"YESUS DAN ORANG BUANGAN"
PENDAHULUAN
Mengartikan
kemiskinan.
Suatu
hari seorang pengusaha kaya mengajak putranya yang masih remaja meninjau ke
sebuah kawasan pertanian di luar kota yang penduduknya hidup sederhana. Tujuannya
ialah untuk menanamkan dalam diri anaknya rasa ngeri terhadap kemiskinan. Sang
ayah berharap dengan menimbulkan rasa takut miskin maka anaknya akan memiliki ambisi bisnis yang besar. Mereka
berada di wilayah itu sampai malam turun. Dalam perjalanan pulang mengendarai
mobil mewah yang dikemudikan supir, ayah dan anak yang duduk di jok belakang
itu bercakap-cakap.
"Bagaimana
dengan kunjungan kita tadi?" tanya sang ayah. "Wah, luar biasa,"
sahut anaknya. "Kamu perhatikan petani-petani miskin itu?" ayahnya
bertanya lagi. "Oh, tentu saja," jawab anaknya. "Coba ceritakan
apa kesan-kesan yang kamu dapat dari kunjungan kita hari ini, dan bagaimana
kamu membandingkan keadaan kita dengan keadaan mereka," kata ayahnya.
Inilah yang dikatakan oleh anak remaja itu kepada ayahnya:
"Saya
melihat, kita punya kolam renang yang airnya harus sering dikuras, tapi
orang-orang itu punya sungai kecil yang airnya jernih alamiah dan terus
mengalir. Kita punya beberapa lampu taman untuk menerangi halaman rumah kita, sedangkan
mereka punya jutaan bintang yang berkelap-kelip di langit. Halaman depan rumah
kita cuma sampai ke gerbang, tapi halaman depan rumah mereka jauh mencapai
garis horison. Kita tinggal di rumah besar dengan halaman yang sempit, mereka
tinggal di rumah yang kecil tapi dengan halaman sangat luas dan tidak terbatas.
Kita harus membeli makanan, mereka hanya tinggal mengambilnya saja dari kebun
sendiri. Kita kerepotan waktu pembantu-pembantu rumahtangga mudik, mereka tidak
pernah repot karena melayani satu sama lain. Halaman rumah kita dikelilingi
pagar tinggi seperti penjara, sedangkan halaman rumah mereka terbuka luas dan
bebas. Kita menggaji satpam untuk menjaga rumah kita sebab kita hidup dalam
ketakutan, tapi mereka hidup tanpa rasa takut karena mereka saling melindungi.
Kesimpulannya, orang-orang kampung itu jauh lebih kaya dari kita."
Karena
ayahnya diam saja, anak itu menoleh ke samping dan melihat ayahnya sudah
tersandar pulas di jok. Entah sudah berapa lama ayahnya tertidur, mungkin sejak
dia tidak sanggup lagi mendengar khotbah anaknya yang tidak disangka-sangka
itu. Perlahan anak itu membangunkan ayahnya dengan tepukan lembut di bahu
sambil berkata, "Terimakasih, ayah, karena sudah memberi saya kesempatan
pada hari ini untuk menyadari betapa miskinnya keluarga kita..."
1.
MENILAI KEMISKINAN (Masyarakat Kelas
Bawah)
Pada
kelompok mana anda tergolong? Dalam sosiologi dikenal apa yang disebut
"stratifikasi sosial" (social stratification), yaitu sebuah konsep
yang menggolongkan manusia secara hierarki (bertingkat-tingkat) berdasarkan
ukuran-ukuran penilaian tertentu seperti pemilikan kekayaan, kekuasaan, dan
kehormatan serta penguasaan ilmu pengetahuan. Pada masyarakat Barat,
penggolongan strata sosial biasanya hanya tiga: golongan atas (upper class),
golongan menengah (middle class), dan golongan bawah (lower class).
Menurut
penafsiran moderen, mereka yang masuk dalam golongan atas adalah orang-orang
yang kaya raya dan biasanya memiliki kekuasaan politik. Golongan menengah ialah
mereka yang terdiri atas kaum profesional dan kelompok yang lazim disebut
"pekerja kerah putih" (white-collar workers), yakni para pekerja
kantoran dengan ciri khas kaum prianya pakai dasi dan kaum wanitanya pakai
sepatu bertumit tinggi. Dalam kelompok ini termasuk dosen, eksekutif muda,
dokter, pegawai negeri eselon, dan lain-lain. Sedangkan golongan bawah ialah
orang-orang yang biasanya dijuluki golongan pekerja (working class) atau juga
"pekerja kerah biru" (blue-collar workers), yaitu mereka yang bekerja
mengenakan baju seragam pabrik atau yang mengerjakan pekerjaan kasar (menial
jobs). Termasuk di sini adalah pekerja tambang, karyawan pabrik, tukang, dan
pegawai rendah. Di masyarakat Amerika golongan pekerja ini biasanya disebut
orang-orang yang hidup pas-pasan (living paycheck-to-paycheck). Pekan ini
kantor berita CNN melaporkan hasil survai yang dirilis oleh Bankrate.com bahwa
saat ini tiga perempat warga AS (76%) termasuk kelompok ini, tanpa uang
simpanan untuk menghadapi keadaan darurat seperti PHK yang dapat terjadi
sewaktu-waktu, dan tidak mampu membeli asuransi kesehatan.(Sumber:
http://money.cnn.com/2013/06/24/pf/emergency-savings/).
Bagaimana
dengan keadaan di negeri kita? Kita memiliki penggolongan untuk mereka yang
sangat miskin, yaitu warga yang hidup "di bawah garis kemiskinan"
yang tahun lalu dilaporkan berjumlah hampir 30 juta orang dan cenderung
bertambah dengan melebarnya jurang pemisah antara orang kaya dengan orang
miskin. Garis Kemiskinan (GK) ialah batas kemiskinan yang ditentukan dengan
menggunakan konsep pendekatan kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs
approach). Penghitungannya menggunakan dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Berdasarkan laporan
BPS (Badan Pusat Statistik), sebagaimana dilansir oleh DetikFinance, indeks
kedalaman kemiskinan (IKK) di Indonesia naik dari 1,75% pada Maret 2013 menjadi
1,89% pada awal tahun 2014 ini. "Artinya dari indeks ini menyebutkan ada
kecenderungan makin menjauh dari garis kemiskinan, ya semakin dalam dan
parah," kata kepala BPS dalam konferensi pers awal Januari lalu. (Sumber:
http://finance.detik.com/read/2014/01/02/152910/2456793/4/bps-akui-kemiskinan-di-indonesia-semakin-dalam-dan-parah).
"Warga
yang moralnya baik, yaitu orang-orang 'biasa' umumnya menempati anak tangga
menengah pada tangga sosial. Tinggallah masyarakat kelas paling bawah,
orang-orang seperti para pekerja seks komersial (PSK), pemakai narkoba, kaum
kriminal, tunawisma, dan lain-lain. Di zaman Kristus, pada daftar itu termasuk
juga para penderita kusta dan pemungut cukai" [alinea pertama: tiga
kalimat terakhir].
Yesus dan
masyarakat kelas bawah.
Sebagaimana
dapat kita baca dalam keempat injil, masyarakat kelas bawah sangat dekat dengan
Yesus, bahkan Ia adalah pembela kaum miskin dan yang terpinggirkan oleh
masyarakat (baca Mat. 21:28-32 dan Luk. 15:1-10). Ketika pada suatu hari Sabat
berada dalam sinagog di Nazaret, Yesus yang diminta membaca Kitabsuci telah
membacakan nubuatan tentang diri-Nya yang tercatat dalam Yesaya 61:1-2,
"Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku
untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang" (Luk. 4:18-19). Pernyataan
dalam kedua ayat ini sering disebut sebagai mission statement dari Yesus
Kristus.
"Yesus
tidak membuang-buang tenaga merusak rasa harga diri mereka yang memang sudah
berkurang. Gantinya, Ia menciptakan perasaan yang diperbarui atas nilai
pribadi. Ia membangun dasar itu dengan terus-menerus mengasihi dan menerima
mereka yang terbuang, orang-orang yang hatinya seringkali luluh oleh sambutan hangat
dan penuh kasih yang telah mereka terima dari Kristus" [alinea terakhir].
Apa yang
kita pelajari tentang masyarakat kelas bawah dan bagaimana Yesus menilai
mereka?
1. Kekayaan adalah faktor utama dan terbesar dalam
menentukan penggolongan masyarakat. Artinya, anda dan saya dinilai berdasarkan
berapa banyak uang dan harta yang dimiliki. Tidak heran kalau banyak orang,
termasuk umat Tuhan dan para pekerja di ladang Tuhan, yang berlomba menjadi
kaya.
2. Orang-orang miskin selalu ada di tengah
masyarakat mana saja dan pada setiap zaman. Yesus sendiri berkata,
"Orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka,
bilamana kamu menghendakinya" (Mrk. 14:7). Ia juga mendorong untuk tidak
melupakan orang-orang miskin dalam pesta kita (Luk. 14:12-14).3. Di dalam jemaat seringkali kaum marjinal (orang-orang yang terpinggirkan, atau dikucilkan) itu bukan hanya orang miskin, tapi juga mereka yang dicap "berdosa" dan orang-orang yang tidak satu ide dengan kelompok yang "berkuasa" di jemaat. Berhati-hatilah dalam meminggirkan orang lain.
2.
MENGHAKIMI WANITA PEZINA
("Tertangkap Basah"*)
*Judul
asli: "In the Very Act" yang terambil dari Yoh. 8:4 versi King JamesHukum tentang berzina. Zina--Alkitab masih menulisnya dengan memakai huruf h, zinah--adalah sebuah kata serapan dari bahasa Arab, zina. Dalam bahasa serumpunnya, bahasa Ibrani, adalah zanah. Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), zina ialah "1. perbuatan bersanggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan; 2. perbuatan bersanggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya." Dalam Torah (Hukum Musa) berzina adalah hubungan seksual antara seorang laki-laki dengan perempuan bersuami (Ul. 22:22), atau antara seorang laki-laki dengan seorang gadis yang sudah bertunangan (ay. 23), yang diancam dengan hukuman mati dirajam (ay. 24). Belakangan, Yesus membuat amplifikasi soal zina dengan mengatakan bahwa tatapan mata yang disertai hasrat seksual itu sudah dapat dianggap berzina (Mat. 5:27-28).
Walaupun
setiap hukum dalam Sepuluh Perintah itu setara, dan bahwa "orang yang
melanggar salah satu dari hukum-hukum Allah, berarti melanggar seluruhnya"
(Yak. 2:10, BIMK), namun tampaknya kita menaruh intensitas sangat tinggi
terhadap pelanggaran Hukum Ketujuh, "Jangan berzinah" (Kel. 20:14).
Tapi, itu dulu. Sekarang? Entahlah. Pada zaman Yesus dosa berzina diperlakukan
sama dengan menghujat nama Allah, dan pelakunya bisa dihukum rajam sampai mati
di depan publik. Apalagi kalau tertangkap basah, seperti yang dialami oleh
seorang wanita PSK yang pagi itu juga diarak ke Bait Allah. Mungkin masyarakat
sudah mengincar wanita malang tersebut ketika dia melayani langganannya, dan
pada subuh itu juga mereka menggiringnya kepada ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi untuk dihukum. Para pemuka agama itu kemudian menggunakan
kasus tersebut untuk menjebak Yesus yang sedang mengajar di halaman kaabah.
"Rabi,
perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum
Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian.
Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" kata mereka (Yoh. 8:4-5). Yesus tidak
menjawab, gantinya Ia membungkuk lalu mulai menuliskan dosa-dosa mereka di atas
tanah dengan jari-Nya. Setelah selesai menulis Yesus berdiri lalu berkata,
"Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama
melemparkan batu kepada perempuan itu" (ay. 7). Sejurus kemudian, satu
demi satu orang-orang Farisi dan para ahli Taurat itu beranjak pergi sehingga
yang ada di situ hanya Yesus bersama wanita yang sejak tadi gemetar ketakutan.
"Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?" tanya Yesus kepada wanita
itu. "Tidak ada, Tuhan," jawabnya. Lalu Yesus berkata kepadanya,
"Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi
mulai dari sekarang."
Barangsiapa
yang tidak berdosa. Mungkin sebagian kita masih ingat peristiwa yang mengguncang
politik di Amerika Serikat pada tahun 1988 ketika publik dikejutkan oleh
skandal Bill Clinton dengan Monica Lewinsky, wanita berusia 22 tahun yang
bekerja magang di Gedung Putih, karena melakukan perbuatan tidak senonoh. Di
bawah serangan hujatan lawan-lawan politik dari Partai Republik yang menuntut
sangsi pemakzulan (impeachment) dari jabatan presiden, beberapa suratkabar yang
membela Clinton menurunkan tajuk rencana dengan mengutip ucapan Yesus dalam
Yohanes 8:7, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang
pertama melemparkan batu..."
"Kata-kata
itu meratakan gelanggang permainan. Orang-orang yang tidak berdosa bisa
diizinkan untuk melaksanakan hukuman tanpa belas kasihan. Namun, setidaknya
orang berdosa wajib untuk bermurah hati. Tetapi, kecuali Yesus, tidak ada orang
yang tidak berdosa di situ. Perlahan-lahan para pemimpin agama itu membubarkan
diri, dan orang yang terkucil dari masyarakat ini, yang bersalah sebagaimana
adanya dia, menerima kasih karunia" [alinea ketiga].Pena inspirasi menulis: "Bukanlah pengikut Kristus sejati orang yang berpaling dari saudaranya yang bersalah dengan pandangan dingin dan membuang muka, membiarkan mereka bebas melanjutkan kehidupan mereka yang merosot. Kemurahan hati orang Kristen lambat mengkritik, cepat merasakan penyesalan, siap untuk mengampuni, memberi semangat, mengembalikan orang yang tersesat ke jalan kebaikan, dan menancapkan kakinya di situ" (Ellen G. White, Signs of the Times, 23 Oktober 1879).
Apa yang
kita pelajari tentang pembelaan Yesus terhadap wanita PSK yang tertangkap
basah?
1. Zina bukan saja pelanggaran terhadap Hukum
Allah, tapi di banyak kebudayaan merupakan pelanggaran terhadap adat-istiadat
dan nilai-nilai moral yang dianut masyarakat. Pelacuran telah dikenal sejak ada
peradaban, bahkan pelacuran disebut-sebut sebagai profesi tertua di dunia.
2. Kepedulian Yesus terhadap seorang pelacur
adalah gambaran dari kepedulian-Nya atas orang-orang terbuang, yaitu mereka
yang sering dianggap sebagai "sampah masyarakat." Yesus mati untuk
semua manusia, termasuk orang-orang yang tidak mendapat tempat di tengah
masyarakat.
3. Melalui tindakan-Nya membebaskan wanita PSK
yang tertangkap basah itu Yesus hendak mengajarkan kepada semua pengikut-Nya
tentang kasih dan pengampunan. Allah membenci dosa, tetapi mengasihi orang
berdosa. Kita sebaliknya, membenci orang berdosa tapi mengasihi dosa.
3.
MENIRU KEPEDULIAN KRISTUS (Yang
Terendah dari yang Rendah)
Yesus
lebih berkuasa dari setan.
Dua pekan
lalu pemirsa TV Amerika disuguhi berita mengenai sebuah rumah di kota Gary,
Indiana, yang dijuluki "portal to hell" (pintu gerbang menuju
neraka). Riwayat tentang rumah sederhana di Carolina Street itu berawal tatkala
Latoya Ammons bersama tiga anaknya pindah ke rumah itu pada bulan November
2011. Tidak lama setelah itu Latoya, 32 tahun, mengaku anak-anaknya sering
menyeringai secara mengerikan yang digambarkannya sebagai "senyuman
iblis." Terjadi pula tanda-tanda aneh seperti munculnya sekumpulan besar
lalat di sekitar rumah dan jejak-jejak kaki yang masih basah di lantai ruang
keluarga. Suatu malam di bulan Maret 2012 wanita ini dikejutkan oleh suara
teriakan dari kamar tidur anak perempuannya yang berumur 12 tahun, dan saat dia
masuk dilihatnya anak sulungnya itu sedang melayang di atas tempat tidurnya.
Pada hari
yang lain dia menyaksikan anak laki-lakinya yang berumur 9 tahun berjalan
mundur memanjati dinding sampai ke langit-langit. Polisi sempat menduga bahwa
perempuan yang hidup menjanda ini sengaja mengarang cerita untuk cari uang,
tetapi beberapa saksi mata mendukung kisah itu bahkan ada yang merekamnya
dengan kamera video ponsel. Berbagai laporan masyarakat dan hasil investigasi
pihak berwenang didokumentasikan dan tersimpan di kantor pemerintah setempat.
Keluarga pernah mengundang gereja mengadakan upacara mengusir setan (exorcism)
di rumah yang menurut beberapa "orang pintar" dihuni oleh sekitar 200
setan itu. Awal bulan Februari lalu kisah rumah hantu tersebut kembali menjadi
berita ketika rumah yang sering menampilkan sosok hantu manusia di jendela kaca
dan bisa dilihat orang-orang yang lewat itu dibeli seharga $35,000 oleh Zak
Bagans, seorang "pemburu hantu" dan pembawa acara "Ghost
Adventures" di TV, untuk kepentingan proyeknya. (Sumber:
http://www.theblaze.com/stories/2014/01/27/a-real-life-demon-possession-is-being-reported-in-indiana-the-details-are-almost-too-horrifying-to-believe/)
Sekitar
dua tahun silam kita pernah dihebohkan oleh berita tentang sejumlah mahasiswa
di salah satu lembaga pendidikan kita yang kerasukan setan. Banyak orang yang
bertanya-tanya, koq bisa? Insiden orang kerasukan roh jahat bukan hal baru, itu
sudah terjadi pada diri raja Saul yang murtad, itu juga terjadi pada
orang-orang di zaman Yesus seperti tertulis dalam Markus 5:1-20. Dalam
penuturan Lukas, laki-laki ini sudah lama dirasuk setan dan hidup bergelandang
di kuburan dalam keadaan telanjang (Luk. 8:27). Setan memang sering
diidentikkan dengan kuburan dan dilambangkan melalui atribut-atribut yang mengerikan
seperti sering ditampilkan di panggung oleh pemusik-pemusik rock yang
hingar-bingar itu. Tetapi fakta bahwa Yesus telah mengusir setan-setan yang
mendiami tubuh laki-laki yang malang itu membuktikan setidaknya dua hal:
pertama, Yesus lebih berkuasa daripada setan; kedua, Yesus menaruh perhatian
terhadap orang-orang yang kehidupannya dikuasai oleh setan.
Setiap jiwa bernilai bagi Tuhan.
"Sebagai orang Kristen kita harus ingat bahwa
Kristus mati untuk semua orang, dan sekalipun orang-orang yang mungkin kita
anggap di luar kemampuan kita untuk menolongnya tetap layak menerima kemurahan
dan penghargaan dan kebaikan sebanyak mungkin. Lagi pula, siapakah kita yang
hendak menghakimi siapapun sebagai satu kasus yang tidak ada harapan dan di
luar kuasa Allah? Dari sudut pandang kita keadaannya bisa kelihatan berat, tapi
dari sudut pandang Allah setiap manusia nilainya tak terbatas" [alinea
ketiga: tiga kalimat pertama].
Mungkin
tidak terlalu sulit untuk mendeteksi orang-orang yang hidupnya dikuasai setan,
baik secara langsung dengan sengaja memuja setan melalui apa yang sering
disebut "pegangan-pegangan" maupun secara tidak langsung melalui
perilaku hidup yang bejat. Para pemuja setan biasanya terlihat dari sorot
matanya yang sesekali tampak seperti hendak menerkam dan menakutkan, sedangkan
mereka yang sekadar hidup menurut jalan-jalan setan dibuktikan oleh
kelakuan-kelakuan yang anti-susila dan tergila-gila pada keduniawian. Tetapi
apapun keadaannya, kita berkewajiban untuk berusaha menjadikan orang-orang itu
sebagai murid Tuhan, sampai usaha itu terbukti tidak berhasil mengubah mereka.
Pena
inspirasi menulis: "Allah telah mengadakan setiap persediaan supaya orang
yang tersesat bisa menjadi anak-Nya. Manusia yang sudah rapuh bisa diangkat,
dimuliakan, diperhalus, dan disucikan oleh kasih karunia Allah. Inilah
alasannya mengapa Allah menghargai manusia; dan mereka yang adalah
pekerja-pekerja bersama Tuhan, yang dipenuhi dengan belas kasihan ilahi, akan
memandang dan memperhitungkan manusia dengan cara yang sama sebagaimana Allah
memandang dan memperhitungkan mereka...Tidak seorang pun yang boleh dipandang
dengan acuh tak acuh atau dianggap tidak penting, sebab setiap jiwa sudah
dibeli dengan harga yang tak terhingga" (Ellen G. White, Review and Herald,
3 Desember 1895).
Apa yang
kita pelajari tentang kepedulian Yesus pada orang-orang yang jiwanya tidak
sehat?1. Seorang yang dirasuk oleh roh jahat atau roh setan tidak hanya dimanifestasikan dalam penampilan lahiriah mengerikan seperti orang yang Yesus sembuhkan itu. Perilaku-perilaku liar, termasuk kebiasaan bicara kasar dan juga kesukaan mengumbar nafsu syahwat, dalam pengertian tertentu dapat juga dikategorikan sebagai "kerasukan setan."
2. Setan adalah sebuah fakta, bukan sekadar fenomena; setan dapat merasuk manusia melalui pikiran yang diizinkan untuk dikuasainya. Namun Yesus Kristus lebih berkuasa daripada setan, dan Ia dapat mengusir roh-roh jahat yang menguasai jiwa seseorang dan membersihkan diri orang itu dari anasir-anasir jahat.
3. Kalau Yesus sendiri sudah menunjukkan
kepedulian dan perhatian terhadap orang-orang yang "tidak
berpengharapan" dan kelihatannya tak berguna, sudah selayaknyalah para
pengikut-Nya yang dibebankan dengan tanggungjawab sebagai pelaksana pemuridan
(disciple makers) untuk menunjukkan sikap yang sama.
4. YESUS MENAWARKAN PENGHARAPAN (Perempuan di
Sumur)
Prasangka
etnis dan keunggulan jatidiri.
Salah
satu penghalang dalam program pemuridan ialah tembok prasangka, di antaranya
adalah prasangka etnis dan keunggulan jatidiri. Orang Yahudi melecehkan orang
Samaria karena merasa diri mereka adalah keturunan asli Abraham yang masih
murni, dibandingkan dengan orang Samaria yang kebangsaannya tidak jelas oleh
sebab bekas ibukota kerajaan utara (Israel) yang memisahkan diri itu sudah
menjadi kota kosmopolitan yang penduduknya berasal dari berbagai bangsa
sehingga sudah kehilangan jatidiri yang otentik sebagai satu bangsa. Meskipun
orang Samaria mengklaim bahwa mereka adalah keturunan langsung dari suku Efraim
dan Manasye, tapi orang Yahudi menganggap mereka adalah keturunan bangsa
campuran yang telah kehilangan keaslian sebagai bangsa Israel yang otentik.
Pada zaman Yesus, sentimen kebangsaan ini sangat tebal di mana setiap bangsa
menonjolkan reputasi historis masing-masing sebagai suatu keunggulan.
Selain
masalah otentisitas etnis, orang Yahudi di Yerusalem juga menganggap orang
Samaria itu lebih rendah karena asal-usul dan latar belakang sejarah mereka.
Sewaktu pasukan Babilon menaklukkan kerajaan Yehuda di selatan mereka menawan
orang-orang dari kalangan atas dan cerdas lalu diangkut ke Babel, meninggalkan
rakyat jelata yang miskin dan bodoh. Kejadian yang sama berlaku juga pada
kerajaan Israel di utara ketika raja Salmaneser dari Asyur menaklukkan Samaria,
ibukota Israel, lalu mengangkut kelompok lapisan atas dan menawan mereka di
Halah (2Raj. 17:6; 18:11). Rakyat dari lapisan paling rendah yang ditinggalkan
kemudian kawin campur dengan kaum imigran dari bangsa-bangsa kafir yang sengaja
didatangkan oleh raja Asyur (Siria), dan dari asimilasi itulah lahir etnis
Samaria yang dikenal pada zaman Yesus. Sekalipun orang Samaria memiliki
hubungan sejarah maupun hubungan darah dengan orang Yahudi, namun orang Yahudi
merasa lebih unggul dan menganggap orang Samaria lebih rendah bahkan tidak mau
bergaul dengan mereka (Yoh. 4:9).
Yesus
meruntuhkan tembok prasangka.
Yesus
mampir di sumur Yakub di Samaria dalam perjalanan bersama murid-murid-Nya dari
Yudea ke Galilea, demi untuk menghindari konflik dengan kaum Farisi sebelum
waktunya. Wilayah Samaria adalah jalan pintas, tetapi nampaknya Yesus mempunyai
maksud lain ketika mengambil rute itu daripada sekadar untuk memperpendek jarak
tempuh. Bukanlah faktor kebetulan bahwa saat Yesus dalam kemanusiawian-Nya
merasa lelah dan beristirahat di pinggir sumur itu dalam keadaan haus,
datanglah seorang wanita yang hendak menimba air pada jam 12 siang (Yoh. 4:6),
waktu yang sama sekali tidak lazim untuk orang mengambil air di tengah hari
bolong. Meskipun spekulasi sebagian orang mungkin saja benar, bahwa perempuan
itu mengambil air pada jam-jam sepi sebab malu dilihat tetangga karena
kehidupan rumahtangganya yang tidak jelas, tetapi Yesus dalam keilahian-Nya
tentu mengetahui bahwa itulah saat yang tepat untuk bertemu dengan seseorang
yang bakal menjadi murid-Nya yang lain. Segera saja perempuan yang hidup kumpul
kebo ini, seorang wanita sederhana dan dikucilkan oleh masyarakat, telah
digunakan Tuhan untuk mengawali program pemuridan di antara orang-orang Samaria
(ay. 28-30).
Pena
inspirasi menulis: "Sementara perempuan Samaria itu bergegas kembali
kepada teman-temannya, berjalan sambil menyebarkan kabar ajaib itu, banyak
orang yang meninggalkan jalanan dan kota untuk pergi dan memastikan apakah dia
memang berkata benar. Sejumlah warga meninggalkan pekerjaan mereka lalu
terburu-buru menuju ke sumur Yakub untuk melihat dan mendengar Orang yang luar
biasa ini. Mereka mengelilingi Yesus dan mendengarkan dengan penuh perhatian
pada pengajaran-Nya. Mereka menghujani Dia dengan pertanyaan-pertanyaan, dan
dengan tidak sabar menerima penjelasan-Nya tentang hal-hal yang telah
membingungkan pengertian mereka. Mereka bagaikan sekelompok orang di dalam
kegelapan besar yang menemukan seberkas cahaya yang telah menembus kesuraman
mereka dan yang ingin mereka ikuti sampai ke sumbernya, supaya mereka bisa
bermandikan cahaya dan kehangatan siang hari" (Ellen G. White, Spirit of
Prophecy, jld. 2, hlm. 147).
Seperti
bisa diduga dengan mudah, demi melihat Yesus sedang bercakap-cakap dengan
seorang perempuan Samaria murid-murid yang baru pulang berbelanja makanan dari
kota itu sangat tercengang sampai tak bisa bicara apa-apa (ay. 27). Mungkin
perlu beberapa saat sebelum murid-murid dapat menguasai keheranan mereka lalu
menawarkan Yesus untuk makan. "Rabi, makanlah" (ay. 31). Namun
keheranan berikutnya segera menyergap murid-murid tatkala Yesus berkata kepada
mereka, "Pada-Ku ada makanan yang tidak kamu kenal...Makanan-Ku ialah
melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya"
(ay. 32, 34; huruf miring ditambahkan). Berapa banyak di antara kita--utamanya
para rohaniwan profesional dan mereka yang hidup dari pekerjaan
penginjilan--yang merasa bahwa melaksanakan pekerjaan Tuhan itulah yang lebih
mengenyangkan jiwa dan memuaskan hati?
Apa yang
kita pelajari tentang pertemuan Yesus dengan perempuan Samaria di sumur Yakub?
1. Perempuan Samaria itu adalah seorang yang
sangat malang nasibnya, dikucilkan oleh masyarakat dari satu bangsa yang
terkucil pula. Tetapi setelah berjumpa dengan Yesus dia diubahkan, dari seorang
yang tadinya malu keluar rumah menjadi seorang yang berani masuk kota dan
mengabarkan tentang Mesias dengan lantang.
2. Yesus tidak membeda-bedakan manusia berdasarkan
latar belakang etnis dan sosial, bahkan tidak mempedulikan kehidupan pribadi
seseorang. Bagi Yesus, kebersahajaan sebagai murid dan kesediaan untuk menjadi
jurukabar-Nya itu jauh lebih penting daripada reputasi maupun atribut pribadi
sehebat apapun.
3. Sementara murid-murid-Nya lebih mengutamakan
soal perut, mencari makanan ke kota dengan meninggalkan Guru mereka sendirian
dalam kehausan, Yesus lebih mementingkan penginjilan. Sangat disayangkan,
sementara sebagian orang dikenyangkan "oleh" pelayanan injil,
sebagian lagi mengenyangkan diri "dalam" pelayanan injil.
5. MENJAUHKAN SIKAP APRIORI (Pemungut Cukai dan
Orang Berdosa)
Kriminalisasi
petugas pajak.
Pemungut
cukai pada zaman Yesus tentu berbeda dengan pegawai kantor pajak sekarang ini;
yang pertama bekerja demi kepentingan negara penjajah dengan memeras bangsa
sendiri, yang kedua bekerja demi kepentingan negara dan bangsa sendiri. Rakyat
Yudea yang berada di bawah kekuasaan kekaisaran Roma diwajibkan untuk membayar
pajak pendapatan perorangan sebesar 1% dari penghasilan per tahun, ditambah
pungutan-pungutan lain seperti pajak kekayaan, pajak hasil panen atau hasil
perdagangan, pajak perjalanan, dan lain-lain. Para petugas pajak (istilah
Alkitab: pemungut cukai) ini adalah warga pribumi yang memungut pajak dari
bangsanya sendiri.
Seperti
halnya sebagian pegawai kantor pajak di negara kita yang bermental korup dan
kebetulan menduduki posisi "basah," para pemungut cukai yang serakah
di zaman Yesus juga hidup makmur. Berdasarkan sistem kekaisaran masa itu,
biasanya pemungut cukai adalah orang-orang berduit yang mau membayar di muka
kepada pemerintah suatu jumlah yang ditentukan, baru kemudian dia diangkat dan
dibekali surat tugas untuk mengumpulkan pajak. Jadi dia harus bekerja keras
supaya bisa balik modal dan juga untuk mengeruk kekayaan. Karena kewenangannya
yang nyaris tidak terbatas maka para pemungut cukai itu bisa seenaknya saja
menentukan nilai yang harus dibayar untuk setiap aktivitas wajib pajak, seringkali
jumlahnya jauh melebihi nilai yang seharusnya. Tidak heran kalau pemungut cukai
adalah orang-orang yang dibenci penduduk dan dicap sebagai pemeras serta
pengkhianat bangsa, dan dalam konteks keagamaan disebut sebagai orang berdosa,
sebuah kriminalisasi yang cukup pantas. Pendeknya, di mata orang Yahudi para
pemungut cukai itu adalah penjahat-penjahat yang harus dijauhkan dari
pergaulan.
"Pikiran
kita yang digelapkan oleh dosa hampir tidak dapat memahami seperti apa gerangan
hubungan kemanusiaan dan hubungan antar manusia seandainya dunia kita ini tidak
jatuh. Tapi satu hal yang bisa dipastikan ialah bahwa perbedaan-perbedaan
golongan, prasangka-prasangka, serta pembatas-pembatas budaya dan etnis yang
mempengaruhi setiap masyarakat dan budaya tidak akan ada" [alinea pertama:
dua kalimat terakhir].Panggilan yang mengubahkan.
Sangat mengherankan bahwa ketika Matius (dalam bahasa Ibrani namanya ialah Mattityahu, yang artinya "pemberian dari Allah") yang sedang berada di kantornya mendengar ajakan Yesus, "Ikutlah Aku" (Mat. 9:9), tiba-tiba langsung berdiri dan meninggalkan tempatnya lalu mengikut Yesus. Dengan latar belakang sebagai pemungut cukai, Matius adalah seorang pencatat yang teliti dan pengamat yang cermat memperhatikan sampai kepada hal-hal mendetil, ciri yang jelas terlihat dalam Injil Matius ketika dia menulis tentang riwayat hidup Yesus dan aktivitas-Nya. Matius mewakili golongan orang kaya yang bertobat dan menjadi pengikut Yesus. Setelah menyambut ajakan Yesus, Matius kemudian mengadakan jamuan makan di rumahnya dengan mengundang kolega-koleganya sesama pemungut cukai. Kaum Farisi yang sedang memata-matai Yesus melihat adegan ini, lalu berkata kepada murid-murid yang lain, "Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?" (ay. 11).
Yesus
yang mendengar ucapan itu lalu menanggapi, "Bukan orang sehat yang
memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman
ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang
bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa" (ay. 12-13).
Sementara dalam pemandangan kaum Farisi bahwa sekali seorang manusia dicap
orang berdosa akan tetap menjadi orang berdosa, Yesus melihat bahwa selalu ada
kemungkinan seorang yang berdosa itu untuk bertobat. Seorang berdosa bagaikan
"orang sakit" yang memerlukan penyembuhan, dan hal itu hanya dapat
terjadi apabila kita menunjukkan rasa belas kasihan kepada orang berdosa itu,
bukan malah mencerca dan menjauhinya. Belas kasihan adalah obat yang dibutuhkan
oleh setiap orang berdosa untuk disembuhkan dari penyakti rohaninya.
"Sebagai
orang Kristen, bagaimana pun kita harus melakukan apa yang dapat kita lakukan
dalam setiap cara yang memungkinkan untuk berusaha mengatasi rintangan-rintangan
ini yang telah menyebabkan begitu banyak sakit hati dan penderitaan serta
kepedihan di dunia kita ini, khususnya terhadap orang-orang yang ditolak oleh
masyarakat sebagai orang-orang buangan yang terbesar" [alinea kedua:
kalimat terakhir].
Apa yang
kita pelajari tentang pemanggilan Matius menjadi murid Yesus?
1. Manusia sangat mudah untuk bersikap apriori
(terlalu cepat menyimpulkan), khususnya terhadap mereka yang dimusuhi oleh
banyak orang. Orang Kristen harus menjauhi sikap yang gampang menghakimi orang
lain, supaya kita tidak ikut-ikutan "mengeroyok" gantinya menolong
seseorang yang teraniaya dan dimusuhi.
2. Oscar Wilde [1854-1900], seorang pujangga
Irlandia, menulis: "Satu-satunya perbedaan antara orang saleh dan orang
berdosa ialah bahwa orang yang saleh mempunyai masa lalu, sedangkan orang yang
berdosa memiliki masa depan." Banyak orang "suci" memiliki
riwayat hidup yang kelam, dan banyak orang "jahat" mempunyai harapan
untuk berubah.3. Yesus datang untuk menebus, menyelamatkan, dan mengubahkan orang berdosa melalui pemuridan. Gereja dapat menjadi sebagai "gerbang surga" di bumi ini, tempat di mana orang-orang berdosa dan yang dikucilkan dunia untuk diubahkan kepada keserupaan dengan Kristus, kalau setiap anggota jemaat berperan sebagaimana harusnya.
PENUTUP
Memupuk
roh persaudaraan.
Gaya
berbahasa kita terkadang terasa janggal, khususnya dalam hal sapa-menyapa.
Perhatikan bahwa dalam sebuah suasana persidangan resmi pihak-pihak yang
terlibat saling menyapa dengan sebutan "Saudara." Misalnya di ruang
pengadilan, hakim yang memimpin sidang akan menyebut "Saudara
terdakwa" atau "Saudara saksi" walaupun hakim bisa menegur
bahkan kalau perlu membentak keduanya. Begitu juga dalam persidangan resmi di
ruang parlemen, kita akan mendengar sapaan seperti "Saudara presiden"
atau "Saudara menteri" dan "Saudara ketua" walaupun
suasananya memanas. Bahkan kita pernah menyaksikan anggota dewan yang marah
lalu memaki pimpinan sidang, tapi tetap menggunakan sapaan "Saudara."
Mungkin ini hanya basa-basi kesantunan.
Dalam
pemakaian sehari-hari penyebutan "Saudara" menandakan keakraban, dan
kita terbiasa menggunakan sapaan "Saudara" di antara sesama anggota
jemaat, sebab sebagai orang Kristen kita semua bersaudara di dalam Kristus. Roh
persaudaraan harus lebih dulu terpupuk di dalam jemaat dan gereja, baru kita
dapat menjalankan pemuridan untuk menarik lebih banyak saudara ke dalam
persekutuan."Sementara kita mengambil bagian dalam Roh-Nya, kita akan menganggap semua orang sebagai saudara-saudara, dengan godaan-godaan dan cobaan-cobaan yang serupa, seringkali jatuh dan berjuang untuk bangkit kembali, bergumul dengan kekecewaan dan kesulitan, merindukan simpati dan pertolongan. Maka kita harus menghadapi mereka bukan dengan cara yang melemahkan dan menolak mereka, melainkan untuk membangkitkan pengharapan di hati mereka" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].
"Kesimpulannya
ialah: hendaklah Saudara-saudara seia sekata dan seperasaan. Hendaklah kalian
saling sayang-menyayangi seperti orang-orang yang bersaudara. Dan hendaklah
kalian saling berbelaskasihan dan bersikap rendah hati" (1Ptr. 3:8, BIMK).
DAFTAR PUSTAKA:
1.Dan Solis, PEMURIDAN -Pedoman Pendalaman Alkitab
SSD, Indonesia Publishing House, Januari - Maret 2014.DAFTAR PUSTAKA:
2.Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.