamu tidak punya perasaan!. Saya ini hanya jadi babu, dan kamu tidak pernah memikirkan orang lain selain diri sendiri.  Kamu maunya hanya nonton TV saja.  Kamu bikin saya MUAK!”.Tetapi mari kita simak kalau jawaban itu disampaikan seperti yang disampaikan oleh istri yang lain, yang kita sebut disini :
   Istri No. 2: “Saya ingin suasana lain malam ini.  Sepanjang minggu ini saya di rumah terus.  Saya ingin berdua dengan kamu untuk bercengkrama.”
   Saudaraku,..Mari kita analisa sejenak.  Istri no.2 disini  HANYA MENGUNGKAPKAN apa yang dia RASAKAN, ini suatu kenyataan yang tidak terbantah oleh suaminya.  Sedangkan istri no.1, menyalahkan, menuding dan merendahkan suaminya.  Hal ini memberi peluang kepada suaminya untuk berdebat dan kemungkinan akan membuat dia jadi lebih keras menentang daripada sebelumnya.
   Jika seorang istri mengingatkan suaminya dengan cara menuduh bahwa suaminya punya banyak waktu untuk bekerja di luar rumah tapi tidak ada waktu untuk merapikan halaman rumahnya, mungkin suaminya itu akan membalas seperti ini :  “Kamu mulai lagi.  Selalu menuding soal halaman rumah.  Ngomel, ngomel, ngomel.”
   PEMBERITAHUAN LANGSUNG mengenai perasaannya melalui pesan keakuan akan mencairkan situasi, misalnya dengan berkata demikian: “SAYA jadi semakin jengkel dengan rumput di halaman rumah yang tidak terurus ini yang setiap hari harus SAYA lihat.  SAYA ingin duduk dan membicarakan mengenai hal itu selagi SAYA bisa menahan kejengkelan SAYA.”  Dia memberitahukan PERASAAN dirinya tanpa embel-embel dan tanpa mengatakan kepadanya apa yang harus dibuat.  Sekarang suaminya bebas untuk menerima atau menolak pendapat sang istri.
   Jadi Anda dan saya harus selalu menggunakan PESAN KEAKUAN.  Artinya disini, bahwa didalam setiap jawaban keluhan yang kita lontarkan kepada pasangan, kita harus selalu menekankan AKU(SAYA), bukan dengan mengatakan KAMU.  Kalau ada kata kamu disana, itu cendrung akan membuat pasangan kita tersinggung.
   Nah, disini ada contoh-contoh lain lagi tentang bagaimana menggunakan pesan KEAKUAN seperti berikut :
   Contoh I:

   Istri sedang menonton TV dari tempat tidur pada saat suaminya hendak tidur.  Lantas suaminya berkata: “Hari ini SAYA sibuk sekali, dan SAYA terlalu lelah untuk menonton TV bersamamu.  SAYA ingin tidur sekarang.”

Contoh II:

   Begitu pulang dari kantor, suami langsung asyik membaca surat kabar, tapi istrinya berkata, “SAYA ingin ngobrol dari hati ke hati malam ini sebab sudah banyak yang menumpuk di dalam dada SAYA.  SAYA benar-benar ingin berbicara sebentar dengan kamu.”

   Pesan keakuan  menghasilkan sesuatu yang menarik.  Banyak pasangan yang terkejut mengetahui bagaimana perasaan sebenarnya dari pasangannya mengenai beberapa hal.  Sering jawaban mereka bisa seperti ini:
“Saya tidak tahu kalau hal itu mengganggu kamu”, atau
“Kenapa tidak bilang dari dulu?.
   Sering kita menyepelekan kesediaan pasangan kita untuk lebih bersikap terbuka.  Jika Anda benar-benar ingin agar perasaan Anda diketahui, maka Anda harus terus menerus menyampaikan hal itu secara langsung sampai Anda dipahami.

                            Aturan-aturan Berbicara Efektif.

1. Pilihlah waktu yang tepat untuk berkomunikasi dengan pasangan Anda.  Pokok masalahnya mungkin bisa diterima baik, namun waktunya yang kurang tepat.  Jika Anda mempunyai sesuatu hal pribadi dari tahap satu atau tahap dua untuk disampaikan, janganlah tumpahkan setelah  masuk ke rumah sementara Anda telah menghadapi hari yang sibuk di tempat kerja ditambah dengan kelelahan dalam perjalanan pulang yang macet.  Kalau mau berbicara dengan istri Anda soal pengurangan anggaran belanja, jangan mulai membicarakannya pada saat dia menghidangkan makan malam yang telah dengan susah payah disiapkannnya.  Pilihlah waktu di mana pasangan Anda bisa menerimanya dengan santai.
2. Berbicaralah dengan nada suara yang menyenangkan.  Dalam hal ini bukan APA yang Anda katakan, tetapi BAGAIMANA Anda mengatakannya, itulah yang penting.  Tentu senang rasanya berada di dekat seseorang yang suaranya lembut dan tenang.  Jika Anda ingin pasangan Anda menikmati nada suara Anda, pastikan bahwa cara bicara Anda itu menyenangkan.
3. Jelas dan tegas.  Salah pengertian bisa muncul dari pembicaraan yang tidak jelas.  Berpikirlah sebelum Anda berbicara, dan ungkapkanlah dengan jelas apa yang Anda maksudkan.  Pasangan suami-istri dapat memecahkan masalah komunikasi yang tidak karuan dengan mengucapkan “pernyataan keinginan”.  Misalnya : “Saya ingin mengundang keluarga Panjaitan untuk makan malam pada hari Minggu nanti.  Kamu tidak keberatan?”.
4. Bersikaplah positif.  Dalam banyak rumah tangga, 80% dari semua komunikasi sifatnya NEGATIF.  Karena keluarga-keluarga menjadi terbiasa mendengar kata-kata tudingan, kata-kata menyalahkan dan mencaci dengan sebutan tertentu, serta unsur-unsur negatif lainnya sehingga perilaku seperti itu terasa menjadi normal.  Jadi,..kurangilah sikap negatif dan berobah menjadi lebih positif dan menghargai.
5. Bersikaplah ramah dan menghargai pendapat pasangan Anda.  Anda bisa melakukan hal ini meskipun pada waktu Anda tidak setuju dengan pendapat itu.  Utamakanlah perasaan nyaman dalam diri pasangan Anda sebagaimana Anda sendiri inginkan.  Jadilah menjadi orang yang suka mendengarkan.  Tidak lebih dari 50 % komunikasi Anda harus dilakukan dengan cara berbicara.
6. Peka terhadap kebutuhan dan perasaan pasangan Anda.  Tumbuhkanlah kesabaran dan kepekaan disaat menjawab apa yang diucapkan pasangan Anda.  Jikalau dia tersinggung, Anda bisa memahami bahkan turut merasakannya.  Rasakanlah kebutuhan dan perasaan khawatir, marah, putus asa, dan kecemasan dari kekasih Anda.  Demikian juga, bila Anda bahagia dengan suatu perkembangan baru yang Anda capai, ikutlah merasakan kebahagiaannya.
7. Kembangkan seni bercakap-cakap.  Menurut penelitian yang telah pernah diadakan di Universitas Cornell menyatakan bahwa makin sering suami dan istri berbicara satu sama lain, semakin sering mereka mengungkapkan tingkat kepuaan pernikahan yang tinggi.  Para suami istri yang lebih berbahagia secara alami lebih banyak saling berbicara ketimbang suami-istri yang susah.  Percakapan itu adalah sebuah seni, oleh karena itu peluang-peluang untuk memperbaikinya HARUSLAH DIDORONG.  Berdiskusi tentang hal-hal yang menarik akan mengakrabkan hubungan.

               Segi Mendengarkan –penting dalam Komunikasi.

   Namun kebanyakan dari kita lebih suka berbicara daripada mendengarkan.  Kita biasanya senang mengungkapkan pandangan-pandangan kita dan menyatakan apa yang kita tahu dan bagaimana perasaan kita terhadap pokok-pokok masalah.  Kita menghabiskan lebih banyak energi dalam mengutarakan pemikiran kita sendiri ketimbang memberi perhatian penuh ketika orang lain menyampaikan pemikiran mereka.  Mendengarkan tampaknya sebagai sesuatu yang sederhana, namun kebanyakan dari kita bukanlah pendengar yang baik oleh karena mendengarkan adalah sesuatu yang berat.
   Jadi kita perlu menjadi seorang pendengar yang baik.  Jikalau seandainya ada keluhan dari setiap pasangan, diperlukan kesabaran untuk mendengarkan dengan baik, jangan sebaliknya langsung melontarkan keluhan masing-masing.

            Penghalang untuk Mendengarkan secara Efektif.

   Kita perlu mengetahui beberapa tipe para pendengar agar kita mengetahui penghalang bagi kita untuk menjadi pendengar yang baik:
1. Ada yang disebut sebagai : “Pendengar yang bosan”.  Ah, sudah pernah dengar itu semua, bosan!.  Ketika Bapak Jonatan berulang-ulang mengeluh soal peperjaannya.  Istrinya mendengar dan berkata dalam hati, “Ini mulai lagi”, itu lagi, bosan ah ! , dan dia tidak begitu ambil pusing sehingga istrinya tidak mau mendengar selanjutnya.  Namun pada waktu bapak Jonatan mengatakan sesuatu yang baru dan meminta dukungan serta dorongan dari istrinya dia tidak mendapatkannya atau tidak mengetahuinya lagi.
2. “Pendengar yang selektif”—Orang yang seperti ini mendengar tetapi mengambil sepotong-sepotong bagian percakapan yang menarik saja bagi dirinya dan mengabaikan yang lain.  Contoh: Ketika seorang suami menonton TV jam enam sore, istrinya berbicara.  Kebanyakan dari apa yang diucapkan oleh istrinya masuk dari kuping kiri dan keluar dari kuping kanan.  Tetapi pada saat istrinya menyinggung soal uang belanja, dia memasang kupingnya baik-baik.  Inilah yang disebut “Pendengar yang selektif”, salah satu penyebab kenapa kita tidak bisa menjadi seorang pendengar yang baik.
3. “Pendengar defensif.  Membalikkan apa saja yang diucapkan menjadi serangan pribadi terhadap dirinya.  Contoh: Suatu kali seorang istri berkata kepada suaminya bahwa baju barunya kepanjangan sehingga tidak bisa dipakai.  Meskipun istrinya tidak ada menyebut-nyebut soal beli baju baru, tetapi sang suami langsung marah karena merasa ucapan istrinya itu ditujukan kepada dirinya yang tidak mampu mencari uang yang cukup untuk hidup.
4. “Penyela” –Orang yang menghabiskan waktu bukan untuk MENDENGARKAN apa yang sedang diucapkan melainkan untuk MENYUSUN JAWABAN.  Para penyela sibuk dengan pandangan mereka sendiri, tidak memperhatikan kata-kata orang lain dan menunggu kesempatan sedetik saja untuk menyela dengan mengatakan, misalnya: “Oh, itu bukan apa-apa.  Anda harus dengar apa yang saya alami.”  Atau dengan mengatakan, “Itu mengingatkan saya pada……”
5. “Pendengar yang tidak peka”—Seseorang yang tidak bisa menangkap perasaan atau emosi di balik kata-kata.  Contoh: Seorang istri yang masih muda meminta agar suaminya mengajaknya makan malam di luar.  Sebenarnya yang penting disini bukanlah karena sang istri perlu makan di luar rumah, tetapi yang dibutuhkannya adalah untuk memastikan ulang bahwa suaminya masih mencintai dia dan mau menyenangkan hatinya.  Kalau sang suami langsung menolak dengan mengatakan bahwa itu hanya buang-buang uang saja, atau mengatakan bahwa dia lelah, berarti dia belum menangkap makna di balik permintaan istrinya itu.

               CARA-CARA MENDENGARKAN SECARA EFEKTIF.

   Berikut ini ada beberapa teknik yang disarankan guna membantu Anda dan saya meningkatkan kemampuan mendengar, antara lain:
1. Cermatilah bahasa tubuh.  Kita berkomunikasi dengan kata-kata yang diucapkan, namun kita juga berkomunikasi dengan apa yang tidak kita ucapkan.  Ada sebanyak 55 % dari apa yang kita komunikasikan diungkapkan melalui ekspresi wajah—misalnya dengan mencibir, menarik nafas dalam, menyeringai ataupun dengan kerdipan mata.  Bahasa-bahasa tubuh seperti itu berbicara lebih nyaring daripada kata-kata.  Pesan-pesan tanpa kata lainnya tertangkap melalui sikap tubuh—sebagai contoh: -menggertakkan gigi, atau gerak-gerik kesal lainnya.  Tingkah pola seperti itu memberi pertanda dari perasaan di balik kata-kata dan membentuk penghalang sebelum percakapan dimulai.
2. Pembuka pintu (mengundang untuk terus berbicara).  Ini memancing pasangan Anda untuk mengutarakan pemikirannya.  Beberapa kata “pembuka pintu” yang paling sederhana adalah: “Oh, ya?”, “Maksudmu?”, “Terus?”, “Bagaimana sih cerita sebenarnya?.  Dengan cara ini Anda mendorong orang lain untuk berbicara dan tidak memberi kesan bahwa Anda ingin cepat-cepat menyudahi pembicaraan.  Kata-kata tadi mengandung penghargaan seolah-olah Anda mau mengatakan: “Saya mungkin bisa belajar sesuatu dari Anda.  Pandangan Anda penting bagi saya.  Saya tertarik dengan apa yang akan Anda sampaikan.”
3. Mendengarkan dengan aktif.  Ini adalah berarti mendengarkan perasaan dari si pembicara lebih dulu baru kemudian memproses informasinya.  Kalau mendengar dengan cermat adalah: kemampuan untuk memproses informasi, menganalisa, disimpan untuk diingat kembali nanti, dan menarik kesimpulan dari apa yang didengar.
  Baik mendengar dengan cermat maupun mendengar dengan aktif diperlukan dalam komunikasi yang efektif, tetapi mendengarkan dengan perasaan jauh lebih penting dalam pernikahan.
  Mendengar dengan aktif khususnya berguna apabila Anda merasakan bahwa pasangan Anda mempunyai masalah, misalnya: marah, kesal, kesepian, kecewa, frustrasi dan sakit hati.    Reaksi Anda yang pertama terhadap perasaan-perasaan itu mungkin negatif.  Barangkali Anda ingin mendebatnya, membela diri, menjauhi, atau menyerang balik.  Tetapi dalam mendengar dengan aktif Anda menangkap apa yang diucapkan lalu memastikan apa kira-kira perasaan yang berada di baliknya, bukan fakta yang telah diucapkannya.

CONTOH 1:

Suami berkata kepada istrinya:
    “Pak Bradford, bos yang baru, benar-benar menyebalkan.  Soal sepele saja diperhatikan.  Dia selalu mengamati saya.  Saya tidak tahu berapa lama saya bisa bertahan.”

Sang isteri yang mendengarkan dengan aktif, berkata:
    “Maksudmu Pak Bradford itu orang yang tidak menyenangkan di tempat kerja,” atau, “Memang susah kalau bekerja dengan orang yang cerewet”.
   Komentar seperti itu membuat sang suami merasa bahwa isterinya mengerti kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di tempat kerja.  Sang suami membutuhkan seseorang untuk membicarakan masalah ini, dan sekarang dia merasa bebas untuk menumpahkan semuanya.  Istrinya mendengarkan dengan berbagai gaya mendengar yang aktif ditambah dengan gaya “membuka pintu”, sehingga memberi rasa kelegaan kepada sang suami.  Terkadang perlu memancing sedikit untuk mengetahui emosi sebenarnya di balik kata-kata itu.

CONTOH 2:

   Pada waktu sang isteri berkata: “Saya capek sekali sampai lemas.”  Lalu sang suami mungkin mengatakan, “Jangan suka bilang capek,” atau, “Kalau sudah di tempat tidur kamu selalu bilang capek.”  Tetapi kalau mendengar dengan aktif, sang suami akan berkata, “Capek ya? Boleh tahu kenapa?.”  Ini berarti membuka pintu bagi sang isteri untuk mendapatkan pengertian dari suaminya mengenai beberapa hal tertentu, misalnya soal anak-anak yang nakal, bertengkar dengan tetangga sebelah, atau sedang mengkhawatirkan kesehatan ibunya.  Dan sekarang dia tahu bahwa suaminya peduli dengan kesibukannya sepanjang hari itu.  Lebih gampang bagi dia untuk berbicara lebih jauh mengenai masalah yang dihadapinya, dan mengembangkan pemikirannya lebih lanjut.
   Perlu diperhatikan : Akan tetapi, begitu perasan pribadi diungkapkan, Anda harus menahan diri untuk tidak memberi saran, mencela, menyalahkan, atau membuat kesimpulan.  Ini bukan saat yang tepat untuk itu.

                   ENAM CARA MENDENGAR DENGAN EFEKTIF.

   Ada enam cara di mana Anda dapat mempraktikkan mendengar dengan efektif :
1. Jaga kontak mata (melihat langsung ke mata).  Pusatkan seluruh perhatian Anda kepada pasangan Anda.  (Matikan TV dan letakkan surat kabar).
2. Duduk dengan sikap memperhatikan.  Untuk beberapa menit, bersikaplah seolah-olah tidak ada hal lain yang penting selain mendengarkan pasangan Anda berbicara.  Singkirkan pikiran-pikiran lain dari benak Anda.  Bungkukkan badan ke depan.
3. Tunjukkan perhatian terhadap apa yang akan Anda dengar.  Mengangkat alis, mengangguk, tersenyum atau bahkan tertawa pada bagian yang tepat.
4. Sambil mendengar dengan penuh perhatian, tambahkan dengan kata-kata yang sesuai untuk menunjukkan persetujuan, perhatian, dan pengertian.  Ingat,…pasangan Anda ingin mengetahui bahwa Anda mengerti apa yang diutarakan.  Berusahalah untuk berpikir melalui apa yang dia ucapkan dan cocokkan dengan pengalaman Anda sendiri.
5. Ajukan pertanyaan yang baik.  Berilah dorongan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menggambarkan perhatian Anda.
6. Mendengarkan dengan lebih lama.  Sesudah Anda selesai mendengarkan, biarkan sampai kira-kira 30 detik berlalu.

              MENYELESAIKAN KONFLIK DALAM PERNIKAHAN.

   Konflik dalam pernikahan tidak terhindarkan.  Mengabaikan konflik tidak menyelesaikan masalah.  Bahkan, kadang-kadang berkembang jadi serius apabila masalah-masalah yang ada itu disimpan rapat-rapat dan tidak dikeluarkan.  Disini ada beberapa aturan yang sederhana yang dapat membawa pemecahan masalah secara konstruktif :
1. Pilihlah waktu dan tempat yang terbaik.  Paling bagus kalau menyelesaikan konflik waktu masih hangat, tetapi jika salah satu dari Anda masih marah atau tidak rasional, tunda dulu pembicaraan.  Tetapi jangan menunda terlalu lama.  Dan kalau pasangan Anda tidak mengungkit-ungkit lagi masalah itu barulah Anda mengambil inisiatif untuk memecahkan masalah tersebut.  Bila membicarakan hal-hal yang penting jangan biarkan ada gangguan-gangguan yang tidak perlu.  Mungkin telepon dimatikan atau sepakat untuk tidak menghiraukan kalau ada orang yang memencet bel pintu.  Usahakan jangan membahas masalah-masalah yang berat setelah larut malam.
2. Katakan secara terus terang.  Ungkapkan perasaan Anda secara terbuka dan terhormat melalu penggunaan pesan keakuan( I message) secara efektif.  Bicaralah secara langsung, jelas, dan tenang tanpa amarah.  Turunkan nada suara, jangan dengan nada yang tinggi.
3. Tetap pada pokok masalah.  Pusatkan pada satu masalah sampai tuntas.
4. Tunjukkan rasa hormat.  Anda bisa saja tidak setuju dengan pendapat pasangan Anda.  Mungkin juga Anda ditentang dengan keras.  Tetapi Anda tetap dapat menghargai haknya mempertahankan pendapatnya.  Yang berikut ini adalah hal-hal yang tidak boleh Anda lakukan : Jangan memanggilnya dengan sesuatu sebutan, JANGAN MENGANCAM AKAN MENCERAIKANNYA, jangan menyinggung soal saudara-saudara atau keluarganya, jangan merendahkannya soal penampilan ataupun kecerdasannya, jangan melalukan kekerasan fisik, jangan memaki, dan jangan menyela.  INGAT, BAHWA KATA-KATA YANG TERLONTAR DALAM KEADAAN MARAH TIDAK DAPAT DITARIK KEMBALI.  Tak ada yang bisa menghapus akibat dari ancaman atau ucapan-ucapan kasar karena amarah.  Berbicaralah dan mendengarkan dengan rasa hormat.
5. Catat jalan keluar.  Apabila perasaan sudah diutarakan secara terbuka dan konstruktif Anda akan mengerti masalahnya dan mencari alternatif yang rasional.  Bahaslah setiap kemungkinan jalan keluar sekalipun kelihatannya seperti mustahil.
6. Evaluasi pemecahannya.  Begitu semua informasi telah dikemukakan, Anda berdua bisa melakukan pilihan yang baik mengenai tindakan apa yang dianggap paling tepat.
7. Pilihlah jalan keluar yang paling bisa diterima.  Bersikap tegas pada diri sendiri untuk memilih jalan keluar yang paling memenuhi kebutuhan Anda berdua atau kebutuhan pihak yang paling disakiti.  Pilihan ini mungkin memerlukan langkah negosiasi dan kompromi yang baik.  Jangan bertujuan untuk menang, sebab kalau ada yang menang pasti ada yang kalah, dan tidak ada yang mau kalah.
8. Laksanakan keputusan.  Tentukan siapa melakukan apa, di mana, dan kapan.  Begitu Anda mencapai suatu keputusan ingatlah bahwa dua orang seringkali memandang persetujuan itu dengan perasaan berbeda.  Bila itu terjadi lebih baik kesepakatan itu dituangkan dalam catatan dan kalau perlu masing-masing menandatanganinya.

                        KOMUNIKASI DENGAN TUHAN

   Meskipun pembahasan kita berpusat pada masalah komunikasi di antara suami dan isteri, belum lengkap kalau tidak menyebutkan komunikasi dengan Tuhan.  Suami, istri, dan Tuhan membentuk sebuah segitiga yang suci.  Jika komunikasi antara suami dan istri terganggu maka akan berdampak pula pada hubungan mereka dengan Tuhan.  Kalau saluran ke surga terganggu akan muncul nada sibuk juga di antara pasangan itu.   Seorang penulis pernah berkata, “Seseorang tidak dapat benar-benar terbuka kepada Tuhan sementara dia tertutup terhadap pasangannya.”  Apabila jalur komunikasi lancar maka Tuhan dengan lebih mudah dapat memenuhi maksud-Nya bagi suami dan istri. 
   Komunikasi yang seperti apa pun bagusnya, tidak akan menghasilkan pernikahan yang sempurna atau menciptakan keterbukaan dan rasa hormat kalau sifat-sifat ini sebelumnya tidak ada.   Komunikasi yang tulus akan menghilangkan ketegangan emosi, menjelaskan pemikiran, dan memberi kelegaan bagi tekanan-tekanan sehari-hari.

KESIMPULAN:
   Jantung dari pernikahan itu adalah sistem komunikasinya.  Bisa dikatakan bahwa sukses dan kebahagiaan dari sepasang sejoli yang menikah itu dapat diukur dengan dialog mendalam yang menjadi ciri dari persatuan mereka”. –Dwight Small.

Daftar Pustaka

- Pelt van Nancy, The Compleat Marriage (terj.) Bandung: Indonesia 
  Publishing House, 2006.