Rumah tangga bukanlah gedung atau bangunan. Rumah tangga lebih daripada bangunan
beton. Rumah tangga ialah satu tempat di
mana terdapat ayah, ibu dan anak-anak yang saling mengasihi, saling
menghormati, saling membantu dan hidup dalam suasana damai dan rukun.
Lembaga rumah tangga bukan hanya perlu untuk anggota keluarga itu saja,
tetapi memiliki bermacam kegiatan yang juga mempengaruhi sesamanya.
Pria dan wanita saling mencintai sehingga mereka ingin hidup bersama
dalam segala segi kehidupan. Inilah
alasan yang kuat mengapa penikahan, sebagai suatu hubungan istimewa diperlukan sekali.
Pernikahan itu perlu, disetujui oleh Allah serta dibutuhkan oleh manusia
yang normal. Allah sendiri telah memulaikan pernikahan Adam dan Hawa. Kata Musa: “Dan dari rusuk, yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu,
dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu”.
(Kejadian 2:22). Allah melihat bahwa “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri
saja” (ayat 18), sehingga Tuhan menjadikan Hawa untuk menjadi isteri Adam.
Satu Pusat Kegiatan
Masyarakat terdiri dari
keluarga-keluarga. Pusat kegiatan
masyarakat, organisasi agama dan bangsa ialah rumah tangga. Kesejahteraan masyarakat, kemajuan organisasi
agama dan kemakmuran bangsa tergantung pada pengaruh-pengaruh rumah tangga.
Oleh sebab itu sebelum mendirikan bahtera pernikahan, kedua calon suami
isteri harus memiliki rencana hari depan.
Tidak sedikit orang yang setelah menikah sekian lama baru saling tuduh
menuduh dan menyalahkan. Mereka menikah
tanpa rencana yang matang. Mereka
menyesal namun sudah terlambat, nasi telah menjadi bubur.
Suami isteri tidak mungkin bekerjasama jika tujuan-tujuan mereka berbeda
atau bertentangan. Oleh karena
pentingnya masalah pernikahan itu maka kedua belah pihak perlu sekali
mengemukakan keinginannya sejak dari permulaan.
Hal ini sangat perlu karena baik buruknya hubungan mereka akan
tepergantung pada keharmonisan mereka dalam cita-cita masa depan.
Dalam suatu rencana pernikahan harus ada persamaan cita-cita dan tujuan
untuk mana suami-isteri akan terus bekerja sama. Unsur-unsur agama yang penuh dengan
nilai-nilai rohani dapat dijadikan landasan atau dasar dalam mencapai cita-cita
bersama itu.
Didalam pernikahan, suami-isteri menetapkan tujuan bersama dan hal ini
dilaksanakan oleh dua partner, cita-cita mana tidak mungkin dicapai oleh
seorang diri saja. Mereka perlu memahami
cita-cita itu dan mengerti mengenai persekutuan pernikahan.
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya” kata
Musa, “dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging”.
(Kejadian 2:24).
Suami haruslah lebih merapatkan diri kepada isteri daripada kepada
ibu-bapa, sekalipun sukar ditinggalkan pengaruh kasih-sayang mereka.
Demikianpun wanita yang telah menjadi isteri itu harus meninggalkan
orang tua dan berdamping dengan pria yang telah diakuinya menjadi suami.
Semakin erat pasangan baru merapatkan diri satu sama lain, lebih
rukunlah rumah tangga baru itu. Dalam
satu buku yang ditulis oleh seorang tokoh terdapat keterangan berikut: “Ikatan
kekeluargaan adalah yang ter-erat dan tersuci dari segala ikatan apa sajapun di
atas muka bumi ini.”
Jadi hubungan suami isteri adalah lebih istimewa dari segala hubungan
yang pernah diadakan oleh manusia.
Kasih terhadap orang tua tidak dapat disamakan dengan kasih atau cinta
terhadap isteri atau suami. Ada tempat
kasih terhadap teman dan ibu-bapa, tetapi cinta kepada teman hidup itu sangat
berbeda/berlainan. Mereka dikatakan
“menjadi satu”.
Pusat
Kesenangan
Maksud Allah dalam membentuk rumah tangga ialah supaya umat manusia
mendapat kesenangan. Apakah rumah tangga
itu keluarga yang percaya kepada Tuhan
maupun kafir, paling sedikit harus ada kesenangan didalamnya. Kalau benar-benar tidak terdapat kesenangan
dalam keluarga itu, maka ada sesuatu yang salah.
Itulah sebabnya seorang penulis yang kenamaan berkata: “Memilih dan
menentukan teman hidup itu adalah masalah yang penting”.
Perkara menentukan teman hidup
itu lebih penting dari segala sesuatu di atas dunia, kecuali memilih Tuhan atau
agama.
Salah memilih jodoh, sama seperti seorang yang telah salah membuat
fundasi rumah yang hendak dibangun.
Sekalipun bagaimana kuatnya dinding dan bahan lainnya yang dipergunakan
di bahagian atas rumah itu, satu kali kelak akan ketahuan bahwa fundasi rumah
yang mentereng tersebut tidak kuat. Oleh
sebab itu biarlah seorang pria memilih calon teman hidupnya seorang wanita
bukan karena cantik semata, melainkan karena tabiat yang agung dan yang dapat
mendampingi suaminya serta sanggup memberi kesenangan bagi pasangannya. Demikian juga seorang wanita yang bijaksana,
akan memilih calon suaminya yaitu seorang pria bukannya karena gagah dan
memiliki wajah yang tampan dan mempunyai banyak uang saja, melainkan pria atau
pemuda yang bertanggung jawab, jujur, manis budi, dan seorang yang beribadah kepada Tuhan Allah.
Apabila kedua orang muda seperti yang kita sebutkan ini bertemu dan
menjadi suami-isteri, betapa kuat fundasi rumah tangga itu, sehingga
usaha-usaha seterusnya akan lebih gampang diselesaikan.
Saling
Menolong
Seorang isteri yang berbudi akan menjadi satu bantuan kepada seorang
suami. Allah ingin agar Adam mempunyai
seorang penolong dan teman hidup sedangkan Hawa menjadi sahabat terdekat Adam,
teman sejodoh. Hawa bukan kepala rumah
tangga, bukan pula kaki, melainkan isteri yang harus dicintai dan setara.
“Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan”, karena
suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat. Dialah yang menyelamatkan tubuh. Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana
Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya”. (Efesus
5:22-23;25).
Setiap pria mempunyai persoalan hidup.
Kaum Hawa akan bertindak meringankan beban yang berat menjadi ringan dan
yang ringan menjadi lenyap. Adalah
kurang bijaksana bagi seoerang isteri apabila membiarkan suaminya bergumul
sendirian dalam mengarungi lautan kehidupan.
“Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di
udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan
dengan dia”.
Disaat Adam melaksanakan tugas yang diamanatkan kepadanya menamai segala
binatang yang ada pada waktu itu, ia melihat bahwa setiap ekor binatang jantan
mempunyai pasangan seekor betina.
Akhirnya didapatinya bahwa ia sendirilah yang belum memiliki pasangan
atau teman. Tuhan Allah melihat
kebutuhan Adam. Dijadikan-Nya Hawa
menjadi teman sepadannya (sejodohnya).
“Rumah dan harta adalah warisan nenek moyang, tetapi isteri yang berakal
budi adalah karunia TUHAN”, kata Solaiman dalam Amsal 19: 14.
Meneruskan
Generasi
“Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka:”Beranak
cuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah
atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang
merayap di bumi”.(Kejadian 1:28).
Rencana beranak cucu datangnya dari Allah. Ia ingin agar bumi ini dihuni oleh manusia
serta menaklukkan(memerintah) segala isinya.
Beranak cucu yang baik dan disetujui Tuhan ialah melalui pernikahan yang
kudus. Allah hanya menyetujui pernikahan
yang sah. Hal ini tegas karena dalam
hukum Allah yang ketujuh Tuhan melarangnya, “Jangan kamu berbuat zinah”. Semua hubungan kelamin/seks yang bukan antara
suami-isteri adalah dosa dihadapan Tuhan.
Pemuasan
Naluri Seks
Allah telah menjadikan manusia
dengan nafsu birahi/seks. Kecuali
seseorang tidak normal, dorongan seks ini pasti ada. Dan kebutuhan kepuasan seks tersebut bukanlah
sesuatu yang abnormal. Merasakan
kebutuhan seks bukan dosa. Nafsu yang
tidak dikendalikan yang mengakibatkan perzinahan ialah dosa. Perhubungan seks antara suami-isteri bukanlah
dosa, dan hanya perhubungan seks antara mereka itulah yang disetujui Tuhan.
Kebutuhan kepuasan seks ini dirasakan oleh setiap orang yang
normal. Banyak orang suka
berterus-terang atas kebutuhannya, tetapi yang lain mau menutup-nutupinya.
Sering dorongan seks ini tak dapat dikendalikan oleh seseorang sehingga
terjadilah peristiwa-peristiwa yang memalukan masyarakat. Penyelewengan, perzinahan, perkosaan sering terjadi
hanya karena kebutuhan kepuasan seks yang sudah melampaui batas.
Meskipun ada berbagai cara untuk mencapai kepuasan seks ini, misalnya
melalui mimpi, dan lain-lain, namun perhubungan seks antara suami-isteri adalah
yang terbaik, dibenarkan oleh hukum, dan disetujui oleh Allah.
Latihan Saling
Mengasihi
Cinta antara seorang pria dengan
seorang wanita atau antara suami-isteri adalah satu latihan untuk saling
mengasihi. Melalui pengalaman cinta
terhadap isteri, seorang suami akan lebih mudah memupuk kasihnya terhadap
Penciptanya. Walaupun seorang yang tak
berumah tangga dapat mencintai Allah, namun proses mencintai Tuhan itu akan
lebih mudah bagi mereka yang sudah mengalami cinta suami-isteri.
Henokh lebih mengerti cinta Allah setelah ia sendiri dikaruniakan seorag
anak yang dicintainya. Henokh lebih
mengerti kesabaran Tuhan, setelah ia mengalami merawat serta mendidik
Metusalah, anaknya itu.
Nabi Hosea lebih mengenal cinta Allah yang luar biasa setelah Hosea
disuruh mengambil kembali isterinya yang sudah menyeleweng. Mengambil Gomer kembali setelah punya anak
lagi dari laki-laki lain, sangat berat bagi Hosea. Lebih sukar lagi bagi Hosea, karena perempuan
sundal bekas iterinya itu harus dibeli.
“Ketika Tuhan mulai berbicara dengan perantaraan Hosea, berfirmanlah Ia
kepada Hosea: “Pergilah, kawinilah seorang perempuan sundal dan peranakkanlah
anak-anak sundal, karena negeri ini bersundal hebat dengan membelakangi
TUHAN. Maka pergilah ia dan mengawini
Gomer binti Dublaim, lalu mengandunglah perempuan itu dan melahirkan baginya
seorang anak laki-laki”.(Hosea 1:2-3).
“Berfirmanlah TUHAN kepadaku: “Pergilah lagi, cintailah perempuan yang
suka bersundal dan berzinah, seperti TUHAN juga mencintai orang Israel,
sekalipun mereka berpaling kepada allah-allah lain dan menyukai kue kismis. Lalu aku membeli dia bagiku dengan bayaran
lima belas syikal perak dan satu setengah homer jelai”. (Hosea 3:1-2).
Pertolongan Di
Hari Tua
Orang tua pada umumnya berharap bahwa anak-anaknya kelak akan
membantunya di hari tua. Saatnya akan
tiba bahwa tidak boleh tidak, orang tua membutuhkan pertolongan. Selain memerlukan
tunjangan materi demi kelangsungan hidup, orang tua memerlukan dukungan moral.
Orang tua tersebut akan merasa terjamin karena mengetahui anaknya
menilik dia.