"DENGAN YANG KAYA DAN TERKENAL"
PENDAHULUAN
Uang bukan segalanya.
Adalah
Will Rogers [1879-1935] yang mengatakan, "Terlalu banyak orang yang
membelanjakan uang yang belum mereka miliki, untuk membeli barang-barang yang
tidak mereka perlukan, untuk memberi kesan kepada orang-orang yang tidak mereka
sukai." Will adalah seorang Indian-Amerika dari suku Cherokee yang
terkenal sebagai pelawak, aktor, produser film, dan penulis. Maksud dari
perkataan ini adalah untuk mengingatkan kita betapa "pencitraan diri"
itu mahal dan tidak ada faedahnya. Tidak sedikit orang yang karena alasan
"jaga imej" sampai memaksakan diri menghabiskan banyak uang untuk
membeli barang-barang "bermerek" dan mahal supaya dikagumi dan dipuja
orang.
"Berapa
banyak kebenaran dalam pernyataan itu yang bisa diperdebatkan; namun apa yang
tidak perlu diperdebatkan ialah bahwa uang dapat mempunyai pengaruh yang kuat
pada semua kita. Karena kebiasaan-kebiasaan dalam hal keuangan pribadi secara
luas melambangkan nilai-nilai seseorang, uang sesungguhnya adalah masalah
rohaniah. Itulah sebabnya tidak heran mengapa Alkitab menggunakan banyak waktu
berbicara tentang hal itu" [alinea kedua].
Dalam
dunia yang materialistik dan memuja ketenaran, uang dan nama besar adalah
dambaan banyak orang. Ketenaran dan kekayaan sering tampil sebagai kembar
identik yang tak terpisahkan, di mana memiliki salah satu berarti mendapatkan
yang lain. Orang terkenal biasanya kaya, dan orang kaya biasanya terkenal. Apabila
seseorang yang memiliki keduanya itu juga berperangai haus kekuasaan, maka
hampir dapat dipastikan bahwa dia akan menggunakan kekayaan dan ketenarannya
untuk meraih kekuasaan. Terkadang dalam kondisi tertentu juga bisa dibalik,
berkuasa dulu baru kemudian menjadi kaya dan tersohor.
"Orang-orang
terkenal menggunakan pengaruh, suatu bentuk kekuasaan. Namun, Yesus tidak
terkesan oleh kekayaan atau kekuasaan seseorang. Ia hanya berusaha menjangkau
mereka karena alasan yang sama seperti Ia lakukan kepada semua orang yang lain:
Ia ingin agar mereka memiliki jenis kekayaan yang tak dapat dibeli oleh
uang" [alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].
1.
BAGAIMANA KITA MEMANDANG KEKAYAAN
(Sangat Diberkati*)
(*Judul asli: Richly Blessed)
Kekayaan
bukan dosa.
Sekali
peristiwa sebuah pesawat penumpang berukuran kecil mengalami kerusakan mesin
sehingga memaksa penerbangnya melakukan pendaratan darurat di tengah hutan
belantara. Hanya karena kepiawaian sang pilot maka semua penumpang selamat,
walaupun pesawat mengalami kerusakan parah dan peralatan komunikasi hancur.
Banyak dari mereka yang mulai resah apakah tim penyelamat dapat menemukan
mereka dalam waktu dekat. "Mereka segera akan menemukan saya," gumam
seorang bapak berperawakan gempal. "Tapi pak, alat komunikasi tidak dapat
digunakan sama sekali?" kata seorang pemuda yang berada di dekatnya.
"Mereka pasti berusaha dengan cara apapun," bapak itu menjawab
santai. "Mereka yang bapak maksudkan itu siapa? Dan bagaimana bapak merasa
begitu pasti?" tanya pemuda itu lagi penasaran. "Anak muda, kamu
tidak kenal siapa saya," sahut bapak itu sambil menatapnya. "Mana
mungkin mereka mau kehilangan seorang anggota jemaatnya yang setia membayar
persepuluhan seratus juta rupiah setiap bulan, belum lagi persembahan dan
sumbangan beratus-ratus juta? Makanya saya bilang, mereka pasti akan menemukan
saya!" Anda tentu tahu, ini cuma cerita rekaan saja.
Sementara
kekayaan begitu dipuja oleh manusia, Salomo menyatakan bahwa nama baik dan
integritas lebih berharga daripada kekayaan (Ams. 22:1; 28:6). Bahkan Tuhan
Yesus dengan tegas mengatakan, "Apa untungnya bagi seseorang, kalau
seluruh dunia ini menjadi miliknya, tetapi ia kehilangan hidupnya?" (Mrk.
8:36, BIMK). Sebenarnya kekayaan itu sendiri bukan dosa, tetapi bagaimana kita
menggunakan kekayaan itulah yang menentukan dosa atau tidak. Seperti pisau
adalah barang yang netral, itu bisa menjadi benda yang bermanfaat bagi
kehidupan jika digunakan sebagai peralatan dapur untuk memasak, tapi itu juga
dapat menjadi alat kejahatan kalau dipakai untuk membunuh orang. Demikian pula
halnya dengan kekayaan, itu bisa mendatangkan berkat ataupun dosa bergantung
dari bagaimana anda menggunakannya.
"Bagaimana pun, Alkitab bukan tanpa alasan
meremehkan kekayaan atau orang kaya. Sebagaimana dengan begitu banyak hal lain
dalam kehidupan, masalah-masalah timbul bukan dari benda-benda itu sendiri
melainkan dari cara kita berhubungan benda-benda itu" [alinea pertama: dua
kalimat terakhir].
Kekayaan
dan keselamatan.
Banyak
tokoh dalam Alkitab yang kaya, bahkan kaya raya. Abraham (Kej. 13:2), Ishak
(Kej. 26:12-13), Yakub (Kej. 36:6-7), Daud (1Taw. 29:26-28), Salomo (1Raj.
10:23; 2Taw. 9:22), Hizkia (2Taw. 32:27-29), dan Ayub (Ay. 1:1-3) untuk sekadar
menyebutkan beberapa nama. Raja-raja Yehuda dan Israel purba pada umumnya
adalah orang-orang kaya sebab mereka diberkati oleh Tuhan karena penurutan
mereka. Allah tidak mengharamkan kekayaan, bahkan Ia menjanjikan kekayaan bagi
orang-orang yang setia kepada-Nya dan yang dikasihi-Nya. Raja Salomo, orang terkaya
yang pernah hidup di dunia, itu berkata: "Berkat Tuhanlah yang menjadikan
kaya, susah payah tidak akan menambahkannya" (Ams. 10:22). Sebab itu dia
memuji Allah dengan bernyanyi, "Percuma saja bekerja keras mencari nafkah,
bangun pagi-pagi dan tidur larut malam; sebab TUHAN menyediakannya bagi mereka
yang dikasihi-Nya, sementara mereka sedang tidur" (Mzm. 127:2, BIMK).
"Pendek
kata, kekayaan itu sendiri tidak mengindikasikan kemiskinan atau ketidakacuhan
rohani. Ada sebagian orang kaya yang sangat setia serta saleh dan ada juga yang
begitu keji dan jahat. Bagaimana pun juga kita jangan membuat keinginan akan
uang menjadi sebuah obsesi, jangan pula memandang keji orang-orang yang kaya.
Mereka memerlukan keselamatan yang sama seperti orang lain juga" [alinea
terakhir].
Pena
inspirasi menulis: "Kepada saya telah ditunjukkan bahwa beribu-ribu orang
kaya masuk ke liang kubur mereka tanpa diamarkan, sebab mereka sudah dinilai
dari penampilan dan dilewatkan sebagai orang-orang yang tak berpengharapan. Tuhan
ingin agar hal ini berubah. Biarlah orang-orang yang bijaksana ikut dalam
pekerjaan ini, orang-orang yang belum berbuat apa-apa di dalam tugas ini oleh
sebab dianggap haram dan sia-sia. Ini adalah pekerjaan yang besar dan penting,
dan Allah hendak memberkati orang-orang dengan hikmat untuk
menjalankannya" (Ellen G. White, Medical Ministry, hlm. 245).
Apa yang kita pelajari tentang orang-orang kaya
dan kekayaan mereka?
1. Menjadi orang kaya itu tidak salah, selama anda
yang memiliki kekayaan itu, bukan sebaliknya kekayaan yang "memiliki"
anda. Seseorang yang berkuasa atas kekayaannya dapat mengendalikan kekayaan
itu, sedangkan orang yang dikuasai oleh kekayaan maka seluruh hidupnya akan
diatur dan dipengaruhi oleh kekayaannya.
2. Tidak semua orang kaya berperangai buruk,
seperti juga tidak semua orang miskin berperilaku baik. Namun, seringkali orang
kaya menjadi "besar kepala" karena kita sendiri yang turut
membesarkan kepalanya. Misalnya dengan penghormatan dan pemanjaan yang
berlebihan sehingga mereka menjadi tidak realistis dan tidak masuk akal.
3. Orang-orang kaya yang menyadari dan mengakui
bahwa kekayaan datangnya dari Tuhan akan senantiasa rendah hati dan mau
berbagi. Sebaliknya, orang kaya yang menganggap kekayaannya adalah semata-mata
suratan nasib dan kemujuran akan cenderung angkuh dan mengandalkan kekayaan sebagai
pemecahan setiap masalah.
2. PERLUNYA DILAHIRKAN KEMBALI (Pertemuan Malam
Hari*)
(*Judul
asli: Nightime Rendezvouz)
Kebingungan
Nikodemus.
Dalam PB
kita menemukan setidaknya dua orang kaya yang datang menemui Yesus secara
pribadi, di antaranya adalah Nikodemus (Yoh. 3:1). Dia adalah seorang pemuka
agama Farisi dan anggota Sanhedrin (anggota dewan agama) yang masih muda,
berkuasa dan tentu saja kaya. Karena kedudukannya yang tinggi dan terhormat itu
maka Nikodemus (nama Grika yang artinya "penakluk") memilih untuk
bertemu dengan Yesus secara diam-diam pada waktu malam. Saat bertemu dia
menyapa Yesus dengan sebutan "Rabi" (=Guru) dan secara terbuka
mengakui penyertaan Allah dalam diri Yesus (Yoh. 3:2). Tampaknya Nikodemus
termasuk salah satu dari banyak orang yang terkesan menyaksikan tanda-tanda
yang Yesus nyatakan selama perayaan Paskah di Yerusalem beberapa waktu
sebelumnya (Yoh. 2:23).
Sebagaimana kita baca, Nikodemus dibuat bingung
ketika Yesus berkata kepadanya tentang "dilahirkan kembali" (Yoh.
3:3). Kata Grika yang diterjemahkan dengan kembali di sini adalah ἄνωθεν,
anōthen, juga dapat berarti dari atas atau dengan cara baru (Strong; G509).
Jadi, "dilahirkan kembali" dapat diartikan "dilahirkan dari
atas" atau "dilahirkan dengan cara baru." Sebagai seorang pemuka
agama dan anggota dewan yang terhormat, Nikodemus seharusnya tidak terlalu naif
untuk bisa mengerti apa yang Yesus maksudkan dengan kelahiran kembali itu, tapi
nyatanya dia kebingungan (ay. 4). Pernyataan Nikodemus bahwa Yesus datang dari
Allah tidak cukup untuk menyelamatkan dirinya, dia harus menyatakan
keyakinannya itu melalui baptisan dengan air dan dengan Roh (ay. 5). Baptisan
dengan air adalah pengakuan di hadapan umum bahwa kita percaya kepada Yesus,
dan baptisan dengan Roh adalah kesediaan untuk diubahkan oleh Allah. Seorang
pengikut Yesus harus mau meninggalkan keinginan daging (hal-hal duniawi) dan
tunduk pada keinginan Roh (hal-hal rohani). Yesus menandaskan, "Apa yang
dilahirkan dari daging, adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari Roh, adalah
roh. Janganlah engkau heran, karena Aku berkata kepadamu: Kamu harus dilahirkan
kembali" (ay. 6-7).
"Nikodemus
telah menyaksikan kuasa dan kewenangan Allah sebagaimana dinyatakan melalui
pelayanan Yesus sehingga berusaha untuk bertemu dengan Dia tapi secara
diam-diam. Yesus bisa saja menolak ajakan rahasia ini, tetapi karena tidak rela
ada seseorang yang binasa maka Dia bersedia menerima kesempatan ini untuk
membawa Nikodemus selangkah lebih dekat kepada kerajaan itu. Kemiskinan
Nikodemus bersifat rohani, bukan materi. Diperkaya dengan perkara-perkara
duniawi dan kedudukan sosial yang tinggi, namun demikian dia lapar secara
rohani" [alinea kedua].
Pilihan Nikodemus.
Nikodemus
muncul tiga kali dalam Alkitab, semuanya tercatat dalam injil Yohanes. Selain
pertemuannya dengan Yesus di malam hari itu, pemimpin Yahudi ini juga tampil
ketika dia membela Yesus di hadapan rekan-rekannya sesama kaum Farisi yang
berniat menangkap Yesus (Yoh. 7:45-52). Ketiga kalinya adalah sesudah
penyaliban sewaktu dia bersama Yusuf dari Arimatea mengambil mayat Yesus untuk
dikuburkan (Yoh. 19:38-42).
"Secara
naluri Nikodemus menentang pandangan bahwa orang-orang Israel yang
berpengetahuan luas seperti dirinya harus memerlukan baptisan. Namun, Yesus
mendesak Nikodemus dengan menyajikan pilihan kekal antara penghakiman dan
keselamatan. Takut dituduh dan diejek, Nikodemus menolak untuk menerima
undangan Kristus. Wawancara itu tampaknya gagal. Akan tetapi bibit rohani yang
sudah tertanam itu lambat laun bertumbuh di dalam tanah hatinya" [alinea
ketiga].
Nikodemus
adalah representasi dari orang-orang yang terkesan dengan pekabaran tentang
Yesus Kristus sebagai Juruselamat, namun tetap bersikap kritis dan tidak mau
begitu saja menerima kebenaran dari doktrin tersebut. Status sosial dan tingkat
intelektualitas mungkin menjadi penyebab dari sikap kritis itu. Banyak kali
kita kehilangan calon-calon murid Kristus dari lapisan masyarakat seperti
Nikodemus ini karena kita terlalu bersemangat sehingga terburu-buru untuk
segera membaptiskan mereka, karena menganggap jiwa-jiwa "kelas kakap"
lebih penting dan membanggakan dibandingkan menarik jiwa dari "kelas teri."
Tetapi kita harus memberi ruang kepada Roh Kudus untuk menjalankan peran-Nya,
membiarkan bibit kebenaran yang kita tabur itu bertumbuh secara wajar dan
menunggu sampai Roh itu bekerja dengan cara yang luar biasa dan tak terduga.
Apa yang kita pelajari tentang pengalaman Nikodemus
bertemu dengan Yesus?
1. Kelahiran kembali (=pertobatan) adalah inti
dari pekabaran Yesus, itu yang diajarkan-Nya kepada rakyat biasa dan itu juga
yang diajarkan kepada orang kaya dan berpangkat seperti Nikodemus. Konsistensi
dalam pengajaran adalah penting dan tidak dapat dikompromikan hanya karena
melihat siapa calon murid itu.
2. Nikodemus tampil dalam tiga peristiwa, tetapi
banyak orang lebih menekankan pada kemunculannya yang pertama saat bertemu
dengan Yesus di malam hari dengan kesimpulan yang negatif. Pertemuannya dengan
Yesus mengandung pelajaran berharga, tetapi akhir yang indah baru datang
kemudian.
3. Sikap yang menggebu-gebu untuk menginjili orang
kaya serta ternama, dan sebaliknya acuh tak acuh terhadap orang biasa serta
miskin mencemari pekerjaan pemuridan itu sendiri. Kalau demikian, mungkin yang
perlu "dilahirkan kembali" bukan cuma jiwa yang diinjili itu tapi
terutama adalah penginjilnya juga.
3. PENGARUH UANG PADA CARA BERPIKIR (Kaya Tapi
Reputasi Buruk*)
(*Judul
asli: "Rich and Infamous")
Kekayaan dan moralitas.
Ketika
bintang remaja Justin Bieber yang dipuja seantero dunia bulan lalu ditangkap
polisi gara-gara mengemudikan mobil super-mewahnya di jalan raya Miami Beach,
Florida secara ugal-ugalan karena berada di bawah pengaruh obat terlarang
(DUI=driving under influence), publik Amerika mempersalahkan kekayaan dan
ketenaran sebagai biang keladi dari perilaku buruk itu. Orang kemudian teringat
pada selebriti-selebriti seperti Miley Cyrus, Paris Hilton, Britney Spears,
Tiger Woods, Michael Jackson, dan banyak lagi yang kelakuan mereka tak kalah
terkenal buruknya. Kekayaan dan ketenaran memang bisa bikin orang keblinger.
Tetapi Jim Carrey, bintang komedi dan aktor papan atas Amerika kelahiran Kanada
[1962], seorang yang sebelumnya pernah merasakan hidup melarat, mungkin
termasuk segelintir selebriti yang tetap menjaga kewarasannya. Dia pernah
berkata, "Saya harap semua orang bisa menjadi kaya dan terkenal serta
memiliki segala sesuatu yang mereka impikan, supaya mereka bisa tahu bahwa itu
semua bukanlah jawaban."
Ada seorang mahasiswa kandidat doktor
psikologi dari University of California, Berkeley melakukan penelitian tentang
dampak kekayaan terhadap perubahan perilaku membuktikan bahwa memiliki lebih
banyak uang dapat menimbulkan perilaku yang lebih agresif, egois, dan
"moral tercela" (morally reprehensible). Bahkan lebih mengagetkan
lagi, studi yang diturunkan sebagai laporan khusus siaran televisi PBS dengan
judul "Money on the Mind" itu menemukan bahwa orang-orang kaya
cenderung lebih menyukai perilaku tidak etis semisal mencuri di tempat kerja.
Terhadap banjir kritikan atas kesimpulan yang dianggap kontroversial itu,
sehari setelah hasil tersebut dipublikasikan, penelitinya menanggapi:
"Tidak menjadi soal siapa anda. Kalau anda kaya, lebih besar kemungkinannya
anda akan memperlihatkan pola seperti hasil itu." (Sumber:
DeseretNews.com)
"Kehormatan
tidak selalu menyertai kekayaan. Walaupun banyak orang memperoleh kekayaan
mereka secara jujur melalui kerja keras, kerajinan dan berkat Tuhan, yang
lainnya memang bajingan. Gawatnya lagi, sebagian mencari uang secara sah tetapi
tidak bermoral, sebab seperti kita tahu tidak semua yang amoral itu tidak
sah" [alinea pertama].
Kasus Zakheus.
Tidak
disangsikan lagi bahwa nama Yesus sudah demikian terkenal sampai ke kota
Yerikho (artinya "bulan"), sebuah kota yang dibangun oleh Herodes
yang Agung pada tahun 105 SM dan tersohor dengan iklimnya yang nyaman serta
balsem mujarab yang terbuat dari getah sejenis pohon yang wangi. Kota Yerikho
pada zaman Yesus terletak sekitar tiga kilometer sebelah barat daya dari
gundukan tanah bekas kota Yerikho zaman Yosua (PL), sebuah oase yang terletak
sekitar 30 Km ke arah timur dari kota Yerusalem. Di kota peristirahatan
orang-orang kaya inilah Zakheus tinggal dalam kedudukannya sebagai kepala
kantor pajak. Kedudukan yang empuk di kota yang makmur, sudah tentu Zakheus
adalah seorang yang kaya raya. Tetapi meskipun punya jabatan tinggi dan kaya,
Zakheus tanpa malu-malu berlari dan memanjat pohon "untuk melihat orang
[seperti] apakah Yesus itu" (Luk. 19:3). Usahanya berhasil, bukan saja dia
dapat melihat Yesus, tapi Yesus bisa melihat dia. Lebih penting lagi, Yesus
menyapanya dan berkata ingin mampir di rumahnya.
Zakheus
dicerca oleh orang-orang sebangsanya, dengan alasan yang kuat, yaitu karena dia
adalah pengkhianat bangsa yang mengeruk kekayaan dengan cara mencekik leher
atas setiap wajib pajak. Tetapi perjumpaan dengan Yesus mengubah segalanya. Di
hadapan Tuhan dia bersumpah untuk membagikan setengah dari kekayaannya kepada
orang-orang miskin, dan bersedia untuk mengembalikan empat kali lipat kepada
para wajib pajak yang telah diperasnya (ay. 8). Orang-orang Yahudi dan
khususnya kaum Farisi di luar sana yang memusuhi Zakheus hanya bisa mencela
Yesus yang mampir makan di rumahnya, tetapi mereka tidak tahu dan tidak
mendengar komitmen Zakheus yang luar biasa itu. Mungkin saja banyak di antara
para pengeritik itu yang akan diuntungkan oleh niat "gembong"
pemungut cukai ini, kalau orang miskin maka mereka akan mendapat pembagian
harta, dan kalau orang kaya yang pernah diperas mereka akan menerima restitusi
pajak hingga empat kali lipat. Gantinya mencerca, seharusnya mereka bersyukur
kepada Yesus yang oleh kunjungan-Nya telah mengubah hati Zakheus seperti itu.
"Sekali
lagi, kita harus berhati-hati terhadap bentuk penghakiman rohani yang kita
adakan perihal orang lain. Meskipun tidak semua dosa besarnya sama, dan
sebagian tentu secara sosial lebih buruk dari yang lain (dan dengan alasan yang
kuat), kita semua sederajat di hadapan Allah di mana kita semua kita memerlukan
kebenaran Kristus" [alinea terakhir].
Apa yang
kita pelajari tentang pengaruh kekayaan, dan perubahan dalam diri Zakheus?
1. Kekayaan dapat membuat seseorang jadi terkenal,
tetapi hanya moralitas yang tinggi membuat seseorang dikagumi. Kalau hanya
sekadar menjadi tersohor anda tidak perlu menjadi orang kaya, sebab ketenaran
juga bisa diperoleh melalui prestasi dan reputasi.
2. Kata orang, ada dua jenis manusia yang sangat
membahayakan masyarakat: orang kaya yang bertindak bodoh dan orang miskin yang
berlaku lihay. Sebenarnya, bukan kaya atau miskin yang menentukan, tetapi
moralitas pribadi. Lebih baik kemiskinan yang bermoral daripada kekayaan tanpa
moral.
3. Zakheus telah membuktikan bahwa bersama Yesus
manusia bisa berubah. Sebagai orang Kristen, khususnya dalam perspektif
pemuridan, kita tidak boleh terlalu cepat menyimpulkan moralitas seseorang
hanya berdasarkan kekayaannya atau pun kemiskinannya. Setiap orang yang menjadi
murid Kristus pasti berubah.
4. KEKAYAAN DAN KITA (Pekabaran yang Disepuh Emas)
Kekayaan
yang membutakan.
Kita
mungkin saja tertipu oleh kekayaan orang lain, tetapi yang lebih pasti kekayaan
itu dapat menipu pemiliknya. Orang yang kaya cenderung menganggap dirinya
pintar, sukses, dan terhormat. Maka ketika dia melihat orang lain yang miskin,
dia akan merasa orang itu bodoh, gagal, dan rendah. Coba anda perhatikan,
hampir tidak ada orang kaya yang rendah hati, kalau ada maka sebaiknya anda
menjaganya dengan berhati-hati karena orang seperti itu termasuk jenis yang
langka. Menemukan orang kaya yang rendah hati jauh lebih sulit daripada mencari
orang miskin yang sombong, bukan?
Banyak
ungkapan-ungkapan yang khas perihal keadaan orang kaya. Ada yang bilang, orang
kaya itu punya aturan sendiri, yang artinya orang kaya susah diatur. Ada pula
yang berkata, kulit muka orang kaya itu tebal, yang artinya orang kaya percaya
dirinya berlebihan. Orang kaya itu tidak pernah salah, kalau dia salah harus
ada orang lain yang menjadi tumbal. Orang kaya tidak pernah memiliki harta,
sebab hartanya itulah yang memiliki dia, yang artinya orang kaya diatur oleh
kekayaannya. Yesus menyebutnya, "tipu daya kekayaan" (Mrk. 4:19).
"Pikirkanlah
dalam-dalam betapa mudahnya uang atau memburu uang itu membutakan
prioritas-prioritas kerohanian kita. Alangkah pentingnya kita untuk tetap
mengingat kebenaran ini sementara kita berusaha menjangkau orang-orang yang
mungkin sudah dibutakan oleh kekayaan" [alinea kedua].
Perubahan
prioritas.
Lebih
dari sepuluh tahun yang lampau sebuah majalah di Amerika mengadakan survai
tentang bagaimana uang bisa mempengaruhi prioritas kehidupan masyarakat
moderen. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada para responden semua
berkisar tentang uang sebesar US$10,000,000.00 (sepuluh juta dolar), seperti:
Demi 10 juta dolar, maukah anda meninggalkan suami/istri anda? Demi 10 juta
dolar, maukah anda melepaskan kewarganegaraan anda? Demi 10 juta dolar, maukah
anda meninggalkan agama anda? Masih ada sederetan pertanyaan lain lagi dengan
tawaran jumlah uang yang sama untuk dijawab dengan ya atau tidak, dan hasilnya
secara umum lebih dari separuh menjawabnya dengan "Ya." Mungkin kalau
survai serupa diadakan sekarang ini persentase responden dengan jawaban yang
sama akan jauh lebih besar lagi.
"Orang-orang
yang materialistik, apakah dia kaya atau miskin, berada dalam bahaya
mengorbankan kesejahteraan yang kekal dengan kesenangan sementara. Kepuasan
abadi digantikan dengan kenikmatan sepintas lalu yang segera membusuk dan
menjadi usang. Manusia melayani Allah atau uang, tidak bisa kedua-duanya. Semua
orang, kaya atau miskin, perlu diingatkan: 'Apa gunanya seorang memperoleh
seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya' (Mrk. 8:36)" [alinea
terakhir].
Pena
inspirasi menulis: "Mereka kehilangan rasa kebergantungan mereka pada
Allah dan kewajiban mereka kepada sesama manusia. Gantinya memandang kekayaan
sebagai sebuah talenta untuk digunakan bagi kemuliaan Tuhan dan mengangkat
kemanusiaan, mereka melihatnya sebagai sarana melayani diri sendiri. Gantinya
mengembangkan dalam diri manusia ciri-ciri tabiat Allah, kekayaan jadinya
digunakan mengembangkan dalam dirinya ciri-ciri tabiat Setan. Bibit firman itu
tercekik dengan semak duri" (Ellen G. White, Christ's Object Lessons, hlm.
52).
Apa yang kita pelajari tentang amaran terhadap
materialisme?
1. Uang dapat membeli tempat tidur mewah, tapi
uang tidak dapat membeli tidur yang nyenyak. Uang dapat membeli rumah megah,
tapi uang tidak dapat membeli rumahtangga yang bahagia. Uang dapat membeli
makanan lezat, tapi uang tidak dapat membeli selera makan. Tidak segala-galanya
dapat dibeli dengan uang.
2. Memang kita hidup di alam nyata, bukan dalam
mimpi. Hidup ini membutuhkan uang, sebab kenyataannya banyak kebutuhan hidup
bisa terpenuhi dengan adanya uang. Tetapi uang dan kehidupan adalah dua hal
yang berbeda, dan bagamana pun kita tidak akan menukar hidup kita dengan uang.
3. Pemuridan, penginjilan, jangkauan keluar, atau
apapun namanya itu sering memerlukan dana untuk dapat dilaksanakan dengan lebih
lancar. Gereja membutuhkan uang, tetapi Allah tidak. Uang adalah sarana, bukan
tujuan. Tujuan pemuridan adalah jiwa-jiwa.
5. "LEBIH MUDAH UNTA MASUK LUBANG JARUM"
(Hal yang Membahayakan)
Calon murid yang kecewa.
Hari itu
Yesus didatangi oleh seorang pemuda yang memiliki kerinduan untuk beroleh hidup
yang kekal. "Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk
memperoleh hidup yang kekal?" (Mat. 19:16). Perhatikan, orang muda ini datang
dengan konsep berpikir bahwa keselamatan adalah hasil dari "perbuatan
baik" sesuai dengan doktrin umum yang berlaku di kalangan orang Yahudi
pada masa itu. Ini menunjukkan bahwa orang muda ini adalah seorang yang saleh,
tetapi dia ingin memastikan bahwa hidup kekal sudah pasti adalah miliknya.
Ketika Yesus menyebutkan soal penurutan Sepuluh Perintah Allah, dia langsung
menjawab dengan bangga, "Semuanya itu telah kuturuti, apa lagi yang masih
kurang?" (ay. 20).
Ada
beberapa perbedaan antara pertemuan Yesus dengan Nikodemus dibandingkan
pertemuan Yesus dengan pemuda yang namanya tidak disebutkan ini. Tidak seperti
Nikodemus yang menemui Yesus secara rahasia pada waktu malam karena takut
dilihat orang, orang muda ini datang kepada Yesus dengan berlari-lari (Mrk.
10:17). Sangat mungkin Nikodemus telah membuat appointment (janji untuk
bertemu) lebih dulu untuk bertemu dengan Yesus pada jam yang tidak biasa itu,
sedangkan orang muda ini datang secara tiba-tiba dan hampir saja terlambat
karena Yesus dan murid-murid sudah berkemas-kemas hendak berangkat ke tempat
lain yang berarti waktunya adalah siang hari. Selain itu, orang muda yang satu
ini begitu melihat Yesus langsung bertelut di hadapan-Nya, sekalipun dia kaya.
Pada waktu bertemu Yesus, Nikodemus langsung membuat pernyataan tentang
keyakinannya mengenai Yesus, sedangkan orang muda yang satu ini langsung
mengajukan pertanyaan. Namun, seperti juga Nikodemus, pemuda yang tak dikenal
itu adalah juga orang kaya dan mempunyai kedudukan sebagai pemimpin (Luk. 18:18).
"Dia
memiliki mandat, kualifikasi, sumberdaya materi yang berlimpah, moralitas yang
tak diragukan, dan harga diri yang tidak terbatas! Calon murid yang masih muda
ini memohon dengan sungguh-sungguh rumus keselamatan dari Guru Utama itu.
Haruskah Kristus tersanjung? Akhirnya, kita sedang mempertobatkan orang dari
kalangan atas! Kelihatannya tidak ada kegembiraan seperti itu yang mencemari
pikiran Kristus. Sekiranya pemohon ini mengharapkan pujian, dia pasti sangat
kecewa" [alinea pertama: enam kalimat pertama].
Kekayaan sebagai penghambat.
Dapat
dibayangkan kegembiraan pemimpin muda itu tatkala Yesus menyebutkan soal
penurutan Hukum Allah sebagai jawaban awal atas pertanyaannya tentang syarat
untuk hidup kekal, dan langsung menanggapi bahwa semua itu sudah
dilaksanakannya sejak dulu. Mungkin dia berharap Yesus akan memberi ucapan
selamat kepadanya dan menyuruh dia pulang dengan pesan untuk tetap memelihara
hukum-hukum itu. Apa yang tidak diduganya ialah bahwa penurutan Sepuluh Hukum
hanyalah persyaratan standar, dan bahwa keselamatan tidak ditentukan oleh
penurutan hukum saja. Lalu Yesus menambahkan, "Jikalau engkau hendak
sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada
orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah
ke mari dan ikutlah Aku" (Mat. 19:21).
Perhatikan,
Yesus menuntut dua hal penting di sini: "pergi" untuk membagikan
kekayaannya kepada orang-orang miskin, lalu "datang" untuk menjadi
pengikut Yesus, dua tuntutan dalam satu paket. Mendengar tuntutan-tuntutan itu,
surutlah kerinduannya untuk beroleh hidup kekal dan menjadi orang yang
sempurna. Kekayaannya menjadi penghambat bagi dirinya sendiri. "Ketika
orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya"
(ay. 22). Kalau orang muda itu berlalu dengan perasaan sedih, Yesus lebih sedih
lagi melihat kepergiannya. "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar
sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga," kata Yesus
kepada murid-murid-Nya yang menyaksikan peristiwa itu. "Sekali lagi Aku
berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada
seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah" (ay. 23-24; huruf miring
ditambahkan).
Akan
halnya kalimat "lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari
pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah" telah menjadi adagium
yang sangat populer hingga sekarang. Sebagian orang berusaha menjelaskan
perkataan Yesus ini secara harfiah, bahwa "lobang jarum" adalah pintu
sempit di samping gerbang utama kota-kota di Palestina zaman dulu yang hanya
bisa dilewati oleh satu orang dewasa yang disebut "gerbang jarum"
(needle gate), disediakan khusus bagi warga yang pulang kemalaman. Ada pula
yang menyebutkan bahwa "lobang jarum" adalah pintu bawah tanah bagi
unta milik warga kota yang pulang terlambat dari bepergian setelah gerbang
ditutup, di mana unta-unta itu masuk dengan susah payah karena kakinya harus
ditekuk. Tetapi itu semua hanyalah spekulasi sebab tidak ada bukti-bukti apapun
yang mendukung teori demikian. Perkataan Yesus tersebut lebih tepat disebut
sebagai peribahasa hiperbola tentang susahnya orang kaya masuk surga, mungkin
pula itu adalah gaya bahasa yang lazim pada masa itu. Dalam Alquran perkataan
serupa ditemukan, yang tafsirnya kurang-lebih berbunyi: "Sesungguhnya
orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya,
sekali-kali tidak akan dibukakan bagi mereka pintu-pintu langit dan tidak
(pula) mereka masuk surga, hingga unta masuk ke lubang jarum..." (Surah 7,
Al-A'raf ayat 40; huruf miring ditambahkan).
"Bagaimana
pun, cacat-cacat rohani tidak dapat diabaikan atau dianggap enteng, karena
missi Yesus itu suci. Kompromi tidak dapat ditolerir. Setiap pemanjaan diri
harus ditinggalkan...Persyaratan dari Allah tidak bersifat lentur. Tidak ada
tawar-menawar maupun negosiasi dapat menurunkan harganya: segala sesuatu bagi
Yesus; kebesaran duniawi digantikan dengan harta surgawi" [alinea kedua:
tiga kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].
Apa yang
kita pelajari tentang kekayaan sebagai hal yang membahayakan?
1. Untuk menjadi pengikut Kristus sejati anda
tidak perlu membekali diri dengan sumberdaya pribadi apapun, bahkan anda harus
bersedia meninggalkan semuanya itu untuk orang-orang lain yang lebih
membutuhkan. Mengikut Yesus adalah suatu pengorbanan total, termasuk melepaskan
kepentingan pribadi.
2. Kata Yesus, "Bukan kamu yang memilih Aku,
tetapi Akulah yang memilih kamu"
(Yoh. 15:16), dan Dia memilih kita apa adanya. Kita tidak dapat menawarkan
diri menjadi pengikut Yesus karena merasa memenuhi syarat untuk menjadi
murid-Nya.
3. Kekayaan dan sumberdaya pribadi lainnya dapat
menjadi berkat jika kita mau menyerahkannya bagi Tuhan, atau sebaliknya bisa
menjadi penghalang untuk keselamatan kalau kita ingin menahannya bagi diri
sendiri.
PENUTUP
Pemuridan, kaya atau miskin.
Pemuridan
tidak pernah tidak berorientasi pada manusia sebagai jiwa-jiwa yang harus
diperkenalkan kepada Kristus. Segala atribut yang melekat pada jiwa itu, dan
segala sumberdaya yang dimiliki oleh jiwa itu, semuanya bukanlah sasaran
pemuridan. Orang kaya perlu diselamatkan bukan karena dia kaya, melainkan
karena dia telah ditebus dengan harga yang mahal. Nilai penebusan itulah yang
membuat setiap jiwa berharga, kaya atau miskin.
"Banyak
yang telah dikatakan tentang tugas kita terhadap orang miskin yang terabaikan;
bukankah perhatian juga harus diberikan kepada orang kaya yang diabaikan?
Banyak yang menganggap golongan ini tidak berpengharapan, dan mereka hanya
sedikit berbuat untuk membuka mata mereka yang dibutakan dan disilaukan oleh
kilauan kemuliaan duniawi telah kehilangan kekekalan di luar perhitungan
mereka" [alinea pertama: dua kalimat pertama].
Penebusan
Kristus berlaku bagi semua orang, kaya atau miskin. Kedatangan Yesus kedua kali
adalah untuk menjemput semua umat-Nya yang setia, kaya atau miskin. Hidup yang
kekal disediakan kepada setiap orang percaya, kaya atau miskin. Surga dan dunia
baru adalah untuk segenap umat tebusan, kaya atau miskin. Pemuridan harus
dijalankan demi semua manusia, kaya atau miskin. Kerinduan untuk diselamatkan
adalah kerinduan seluruh umat manusia, kaya atau miskin.
"Kekayaan
dan kehormatan duniawi tidak dapat memuaskan jiwa. Banyak dari antara orang
kaya yang rindu akan secuil jaminan ilahi, sedikit pengharapan rohani. Banyak
yang merindukan sesuatu yang akan mengakhiri kehidupan mereka yang monton dan
tanpa tujuan. Banyak pula dalam hidup ini merasakan keperluan mereka akan sesuatu
yang mereka tidak miliki. Sedikit di antara mereka yang pergi ke gereja; sebab
merasa bahwa mereka hanya mendapat sedikit manfaat" [alinea kedua: lima
kalimat pertama].
"Memang
agama memberikan keuntungan yang besar, kalau orang puas dengan apa yang
dipunyainya. Sebab tidak ada sesuatu pun yang kita bawa ke dalam dunia ini, dan
tidak ada sesuatu pun juga yang dapat kita bawa ke luar!" (1Tim. 6:6-7,
BIMK).
DAFTAR PUSTAKA:
1. Dan
Solis, PEMURIDAN -Pedoman Pendalaman Alkitab SSD, Indonesia Publishing House, Januari - Maret
2014.
2. Loddy
Lintong, California, U.S.A-Face Book.