Jumat, 13 September 2013

Reformasi : Merenungkan Pemikitan Baru.

"PEMBARUAN: MEMIKIRKAN GAGASAN  BARU"

PENDAHULUAN

 Pikiran sebagai ukuran. Sebuah pepatah mengatakan, "Anda adalah apa yang anda pikirkan." Pengaruh pikiran terhadap perilaku kehidupan seseorang sudah menjadi bahan kajian ilmiah sejak lama. Meskipun pikiran itu berlangsung di otak, pikiran tidak sama dengan otak. Pikiran merupakan bagian dari diri kita sebagai makhluk cerdas yang memiliki kemampuan berpikir, sedangkan otak adalah sebuah organ tubuh di mana proses pemikiran itu berlangsung. Otak adalah organ fisik, pikiran adalah konsep psikologis. Ibarat sebuah komputer, otak adalah "hardware" (piranti keras) dan pikiran adalah "software" (piranti lunak). Sebuah komputer bisa berfungsi karena memiliki keduanya, perangkat keras dan perangkat lunak.

 Otak--sebagai sebuah organ tubuh--adalah wahana di mana berlangsung lompatan-lompatan impuls elektronik yang mengkoordinasikan gerakan-gerakan anggota tubuh, organisme, dan berbagai aktivitas selaku tubuh. Pikiran--sebagai sebuah konsep psikologis--merupakan ujud dari pemikiran, gagasan, ingatan, akal budi, persepsi, emosi dan imajinasi selaku pribadi. Dengan pikiran kita mampu menganalisis situasi serta memahami apa yang terjadi di sekitar kita, dan kemampuan logika itulah yang membedakan manusia dari hewan. Hewan hanya sanggup menginterpretasikan apa yang terjadi di sekitar lingkungan mereka lalu dengan nalurinya beradaptasi dengan keadaan itu, tetapi hewan tidak dapat mengerti mengapa terjadi demikian. Semua manusia memiliki otak dan mampu menggunakan otaknya, bagi diri sendiri untuk bisa bertahan hidup maupun untuk kepentingan orang banyak. Dunia menghargai orang-orang yang kemampuan berpikirnya telah menghasilkan berbagai hal bagi kepentingan umat manusia. Kita menyebut mereka sebagai para penemu, baik dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi maupun dalam dunia seni.

 Orang-orang yang sangat berjasa dalam kehidupan manusia ini antara lain seperti Nicolaus Copernicus (1473-1543), astronom dan matematikawan Polandia penemu teori heliosentris. Juga Galileo Galilei (1564-1642), fisikawan dan astronom Italia yang berkat teleskop canggih temuannya telah membuktikan kebenaran teori heliosentris tersebut sehingga memaksa Gereja untuk mengakui bahwa matahari, bukan Bumi, sebagai pusat peredaran benda-benda angkasa dalam tatasurya kita. Ada pula Thomas Alva Edison (1847-1931), penemu fonograf dan bola lampu listrik; Alexander Fleming (1881-1955), biolog dan farmakolog Skotlandia yang menemukan penisilin sebagai antibiotik; Louis Pasteur (1822-1895), ahli kimia Prancis yang menemukan prinsip-prinsip vaksinasi dan pasteurisasi; Wilhelm Conrad Rontgen (1845-1923), fisikawan Jerman yang menemukan "sinar ronsen" atau X-ray; Alexander Graham Bell (1847-1922), insinyur asal AS yang menemukan telepon; bahkan Steve Jobs (1955-2011) yang terkenal karena inovasi sistem komputer dan telpon seluler yang telah mengubah cara manusia berkomunikasi.
   Sementara jasa para penemu di bidang iptek itu sangat bermanfaat dalam kehidupan lahiriah manusia, para penemu di bidang kesenian berjasa memperkaya kehidupan batiniah manusia. Khususnya para penggubah lagu-lagu rohani yang mendorong semangat serta memberi keteduhan jiwa bagi banyak pendengar. Di antaranya adalah Isaac Watts (1674-1748), teolog dan penyair Inggris yang telah menggubah 750 lirik lagu rohani sehingga dijuluki "Father of English Hymnody" (Bapa Lagu Pujian Inggris) yang lagu-lagunya telah banyak diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia dan dinyanyikan oleh umat Kristen sejagad. Dalam "Lagu Sion" sebagai buku nyanyian resmi Gereja Advent di Indonesia yang menghimpun 342 kidung rohani (Bandung: Percetakan Advent Indonesia; ©1991) terdapat sekitar 10 lirik lagu ciptaannya, termasuk yang selalu dinyanyikan pada acara khotbah hari Sabat (LS 1) dan pada upacara perjamuan kudus (LS 202). Kalau bukan berkat karya-karya syair lagu rohani itu, Isaac Watts mungkin hanya akan dikenal oleh teman-teman sekelasnya di King Edward VI School (KES) di Southampton, Inggris sebagai "anak nyentrik" yang sering kena hukuman, dan setiap kali ditanyai guru mengapa melanggar peraturan sekolah akan selalu menjawab dengan kalimat-kalimat puitis yang terdengar menggelikan.

 Gaya bicaranya yang kental dengan nada puitis itu tetap menjadi ciri jatidiri Isaac Watts sampai tua. Ketika menanggapi pekik keheranan seorang pengagumnya demi melihat sosoknya yang sudah rapuh dimakan usia, sembari berdiri merentangkan tangan memperlihatkan seluruh badannya yang tua renta, penyair itu berkata: "Nyonya, sekiranya dalam khayalan aku dapat merengkuh dua kutub atau menggenggam ciptaan dalam jengkalku, aku tetap akan dinilai melalui pikiranku, oleh sebab pikiran adalah ukuran dari seorang manusia."

 "Isaac Watts benar. Pikiran adalah ukuran dari seorang manusia, dan reformasi adalah soal pikiran kita. Kalau ada reformasi dalam pikiran kita, kita akan memiliki reformasi dalam tindakan kita. Reformasi terjadi sementara Roh Kudus membawa pikiran kita kepada keselarasan dengan pemikiran Kristus. Bilamana hal itu terjadi, tindakan-tindakan kita akan mengikuti" [alinea kedua].

1. PIKIRAN DAPAT MENGUASAI TUBUH (Pikiran itu Penting)

 Dikendalikan oleh pikiran.

Sebuah ungkapan dalam bahasa Inggris yang cukup populer mengenai pikiran ialah"Mind over matter" yang penafsirannya beragam sesuai dengan konteks, tapi pada prinsipnya berarti bahwa kekuatan pikiran dapat mengatasi masalah-masalah fisik. Aslinya frase ini merujuk kepada fenomena paranormal yang mulai marak pada dasawarsa 1960-an hingga 1970-an, khususnya dalam teknik psikokenetik (PK) yang memanipulasi pengaruh pikiran terhadap tubuh di mana rasa sakit bisa dianulir dengan cara "melumpuhkan" sensasi rasa sakit di dalam otak, sehingga orang bisa berjalan di atas bara api tanpa kakinya hangus. Ungkapan ini kemudian diadopsi untuk diterapkan dalam berbagai konsep psikologis yang pada dasarnya ialah bahwa pikiran itu lebih berkuasa dari tubuh, dan apa yang dipikirkan seseorang itu lebih penting daripada apa yang dirasakan oleh tubuhnya. Fisik mungkin akan cenderung menyerah, tetapi kalau pikiran mengatakan sanggup niscaya tubuh akan mampu melaksanakan.

 Sementara di satu pihak pikiran dapat mempengaruhi tubuh kita, karena apa yang dirasakan dan dilakukan tubuh dikendalikan dari pikiran, di pihak lain pikiran itu sendiri juga dapat dikendalikan. Dalam buku berjudul "You Are Not Your Brain" (Anda Bukanlah Otak Anda), ditulis bersama oleh Dr. Jeffrey Schwartz dan Dr. Rebecca Gladding, keduanya peneliti dari UCLA (University of California, Los Angeles), disebutkan tentang kemampuan untuk mempengaruhi otak kita supaya terfokus pada cara-cara berpikir yang sehat dan bermanfaat. Menurut para penulis buku ini, banyak pemikiran dan dorongan serta sensasi yang kita alami tidak memantulkan siapa kita sebenarnya dan kehidupan seperti apa yang kita inginkan. Semua itu disebut sebagai "pesan-pesan palsu" dari otak yang bersifat menipu dan bukan representasi sesungguhnya mengenai diri kita. Menyadari akan hal tersebut, disarankan oleh kedua penulis yang adalah juga psikiater klinis untuk melakukan Empat Langkah demi mengatasi apa yang dikenal sebagai "kelainan obsesif-kompulsif" (obsessive-compulsive disorder=OCD). Keempat langkah itu adalah: 1. Relabel (mengidentifikasi pesan-pesan otak yang bersifat menipu); 2. Reframe  (mengubah persepsi tentang pesan-pesan palsu dari otak); 3. Refocus (mengarahkan perhatian pada satu aktivitas atau proses berpikir yang produktif); 4. Revalue (menilai dengan tegas pemikiran-pemikiran dan dorongan-dorongan pikiran menurut keadaannya yang sebenarnya).

 Misalnya dicontohkan tentang dorongan pikiran untuk membuka surat elektronik (e-mail) kedinasan padahal anda sedang santai menikmati akhir pekan bersama keluarga di rumah, dan anda tahu saat itu bukan waktu yang tepat untuk membaca e-mail yang berkaitan dengan pekerjaan. Maka dengan empat langkah yang disarankan itu kita dapat mengarahkan otak untuk melakukan (Langkah 1) "Relabel" dengan mengatakan dalam hati, "Oh, ada dorongan untuk membuka e-mail kantor." Sesudah itu (Langkah 2) "Reframe" dengan mengingatkan diri bahwa ini dorongan yang mengganggu, bahwa anda bukanlah otak anda, sehingga tidak harus merespon setiap dorongan yang muncul dalam pikiran. Kemudian (Langkah 3) "Refocus" dengan cara mengalihkan dorongan itu kepada hal lain yang bermanfaat, misalnya dengan jalan kaki di udara terbuka atau bermain dengan keluarga. Terakhir (Langkah 4) "Revalue" dengan menilai kembali dorongan otak untuk membuka e-mail tadi sebagai sesuatu yang tidak lebih dari pesan palsu dari otak dan bersifat menipu. Anda tidak perlu membaca e-mail kantor pada hari libur, sebab aktivitas itu bisa ditunda sampai hari kerja.

 Barangkali langkah-langkah yang disarankan oleh penulis buku itu dapat pula diterapkan dalam menghadapi dorongan-dorongan hati yang sebenarnya merupakan "pesan-pesan palsu" untuk berbuat hal-hal yang bertentangan dengan jatidiri kita sebagai orang Kristen dan pengikut Kristus. "Pemikiran kita pada akhirnya akan mendikte perilaku kita. Cara kita berpikir mempengaruhi cara kita bertindak. Begitu juga sebaliknya. Perbuatan yang berulang-ulang mempengaruhi pikiran kita. Orang Kristen adalah "ciptaan baru." Pola berpikir yang lama telah digantikan dengan pola berpikir yang baru (2Kor. 5:17)...Ketika rasul Paulus mengingatkan orang Kristen agar 'pikirkanlah perkara yang di atas' (Kol. 3:2), dia sedang mendesak kita untuk memusatkan pemikiran kita ke surga. Pikiran kita terbentuk oleh apa yang kita masukkan ke dalamnya. Pemikiran-pemikiran kita dibentuk oleh apa yang kita pikirkan dengan menghabiskan waktu" [alinea pertama; alinea kedua: tiga kalimat terakhir].

 Keserupaan dengan idola. "Hollywood Boulevard" di kota Los Angeles, California adalah salah satu tujuan utama wisatawan mancanegara maupun lokal. Anda belum ke Los Angeles kalau belum menjejakkan kaki di Hollywood Boulevard. Keistimewaan dari jalan raya sepanjang kurang-lebih 7 Km itu adalah pada ruas jalan sepanjang sekitar 2 Km yang disebut "Walk of Fame" di mana pada trotoarnya terpancang deretan lebih dari 2500 tanda bintang berwarna merah muda karang yang masing-masing memuat nama tokoh dalam dunia hiburan di AS. Penempatan tanda bintang itu merupakan penghargaan dan sekaligus pengakuan atas selebritas sang bintang yang saat peresmiannya dihadiri oleh bintang bersangkutan. Pada akhir pekan dan hari-hari libur anda bisa menyaksikan sosok-sosok mirip bintang tertentu yang berdiri di dekat tanda bintang yang "diwakilinya" dengan tujuan untuk mengais dolar dari para pengunjung. Tampang maupun dandanan mereka, termasuk atribut-atribut khas, sedemikian rupa sehingga sangat mirip dengan tokoh selebriti yang mereka berusaha tiru itu. Beberapa di antaranya, pria maupun wanita, memang hampir tak bisa dibedakan dari bintang aslinya. Dengan membayar $5 anda bisa mendapat kesempatan untuk 2-3 kali foto bersama dengan "sang artis" di dekat tanda bintang yang memuat namanya.

 Bagi para "artis jalanan" tersebut kemiripan fisik dan penampilan yang serupa dengan sosok bintang aslinya adalah semacam anugerah alam untuk bisa sekadar mengais rejeki, sedangkan bagi para pelancong adalah semacam anugerah untuk bisa berfoto dengan idola mereka yang mustahil diperoleh dengan bintang aslinya. Kita juga sering menyaksikan keserupaan lahiriah dengan orang-orang penting dan terkenal kerap menjadi semacam berkah alam bagi yang bersangkutan. Namun tidak ada di antara individu-individu yang memiliki kemiripan lahiriah dengan tokoh-tokoh ternama yang berusaha untuk meniru prestasi dan kesuksesan sosok yang mirip dengan dirinya itu. Mereka sudah cukup bangga kalau punya tampang mirip tokoh terkenal karena merasa seperti ikut kecipratan popularitas. Fisik boleh sama, tapi otak dan kesempatan berbeda. Memang anda tidak harus memiliki sosok yang mirip dengan seorang tokoh yang sukses untuk bisa meraih prestasi yang sama dengan dia, tetapi anda dapat menyamai kesuksesannya dengan menjadi tokoh lain yang berbeda, dan biarlah orang-orang yang mempunyai kemiripan lahiriah dengan anda menjadi bangga atau mengidolakan anda.

 Sebagai orang Kristen idola kita adalah Yesus Kristus, dan kepada kita didorong untuk berusaha menjadi serupa dengan Dia. Keserupaan dengan Kristus berarti memiliki kecemerlangan tabiat yang sama dengan Dia. Rasul Paulus menulis, "Sekarang muka kita semua tidak ditutupi selubung, dan kita memantulkan kecemerlangan Tuhan Yesus. Dan oleh sebab itu kita terus-menerus diubah menjadi seperti Dia; makin lama kita menjadi makin cemerlang. Kecemerlangan itu dari Roh, dan Roh itu adalah Tuhan" (2Kor. 3:18, BIMK). Pena inspirasi menulis: "Oleh memandang kita menjadi berubah; dan sementara kita merenungkan kesempurnaan dari Teladan ilahi itu, kita akan rindu untuk diubahkan sepenuhnya dan dibarui menurut citra kesucian-Nya. Adalah oleh iman kepada Putra Allah maka perubahan terjadi dalam tabiat, dan anak murka menjadi anak Allah" (Ellen G. White, Signs of the Times, 26 Desember 1892).
    "Reformasi adalah soal memandang kepada Yesus. Itu adalah tentang Yesus mengisi pikiran kita. Itu adalah tentang Yesus membentuk pemikiran-pemikiran kita. Itu adalah tentang Yesus membimbing perbuatan-perbuatan kita. Bila kita memandang Yesus, Ia akan menuntun kita kepada standar-standar yang lebih tinggi dari sekadar kekakuan mengikuti aturan. Tidak mungkin kalau kita sungguh-sungguh melihat kepada Yesus dan tetap sama. Apabila kita merenungkan pemikiran-pemikiran-Nya, kita hanya mempunyai satu kerinduan, dan itu adalah melakukan kehendak-Nya" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang pikiran lebih berkuasa dari tubuh?

1. Otak manusia diciptakan Allah dengan kemampuan luar biasa untuk melakukan aktivitas-aktivitas kognitif, khususnya berpikir. Dengan 100 milyar sel saraf dalam otak kita dapat menganalisis dan memahami apa yang tertangkap oleh pancaindera, terutama untuk memahami pesan-pesan ilahi.

2. Pemikiran manusia, sebagai proses psikologis di dalam otak, mempunyai kekuatan untuk mengendalikan anggota-anggota tubuh. Tetapi kita juga dapat "mendidik" cara berpikir kita supaya dapat menghasilkan pemikiran-pemikiran yang lebih sesuai dengan keinginan kita, khususnya yang selaras dengan Kristus.

3. Keserupaan dengan tabiat Kristus adalah tujuan utama dari setiap orang Kristen sejati. Itulah sebabnya kepada kita dianjurkan untuk senantiasa belajar dari Kristus dengan cara terus memandang kepada-Nya. Oleh memandang kita akan diubahkan melalui kesan-kesan yang tertanam dalam pikiran kita tentang Yesus Kristus.

2. MELINDUNGI PIKIRAN KITA (Saringan Pikiran)

 Maksud penyaringan. Salah satu alat yang paling sering digunakan dalam berbagai aspek kehidupan manusia adalah alat penyaring. Montir memerlukan saringan oli untuk mesin mobil, tukang bangunan memakai saringan pasir untuk memplester dinding bangunan, ibu rumahtangga menggunakan saringan ketika menyiapkan makanan atau minuman tertentu. Fungsi dari alat penyaring (saringan) ialah menyaring dan mencegah apa saja yang tidak dikehendaki agar tidak ikut terserap bersama substansi yang diperlukan. Jadi, alat penyaring juga menjalankan fungsi pemurnian. Sesuatu unsur yang tidak murni dapat menimbulkan ketidaknyamanan bahkan masalah yang tidak diinginkan saat dipergunakan, apalagi untuk sesuatu yang dimasukkan ke dalam tubuh. Alat penyaring bukan sama sekali menutup jalan masuk, tetapi membiarkan masuk hanya hal-hal yang dikehendaki dan pada waktu yang sama mencegah unsur-unsur yang tidak disukai.

     Pikiran kita adalah bagian yang netral, apa yang mengisi pikiran itulah yang menentukan keadaan pikiran kita. Sebagai orang Kristen pikiran kita harus selalu dijaga agar tidak disusupi oleh unsur-unsur duniawi yang dapat mengacaukan kemurnian pikiran kita. "Allah telah menyediakan suatu 'saringan rohani' bagi pikiran kita. Itu sudah dibuat dengan cermat untuk membiarkan masuk ke dalam pikiran kita hanya hal-hal yang akan membangun pengalaman rohani kita dengan Yesus" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].

   Rasul Paulus menulis: "Maka sejahtera dari Allah yang tidak mungkin dapat dimengerti manusia akan menjaga hati dan pikiranmu yang sudah bersatu dengan Kristus Yesus. Akhirnya, saudara-saudara, isilah pikiranmu dengan hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik...Janganlah ikuti norma-norma dunia ini. Biarkan Allah membuat pribadimu menjadi baru, supaya kalian berubah. Dengan demikian kalian sanggup mengetahui kemauan Allah--yaitu apa yang baik dan yang menyenangkan hati-Nya dan yang sempurna" (Flp. 4:7-8 & Rm. 12:2, BIMK).

     Mengawal pancaindera. Setiap hari kita terpapar dengan berbagai hal yang bisa tertangkap oleh pancaindera kita, utamanya indera pelihat dan pendengar, baik melalui perangkat audio-visual maupun yang dapat kita saksikan dan dengar langsung dari aktivitas keseharian. Siaran radio, televisi, internet, tiada hentinya membanjiri pikiran kita dengan pelbagai informasi. Ada informasi yang berharga, banyak pula informasi sampah. Dalam situasi seperti inilah kita membutuhkan sebuah mekanisme penyaringan supaya hanya hal-hal yang dianggap layak saja yang terserap ke dalam pikiran, sedangkan hal-hal yang tidak patut bagi pikiran kita terlewatkan begitu saja. Setiap orang Kristen harus memiliki sistem saringan yang ditentukannya sendiri, sesuai dengan nilai-nilai rohani yang kita junjung.

     "Ini sebuah kenyataan yang sederhana. Tidak mungkin mengembangkan pemikiran-pemikiran rohani yang mendalam kalau kita mengisi pikiran kita dengan kekerasan, ketidaksopanan, keserakahan, dan materialisme. Indera-indera kita merupakan pintu gerbang kepada pikiran kita. Jika pikiran kita dijejali dengan tontonan-tontonan hiburan Hollywood yang merangsang, pikiran akan dibentuk oleh pengalaman-pengalaman yang bersifat hawa nafsu ini gantinya oleh prinsip-prinsip Firman Allah...Orang-orang Kristen Masehi Advent Hari Ketujuh yang bersedia untuk Kedatangan Kristus yang Kedua harus mempertimbangkan dengan saksama sebelum mempersembahkan jiwa mereka pada mezbah hiburan duniawi" [alinea terakhir: empat kalimat pertama dan kalimat terakhir].

    Pena inspirasi menulis: "Jika anda tidak dapat mengendalikan dorongan hati anda dan emosi anda sebagaimana yang anda kehendaki, anda dapat mengendalikan kemauan dan dengan demikian perubahan kemauan yang menyeluruh akan ditempa dalam hidup anda. Bila anda menyerahkan kemauan anda kepada Kristus, hidup anda terlindung bersama Kristus di dalam Allah. Itu berarti bersekutu dengan kuasa yang berada di atas segala kekuasaan dan kekuatan. Anda mendapat kekuatan dari Allah yang memegang anda teguh pada kekuatan-Nya; dan suatu hidup baru, bahkan kehidupan iman, adalah mungkin bagi anda" (Ellen G. White, Christian Temperance and Bible Hygiene, hlm. 148).

 Apa yang kita pelajari tentang pentingnya saringan pikiran?

1. Demi menjaga kemurnian pikiran diperlukan sistem saringan untuk menyaring bahan-bahan yang masuk ke dalam pikiran agar hanya hal-hal yang murni saja yang diterima oleh pikiran kita. Dengan adanya penyaringan yang bekerja efektif kita tidak perlu khawatir terhadap "sampah-sampah" yang berseliweran di sekitar kita.

2. Sebagai umat Tuhan, saringan pikiran kita berpatokan pada Firman Tuhan. Alkitab mengajarkan agar kita hanya mengisi pikiran kita dengan "hal-hal bernilai, yang patut dipuji, yaitu hal-hal yang benar, yang terhormat, yang adil, murni, manis, dan baik" (Flp. 4:8).

3. Salah satu "penyimpangan moral" paling umum sekarang ini adalah menjadikan hal-hal yang menyangkut seksual sebagai hiburan. Bercanda soal seks selalu terdengar lucu dan menghibur, bukan? Namun perbuatan asusila tidak hanya perselingkuhan; gurauan yang bertema seksual juga adalah perbuatan asusila (Ef. 5:3-4).

3. PAGAR HATI (Pengamanan Pikiran)

    Melindungi hak pribadi. Bukan hanya rumah perlu pagar, tapi juga hati dan pikiran. Pagar adalah sebuah ikhtiar untuk menyatakan kepemilikan dan pengamanan atas suatu properti (hak milik). Rumah-rumah di Amerika, yang juga mulai banyak ditiru oleh pengembang kompleks perumahaan model "cul de sac" di tanah air, umumnya tidak ada pagar fisiknya tapi menggunakan pagar imajiner yang diatur oleh hukum. Menjejaki halaman rumah orang tanpa seizin pemiliknya, walaupun tidak ada pagarnya, bisa membuat anda berurusan dengan polisi. Pikiran adalah properti pribadi kita masing-masing, dan kita berhak untuk melindunginya dari penyusupan unsur-unsur yang tidak dikehendaki. Seseorang yang tidak memagari pikirannya itu sama dengan membiarkan propertinya tanpa pagar di tengah lingkungan yang tidak aman karena banyak penerobos. Pertanyaannya, seberapa terjaminkah kekokohan pagar yang kita bangun itu untuk mencegah penerobosan?

    Sebagai manusia yang lahir dalam keberdosaan dan mewarisi kecenderungan untuk berbuat dosa, hidup di tengah dunia yang sarat oleh dosa membuat kita tak berdaya untuk menghalangi pengaruh dosa. Hanya dengan bersandar kepada Tuhan untuk memagari pikiran kita ada jaminan bagi keamanan. "Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus" (Flp. 4:7; penekanan ditambahkan).

     "Ada banyak cara di mana kita bisa menggagalkan pengawalan kita itu. Kita dapat membiarkan masuk limbah kepelesiran dunia ini. Pikiran kita mungkin dikalahkan oleh amarah, kegetiran, dan kebencian. Pikiran bisa tenggelam di tengah lautan kepelesiran yang memabukkan atau kebiasaan-kebiasaan yang menimbulkan ketagihan. Kabar baiknya ialah bahwa Yesus telah berjanji untuk melindungi pikiran kita--kalau kita membiarkan Dia melakukannya" [alinea kedua].

 Senjata Allah. Dalam perang fisik manusia menggunakan persenjataan militer yang berbau mesiu, tetapi dalam peperangan rohani yang dipergunakan adalah persenjataan rohaniah yang beraroma ideologis. Kesadaran akan hal ini harus membuat kita lebih waspada, oleh sebab kita berperang "bukanlah melawan darah dan daging, tetapi...melawan roh-roh jahat di udara" (Ef. 6:12). Dalam peperangan rohani kita tidak hanya menghadapi serbuan ideologi, doktrin, dan ajaran-ajaran dari luar gereja, tapi kita juga menghadapi gagasan, pendapat, dan penafsiran-penafsiran yang muncul dari dalam gereja. Setan menyerang umat Tuhan dalam segala lini kehidupan, dan dia juga menggunakan anasir-anasir yang telah disusupkannya ke dalam gereja!

    Kenyataan ini membuat perjuangan umat Tuhan yang menghendaki kemurnian ajaran Allah menjadi lebih berat dan terkadang memusingkan kepala. Dalam peperangan rohani ini banyak kali kita menghadapi pendapat-pendapat, tulisan-tulisan, bahkan khotbah-khotbah dari para tokoh gereja yang mengagumkan tapi terkadang juga membingungkan. Sementara semua narasumber itu patut kita perhatikan karena bermanfaat bagi kebangunan rohani, kita juga patut mencermatinya apakah setiap pandangan itu benar-benar bersumber dari Firman Tuhan atau semata-mata hanya pemikiran manusia. Menangkis serangan dari luar gereja itu relatif lebih mudah daripada menghadapi kontroversi dari dalam.

    Anda dan saya hanya akan mampu dan berhasil mempertahankan kemurnian pikiran dan iman kita dengan menggunakan dan mengandalkan pada senjata-senjata Allah, seperti yang difirmankan melalui rasul-Nya: "Kami memang masih hidup di dalam dunia, tetapi kami tidak berjuang berdasarkan tujuan duniawi. Senjata-senjata yang kami gunakan di dalam perjuangan kami bukannya senjata dunia ini, tetapi senjata-senjata Allah yang berkuasa. Dengan senjata-senjata itu kami menghancurkan pertahanan-pertahanan; kami menangkis perdebatan-perdebatan dan mendobrak benteng-benteng kesombongan yang dibangun untuk menentang pengetahuan tentang Allah. Kami menawan pikiran orang-orang dan membuat mereka takluk kepada Kristus" (2Kor. 10:3-5, BIMK).

    "Kita tidak selalu dapat memilih pemikiran-pemikiran yang menerobos pikiran kita. Kita bisa memilih apakah kita akan terus memikirkannya dan membiarkannya menguasai pikiran kita. Membawa setiap pemikiran ke dalam penurutan kepada Kristus berarti menyerahkan pikiran kita kepada Yesus. Pemikiran duniawi tidak bisa dihapuskan hanya dengan sekadar berharap pemikiran itu akan berlalu. Pemikiran-pemikiran itu akan tergusur keluar ketika pikiran diisi dengan sesuatu yang lain. Pikiran yang terpusat pada prinsip-prinsip positif dari Firman Allah adalah pikiran yang 'terlindung' dan 'terpelihara' oleh kasih karunia Allah dari tipu muslihat si jahat" [alinea terakhir: enam kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang bagaimana mengamankan pikiran kita?

1. Pikiran adalah properti pribadi anda dan saya. Bukan saja kita berhak tapi juga wajib untuk melindunginya dari segala anasir-anasir yang bisa merusak kemurnian pikiran kita. Melindungi pikiran berarti memagarinya dengan ketat dan kokoh supaya tidak mudah disusupi oleh hal-hal yang tidak dikehendaki.

2. Sebagai umat Tuhan, pengamanan pikiran kita yang paling handal adalah senjata Firman Tuhan. Setan tidak dapat menyusup ke dalam Alkitab, tapi dia bisa menyusup melalui penafsiran dan pendapat tentang isi Alkitab. Setan menginfiltrasi gereja melalui agen-agennya dengan ide-ide dan pendapat pribadi mereka.

3. Perlindungan bagi pikiran kita terjamin hanya di dalam Yesus Kristus. Kita dapat menyerahkan pengamanan pikiran kita kepada-Nya melalui penyerahan diri dalam doa dan pendalaman Firman Allah dengan tuntunan Roh Kudus. Setiap orang bisa melakukan pendalaman Alkitab secara pribadi tanpa harus dibimbing oleh orang lain.

4.  MENJADI  MANUSIA SEUTUHNYA (Hubungan Pikiran dan Tubuh)

    Kesejahteraan yang seutuhnya. Empat aspek yang membentuk manusia seutuhnya adalah fisik (raga), mental (cipta), rohani (jiwa), dan emosi (rasa). Setiap orang memiliki keempat unsur ini dalam dirinya, dengan segala kekhasannya masing-masing yang membuat seseorang sebagai satu pribadi yang unik. Dalam setiap aspek itu terkandung berbagai potensi (kemampuan) yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain, bergantung dari pengalaman dan pengembangan masing-masing. Fisik yang terlatih membuat seseorang lebih berotot dan kuat; mental yang terasah membuat seseorang lebih cerdas dan bijak; rohani yang terdidik membuat seseorang lebih bermoral dan bertanggungjawab; emosi yang terkendali membuat seseorang lebih tabah dan mampu menahan diri. Pendidikan yang baik ialah pendidikan yang mengajarkan keseimbangan dari semua dimensi manusia tersebut.

     Allah sendiri yang telah menciptakan kita manusia sebagai makhluk dimensional dengan aspek-aspek yang lengkap seperti itu, oleh sebab dari mulanya Dia ingin memiliki satu umat yang sehat dan cakap sebagai anak-anak-Nya. Alkitab juga mengajarkan pendidikan yang seimbang meliputi semua aspek ini dalam rangka membina kesejahteran manusia yang seutuhnya. Bilamana Yesus datang kedua kali, Dia ingin menyambut satu umat yang memiliki kriteria ini. Itulah sebabnya sang rasul berdoa, "Semoga Allah sendiri yang memberikan kita sejahtera, menjadikan kalian orang yang sungguh-sungguh hidup khusus untuk Allah. Semoga Allah menjaga dirimu seluruhnya, baik roh, jiwa maupun tubuhmu, sehingga tidak ada cacatnya pada waktu Tuhan kita Yesus Kristus datang kembali" (1Tes. 5:23, BIMK).

 "Bagi umat percaya Perjanjian Baru, kesejahteraan jasmani, pikirani dan emosi secara tak terpisahkan berkaitan dengan kesejahteraan rohani. Rasul Paulus mengimbau umat percaya agar 'memuliakan Allah dengan tubuh mereka.' Dia percaya bahwa seluruh umat manusia sudah dibeli dengan suatu harga dan diri kita bukan milik kita sendiri (1Kor. 6:19-20). Memelihara tubuh kita dengan mengadopsi gaya hidup yang lebih sehat jauh lebih berarti daripada menambahkan beberapa tahun kepada umur kita; jika dilakukan dengan motif yang benar itu bisa merupakan suatu perbuatan ibadah" [alinea kedua].

 Keserelarasan dengan kehendak Allah. Sebagai manusia seutuhnya, yang memiliki keempat aspek kemanusiaan sebagaimana tersebut di atas, kewajiban setiap orang adalah memelihara kebugaran dari setiap aspek itu. Hal ini perlu oleh karena masing-masing aspek saling mempengaruhi terhadap diri kita sebagai manusia yang utuh. Kalau salah satu dari aspek itu terganggu kesehatannya, keseluruhan diri orang tersebut menjadi sakit. Pada waktu tubuh sakit, pikiran dan emosi serta rohani ikut terpengaruh. Ketika emosi terganggu, gejala-gejalanya tampak pada pikiran, tubuh, dan rohani. Tatkala pikiran terganggu, akibatnya berimbas pada tubuh, emosi dan rohani. Sewaktu rohani terganggu, ujudnya terlihat pada tubuh, pikiran, dan emosi.

    Kita mengenal istilah "penyakit psikosomatik," yaitu gangguan emosi yang gejala-gejalanya terlihat pada tubuh. Misalnya, seorang yang mengalami stres atau tertekan batin dapat mengembangkan gejala-gejala seperti tekanan darah tinggi, sakit punggung, dan tukak lambung (maag). Tetapi kerohanian yang "tidak sehat" juga dapat menimbulkan gejala-gejala fisik, mental, dan emosi. Gaya hidup, sepak terjang, cara berbicara, bahkan cara berpakaian bisa merupakan ciri-ciri fisiologis dari kerohanian yang sehat ataupun sakit. Firman Tuhan mengingatkan kita agar tidak mengikuti norma-norma dunia ini oleh pembaruan budi dan penguasaan diri (Rm. 12:2-3), mewaspadai musuh rohani yang datang sebagai pencuri untuk membinasakan karakter (Yoh. 10:10), dan bahkan dalam hal makan pun kita patut melakukannya demi kemuliaan Tuhan (1Kor. 10:31).

    "Kalau ada praktik-praktik pola hidup jasmani yang tidak selaras dengan kehendak-Nya, Allah mengundang kita agar menyerahkannya bagi kemuliaan-Nya. Setan ingin mengendalikan pikiran kita melalui tubuh kita; Yesus rindu mengendalikan tubuh kita melalui pikiran kita. Tubuh kita adalah sebuah kaabah, bukan tempat bersenang-senang. Oleh mengikuti prinsip-prinsip surgawi kita dapat mengamalkan kehidupan yang lebih dipenuhi sukacita, produktif, berkelimpahan, dan sehat" [alinea terakhir: empat kalimat terakhir].

   Apa yang kita pelajari tentang hubungan antara pikiran dan tubuh?

1. Allah sudah menciptakan kita sebagai manusia yang seutuhnya, menebus kita sebagai manusia yang seutuhnya, memelihara kesejahteraan kita sebagai manusia yang seutuhnya, karena itu Allah juga ingin menyelamatkan kita seutuhnya. Ketika Yesus datang kedua kali, semua orang yang selamat akan diubahkan seutuhnya.

2. Sebagai manusia yang seutuhnya, terdiri atas keempat aspek yang saling berpengaruh, kita berkewajiban untuk memelihara kesehatan dan kesejahteraan diri secara utuh dan seimbang. Allah telah menyediakan petunjuk dan cara bagaimana kita dapat memelihara diri kita sebagai kaabah Allah yang kudus.

3. Pikiran adalah semacam "pusat komando" yang mengendalikan segala aktivitas hidup kita dan tempat di mana setiap keputusan diambil demi kepentingan diri kita. Setan tahu bahwa dengan menaklukkan pikiran seseorang dia dapat mengendalikan kehidupan orang itu. Hanya dengan kuasa Roh Allah kita dapat mempertahankan pikiran kita dari penguasaan setan.

5. MAKNA TERANG (Lambang-lambang Pengaruh)

    Yesus sebagai Terang. Sebagaimana kita tahu di dalam Alkitab terdapat empat injil, yang berdasarkan hasil kanonisasi ditempatkan di bagian permulaan PB, yaitu: Matius, Markus, Lukas, Yohanes. Dinamai "injil" karena isinya adalah tentang Yesus Kristus. Tiga injil pertama disebut injil "sinoptik" (lihat-bersama), yaitu yang menyorot kehidupan Yesus di dunia ini dalam format yang sama. Sementara ketiga injil ini memaparkan apa yang Yesus lakukan dan ajarkan, injil keempat, yakni injil Yohanes, lebih terfokus dalam membeberkan siapa Yesus itu. Injil Yohanes disusun oleh salah satu murid yang paling dekat dengan Yesus, ditulis sekitar tahun 85-95 TM.

 Yohanes mengawali kitab injilnya dengan menerangkan hubungan antara Firman dan Terang. "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan" (Yoh. 1:1-3). Firman (Grika: λόγος, logos) di sini bukanlah semata-mata ucapan atau kata-kata, melainkan sebagai sosok pribadi. Lalu Yohanes menegaskan, "Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya" (ay. 4-5). Terang (Grika: φῶς, phōs) dalam hal ini bukan dalam pengertian kata benda sebagai lawan kata dari gelap, melainkan sebagai kata kiasan yang berarti "kebenaran dan pengetahuannya" (Strong, G5457).

    Dalam pemahaman mengenai "terang" seperti itulah rasul Yohanes selanjutnya menulis, "Datanglah seorang yang diutus Allah, namanya Yohanes; ia datang sebagai saksi untuk memberi kesaksian tentang terang itu, supaya oleh dia semua orang menjadi percaya. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu" (ay. 6-8). {Yohanes yang disebutkan di sini bukanlah penulis injil ini, melainkan Yohanes sepupu Yesus, anak dari imam Zakharia dan Elisabet (Luk. 1:5, 13-17, 39-45) yang kemudian dikenal sebagai Yohanes Pembaptis (Mrk. 1:4; Luk. 7:20). Di sini Yohanes sang rasul sedang berbicara tentang Yohanes Pembaptis yang memberi kesaksian tentang Yesus sebagai terang yang sesungguhnya}. Selanjutnya, rasul Yohanes menandaskan, "Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia" (Yoh. 1:9). Pada ayat ini sang rasul sedang bertutur perihal Yesus Kristus.

 Di kemudian hari, Yesus sendiri yang membuat pernyataan mengenai diri-Nya dengan berkata, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup" (Yoh. 8:12). Sehubungan dengan itu pada kesempatan yang lain Yesus mengingatkan, "Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke mana ia pergi. Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang" (Yoh. 12:35-36).

 Kita harus menjadi terang seperti Yesus. Kalau Yesus adalah terang dunia, para pengikut-Nya juga mesti menjadi terang dunia. Bahkan bukan hanya terang, tapi juga garam dunia. Yesus berkata, "Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga" (Mat. 5:13-15).

 "Tujuan dari semua kebangunan baru dan reformasi ialah untuk membiarkan terang kasih, rahmat, dan kebenaran Kristus bersinar melalui kehidupan kita. Terang bercahaya melawan kegelapan. Yesus sudah memanggil umat-Nya untuk mengamalkan suatu gaya hidup yang jelas berbeda dari yang diamalkan di dunia ini supaya memperlihatkan keunggulan dari cara hidup-Nya...Di tengah generasi yang menonjolkan diri, terpusat pada seks, dan letih oleh kecemasan, Yesus memanggil kita kepada sesuatu yang berbeda. Ia memanggil kita kepada kesederhanaan, kesopanan, dan kemurnian moral (1Ptr. 3:3-4)" [alinea kedua: tiga kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

    Pena inspirasi menulis: "Allah menempatkan gereja-Nya di bumi supaya bisa menjadi terang dunia...Menerima terang dari Sumber segala terang, mereka harus memantulkan terang itu kepada orang lain. Tetapi ini hanya dapat dilakukan sementara gereja dekat kepada Allah dan hidup dalam hubungan yang erat dengan Pemberi kehidupan dan terang itu. Kemurnian dan kesederhanaan Kristus, yang dinyatakan dalam kehidupan para pengikut-Nya yang rendah hati, akan menyaksikan kepemilikan akan kesalehan sejati. Orang percaya yang terilhami dengan roh missionari sejati akan menjadi surat yang hidup, dikenal dan dibaca oleh semua orang" (Ellen G. White, risalah "Jehovah Is Our King," hlm. 10-11).

 Apa yang kita pelajari tentang Yesus adalah terang dunia?

1. Salah satu dari sekian banyak missi Kristus di atas bumi ini ialah untuk menjadi "terang dunia." Dosa telah menggelapkan dunia ini, dan membutakan penduduknya akan kekudusan moralitas ilahi. Yesus membawa terang surgawi ke dalam dunia ini supaya manusia dapat melihat dengan jelas jalan yang harus ditempuh.

2. Selaku umat percaya yang telah memperoleh terang surgawi dari Kristus, anda dan saya bertanggungjawab untuk memancarkan terang itu kepada orang-orang lain. Sebagai terang kita menyinari pikiran mereka dengan kebenaran, sebagai garam kita mempengaruhi hidup mereka dengan moralitas surgawi.

3. Terang surgawi yang kita terima dari Yesus Kristus hanya dapat terus menyala dan memancarkan cahaya kalau kita memelihara terang itu agar tidak padam. Kristuslah sumber terang itu, kita hanya memantulkannya. Kita bisa memelihara cahaya terang itu oleh hidup selalu dekat dengan Yesus.

PENUTUP

    Berpihak pada siapa? Orang Kristen sejatinya bukanlah orang-orang yang netral, tetapi adalah orang-orang yang berani berpihak. Tetapi keberpihakan kita itu bukan dalam suatu pertikaian pribadi maupun kelompok, ataupun dalam kancah pertarungan kekuasaan di dunia ini, melainkan keberpihakan yang menjunjung dan membela kebenaran. "Sebab kami tidak dapat berbuat sesuatu pun yang bertentangan dengan yang benar; kami harus menuruti yang benar" (2Kor. 13:8, BIMK).

 "Kalau kita berada di pihak Tuhan, pemikiran kita adalah bersama Dia, dan pemikiran-pemikiran kita yang paling manis adalah tentang Dia. Kita tidak bersahabat dengan dunia; kita sudah mempersembahkan semua yang kita miliki dan diri kita kepada-Nya. Kita rindu untuk membawa citra-Nya, menghirup roh-Nya, melakukan kehendak-Nya, dan menyenangkan Dia dalam segala hal" [alinea pertama: tiga kalimat terakhir].

 Orang Kristen berada di dunia ini untuk mewakili tabiat Kristus; orang Kristen akan kehilangan Kekristenannya jika mereka tidak mewakili tabiat Kristus di hadapan dunia. Inilah hakikat dan kodrat dari kehidupan orang Kristen, dan kita tidak mempunyai pilihan lain. "Tidak ada yang Kristus begitu kehendaki seperti wakil-wakil yang akan mewakili roh dan tabiat-Nya kepada dunia. Tidak ada yang dunia begitu perlukan seperti perujudan kasih Juruselamat melalui kemanusiaan" [alinea kedua: kalimat kedua dan ketiga].

 "Sebab itu tanggalkanlah manusia lama dengan pola kehidupan lama yang sedang dirusakkan oleh keinginan-keinginannya yang menyesatkan. Hendaklah hati dan pikiranmu dibaharui seluruhnya. Hendaklah kalian hidup sebagai manusia baru yang diciptakan menurut pola Allah; yaitu dengan tabiat yang benar, lurus dan suci" (Ef. 4:22-24, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.



Bertumbuh Kepada Kedewasaan Rohani.



REFORMASI : "KERELAAN UNTUK BERTUMBUH DAN BERUBAH"                   PENDAHULUAN

Bertumbuh berarti berubah.

   Beberapa bulan lalu lima siswi SMP kelas 3 di Denmark melakukan ekperimen ilmiah sederhana mengenai pengaruh radiasi terhadap manusia. Mereka penasaran karena setiap kali tidur di malam hari dengan ponsel (telpon seluler) atau HP diletakkan dekat kepala, keesokan harinya mereka pasti mengalami kesulitan berkonsentrasi di kelas. Karena sekolah tidak memiliki perlengkapan laboratorium yang memadai untuk penelitian tersebut, mereka alihkan eksperimen untuk mengetahui efek radiasi terhadap tumbuhan. Enam pot tanaman sejenis seledri (Lepidium sativum) diletakkan di sebuah ruangan dengan dua router (alat pemancar wi-fi untuk koneksi internet)--yang dalam perhitungan mereka kekuatasan radiasinya setara dengan yang dipancarkan oleh ponsel--dan enam pot tanaman serupa ditempatkan dalam ruangan lain yang hampa radiasi. Setelah 12 hari mereka menemukan bahwa semua tanaman yang terpapar radiasi bukan saja tidak bertumbuh tapi banyak yang mati, sedangkan semua tanaman yang ditaruh dalam ruangan bebas radiasi bertumbuh normal. (Lihat di sini---> http://www.mnn.com/health/healthy-spaces/blogs/student-science-experiment-finds-plants-wont-grow-near-wi-fi-router).

    Kita hidup di sebuah planet yang isinya secara alamiah selalu bertumbuh, bahkan alam semesta di mana planet Bumi menjadi bagian juga terus bertumbuh. Kehidupan identik dengan pertumbuhan, dan pertumbuhan selalu membawa perubahan. Secara alamiah setiap makhluk hidup di bumi ini dibekali dengan potensi dan naluri untuk bertumbuh sampai kepada tahap yang optimal. Sebagai manusia kita bertumbuh dalam berbagai aspek kehidupan sampai mencapai kedewasaan penuh dan seutuhnya. Bayi yang baru lahir harus bertumbuh karena secara fisik maupun mental belum dewasa dan matang, jika bayi itu tidak bertumbuh berarti ada hal yang tidak beres. Tumbuhan dan tanaman juga harus bertumbuh, kalau tidak bertumbuh pasti ada sesuatu yang salah. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisiologis pada semua makhluk hidup.

    Dalam kehidupan sebagai orang Kristen pertumbuhan rohani adalah hal yang paling penting. Namun, berbeda dari pertumbuhan fisik yang dalam keadaan normal terjadi secara alamiah dan spontan, pertumbuhan rohani bergantung sepenuhnya pada kemauan seseorang. Anda tidak akan pernah mengalami kedewasaan rohani kalau anda tidak ingin bertumbuh secara rohani. Tidak seperti bayi yang badannya pasti bertumbuh selama dia diberi makanan bergizi secara teratur, atau tanaman yang mendapat cukup air dan sinar matahari di tanah yang subur pasti akan bertumbuh menjadi besar, pertumbuhan rohani belum tentu terjadi meski kepada kita dijejali dengan khotbah-khotbah maupun bacaan-bacaan berbobot rohani yang tinggi sekalipun. Bertumbuh secara rohani adalah pilihan pribadi seorang Kristen, berdasarkan kerinduan rohaninya sendiri.
    "Suatu kebangunan baru sekadar membangkitkan kembali kerinduan-kerinduan rohani yang lebih dalam. Hal itu meningkatkan kerinduan rohani kita sementara hati kita ditarik lebih dekat kepada Tuhan melalui dorongan Roh Kudus. Kebangunan baru tidak berarti bahwa kita belum memiliki pengalaman dengan Yesus sebelumnya; justeru hal itu memanggil kita kepada suatu pengalaman yang lebih dalam dan lebih kaya. Reformasi menyerukan kepada kita untuk bertumbuh dan berubah. Hal itu mendesak kita untuk maju melampaui keadaan yang tetap secara rohani. Hal itu mengajak kita untuk memeriksa kembali kehidupan kita di bawah terang nilai-nilai alkitabiah dan membiarkan Roh Kudus memberdayakan kita untuk mengadakan sesuatu perubahan yang diperlukan demi untuk hidup dalam penurutan kepada kehendak Allah" [alinea kedua].

1. PERTUMBUHAN ROHANI SEBAGAI PROSES (Anugerah untuk Bertumbuh)

 Bertumbuh dalam tabiat Kristiani.

   Adegan 1: Sehari setelah Yesus dimuliakan di atas gunung--ketika itu wajah-Nya berubah rupa dan "bercahaya seperti matahari" (Mat. 17:2) dengan ditemani Musa dan Elia--Ia mengajak murid-murid turun gunung untuk kembali ke Yerusalem. Perjalanan itu melewati sebuah desa di wilayah Samaria dan Yesus ingin mampir, tetapi penduduk desa itu menolak sehingga memicu amarah murid-murid. "Tuhan, apakah Tuhan mau kami minta api turun dari langit, seperti yang dilakukan Elia, untuk membinasakan orang-orang ini?" (Luk. 9:54, BIMK). Jangan lupa, dua minggu sebelumnya murid-murid itu baru saja mengalami pengalaman luar biasa. Mereka telah diberi kuasa oleh Yesus untuk mengusir setan dan menyembuhkan penyakit sebagai pembekalan untuk penginjilan (ay. 1-2), dan mereka masih teringat pesan Yesus bahwa di tempat mana mereka tidak diterima maka mereka harus kebaskan kaki sebagai tanda peringatan atas kota itu (ay. 5).

    Dalam pekan yang sama itu juga mereka telah menyaksikan kuasa Yesus memberi makan ribuan orang hanya dengan lima potong roti dan dua ikan. Semua ini tampaknya telah menimbulkan rasa bangga dan percaya diri berlebihan di hati murid-murid sehingga mereka jadi lebih galak. Bukankah sikap serupa juga biasa terlihat dalam diri seseorang yang dekat dengan tokoh penting, apalagi penguasa atau "calon penguasa" sehingga merasa ikut kecipratan kekuasaan? Waktu itu murid-murid juga sangat yakin bahwa Yesus dengan segala kehebatan kuasa-Nya dalam waktu dekat bakal menjadi pemimpin bangsa Yahudi yang disegani. Mereka belum mengerti missi Yesus yang sebenarnya, dan tidak menyadari bahwa menjadi pengikut Yesus berarti juga mengikuti kelembutan tabiat-Nya. Tetapi Yesus menegur mereka, "Kalian tidak tahu Roh mana yang menguasai kalian; sebab Anak Manusia tidak datang untuk membinasakan nyawa orang, melainkan untuk menyelamatkannya" (ay. 55, BIMK).

    Adegan 2: Dalam perjalanan ke Yerusalem itu Yesus mengungkapkan kepada murid-murid apa yang bakal terjadi pada diri-Nya, yaitu bahwa Dia akan "diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati" (Mat. 20:17-19). Entah mengapa waktu itu Yakobus dan Yohanes melibatkan ibu mereka untuk mengejar ambisi mereka sehingga Ibu Zebedeus ini datang menghadap Yesus sambil membawa kedua putranya itu untuk minta posisi. "Saya ingin kedua anak saya ini duduk di kiri dan kanan Bapak apabila Bapak menjadi Raja nanti," pintanya (Mat. 20:21, BIMK). Terhadap permintaan itu Yesus langsung menanggapi, tetapi tidak ditujukan kepada sang ibu melainkan kepada kedua murid tersebut. "Kalian tidak tahu apa yang kalian minta," kata Yesus kepada mereka. "Sanggupkah kalian minum dari piala penderitaan yang harus Aku minum?" "Sanggup," jawab mereka. Yesus berkata, "Memang kalian akan minum juga dari piala-Ku. Tetapi mengenai siapa yang akan duduk di kiri dan kanan-Ku, itu bukan Aku yang berhak menentukan. Tempat-tempat itu adalah untuk orang-orang yang sudah ditentukan oleh Bapa-Ku" (ay. 22-23, BIMK).

    "Yakobus dan Yohanes memiliki kekurangan tabiat yang serius. Mereka tidak siap untuk mewakili kasih Kristus kepada dunia. Mereka yang kehidupannya sendiri belum diubahkan belum memenuhi syarat untuk memberitakan satu pekabaran tentang kasih karunia kepada orang-orang lain...Kendatipun ada kecacatan tabiat mereka yang serius, Yakobus dan Yohanes rindu menyatakan tabiat Yesus dengan lebih sempurna. Mereka rindu untuk transformasi dan reformasi dalam sikap-sikap mereka sendiri. Pertumbuhan dan perubahan adalah bagian dari pengalaman Kristiani kita" [alinea kedua dan ketiga; garis bawah ditambahkan].

 Bertumbuh melalui penurutan dan kasih.

    Tidak seorang pun yang begitu menjadi orang Kristen saat itu juga berubah menjadi seorang yang tabiatnya sempurna. Baptisan mengubah status seseorang di hadapan Allah secara instant (seketika), dari orang berdosa menjadi orang yang dosa-dosanya diampuni, tetapi baptisan tidak mengubah tabiat orang itu. Pengampunan dosa adalah sepenuhnya wewenang Allah yang terjadi seketika dan sekaligus; perubahan tabiat adalah pergumulan manusia dengan bantuan kuasa Allah, berlangsung secara bertahap dari waktu ke waktu sesuai kemauan dan tekad manusia itu sendiri. Pertumbuhan tabiat Kristiani adalah sebuah proses yang berkelanjutan.

    Perubahan tabiat juga merupakan pengalaman Yohanes, murid yang dulunya berambisi itu. Tampaknya murid yang kekasih ini telah berhasil menumbuhkan tabiat Kristianinya melalui pengenalan akan Allah dan penurutan. Katanya menasihati: "Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui bahwa kita ada di dalam Dia" (1Yoh. 2:3-5; garis bawah ditambahkan).

    Selain penurutan pada perintah-perintah Tuhan, rasul Yohanes juga menyoroti soal kasih. "Barangsiapa berkata bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan" (ay. 9-11). Dia menyebut penurutan kepada firman sebagai perintah lama (ay. 7), dan perintah tentang mengasihi sesama itu sebagai perintah baru (ay. 8). Dia menyebut saling mengasihi itu sebagai "perintah baru" berdasarkan perkataan Yesus yang pernah ditulisnya sendiri, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh. 13:34). Inilah hakikat menjadi pengikut Kristus, yakni menurut kepada firman-Nya dan saling mengasihi sebagai sesama murid Yesus.

    Apa yang kita pelajari tentang pertumbuhan rohani sebagai orang Kristen?

1. Bertumbuh secara rohani adalah ciri tabiat orang Kristen. Kita bertumbuh kepada keserupaan dengan Kristus karena itulah kodrat sebagai pengikut Kristus (Rm. 8:29), yaitu kepada kemuliaan tabiat yang berasal dari Tuhan supaya "kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya" (2Kor. 3:18).

2. Pertumbuhan rohani adalah sebuah proses dalam diri manusia, dan merupakan perpaduan dari kemauan manusia dengan pertolongan kuasa Allah. Pertumbuhan tabiat yang menuju kepada keserupaan dengan Kristus adalah proses yang berlangsung secara bertahap dan terus meningkat.

3. Dalam pengalaman pribadi rasul Yohanes, dari seorang murid yang ambisius dan mementingkan diri menjadi seorang pengikut Kristus yang rela berkorban dan menyangkal diri, proses pertumbuhan tabiat itu adalah melalui penurutan kepada firman Tuhan termasuk mempraktikkan sifat saling mengasihi.

2. BERTUMBUH ADALAH PILIHAN (Kuasa Memilih)

 Memilih untuk berubah.

    Kekristenan itu soal hidup yang berubah, dan perubahan hidup secara rohani adalah sebuah pilihan. Anda tidak dapat menjadi seorang Kristen sejati tanpa kesediaan untuk berubah. Pada saat kita menerima Yesus dan percaya kepada-Nya maka terjadilah suatu transformasi dalam diri kita, yaitu perubahan dari "manusia lama" menjadi "manusia baru" (Kol. 3:3-10). Rasul Paulus juga menulis, "Orang yang sudah bersatu dengan Kristus, menjadi manusia baru sama sekali. Yang lama sudah tidak ada lagi -- semuanya sudah menjadi baru" (2Kor. 5:17, BIMK; garis bawah ditambahkan).

 "Perubahan datang pada titik pilihan. Reformasi terjadi sementara kita memilih untuk berserah kepada kuasa Roh Kudus yang meyakinkan serta menyerahkan kemauan kita kepada kehendak Allah. Allah tidak pernah akan memaksakan atau memanipulasi keinginan kita. Ia menghormati kebebasan kita. Roh-Nya mempengaruhi pikiran kita, meyakinkan hati kita, dan mendorong kita untuk berbuat yang benar, tetapi pilihan untuk menyambut bujukan Roh Kudus itu selalu dan hanya milik kita" [alinea pertama].

 Mengusahakan perubahan.

   Dalam surat penggembalaannya kepada jemaat di kota Filipi, rasul Paulus menulis: "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" (Flp. 2:12-14; garis bawah ditambahkan).
   Dalam bahasa asli PB (bahasa Grika), frase yang diterjemahkan dengan "tetaplah kerjakan keselamatanmu" dalam ayat di atas adalah κατεργάζομαι ἑαυτοῦ σωτηρία, katergazomai heautou sōtēria, yang diterjemahkan oleh Alkitab versi Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK) dengan "berusahalah terus supaya kesejahteraanmu menjadi sempurna." Kata sōtēria di sini adalah sebuah kata-benda feminin bermakna jamak yang juga dapat berarti "meluputkan" dari tangan musuh (Luk. 1:71) atau "membebaskan" dari penindasan (Kis. 7:25), bahkan digunakan pula dalam pengertian "menyelamatkan" dari gangguan masalah fisik (Kis. 27:34). Paulus tidak bermaksud mendorong orang-orang Kristen di Filipi agar mengusahakan sendiri keselamatan mereka, sebab hal itu akan bertentangan dengan Injil sebagai anugerah keselamatan secara cuma-cuma dari Allah sebagaimana diajarkannya selama ini. Tetapi maksudnya di sini ialah agar mereka, sebagai orang Kristen, berjuang untuk "mengaktifkan" setiap manfaat keselamatan yang telah mereka peroleh dengan cuma-cuma itu.

 Dalam konteks ini, dan sesuai dengan maksud tersebut, Paulus menegaskan bahwa sebagai orang Kristen kita tidak akan berjuang sendirian untuk "mengaktifkan setiap manfaat keselamatan" yang kita miliki itu. Gantinya, "Allahlah yang mengerjakan" dalam diri kita "kemauan maupun pekerjaan" demi perubahan itu. Dalam perkataan lain, perubahan adalah perpaduan dari usaha manusia dan kuasa Allah. Kita tidak akan pernah berhasil untuk berubah tabiat sehingga menjadi serupa dengan tabiat Kristus atas usaha kita sendiri saja tanpa bantuan kuasa Allah, tetapi kuasa Allah itu juga tidak akan pernah diberikan kepada orang yang tidak mau berusaha untuk berubah. Sekali lagi, perubahan tabiat adalah ikhtiar kita sebagai manusia yang mau berubah, tapi keberhasilannya adalah berkat bantuan kuasa Roh Allah. "Mustahil bagi kita untuk mengusahakan apa yang Allah belum kerjakan. Sementara Ia bekerja di dalam diri kita melalui kuasa supra-alami-Nya, kita sanggup membuat pilihan untuk 'mengusahakan' melalui hidup kita anugerah dan kekuatan yang Ia telah kerjakan dalam hidup kita" [alinea kedua].

    Kerjasama ilahi dan manusiawi. Keselamatan yang disediakan Allah dan ditawarkan secara gratis kepada semua manusia adalah keselamatan yang sudah disempurnakan di dalam Yesus Kristus (Ibr. 5:8-10; 7:25; 2Kor. 12:9; Yak. 1:17). Namun demikian, buah-buah dari keselamatan itu masih harus dihasilkan dalam diri kita. Yesus berkata, "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan...Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api" (Mat. 3:8, 10; garis bawah ditambahkan). Keselamatan adalah hasil dari pertobatan, dan pertobatan sejati harus dibuktikan dengan tabiat yang sudah berubah sebagai buah dari pertobatan itu.

 "Reformasi terjadi sementara kita bekerjasama dengan Allah oleh memilih untuk menyerahkan kepada-Nya segala sesuatu yang Roh Kudus tunjukkan sebagai hal-hal yang tidak selaras dengan kehendak-Nya. Kecuali kita membuat pilihan-pilihan itu (terkadang pilihan-pilihan yang sangat berat juga), maka perubahan rohani yang positif tidak akan terjadi" [alinea keempat].

 Apa yang kita pelajari tentang perubahan tabiat sebagai pilihan manusia?

1. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang berubah menuju kesempurnaan tabiat. Perubahan tabiat adalah bukti dari pertumbuhan kerohanian, dan perubahan itu adalah pilihan setiap orang secara pribadi. Allah tidak pernah memaksakan perubahan tabiat dalam diri orang yang tidak mau tabiatnya berubah.

2. Perubahan tabiat dihasilkan oleh perpaduan dari kesediaan untuk berubah dan bantuan kuasa Roh Allah yang mengubahkan. Sebagai manusia, sekalipun sudah menjadi orang Kristen dan percaya bahwa semua dosa sudah diampuni, anda dan saya tidak sanggup untuk berubah atas kemampuan diri sendiri.

3. Keselamatan merupakan hasil pertobatan, dan pertobatan dibuktikan dengan perubahan tabiat. Roh Kudus menyatakan kepada kita sifat-sifat buruk apa saja yang harus dibuang dari tabiat kita, dan Roh Kudus itu juga menyediakan kuasa bagi kita untuk mengikis habis sifat-sifat itu. Inilah bentuk kerjasama ilahi dan manusiawi.

3. PENGALAMAN PETRUS DAN TOMAS (Percaya Diri dan Keraguan)
   Petrus yang terlalu spontan .

   Kehidupan duniawi selalu berbeda konsep dengan kehidupan rohani. Contoh: dalam kehidupan duniawi seorang disebut dewasa kalau dia bisa mengatur diri sendiri secara mandiri; dalam kehidupan rohani semakin dewasa seseorang justeru dia semakin bergantung pada Tuhan. Begitu juga, dalam kehidupan duniawi rasa percaya diri adalah hal yang positif; dalam kehidupan rohani rasa percaya diri bisa menjadi hal yang negatif.

 Petrus adalah salah satu murid Yesus yang terkenal dengan rasa percaya dirinya yang tinggi, dibandingkan dengan murid-murid lain. Ciri sifat ini sering membuat dirinya tampil sebagai seorang yang pemberani dan spontan, terkadang bahkan terkesan sebagai seorang yang tidak berpikir panjang. Maka ketika mendengar pernyataan Yesus bahwa pada malam itu Diri-Nya akan diserahkan dan iman dari semua murid itu akan terguncang, Petrus langsung angkat bicara. "Biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak," katanya dengan nada penuh percaya diri (Mat. 26:33). Bahkan terhadap ramalan Yesus bahwa sebelum ayam berkokok satu kali dia sudah akan menyangkal Gurunya tiga kali, murid yang kerap tampil sebagai inspirator bagi rekan-rekannya itu menampik: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau" (ay. 35), lalu "semua murid yang lain pun berkata demikian juga."

 "Petrus bukanlah tandingan bagi tipu daya si jahat. Dia berusaha untuk menghadapi godaan-godaan Setan dengan kekuatannya sendiri. Dipenuhi dengan rasa percaya diri yang melambung, dia tidak banyak mengerti akan krisis yang sedang datang...Percaya pada kekuatannya sendiri, Petrus hanyut dari Tuhannya. Itulah sebabnya Yesus menggunakan ungkapan 'jikalau engkau sudah insaf' (Luk. 22:32). Petrus memerlukan suatu kebangkitan rohani. Dia membutuhkan suatu perubahan sikap. Dia perlu reformasi" [alinea pertama: tiga kalimat pertama dan lima kalimat terakhir].

 Tomas yang terlalu skeptis. Entah sedang ke mana Tomas, seorang murid lain yang memiliki nama julukan "Didimus" (Si Kembar), tatkala Yesus menemui murid-murid dan para pengikut-Nya pada Minggu malam setelah kebangkitan-Nya. Maka, beberapa saat kemudian sewaktu teman-temannya itu bercerita bahwa mereka baru saja berjumpa dengan Yesus, Tomas sama sekali tidak percaya. "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya," ujarnya (Yoh. 20:25). Pada hari Senin pekan berikutnya, delapan hari sesudah hari itu, baru Yesus muncul lagi di rumah yang sama itu dan kali ini Tomas juga hadir. Tanpa basa-basi, Yesus yang sudah mengetahui keraguan Tomas langsung mengulurkan tangan-Nya yang berlobang bekas paku sambil mempersilakannya untuk memasukkan jari ke lobang di tangan itu dan juga di lambung-Nya. "Ya Tuhanku dan Allahku!" seru Tomas dengan takjub dan mungkin gemetar (ay. 28).

 Ucapan Tomas "Ya Tuhanku dan Allahku!" bukan ungkapan rasa kaget seperti lazim diucapkan orang, "Oh, my God!" (yang artinya: Astaga!). Tetapi itu adalah sebuah pernyataan kekaguman dan sekaligus pengakuan akan keilahian Yesus, dan Kristus tidak menampiknya. Memang, sindiran Yesus tak pelak menyusahkah hati Tomas, "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya" (ay. 29). Tomas adalah contoh dari orang-orang yang berprinsip "saya baru percaya kalau ada bukti." Konsep berpikir seperti itu adalah manusiawi dan berasal dari dunia, tapi dalam hal-hal rohani yang dibutuhkan adalah iman. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr. 11:1).

 "Baik Petrus dan Tomas memiliki suatu sifat serupa yang mencolok. Pendekatan mereka terhadap iman dari sudut pandang yang sangat manusiawi. Petrus menaruh kepercayaan dalam apa yang dapat dilakukannya, Tomas dalam apa yang dapat dilihatnya. Mereka bergantung pada penilaian manusiawi mereka yang keliru...Petrus menjadi seorang yang berubah. Tomas juga berubah. Dia dipercaya telah berlayar ke India untuk mengabar injil. Meskipun tidak banyak lagi yang dibicarakan tentang dia, kita dapat pastikan bahwa dia juga sudah menjadi seorang yang baru sesudah Pentakosta" [alinea terakhir: empat kalimat pertama dan empat kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang spontanitas Petrus dan skeptisnya Tomas?

1. Petrus adalah lambang dari orang-orang yang gegabah terhadap godaan serta cobaan, dan mengandalkan kemampuan diri untuk menghadapi iblis. Sementara keyakinan adanya kuasa ilahi dalam diri kita itu perlu, sikap sesumbar dan memamerkan kuasa ilahi itu adalah arogansi rohani yang berbahaya.

2. Tomas adalah representasi kelompok orang yang berlagak berpikir kritis, yang tidak gampang percaya dan mudah diyakinkan. Sementara sikap berhati-hati terhadap pendapat dan pemikiran baru itu perlu dalam soal kerohanian, penolakan yang kaku dan konstan terhadap terang baru dapat mengerdilkan pemahaman kita.

3. Dalam berurusan dengan hal-hal rohani kita tidak dapat menggunakan konsep dan perspektif duniawi, khususnya dalam soal yang menyangkut iman. Percaya adalah kata kunci dari segala hal-ihwal yang berkaitan dengan Tuhan, tentang apa yang dikatakan-Nya dan apa yang hendak dilakukan-Nya.

4. SUDAH MATI TAPI HIDUP KEMBALI (Keputusan Untuk Pulang)

   Proses awal yang menentukan.

   Kisah anak bungsu yang tersesat dan pulang kembali adalah salah satu cerita Alkitab yang paling menyentuh hati dan kerap memancing deraian airmata. Namun seringkali itu disebabkan karena kita lebih terpaku pada bagian tentang detik-detik pertemuannya kembali dengan ayahnya yang sangat rindu. Sesungguhnya, kepulangan dirinya adalah hasil dari sebuah proses pengambilan keputusan sebelum itu yang sangat menggetarkan dan menentukan. Sama halnya dengan kisah penyaliban Yesus Kristus, banyak dari kita yang lebih terpaku pada adegan akhir yang dimulai dari perjalanan melewati "Via Dolorosa" (Jalan Penderitaan) hingga ke puncak Golgota (Bukit Tengkorak), tanpa menyadari bahwa itu adalah akibat dari suatu keputusan yang prosesnya jauh lebih menggetarkan dan menentukan ketika Yesus berjuang sendirian pada malam sebelumnya di Taman Getsemane.

 Pergumulan yang akhirnya melahirkan suatu keputusan untuk bertindak seringkali terjadi dan dialami dalam kesendirian di tengah kesenyapan. Dalam keadaan lapar dan kedinginan di kandang babi, di tengah ladang yang jauh dari lingkungan hidup manusia, anak terhilang itu bergumul mengalahkan rasa takut dan malu. Mungkin juga dia tahu bagaimana kelak sikap abangnya bila melihat dirinya pulang. Namun, keputusan telah diambilnya dan dia bertekad untuk pulang, siap menghadapi risiko apa saja yang menanti di rumah. Penderitaan dan kesengsaraan yang berat sering menjadi pemicu dari sebuah tindakan yang berani. "Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa" (Luk. 15:17-19).

 "Kebangunan baru dapat dijelaskan dalam cara-cara yang berbeda. Bagamana pun itu diartikan, satu faktor tak bisa dihilangkan: Kebangunan baru ialah pulang ke rumah. Itulah hati yang dahaga untuk mengetahui kasih Bapa dalam cara yang lebih mendalam. Reformasi adalah pilihan untuk menyambut tuntunan Roh Kudus untuk berubah dan bertumbuh. Itulah pilihan untuk meninggalkan apapun yang merintangi hubungan yang lebih akrab dengan Allah. Anak terhilang itu tidak dapat memiliki kandang babi dan meja perjamuan Bapa sekaligus" [alinea pertama].
    Jauh di mata, dekat di hati. Kerinduan untuk pulang (homesick) adalah sebuah kondisi batin yang pernah dirasakan oleh siapa saja yang hidup jauh dari kampung halaman dan sanak saudara. Ini bukan sekadar sebuah kerinduan akan masa kanak-kanak atau masa lalu (nostalgia), tetapi sebuah keadaan yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan depresi dan distres sehingga bisa menimbulkan gangguan psikis dan emosi jika seseorang tidak dapat mengatasi kerinduannya yang menggebu-gebu itu. Dalam literatur klasik, rindu pulang digambarkan dalam karya Homer berjudul "Odyssey" yang bertutur tentang seorang pahlawan Yunani purba bernama Odysseus (Ulysses dalam mitologi Romawi) yang menangis tersedu-sedu sembari berguling-guling di atas tanah yang keras karena menahan kerinduannya akan hampung halaman.

     Perhatikan, ketika mengambil keputusan untuk pulang anak yang hilang itu sudah merencanakan kata-kata yang akan diucapkannya kepada bapanya bila kelak dia tiba di rumah. Mungkin saja sepanjang perjalanan pulang itu dia sudah menghafal dengan mengulang-ulangi ucapan ini: "Ayah, aku sudah berdosa terhadap Allah dan terhadap Ayah. Tidak layak lagi aku disebut anak Ayah. Anggaplah aku seorang pekerja Ayah" (Luk. 15:18-19, BIMK). Setidaknya, menjadi budak di rumah ayahnya sendiri masih jauh lebih terhormat ketimbang menjadi pengasuh babi dan tinggal di kandang babi milik orang lain. Tetapi, jauh berbeda dari perkiraannya, ayahnya sedang menantikan dirinya dalam kerinduan yang bahkan lebih besar dari kerinduannya sendiri. Kedatangannya disambut dengan pesta yang meriah, "Sebab anakku ini sudah mati, sekarang hidup lagi; ia sudah hilang, sekarang ditemukan kembali," kata sang ayah (ay. 24, BIMK).

    "Meskipun putranya sudah jauh dari mata, dia tidak jauh dari hatinya. Mata sang ayah menelusuri kaki langit mencari anaknya setiap hari. Motivasi terbesar untuk mengadakan perubahan dalam hidup kita ialah kerinduan untuk tidak lagi mengecewakan hati Dia yang sangat mengasihi kita. Ketika anak itu berkubang dalam lumpur bersama babi-babi, sang ayah lebih menderita daripada anaknya. Kebangunan baru terjadi manakala kasih Allah meluluhkan hati kita. Reformasi terjadi bilamana kita memilih untuk menyambut sebuah kasih yang tidak akan melepaskan kita. Hal itu terjadi tatkala kita membuat pilihan-pilihan yang sulit untuk meninggalkan berbagai sikap, kebiasaan, pemikiran, dan perasaan yang memisahkan kita dari Dia" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang anak terhilang dan keputusannya untuk pulang?

1. Kebangunan baru secara rohani melahirkan pertobatan, dan pertobatan memicu kerinduan untuk pulang kepada Bapa semawi. Dalam kasus anak yang terhilang kebangunan baru dan pertobatannya didorong oleh kesengsaraan hidup dan kenestapaan nasib, dan hal itu menggambarkan pengalaman banyak dari antara kita.

2. Pulang ke rumah adalah tindak lanjut dari sebuah keputusan. Pulang tidak sama dengan mudik, sebuah tradisi yang kita lakukan pada waktu-waktu tertentu yang bersifat sementara dan sekadar melancong. Pulang berarti meninggalkan segala sesuatu yang pernah dinikmati sebelumnya, terhadap apa kita tidak akan kembali lagi.

3. Bagi seorang ayah yang mengasihi anaknya, kepulangan sang anak yang telah lama berpisah itu sama dengan mendapatkan kembali anak yang sudah mati dan hidup kembali. Kebangunan baru secara rohani adalah sama dengan kebangkitan dari kematian manusia liama kepada kehidupan sebagai manusia baru.

5. IMAN SEBAGAI TENAGA PENGGERAK (Iman Untuk Bertindak)

    Kesembuhan sebagai pilihan. Kolam Betesda (Grika: Βηθεσδά, Bēthesda) yang terletak di dekat Pintu Gerbang Domba di kota Yerusalem kuno terkenal dalam tradisi masyarakat Yahudi purba sebagai kolam yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit bagi pasien yang beruntung. Nama "Betesda" berasal dari dua kata dalam bahasa Ibrani maupun Aram: בית, bayith, yang berarti rumah, dan חֶסֶד, checed, yang berarti (1) kebaikan/kemurahan, atau (2) malu/aib. Jadi, "Betesda" dapat berarti "rumah kemurahan" atau juga "rumah aib." Kedua pengertian ini cocok karena inilah tempat dari para pesakitan yang menanggung aib karena penyakit yang mereka derita (dalam tradisi Yahudi, penyakit dianggap sebagai kutukan), dan di sini jugalah mereka beroleh kemurahan untuk disembuhkan. Keberadaan kolam ini secara fisik tadinya diragukan, sampai hasil ekskavasi yang dilakukan oleh para arkeolog pada abad ke-19 menemukan sisa-sisa kolam ini yang terbukti memiliki lima serambi seperti tercatat dalam Injil Yohanes. Saat ini lokasinya berada di wilayah kota Yerusalem yang dikuasai Arab, di jalur Lembah Beth Zeta.

 Pada hari itu Yesus bersama murid-murid memasuki kota Yerusalem melalui pintu Gerbang Domba di mana terdapat kolam Betesda itu. Waktu itu "di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu" (Yoh. 5:3). Tetapi entah bagaimana dari sekian banyak orang itu mata Yesus tertuju kepada seorang lelaki yang sudah menderita lumpuh selama 38 tahun, dan sangat mungkin telah menghabiskan hampir seluruh waktu tersebut di pinggir kolam itu berharap untuk bisa terjun pertama kali saat airnya berguncang supaya sembuh. Tentu saja Yesus tahu akan hal itu, lalu menghampirinya dan bertanya, "Maukah engkau sembuh?" (ay. 6).

 Pertanyaan yang janggal? Barangkali kalau anda berada di situ dan tahu bahwa lelaki malang itu sudah menderita kelumpuhan selama itu, bahkan mungkin lumpuh sejak lahir, anda akan berkata dalam hati: "Tuhan, yang benar saja. Orang ini sudah sekian lamanya berada di situ dan setiap hari berharap. Sudah pasti dia ingin sembuh!" Tetapi fakta bahwa Yesus bertanya dulu menandakan bahwa Ia ingin mendengar kerinduan untuk sembuh diucapkan langsung dari bibir orang itu. Mungkin pertanyaan Yesus tersebut harus diartikan seperti ini: "Apakah sekarang engkau sudah siap untuk disembuhkan?" Sebab pada masa itu opini masyarakat ialah bahwa penyakit adalah akibat dosa, maka kesembuhan dari penyakit identik dengan diampuni dari dosa. Bukankah Yesus juga menyatakan tentang hal itu kepada seorang lumpuh lain yang dibawa kepada-Nya, di waktu dan tempat yang lain, ketika Ia berkata kepadanya: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni" (Mat. 9:2; Mrk. 2:5)? Kesembuhan, seperti juga pengampunan dosa, adalah pilihan pribadi yang bersangkutan. Belum tentu semua orang ingin diampuni dosanya, dan belum tentu juga semua orang mau disembuhkan dari penyakitnya.

 Tindakan, bukan argumentasi. Terhadap pertanyaan Yesus tersebut orang lumpuh itu menjawab: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku" (ay. 7). Yesus bertanya kepadanya apakah dia mau sembuh, bukannya menjawab "ya" tetapi malah mengajukan argumentasi mengapa dia tidak bisa sembuh. Jawaban yang tidak nyambung. Tetapi jawaban orang itu adalah gambaran dari cara berpikir kebanyakan orang, yakni membatasi kuasa Tuhan yang sesungguhnya tak terbatas itu supaya sesuai dengan kemampuan berpikir manusia yang terbatas. Bukankah kita sering mengukur kemahakuasaan Allah berdasarkan logika kita sendiri?

 Tanpa menggubris argumentasi orang lumpuh itu, Yesus langsung berkata kepadanya dengan ucapan bernada perintah: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah" (ay. 8). Demi mendengar perkataan Yesus, entah kaget atau gembira, dia langsung berdiri dan berjalan. Bayangkanlah kalau orang lumpuh itu masih melanjutkan argumentasinya, atau bertanya-tanya dulu sebelum bertindak, mungkin dia akan kehilangan kesempatan emas untuk sembuh yang tidak akan pernah didapatnya lagi.

 "Pertanyaan yang mendasar adalah, Maukah orang sakit yang malang ini percaya perkataan Kristus dan bertindak atas dasar itu tak peduli apa yang dia telah alami? Segera setelah orang itu berketetapan hati untuk bertindak berdasarkan perkataan Kristus, dia menjadi sempurna. Karunia penyembuhan Kristus terdapat di dalam firman-Nya. Perkataan Kristus mengandung kuasa Roh Kudus untuk melaksanakan apa yang Kristus nyatakan" [alinea ketiga: empat kalimat terakhir].

 Pena inspirasi menulis: "Pembaca, adakah pikiran anda dipenuhi dengan keraguan dan kurang percaya, namun anda rindu untuk menerima berkat Tuhan? Berhentilah mempertanyakan perkataan-Nya dan menyangsikan janji-janji-Nya. Ikutilah tawaran Juruselamat dan terimalah kekuatan. Kalau anda bimbang, dan menunggu untuk terlibat dalam diskusi dengan Setan, atau mempertimbangkan kesulitan-kesulitan dan kemustahilan-kemustahilan, kesempatan anda akan berlalu, mungkin untuk selamanya" (Ellen G. White, "Signs of the Times," 15 Juli 1886).

 Apa yang kita pelajari tentang iman sebagai dasar tindakan kita?

1. Normalnya semua orang yang sakit ingin penyakitnya sembuh, kecuali segelintir orang "tidak normal" yang memilih untuk tetap menikmati kebiasaan-kebiasaan sekalipun hal itu berdampak buruk pada penyakitnya(comfortable misery). Dengan sikap yang sama, sebagian orang juga tidak ingin dosanya diampuni.

2. Kesembuhan dari penyakit, seperti juga pengampunan dari dosa, kedua-duanya merupakan pilihan pribadi. Seorang penderita sakit yang ingin sembuh akan pergi ke dokter untuk mendapatkan obat dan mengikuti advis; seorang berdosa yang mau diampuni akan datang kepada Yesus untuk disucikan dan menurut kepada-Nya.

3. Sebagaimana seorang yang sakit harus percaya pada dokternya dan mengikuti nasihatnya tanpa berargumentasi, demikian juga seorang berdosa mesti percaya kepada Yesus dan menaati perintah-Nya tanpa membantah. Bertindak berdasarkan keyakinan itulah kewajiban kita, dan hal itu penting.

PENUTUP

 Bekerjasama dengan Tuhan. Seperti telah diutarakan sebelumnya, pertumbuhan rohani manusia adalah semacam usaha bersama antara Tuhan dengan manusia. Sekalipun pada akhirnya keberhasilan pertumbuhan dan reformasi rohani itu ditentukan oleh kuasa Allah, tetapi kuasa Allah itu sendiri tidak dapat bekerja secara sepihak tanpa kerjasama manusia. Bukan kita yang membantu Tuhan melainkan Tuhanlah yang menolong kita, namun usaha di pihak kita itulah yang mengaktifkan kuasa Allah untuk bekerja dalam diri kita.

 "Janganlah ada manusia yang menganggap bahwa manusia hanya sedikit atau tidak ada yang harus dilakukan dalam pekerjaan yang besar untuk menaklukkan; sebab Allah tidak berbuat apapun bagi manusia tanpa kerjasamanya. Jangan pula berkata bahwa sesudah anda melakukan segala kemampuan anda sebagai bagian anda, Yesus akan menolong anda...Jangan pernah meninggalkan kesan pada pikiran bahwa hanya sedikit atau tidak ada yang harus dilakukan di pihak manusia; tapi sebaliknya ajarlah manusia untuk bekerjasama dengan Allah supaya dia boleh berhasil dalam menaklukkan" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan kalimat terakhir].

 Puncak keberhasilan reformasi rohani, kebangunan rohani, dan pertumbuhan rohani berujud pada ketaatan dan penurutan terhadap kehendak Allah. Menurut kepada perintah-perintah dan firman Allah akan menjadi sebagai suatu kesenangan gantinya sebagai beban yang memberatkan. Penurutan akan menjadi dorongan hati yang bekerja dari dalam, bukan lagi sebagai desakan yang datang dari luar diri kita.

 "Semua penurutan sejati datang dari hati. Hati itulah yang bekerja dengan Kristus. Dan jika kita mengizinkannya, Ia akan mengidentifikasikan Diri-Nya dengan pemikiran dan tujuan kita, sebab itu satukanlah hati dan pikiran kita pada keselarasan dengan kehendak-Nya sehingga ketika menuruti Dia kita seakan mengikuti dorongan-dorongan hati kita sendiri. Keinginan yang dimurnikan dan disucikan akan menemukan kesukaannya yang tertinggi dalam melakukan pelayanan-Nya" [alinea kedua: empat kalimat pertama].

 "Oleh sebab kita percaya kepada Yesus, maka Ia memungkinkan kita menghayati kasih Allah, dan dengan kasih itulah kita hidup sekarang. Karena itu kita bersuka hati karena kita mempunyai harapan bahwa kita akan merasakan kebahagiaan yang diberikan Allah! Dan lebih dari itu, kita pun gembira di dalam penderitaan, sebab kita tahu bahwa penderitaan membuat orang menjadi tekun, dan ketekunan akan membuat orang tahan uji; inilah yang menimbulkan pengharapan" (Rm. 5:2-4, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.

Minggu, 01 September 2013

Kebangunan Baru, Hati Baru.


"REFORMASI: HASIL KEBANGUNAN BARU"

PENDAHULUAN

 Menjadi baru dalam kekudusan.

   Hidup manusia terbagi atas kehidupan jasmani dan kehidupan rohani. Dalam kehidupan jasmani kita diatur oleh "keinginan daging" sedangkan kehidupan rohani dikendalikan oleh "keinginan Roh." Keinginan daging menuntut kita untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan yang dapat dinikmati oleh tubuh dan perasaan, bagaimana pun caranya dan berapa pun harganya; namun keinginan Roh mendesak kita untuk mengejar aspirasi ilahi yang menyenangkan hati Tuhan, dengan pengorbanan apapun. Kedua keinginan ini berlawanan satu sama lain (Gal. 5:17), oleh sebab keinginan daging itu berasal dari dunia sedangkan keinginan Roh berasal dari Bapa surgawi (1Yoh. 2:16). Tentu saja dua keinginan yang bertentangan itu, bila dituruti, akan membawa akibat yang berbeda bagi manusia. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera" (Rm. 8:6).

     Seorang yang tidak mengalami kebangunan rohani akan selalu tunduk pada keinginan daging, dan orang yang selalu tunduk pada keinginan daging tidak mungkin dikuduskan. Kekudusan menjadi hal penting yang menentukan hubungan kita dengan Yesus Kristus. "Yesus membersihkan manusia dari dosa-dosa mereka; dan Dia yang membersihkan, serta mereka yang dibersihkan itu, sama-sama mempunyai satu Bapa. Itulah sebabnya Yesus tidak malu mengaku mereka itu sebagai saudara-saudara-Nya" (Ibr. 2:11, BIMK; ayat hafalan). Kekudusan adalah faktor penting yang mengikat anda dan saya dengan Kristus; orang Kristen yang hidupnya tidak kudus berarti tidak terhitung sebagai anak Allah dan saudara dari Yesus Kristus.

    Berdasarkan pemahaman ini berkenaan dengan kebangunan rohani, secara pribadi maupun jemaat, maka tujuan utamanya ialah pengudusan. Dalam kebangunan rohani yang paling penting adalah hasil nyata, dan dalam hal ini adalah kehidupan yang lebih suci. Kehidupan rohani yang telah disucikan akan terlihat pengaruhnya juga pada kehidupan jasmani kita. "Kebangunan baru adalah sebuah proses yang terus-menerus. Setiap hari Tuhan kita mengundang kita ke dalam sukacita hadirat-Nya...Kebangunan rohani sejati menuntun kepada suatu perubahan dalam pola berpikir, kebiasaan, dan gaya hidup kita; itulah yang kita sebut 'reformasi'" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan kalimat terakhir].

    Dari segi arti kata "reformasi" merujuk kepada tindakan "penataan kembali" berbagai hal yang sudah ada dengan maksud untuk memperbaiki atau menyesuaikannya supaya lebih cocok dengan keadaan yang semestinya. Dalam dunia politik, reformasi menemukan makna patriotisme dalam tuntutan masyarakat agar ada perubahan dari keadaan status quo yang mengekang dan menindas kepada kondisi yang lebih bebas dan berpihak pada kepentingan rakyat. Secara internasional hasil-hasil nyata dari keberhasilan reformasi politik antara lain ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin (November 1989) serta bubarnya Uni Sovyet (Desember 1991), dan secara nasional kita memasuki era reformasi pasca pemerintahan Orde Baru pada pertengahan 1998.

     Istilah reformasi masuk ke lingkungan gereja melalui gerakan Reformasi Protestan (1517-1579) terhadap Gereja Katolik Roma di Eropa dengan Martin Luther sebagai tokoh reformator utama. Sementara reformasi Gereja di abad ke-16 itu telah membuka cakrawala baru kepada pencari kebenaran Alkitab, secara gereja bukannya kebangunan rohani sejati yang menonjol tetapi lebih kepada pertumbuhan denominasional dengan maraknya sekte-sekte Protestanisme, sehingga saat ini di seluruh dunia terdapat sekitar 41.000 denominasi.(Sumber: http://christianity.about.com/od/denominations/Denominations.htm).

    Rasul Petrus menasihati, "Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya" (2Ptr. 3:18; huruf miring ditambahkan). "Istilah reformasi sekadar merujuk kepada 'bertumbuhlah dalam kasih karunia' ini; yaitu membiarkan Roh Kudus meluruskan setiap aspek dari hidup kita dengan kehendak Allah. Dalam bidang-bidang di mana kita telah menyeleweng dari penurutan, kebangunan baru membangunkan kerinduan-kerinduan kita untuk menyenangkan Allah. Reformasi membawa kita mengadakan pilihan-pilihan menantang untuk melepaskan apa saja yang menjadi penghalang antara kita dengan Dia" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].

1. REFORMASI DALAM PERJANJIAN LAMA (Imbauan Nabi untuk Reformasi)

    Hati yang dibarui.

   Seruan untuk reformasi rohani selalu berkorelasi dengan kemerosotan rohani, khususnya kemunduran rohani yang ditandai dengan maraknya sekularisme dan pembangkangan terhadap perintah Allah. Keadaan ini sudah terjadi sejak Allah mengukuhkan bangsa Israel sebagai umat pilihan-Nya berdasarkan ikatan perjanjian dengan Abraham. Itulah sebabnya reformasi rohani bukan hal baru bagi manusia, tetapi hal itu sudah diserukan sejak PL ketika umat pilihan Tuhan itu kehilangan orientasi penurutan mereka dan "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hak. 21:25).

    "Allah seringkali mengutus nabi-nabi-Nya untuk menuntun Israel kepada kebangunan baru. Biasanya reformasi pada masa ini disertai dengan kebangunan baru...Berulang-ulang Ia mengutus jurukabar-jurukabar-Nya untuk membimbing mereka kembali. Contoh-contoh kebangunan baru dan reformasi yang tercatat dalam Perjanjian Lama seringkali memiliki ciri-ciri yang serupa" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

    Reformasi rohani adalah soal perubahan hati.

    Hanya dengan hati yang diubahkan dan diperbarui manusia dapat menjadi lebih setia dan menurut pada kehendak Tuhan. Itulah sebabnya Allah menjanjikan kepada umat Israel, setelah mereka menjalani hukuman pembuangan ke negeri-negeri asing dan kembali ke tanah mereka, "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka" (Yeh. 11:19-20; huruf miring ditambahkan).

    Reformasi di masa krisis.

   Yosafat adalah raja Yehuda ke-4 yang memimpin kerajaan di selatan Israel itu menggantikan ayahnya, raja Asa, pada tahun 870 SM dan memerintah selama 25 tahun. Seperti ayahnya, Yosafat termasuk di antara 8 raja yang taat kepada Tuhan, dari seluruh 20 raja-raja yang pernah bertahta di Yerusalem. Tatkala mendapat laporan tentang aliansi tiga bangsa (Moab, Amon, dan Meunim) dengan pasukan sangat besar hendak menyerbu Yehuda yang kala itu kekuatan militernya terbilang kecil dan jauh lebih lemah, "Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan" (2Taw. 20:3).

     Dia mengumumkan puasa nasional dan mengumpulkan bangsanya menghadap di depan rumah Tuhan lalu berdoa, "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di dalam surga? Bukankah Engkau memerintah atas segenap kerajaan bangsa? Kuasa dan keperkasaan ada di dalam tangan-Mu, sehingga tidak ada orang yang dapat bertahan melawan Engkau...Bila sesuatu malapetaka menimpa kami, yakni pedang, penghukuman, penyakit sampar atau kelaparan, kami akan berdiri di muka rumah ini, di hadapan-Mu, karena nama-Mu tinggal di dalam rumah ini. Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami" (ay. 6, 9). Allah menjawab doanya dengan cara yang ajaib, yaitu dengan mengambil alih pertempuran itu dan membinasakan seluruh tentara penyerang tanpa keikutsertaan satu pun prajurit Yehuda (ay. 24-25). "Lalu pulanglah sekalian orang Yehuda dan Yerusalem dengan Yosafat di depan. Mereka kembali ke Yerusalem dengan sukacita, karena Tuhan telah membuat mereka bersukacita karena kekalahan musuh mereka. Mereka masuk ke Yerusalem dengan gambus dan kecapi dan nafiri, lalu menuju rumah Tuhan" (ay. 27-28).

    Biasanya reformasi rohani terjadi ketika umat Tuhan sedang menghadapi situasi yang kritis, sebab itu kita tidak perlu terkejut bila Tuhan membiarkan kesukaran melanda hidup kita. Bahaya yang mengancam, kecemasan serta kesulitan hidup, dan pergumulan batin yang berat seringkali digunakan Tuhan untuk menjadi semacam "wake up call" demi menyadarkan kita agar segera mencari Tuhan dan memperbaiki hubungan dengan Dia. "Pengalaman Yosafat menggambarkan esensi dari kebangunan baru dan reformasi. Dia menuntun Israel ke dalam satu waktu untuk bersatu dalam berpuasa, berdoa, percaya, dan menurut kepada Allah" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang reformasi rohani umat Tuhan dalam PL?

1. Umat Tuhan zaman PL beruntung karena memiliki nabi-nabi untuk mengingatkan mereka setiap kali kerohanian mereka perlu direformasi, tapi mereka tak selalu mendengarkan. Kepada umat Tuhan yang hidup di zaman ini Tuhan berbicara langsung secara pribadi melalui bisikan Roh Kudus, kalau saja kita mau mendengarkan.

2. Reformasi rohani adalah sesuatu yang berlangsung di dalam hati sanubari secara diam-diam. Itu sama sekali tidak sama dengan reformasi politik yang dipertunjukkan di muka umum dalam "eforia reformasi" seperti yang pernah terjadi di negeri kita. Reformasi rohani terlihat melalui perilaku hidup yang berubah.

3. Kesulitan hidup dapat berfungsi sebagai lonceng peringatan untuk memperbaiki kehidupan rohani kita. Petiklah pelajaran dari pengalaman raja Yosafat yang langsung mencari Tuhan saat menghadapi ancaman dan kesukaran. Terkadang Tuhan membiarkan kita tanpa jalan keluar dari sesuatu masalah, selain bergantung pada-Nya.

2. MENGAPA REFORMASI ROHANI DIPERLUKAN (Imbauan Paulus untuk Reformasi di Korintus)

     Situasi yang serius.

    Reformasi selamanya berkaitan dengan suatu keadaan yang serius, baik dalam kancah politik maupun dalam kehidupan kerohanian. Lihatlah apa yang sekarang ini sedang terjadi di Suriah dan Mesir, rakyat menuntut reformasi oleh karena merasa kondisi politik dan sosial dalam keadaan serius untuk suatu perubahan. Secara rohani kita juga melihat keadaan kerohanian yang serius melanda masyarakat di Amerika Serikat dengan memuncaknya kebejatan moral, sekularisme dan narsisme. Bahkan kesulitan ekonomi, tindak kejahatan yang terus meningkat, dan ancaman terorisme tidak menjadi "lonceng peringatan" bagi masyarakat untuk reformasi rohani.

    Kondisi kerohanian yang serius sedang terjadi di jemaat Korintus. Hal ini ditandai dengan pelecehan seksual, perpecahan di jemaat, pertikaian pribadi hingga masuk ke pengadilan, maupun penyalahgunaan karunia-karunia rohani. Tidak heran kalau rasul Paulus sampai menulis surat yang pertama dengan kata-kata yang sangat keras. "Dalam surat Paulus kepada umat Korintus, dia mengungkapkan keprihatinannya yang besar perihal kondisi kerohanian mereka. Banyak anggota jemaat yang telah menyeleweng dari maksud Allah. Situasinya serius, termasuk kebejatan seks yang menurut Paulus bahkan tidak terlihat di kalangan orang kafir (1Kor. 5:1). Seluruh permasalahan itu muncul sehingga Paulus harus mengatasinya" [alinea pertama: empat kalimat pertama].

    Rasul Paulus sedang bertindak seakan seorang dokter yang sedang melakukan tindakan medis terhadap jemaat Korintus sebagai pasien yang sedang sekarat secara rohani. Sang rasul mengingatkan mereka bahwa sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus tubuh mereka adalah tempat tinggal Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), menasihati mereka tentang penguasaan diri layaknya seorang atlet yang mempunyai tujuan (9:24-27), agar mengamalkan kasih persaudaraan (13:13), jangan menyia-nyiakan Injil yang telah mereka terima (15:1-2), dan menaklukkan diri di bawah kaki Kristus (15:27-28). Reformasi rohani adalah mengamalkan kehidupan Kristiani dengan memelihara moralitas pribadi, mengekang diri, saling mengasihi, menghargai penebusan serta keselamatan, dan tunduk kepada Tuhan.

     Sambutan jemaat Korintus.

   Perpecahan di jemaat Korintus, sebagai salah satu "penyakit rohani" yang disorot dalam surat Paulus yang pertama, bersumber dari perebutan pengaruh di antara beberapa orang yang ambisius. Mereka itulah yang telah menggalang pengikut-pengikut di dalam jemaat dengan membentuk klik-klik sehingga menimbulkan perpecahan. Surat Paulus pertama yang telah dengan keras mengecam perbuatan mereka itu membuat para "aktor intelektual" tersebut kepanasan dan menghasut pengikut-pengikut mereka untuk memusuhi Paulus. Lumrah. Kita juga melihat sikap yang sama di sebagian jemaat dewasa ini, ketika sebuah khotbah secara tegas dan terang-terangan mencela perilaku para penghasut yang berebutan pengaruh di jemaat, mereka lalu membentuk front bersama untuk memusuhi si pengkhotbah. Jadi, politik praktis sebenarnya bukan hal yang baru di gereja.

    Namun para pendeta sebagai gembala jemaat tidak perlu gentar menghadap intrik-intrik semacam itu dan tidak menjadi kendur untuk terus menasihati dan mengkhotbahi mereka, kalau perlu dengan bahasa yang keras dan tajam. Bercermin pada pengalaman rasul Paulus dengan situasi di Korintus itu, adalah kuasa Roh Kudus yang menyertai kata-kata dalam surat penggembalaannya sehingga berhasil menyadarkan jemaat. "Coba kalian perhatikan apa hasilnya padamu oleh kesedihan yang sejalan dengan kehendak Allah! Hasilnya ialah kalian sungguh-sungguh berusaha untuk menjernihkan kekeruhan! Kalian menjadi benci terhadap dosa, kalian takut, kalian rindu, kalian menjadi bersemangat, kalian rela menghukum yang bersalah! Dalam seluruh persoalan ini kalian sudah menunjukkan bahwa kalian tidak bersalah. Jadi, meskipun saya sudah menulis surat itu, saya menulis bukan karena orang yang bersalah itu. Bukan juga karena orang yang menderita oleh sebab kesalahan itu. Saya menulis surat itu supaya di hadapan Allah, kalian menyadari sendiri betapa besarnya perhatianmu terhadap kami" (2Kor. 7:11-12, BIMK).

     Pena inspirasi menulis: "Jemaat Korintus, yang telah dituntun dari penyembahan berhala kepada iman injil, memiliki dalam diri mereka semua pujian yang Paulus perlukan. Penerimaan mereka akan kebenaran, dan reformasi yang tampak dalam kehidupan mereka sebagai sambutan terhadap usaha sang rasul, merupakan suatu kesaksian yang berbicara kepada semua bangsa, bahasa, dan kaum. Paulus menyebut saudara-saudara di Korintus itu sebagai saksinya. Dia mengasihi mereka oleh sebab mereka itulah buah dari pekerjaannya. Reformasi yang terjadi dalam diri mereka adalah bukti yang cukup akan kewenangannya untuk menasihati, menegur, mencela, dan memerintah sebagai seorang pelayan Kristus" (Ellen G. White, Review and Herald, 15 April 1902).

 Apa yang kita pelajari tentang reformasi di jemaat Korintus?

1. Reformasi merupakan dampak dari suatu keadaan yang serius. Dalam konteks kegerejaan, reformasi rohani adalah solusi bagi kemerosotan moral dan keduniawian yang merajalela; dalam konteks perseorangan, reformasi rohani adalah jalan keluar untuk kondisi kerohanian yang lemah dan pergumulan hidup.

2. Seorang pasien yang mengidap sesuatu penyakit serius harus mendapatkan tindakan medis yang serius pula. Gereja yang menderita borok-borok rohani, dan jemaat yang sakit rohani, membutuhkan penanganan sesuai dengan tingkat keseriusan yang dialami. Kalau tidak cukup dengan obat, harus dioperasi.

3. Keberhasilan sebuah reformasi rohani di jemaat bukan saja menjadi kebanggaan pendeta yang menggembalakannya, tapi lebih dari itu menjadi kepujian bagi nama Tuhan. Kondisi kerohanian jemaat merefleksikan keberhasilan atau kegagalan gembala jemaat.

3. PULIHKAN KASIH YANG SEMULA (Imbauan Kitab Wahyu untuk Reformasi di Efesus)

 Surat dari Kristus.

    Kitab Wahyu dibuka dengan pernyataan rasul Yohanes, penulisnya, tentang maksud dan tujuan dari penulisan kitab itu. "Isi buku ini mengenai apa yang dinyatakan oleh Yesus Kristus tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Allah memberitahukannya kepada Kristus supaya Ia menunjukkan kepada hamba-hamba Allah apa yang segera harus terjadi. Kristus mengutus malaikat-Nya kepada Yohanes, hamba-Nya, untuk memberitahukan peristiwa-peristiwa itu kepadanya" (Why. 1:1, BIMK). Kita melihat hierarki otoritas kepenulisannya seperti ini: Allah kepada Kristus, Kristus kepada malaikat, lalu malaikat kepada Yohanes, dan Yohanes kepada para pembaca, khususnya umat Tuhan zaman akhir. Jadi, pada prinsipnya kitab Wahyu adalah pemberitahuan dari Allah sendiri tentang apa yang bakal terjadi dalam sejarah dunia.

    Setelah Yohanes diberi penglihatan surgawi, yang disebut teofania (pengalaman melihat Allah atau tahta Allah), kepada sang rasul malaikat itu memberi perintah: "Sebab itu, tulislah hal-hal yang kau lihat, yaitu hal-hal yang ada sekarang ini, dan hal-hal yang akan terjadi nanti. Inilah rahasia dari tujuh bintang yang kau lihat di tangan kanan-Ku, dan dari tujuh kaki lampu emas itu: Tujuh bintang itu ialah para malaikat ketujuh jemaat, dan tujuh kaki lampu itu adalah ketujuh jemaat itu" (Why. 1:19-20, BIMK). Sebagian komentator Alkitab berpendapat bahwa "para malaikat" dari ketujuh jemaat itu adalah gembala-gembala dari jemaat yang bersangkutan. Bagian pertama kitab Wahyu berisi tulisan yang pada prinsipnya adalah "surat Kristus" kepada ketujuh jemaat, diawali dengan pekabaran kepada jemaat Efesus.

 "Penglihatan tentang tujuh jemaat berkaitan dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Penglihatan ini mencatat keberhasilan-keberhasilan gereja Tuhan, dan juga kegagalan-kegagalannya. Di sini tercatat kemenangan-kemenangan gereja, dan juga kekalahan-kekalahannya. Meskipun ketujuh jemaat itu bisa melambangkan suatu rangkaian sejarah dari iman Kristiani selama berabad-abad, terdapat pelajaran-pelajaran sangat penting dalam setiap jemaat ini bagi umat Allah zaman ini" [alinea kedua: empat kalimat terakhir].

    Kehilangan cinta pertama.

   Secara umum, jemaat Efesus memantulkan kondisi rohani yang mantap. Rajin dalam peribadatan, tabah dalam cobaan, tegas terhadap ajaran-ajaran palsu, sabar dalam penderitaan, dan tidak gampang putus asa (Why. 2:2-3). Satu-satunya kekurangan mereka, setidaknya menurut apa yang diungkapkan di sini, ialah mereka kehilangan kasih yang semula. "Tetapi ini keberatan-Ku terhadapmu: Kalian tidak lagi mengasihi Aku seperti semula" (ay. 4, BIMK). Katakanlah, jemaat ini seperti telah kehilangan gairah cinta pertama.

    Fakta bahwa kekurangan jemaat Efesus itu disebutkan secara khusus di sini menunjukkan bahwa kehilangan kasih yang semula terhadap Tuhan merupakan kesalahan besar sehingga patut dicela. Efesus adalah jemaat yang tekun memelihara kemurnian doktrin (taat pada kehendak Allah) dan rajin menginjil (taat pada perintah Yesus), tetapi keunggulan-keunggulan itu dapat menjadi sia-sia apabila sebagai umat Tuhan mereka tidak lagi mengasihi Allah dan Yesus seperti semula. Memelihara kasih yang semula adalah penting oleh sebab Tuhan adalah "Allah yang cemburu" (Kel. 20:5; 34:14). Mungkin bukannya kita sama sekali tidak lagi mengasihi Tuhan, tetapi cara kita mengekspresikan kasih itulah yang berubah sehingga terkesan hambar karena tidak lagi semesra dan sebergairah dulu. Seperti dalam pengalaman sebagai suami-istri, setelah bertahun-tahun hidup bersama acapkali kita luntur dalam hal cara mengungkapkan rasa cinta itu. Mengekspresikan rasa cinta itu menyangkut soal kehangatan hubungan, dan kita tidak bisa menganggapnya secara taken for granted atau sebagai biasa-biasa saja.

    "Mereka menggantikan tugas dengan kesetiaan. Melaksanakan pekerjaan Yesus menjadi lebih penting daripada hubungan mereka dengan Dia. Lambat-laun dan nyaris tidak kentara, pengalaman mereka dengan Yesus mulai memudar. Mereka sudah bekerja keras untuk mempertahankan iman, tetapi sesuatu yang vital telah hilang dari pengalaman rohani mereka sendiri. Kasih kepada Yesus dan satu sama lain berkurang dengan sangat menyedihkan" [alinea terakhir: lima kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang pengalaman Jemaat Efesus dalam kitab Wahyu?

1. Tujuh jemaat dalam kitab Wahyu melambangkan riwayat gereja Kristen dari masa ke masa secara menyeluruh hingga menjelang kedatangan Yesus kedua kali. Jemaat Efesus melambangkan kondisi umat Kristen mula-mula yang rajin menginjil, tekun beribadah dan memelihara kemurnian doktrin, tetapi kehilangan kasih semula.

2. Kasih adalah alasan utama Allah untuk menyediakan jalan keselamatan bagi manusia melalui Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16). Pada akhirnya kasih adalah yang utama. "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih" (1Kor. 13:13).

3. Sebagai suami dan istri, cara kita mengekspresikan cinta menggambarkan kedekatan dan kehangatan hubungan batin. Kristus juga menuntut kita memelihara kehangatan hubungan kasih dengan Dia. Reformasi rohani mencakup perbaikan hubungan kasih dengan Tuhan. "Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan" (Why. 2:5).

4. REFORMASI PROTESTAN (Imbauan Luther untuk Reformasi)

 Doktrin Alkitab vs tradisi.

   Reformasi Protestan pada abad ke-16 di Eropa Barat dipicu terutama oleh ketidakpuasan terhadap praktik-praktik Gereja Katolik Roma pada masa itu. Pertumbuhan pesat berkat kerja keras para rasul dan umat Kristen dalam abad-abad permulaan telah menempatkan Gereja dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga menjadi lebih berpengaruh dari kekuasaan raja. Waktu itu pengaruh Gereja dalam masyarakat bahkan lebih besar dari penguasa karena seluruh rakyat beserta raja adalah umat yang tunduk pada otoritas agama, dan kekuasaan sipil dikendalikan oleh Gereja sebab Kekristenan menjadi agama resmi. Akibatnya, Gereja dengan leluasa memanipulasi doktrin Kitabsuci dengan menambahkan atau bahkan menggantikan dogma-dogma agama dengan tradisi-tradisi kekafiran.

     Awal Reformasi Protestan ditandai dengan penempelan plakat berisi 95 dalil di pintu gereja di Wittenberg oleh Martin Luther (1483-1546), seorang paderi Jerman dari mazhab Agustinian. Pada masa itu tindakan tersebut dianggap cara yang lazim dilakukan oleh kaum intelektual di kota pelajar itu sebagai ajakan untuk berdebat, tetapi kesalahan-kesalahan Gereja yang diungkapkan dalam dalil-dalil tersebut tidak terbantahkan. Isu teologis yang mendasari gerakan reformasi gereja waktu itu termaktub dalam tiga prinsip utama: 1. Alkitab sebagai satu-satunya doktrin gereja (Sola Scriptura); 2. Pembenaran hanya oleh iman (Sola Fide) berdasarkan pada doktrin keselamatan hanya oleh kasih karunia (Sola Gratia); dan 3. Keimamatan semua orang percaya. Sejalan dengan tuntutan reformasi itu adalah penolakan-penolakan terhadap berbagai ajaran Gereja seperti kekuasaan Paus yang bersifat mutlak, pemujaan Bunda Maria dan Orang-orang Kudus, misa sebagai upacara kurban, api penyucian, pengakuan dosa di hadapan pastor dengan membayar uang tebusan dosa, keharusan menggunakan bahasa Latin dalam upacara ibadah, dan lain-lain.

     Gerakan yang menuntut adanya reformasi gereja itu menyebar dengan cepat dan mendapat sambutan luas di Jerman sendiri dan di hampir seluruh Eropa Barat, khususnya negara-negara Skandinavia (Denmark, Swedia, Norwegia), Belanda, Swis, dan Skotlandia yang hingga sekarang menjadi basis Protestan di Eropa. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pengaruh gerakan anti penyelewengan doktrin Alkitab oleh Gereja yang sebelumnya dilancarkan oleh John Wycliffe (1330-1380) dan John Huss (1369-1415), di samping juga peran para reformator lainnya seperti Huldreich Zwingli (1484-1531) di Swiss, John Calvin (1509-1564) di Prancis, dan John Knox (1513-1572) di Skotlandia.

 "Prinsip-prinsip gereja mengaburkan ajaran-ajaran Yesus. Tradisi jadi lebih dipetik ketimbang Kitabsuci. Orang banyak diliputi oleh ketakutan. Mereka hanya memiliki sedikit atau tidak ada jaminan keselamatan. Bingung dan rancu, mereka bergumul untuk percaya bahwa Allah sesungguhnya rindu menyelamatkan mereka" [alinea pertama: lima kalimat terakhir].

    Eforia reformasi rohani.

   Dapat dikatakan bahwa Reformasi Protestan dimulai dalam diri beberapa orang secara pribadi yang merasa prihatin terhadap doktrin pengampunan dosa dan keselamatan, sehubungan dengan ajaran-ajaran Gereja Katolik Roma yang menyeleweng dari kebenaran. Padahal Alkitab dengan jelas menyebutkan bahwa Injil menyelamatkan setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus (Rm. 1:16-17), kasih karunia dalam kematian penebusan Yesus Kristus telah menyediakan jalan pendamaian manusia dengan Allah (3:21-25), melalui iman manusia dibenarkan oleh darah Kristus dan diselamatkan dari murka Allah (5:6-11), dan Kristus sudah memerdekakan manusia dari tuntutan hukum Taurat dan hukum dosa serta maut (8:1-4).

     "Memahami kasih karunia itu mengubah kehidupan. Itulah intisari dari Kekristenan. Kasih karunia Allah bagi yang tidak pantas dan tidak layak adalah dasar utama dari iman kita. Melalui kehidupan, kematian, kebangkitan dan pelayanan keimamatan Yesus karunia hidup kekal itu menjadi milik kita. Oleh menerimanya dengan iman, kita mempunyai jaminan keselamatan" [alinea keempat].

    Seperti yang kita lihat dalam pengalaman hidup para tokoh reformator itu, pengetahuan tentang kasih karunia Allah yang menyelamatkan sebagai pemberian cuma-cuma kepada manusia berdosa yang menerimanya dalam iman, telah menumbuhkan semacam "eforia reformasi rohani" dalam diri mereka. Tanpa ragu mereka bangkit menyadarkan dunia Kristen untuk menentang kesewenang-wenangan Gereja dan kembali kepada kebenaran Alkitab. Orang-orang yang sudah dibarui ditandai dengan semangat membara untuk mengabarkan kebenaran Injil. "Kebangunan baru berkaitan dengan menghargai pemberian kasih karunia setiap hari. Tidak ada yang secara rohani lebih mengangkat daripada bersukacita tiap hari dalam kebaikan dan kasih karunia Allah. Reformasi adalah menghidupkan kasih karunia itu di dalam segala yang kita lakukan" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang imbauan para penganjur Reformasi Protestan?

1. Bukan secara kebetulan Reformasi Protestan itu terjadi di tengah penyelewengan terhadap kebenaran Alkitab dengan lebih mengutamakan tradisi Gereja, tentu Tuhan turut berperan dalam peristiwa bersejarah tersebut. Tetapi hal yang terpenting dari reformasi itu ialah Alkitab menjadi bebas diakses oleh siapa saja.

2. Reformasi Protestan melahirkan efek berantai dalam kehidupan rohani masyarakat maupun dalam upaya untuk menggali kebenaran-kebenaran sejati dari Firman Tuhan. Alkitab bukan lagi menjadi bacaan yang terbatas untuk kalangan rohaniwan tetapi menjadi santapan rohani untuk umum.

3. Reformasi kerohanian melahirkan eforia reformasi rohani. Seorang yang sudah dibarui oleh Roh Kudus tidak dapat berdiam diri tetapi akan tergerak untuk membagikannya kepada orang-orang lain. Cara terbaik untuk menghargai reformasi rohani dalam diri kita ialah dengan mereformasi lingkungan sosial kita sendiri.

5. REFORMASI ROHANI SECARA GLOBAL (Imbauan Surga untuk Reformasi Zaman Akhir)

 Gereja Advent dan reformasi rohani.

    Cikal-bakal pergerakan Advent diawali di kota Washington di negara bagian New Hampshire oleh sekelompok orang Kristen yang tergabung dalam apa yang disebut "Christian Connection" (Pertalian Kristen), sebuah organisasi yang pada pertengahan abad ke-19 itu memiliki jumlah keanggotaan terbesar kelima di Amerika Serikat. Saat itu bertepatan dengan berlangsungnya Penyadaran Massal Kedua (Second Great Awakening) di mana masyarakat Kristen di Amerika sedang giat-giatnya mengadakan reformasi rohani. Mereka ini adalah orang-orang yang juga menjadi pengikut William Miller, seorang pendeta dari gereja Baptis, yang mengajarkan bahwa kedatangan Yesus kedua kali sudah di ambang pintu dan karena itu mereka menyebut diri sebagai "Adventists," yaitu "umat yang menantikan kedatangan [Yesus Kristus]."

     "Kekecewaan Besar" menyusul kegagalan ramalan kedatangan Yesus pada bulan Oktober 1844 merupakan sebuah pukulan berat terhadap keyakinan mereka, tetapi tidak menghapus sama sekali harapan akan kedatangan kedua kali itu. Setelah iman mereka dikuatkan kembali, terutama melalui penglihatan Hiram Edson di kebun jagung yang melihat penampakan dalam kaabah surga bahwa Yesus bukannya datang ke dunia melainkan berpindah dari bilik yang suci ke bilik yang maha suci, mereka membentuk kelompok baru yang menekankan pada pentingnya doktrin tentang kedatangan Yesus kedua kali, pengudusan Sabat hari ketujuh, dan penginjilan global. Gerakan ini berkembang dengan pesat, dan setelah berjalan selama hampir dua dasawarsa maka pada tahun 1860 kelompok umat Kristen ini sepakat untuk menamakan diri sebagai Seventh-day Adventists (Masehi Advent Hari Ketujuh). Pada tanggal 21 Mei 1863, dalam suatu rapat yang dihadiri oleh sekitar 20 delegasi, Gereja MAHK resmi berdiri sebagai sebuah denominasi Kristen yang pada saat itu jumlah keanggotaannya 3500 orang dengan 125 jemaat. Tokoh-tokoh pendirinya adalah James Springer White dan istrinya, Ellen Gould White, Joseph Bates, J.N. Andrews, dan lain-lain.

    Menurut data terkini (Januari 2012), keanggotaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di seluruh dunia berjumlah lebih dari 17 juta, dengan 71.048 jemaat dan 65.553 perkumpulan, tersebar di 232 negara yang diakui PBB. Organisasi GMAHK terdiri atas 13 wilayah divisi (pelayanan regional), 119 wilayah uni (pelayanan tingkat nasional), dan 585 wilayah konferens/daerah (pelayanan tingkat daerah), yang mempekerjakan 17.272 pendeta aktif dan 220.760 pekerja missi aktif bukan pendeta. (Sumber: Adventist.org)

 "Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh adalah sebuah pergerakan reformasi. Ini dibangkitkan oleh Allah untuk memulihkan pandangan kebenaran-kebenaran alkitabiah yang telah hilang selama berabad-abad lampau. Sekalipun Roh Kudus bekerja dengan penuh kuasa melalui para Reformator, ada kebenaran-kebenatan sangat penting yang mereka tidak sepenuhnya mengerti. Allah masih memiliki lebih banyak kebenaran untuk dinyatakan kepada umat-Nya" [alinea pertama].

 Kebangunan baru dan reformasi zaman akhir.

   Sepanjang sejarah manusia sebagaimana tertulis dalam Alkitab kita bisa menemukan catatan tentang kebangunan baru dan reformasi rohani yang berlangsung dari masa ke masa. Ada kebangunan baru dan reformasi rohani yang berhasil dan ada yang gagal, ada kebangunan dan reformasi yang bertahan lama dan ada pula yang hanya bertahan untuk satu jangka waktu yang singkat. Hal yang sama terjadi juga di zaman pasca Alkitab, yaitu sesudah abad pertama hingga abad ke-21 sekarang ini, tatkala Roh Kudus menggerakkan orang-orang tertentu untuk mengumandangkan kebangunan baru dan reformasi rohani di berbagai tempat di dunia. Gerakan pembaruan itu berdampak pada generasi-generasi selanjutnya, termasuk kita umat Kristen yang lahir dari gerakan Reformasi Protestan abad ke-16 itu. Setiap gerakan reformasi rohani Kristen bertujuan untuk penyegaran iman dan pemurnian doktrin Alkitab, dan reformasi rohani selalu melahirkan umat percaya baru yang bertekad untuk memelihara serta mengamalkan doktrin yang lebih murni itu. Slogan yang sering didengungkan adalah "Back to the Bible" (Kembali kepada Alkitab).

    Gereja Advent (GMAHK) berdiri sebagai hasil dari sebuah penyegaran iman dan pemurnian doktrin Alkitab. Sebagai sebuah kelompok umat percaya yang lahir dari gerakan reformasi rohani, kita masih mempertahankan kebenaran doktrin-doktrin Alkitab yang sudah diamalkan selama ini, tetapi pada waktu yang sama kita pun menjunjung kebenaran-kebenaran baru dari hasil penyelidikan Alkitab yang tekun dan dituntun oleh Roh Kudus. Pada gilirannya, pembaruan rohani itu mendorong kita untuk membagikannya juga kepada orang-orang lain sebagai tanggungjawab moral dan kewajiban rohani kita seperti dituntut dalam Firman Tuhan. Bagi umat GMAHK, missi kita bukan saja menyampaikan injil keselamatan kepada dunia (Mrk. 16:15; Kis. 10:42; 2Tim. 4:2), tetapi juga Pekabaran Tiga Malaikat (Why. 14:6-12). Inilah missi global kita sebagai Gereja, dan inilah gerakan reformasi rohani yang ingin kita sampaikan kepada dunia.

     "Pekabaran Allah pada zaman akhir tentang 'injil yang kekal' itu mencakup satu seruan penurutan kepada kehendak Allah mengingat akan waktu penghakiman. Penghakiman itu menyingkapkan kepada seluruh alam semesta baik keadilan maupun kemurahan hati Allah. Dalam suatu zaman evolusi, pekabaran Yesus tentang reformasi adalah juga menyerukan kepada umat-Nya untuk kembali menyembah Khalik pada Sabat Alkitab yang benar" [alinea terakhir: tiga kalimat pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang gerakan reformasi Gereja Advent?

1. Gereja Advent lahir dari suatu gerakan reformasi rohani dan pemurnian doktrin Alkitab. Sebagai jemaat, kita berhutang budi pada para pelopor atas komitmen mereka membela kebenaran Alkitab. Sebab itu tiap anggota GMAHK bertanggungjawab untuk memelihara dan mengamalkan kemurnian doktrin kebenaran itu.

2. Gereja MAHK berdiri karena mempunyai satu missi spesifik, yaitu mengumandangkan pekabaran Tiga Malaikat dalam Wahyu 14, sebagai kebenaran yang harus diketahui oleh dunia. Inilah hakikat dari reformasi rohani global yang menjadi tanggungjawab kita sebagai satu Gereja.

3. Menjadi orang Kristen tidak sekadar menjadi pengikut Yesus Kristus, tetapi juga mengamalkan ajaran-ajaran Kristus dan melakukan kehendak Allah. Di tangan kita "Injil yang kekal" itu dipercayakan untuk disebarkan kepada dunia, dan di atas kepala kita kebenaran Kristus dijunjung.

PENUTUP

 Reformasi rohani berlanjut.

    Kebangunan baru dan reformasi rohani berlangsung atas gerakan Roh Kudus yang sama untuk maksud yang berbeda. Kebangunan baru adalah kebangkitan dari kematian rohani, reformasi adalah perubahan metode dan pola kerja dari yang selama ini berjalan. "Reformasi tidak akan menghasilkan buah kebenaran yang baik kecuali hal itu dihubungkan dengan kebangunan baru dari Roh. Kebangunan baru dan reformasi harus melakukan pekerjaan mereka yang telah ditentukan, dan dalam melaksanakan pekerjaan ini keduanya harus menyatu" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].

     Dengan demikian, kebangkitan dari kelesuan rohani harus mendahului perubahan dalam menjalankan missi gereja. Kerohanian yang dibangunkan kembali pada gilirannya akan mempengaruhi gaya hidup maupun fokus kehidupan kita, dari yang semula lebih terpusat pada kepentingan diri sendiri menjadi lebih terpusat pada kepentingan missi. Gereja yang kerohaniannya telah dibangkitkan kembali adalah gereja yang diilhami dengan cara-cara kerja yang diperbarui, dan anggota-anggota gereja yang kerohaniannya sudah dibangunkan kembali adalah jemaat-jemaat yang hatinya mencintai tugas dan kewajiban rohaninya sebagai pengikut Kristus.

 "Apapun profesi mereka, hanyalah orang-orang yang di hatinya adalah pelayan-pelayan dunia yang bertindak berdasarkan kebijakan gantinya prinsip dalam hal-hal rohani. Kita harus memilih apa yang benar karena itulah yang benar, dan menyerahkan akibat-akibatnya pada Tuhan. Kepada orang-orang yang memegang prinsip, iman, dan keberanian, dunia ini berhutang pembaruan-pembaruan besar yang didapatnya. Oleh orang-orang seperti itulah pekerjaan reformasi untuk zaman ini harus dilanjutkan" [alinea kedua].

     Reformasi harus dimulai dari diri kita sendiri, baru kemudian menyebar kepada orang-orang lain di sekitar kita dan selanjutnya meluas secara menyeluruh. Reformasi terjadi atas kehendak Allah, dan bilamana gereja atau jemaat harus direformasi, Roh Allah akan menggerakkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk melancarkan reformasi yang diperlukan itu. Reformasi hanya bisa dilakukan dari dalam oleh orang-orang yang berada di dalam, karena itu tetaplah di dalam gereja dan berdirilah selalu di atas kebenaran. Dari zaman ke zaman Allah selalu memiliki orang-orang benar dan jujur yang dibutuhkan oleh dunia. "Kebutuhan dunia yang terbesar adalah kebutuhan akan orang-orang yang tidak mau diperjual-belikan, orang-orang yang di dalam batin jiwanya adalah benar dan jujur, orang-orang yang tidak takut menyebut dosa dengan namanya yang tepat, orang-orang yang hati nuraninya setia kepada tugas seperti jarum kompas menunjuk ke kutub, orang-orang yang akan berdiri demi kebenaran sekalipun langit runtuh" (Ellen G. White, Education, hlm. 57).

 "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya" (Yeh. 36:26-27).


DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.