Senin, 19 Agustus 2013

Pernikahan Yang Baik Perlu Di Usahakan.

   Seorang wanita cantik yang berkuliah disebuah Universitas (di Amerika Serikat)  dihadapan seorang konselor untuk masalah keluarga pernah memberi komentar sebagai berikut: “Di awal  usia  dua puluhan, kami tidak ingin  mengikatkan diri secara seksual dengan pasangan tunggal dan membatasi diri pada satu orang itu saja , dan saya tidak akan menjadi bagian dari pernikahan,”, katanya.
   Mengapa pendapat ini sampai muncul dalam pikiran mahasiswi tersebut?.  Rupanya dia telah menyaksikan apa yang terjadi pada pernikahan orang tuanya maupun dari pernikahan orang lain, tidak harmonis dan berakhir dengan perceraian dan dia tidak senang dengan apa yang dia saksikan itu.
   Jadi nampaknya dia menganggap bahwa HUBUNGAN DILUAR NIKAH ITU tidaklah menjadi masalah.

   Saudaraku,
   Perlu kita ketahui bahwa “hubungan diluar nikah” itu,  tidak ada komitment.
   Pernikahan -- adalah merupakan sebuah kesempatan istimewa.  Suatu pernikahan yang baik perlu diupayakan, di usahakan dan tugas itu tentu tidak pernah selesai selama hayat dikandung badan.   Bilamana Anda mau menggunakan waktu dan usaha untuk menciptakan suatu pernikahan yang baik maka hasilnya sangat luar biasa dan membawa kebahagian bagi kedua pasangan.
  
PERNIKAHAN IDEAL SELALU MELIBATKAN DUA ORANG (SUAMI-ISTERI)

   Kita mungkin mengira setelah kita jatuh cinta kepada seseorang, kemudian menikah kita mengira bahwa tugas kita sudah selesai.  Kita cendrung merasa bahwa segalanya akan berlangsung dengan sendirinya.  Padahal pernikahan yang sukses itu tidak datang secara spontan ataupun secara kebetulan,
   Pernikahan yang bahagia, atau pernikahan yang ideal  selalu melibatkan dua orang(yakni suami dan isteri)  yang menyelesaikan kesulitan-kesulitan kecil maupun yang besar bilamana hal-hal itu terjadi dalam rumah tangga.

   Untuk menggambarkan pertumbuhan dalam sebuah hubungan pernikahan, seorang ahli filsafat bernama PLATO menggunakan sebuah tangga  yang memiliki dua batang  dimana dua batang tangga ini melambangkan suami dan istri, sedangkan setiap anak tangga(janjang) mengibaratkan sesuatu yang merekatkan dan mengikat mereka bersama dalam suatu persahabatan yang tak terpisahkan.
   Anak tangga terbawah adalah melambangkan penarikan fisik, sedangkan anak tangga teratas adalah melambangkan kasih yang murni akan Allah.  Setiap janjang pada tangga itu bergantung pada janjang-janjang yang lain, dengan demikian semuanya menjadi penting demi memelihara keutuhan tangga pernikahan dengan seutuhnya.

    Dalam  firman Tuhan di Kejadian 2:24  terdapat kata-kata: “Sehingga keduanya menjadi satu daging”.  Ini adalah sebuah ungkapan yang menunjukkan tujuan tertinggi dalam pernikahan karena pernikahan berarti adalah terpautnya cinta yang mencakup seluruh aspek kehidupan kita: fisik, emosi, intelektual dan spiritual.

PERNIKAHAN BERMASALAH  MEMERLUKAN BANTUAN

   Ternyata banyak  pasangan suami-istri yang merasa ragu untuk meminta nasihat apabila rumah tangga mereka menghadapi masalah.  Kenapa?  Karena mereka beranggapan bahwa  secara rohani mereka sudah gagal kalau harus mengakui adanya masalah dalam rumah tangga mereka.  Padahal jika pasangan itu langsung mendapatkan pertolongan terhadap pernikahan mereka yang bermasalah niscaya mereka dapat menghindari banyak kepedihan yang tidak perlu mereka alami.
   Penyebab lainnya mengapa keluarga yang bermasalah tidak mau meminta nasihat atau bantuan kepada  seorang yang profesional dalam hal masalah keluarga atau dengan pendeta karena mungkin mereka khawatir kalau pengalaman pribadi mereka yang diungkapkan secara  rahasia bisa bocor kepada orang lain atau  bahkan menjadi contoh ilustrasi dalam khotbah.

   Itulah sebabnya  organisasi-organisasi keagamaan seharusnya menyediakan program pendidikan rumah tangga berkelanjutan untuk semua kelompok usia dewasa.
   Pada umumnya pasangan perlu membangun hubungan antar pribadi dan kecakapan berkomunikasi yang  lebih baik, namun pengaruh kehidupan rohani adalah kunci yang penting bagi suatu pernikahan yang bahagia seutuhnya.

   Dr. David Mace ,seorang konselor pernikahan yang terkenal menyatakan bahwa “Tidak ada pernikahan yang tidak berbahagia, yang ada hanya pasangan-pasangan pernikahan yang tidak dewasa”.   Jika pasangan-pasangan itu bisa menumbuhkan sikap yang lebih dewasa maka semua bidang dari hubungan mereka itu akan menjadi lebih baik.  Sesungguhnya, perjalanan menuju pernikahan yang bahagia seutuhnya adalah perjalanan dari kekanak-kanakan menuju kedewasaan pribadi.

   FAKTOR-FAKTOR PENYUMBANG TINGKAT PERCERAIAN

   Dewasa ini ada masyarakat yang cendrung menerima perceraian.   Ada beberapa faktor penyumbang yang membuat tingkat perceraian bertambah antara lain :
1. Proses yang mudah :

Ada sebuah iklan di sebuah surat kabar di Amerika Serikat yang berbunyi: “Bercerai hanya dengan biaya $ 70.  Silahkan hubungi nomor telpon bebas pulsa kami”.  Jadi proses perceraian itu begitu mudah.

2. Kemunduran dalam kehidupan keluarga. 

Sekarang ini sebagai dampak kemajuan ilmu pengetahuan maka rumah sudah berubah menjadi sebagai terminal di mana anggota-anggota keluarga datang dan pergi dengan begitu singkat , sibuk untuk melakukan tujuan masing-masing.

3. Pernikahan dini dan kurangnya persiapan serta pendidikan untuk pernikahan dapat juga menambah tingginya tingkat perceraian.   Pernikahan  tampaknya begitu alami sehingga kita  menganggap seseorang bisa saja berhasil sebagai pasangan  pernikahan  tanpa pendidikan khusus.

4. Kemunduran dalam kehidupan rohani.

Banyak orang mencoba untuk hidup seakan tidak ada prinsip atau kebenaran yang harus dituruti.  Keraguan, frustrasi dan keputusasaan memenuhi pikiran mereka, lalu mereka berpaling pada pengganti-pengganti yang negatif dalam upaya sia-sia untuk menemukan makna kehidupan.  Narkoba, seks bebas, ilmu gaib menjadi kegiatan yang tiada hentinya yang mereka kejar dalam upaya untuk mengisi kehampaan dan kesepian dalam hidup mereka.

   PERCERAIAN hanya memecahkan sedikit masalah tetapi menimbulkan banyak masalah.  Perceraian itu menyebabkan sakit hati, kesepian dan merasa diri gagal.  Kalau perceraian itu dijadikan sebagai obat untuk mengatasi pernikahan yang sakit, maka seringkali obat itu justru membuat penyakit makin PARAH.
   Saudaraku,…cegahlah pemikiran tentang bercerai dari benak Anda dan jangan pernah menjadikannya sebagai suatu ANCAMAN terhadap pasangan Anda.
   Dalam banyak kasus, suami maupun istri, menjadi makin buruk keadaannya setelah memutuskan hubungan mereka ketimbang sebelumnya.

      Kita semua mengharapkan sebuah keluarga yang bahagia, akrab, tertib dan teratur seperti kata salah seorang penulis, “Sebuah keluarga yang tertib dan teratur berbicara lebih banyak ketimbang semua pembicaraan yang dapat dikhotbahkan”.

Daftar Pustaka:

-Nancy Van Pelt, The Compleat Marriage(terj.), Bandung, Indonesia Publishing House, 2006.


  

Kamis, 15 Agustus 2013

Bertobat, Apa Dan Mengapa?

"PENGAKUAN DAN PERTOBATAN: SYARAT KEBANGUNAN ROHANI"

PENDAHULUAN
   
    Dosa dan akibatnya. Kitabsuci menegaskan bahwa "semua orang telah berbuat dosa" (Rm. 3:23), dan jika kita menyangkal "bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri" (1Yoh. 1:8). Secara gamblang juga Alkitab mendefinisikan bahwa "dosa ialah pelanggaran hukum Allah" (1Yoh. 3:4), dan "upah dosa ialah maut" (Rm. 6:23). Keberdosaan manusia adalah sesuatu yang mutlak dan tak bisa disangkal--anda mengakuinya atau tidak--dan kematian adalah akibatnya. Maut (Grika: θάνατος, thanatos) dalam hal ini bukan sekadar kematian yang biasa terjadi sekarang ini, misalnya akibat penyakit atau kecelakaan, melainkan kebinasaan atau kematian kekal.

    Dosa dan kematian sudah demikian berkuasa atas manusia sejak permulaan, tetapi kedua hal itu tidak akan berkuasa untuk selamanya. Allah dalam kasih-Nya yang tak terpahami telah menyediakan suatu solusi yang ajaib. "Sebab kematian masuk ke dalam dunia dengan perantaraan satu orang, begitu juga hidup kembali dari kematian diberikan kepada manusia dengan perantaraan satu orang pula. Sebagaimana seluruh manusia mati karena tergolong satu dengan Adam, begitu juga semua akan dihidupkan karena tergolong satu dengan Kristus" (1Kor. 15:21-22, BIMK). Perhatikan, frase "semua akan dihidupkan" di sini bukan berarti untuk setiap orang tanpa kecuali, melainkan hanya bagi mereka yang "tergolong satu dengan Kristus." Bagaimana supaya menjadi satu dengan Kristus? Caranya ialah dengan percaya kepada-Nya, mengakui dosa dan bertobat.

    "Di seluruh Kitabsuci, baik pertobatan maupun pengakuan telah menyediakan jalan bagi kebangunan rohani. Allah senantiasa menyiapkan umat-Nya untuk melakukan satu pekerjaan besar bagi Dia dengan menuntun mereka kepada dukacita yang saleh atas dosa-dosa mereka. Sekali kita menyadari dosa-dosa kita dan mengakuinya, kita berada di jalur untuk memperoleh kemenangan atas dosa-dosa itu" [alinea pertama].

    Dosa dan pertobatan. Sebagai orang berdosa anda dan saya tidak bisa luput dari maut. Tetapi ada jalan keluar agar kita luput dari hukuman dosa, yaitu menjadi "satu dengan Kristus." Bagaimana caranya manusia dapat disatukan dengan Kristus, dan dengan demikian luput dari ancaman kematian abadi? Firman Tuhan berkata, "Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan" (Kis. 3:19). Dosa mengakibatkan kematian sedangkan pertobatan menghasilkan pengampunan (Mrk. 1:4; Luk. 3:3), tetapi kalau tidak bertobat semua akan binasa (Luk. 13:5). Pertobatan adalah jalan keluar bagi kematian akibat dosa, namun waktu dan kesempatan yang diberikan untuk bertobat itu harus dimanfaatkan (Why. 2:21-22). Yohanes Pembaptis mengingatkan, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!" (Mat. 3:2; huruf miring ditambahkan).

    Kata asli (Grika) untuk "bertobat" dalam PB adalah μετανοέω, metanoeō, atau metanoia, yaitu sebuah kata-kerja yang secara harfiah artinya "berubah pikiran," dan dalam pengertian rohani berarti "berubah pikiran kepada hal yang lebih baik" atau "sungguh-sungguh berubah dengan membenci dosa-dosa masa lalu." Pasangan kata untuk "bertobat" dalam PL adalah "berbalik" yang dalam bahasa aslinya (Ibrani) yaitu תשובה, teshuva, seperti yang digunakan antara lain dalam Ul. 30:2, Yoel 2:14, Yun. 3:9.

     "Dalam pelajaran pekan ini, kita akan menelusuri pentingnya pertobatan sejati dalam pencurahan Roh Kudus sebagaimana hal itu dinyatakan dalam kitab Kisah Para Rasul. Kita juga akan membedakan pertobatan yang sejati dengan pertobatan yang palsu. Lebih dari itu semua, kita akan menemukan bahwa pertobatan merupakan sebuah karunia yang Roh Kudus berikan dalam rangka menolong kita untuk memantulkan kasih Yesus kepada orang-orang di sekitar kita" [alinea terakhir].

1. HATI YANG DISADARKAN (Pertobatan: Karunia Allah)

    Bertobat oleh Roh Kudus. Semuanya berawal dari kesadaran. Anda tidak akan pernah mengakui dosa dan bertobat kalau anda tidak merasa berdosa. Dalam doanya raja Daud berkata, "Basuhlah segala kejahatanku; bersihkanlah aku dari dosaku. Sebab kuakui kesalahan-kesalahanku, dosaku selalu kuingat-ingat" (Mzm. 51:4-5, BIMK). Dalam cara yang lain rasul Paulus mengakui keberdosaannya dengan menyatakan, "Saya tahu bahwa tidak ada sesuatu pun yang baik di dalam diri saya; yaitu di dalam tabiat saya sebagai manusia. Sebab ada keinginan pada saya untuk berbuat baik, tetapi saya tidak sanggup menjalankannya. Saya tidak melakukan yang baik yang saya ingin lakukan; sebaliknya saya melakukan hal-hal yang jahat yang saya tidak mau lakukan. Kalau saya melakukan hal-hal yang saya tidak mau lakukan, itu berarti bukanlah saya yang melakukan hal-hal itu, melainkan dosa yang menguasai diri saya" (Rm. 7:18-20, BIMK).

    Bagaimana kita disadarkan akan keberdosaan kita, yang kemudian menuntun kepada pengakuan dosa dan pertobatan? Ini adalah salah satu dari fungsi Roh Kudus. Sebagaimana kata Yesus menjelang kenaikan-Nya ke surga, "Adalah lebih berguna bagi kamu, jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur itu tidak akan datang kepadamu, tetapi jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Ia datang, Ia akan menginsafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman" (Yoh. 16:7-8; huruf miring ditambahkan). Kata asli untuk "Penghibur" (versi BIMK menggunakan kata "Penolong") adalah παράκλητος, paraklētos, yang dalam bahasa Grika (Yunani purba) merupakan sebuah bentuk kata pasif yang pengertian asilnya adalah "dipanggil mendampingi seseorang" untuk maksud menolong dan menghibur. Di sini penyebutan Roh Kudus (Grika: ἁγίου πνεύματος, hagiou pneumatos) adalah menurut fungsi-Nya, yakni sebagai "penghibur/penolong" yang sekaligus juga untuk menginsafkan (=menyadarkan) manusia akan dosa mereka.

     Kita melihat di sini bahwa pertobatan--seperti yang dialami oleh Daud dan Paulus--merupakan sebuah hasil dari pengalaman rohani yang dicetuskan oleh Roh Kudus di dalam hati sanubari mereka. Tidak heran kalau Daud memohon kepada Tuhan, "janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!" (Mzm. 51:13). Dan untuk mempertahankan kehidupan yang mampu mengalahkan dosa, Paulus menasihati: "Hiduplah oleh Roh, maka kamu tidak akan menuruti keinginan daging...Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh" (Gal. 5:16, 25).

    Pengalaman pertobatan. Ketika dihadapkan dalam persidangan Mahkamah Agama Yahudi yang dipimpin oleh imam besar, Petrus dengan lantang berkata: "Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang menaati Dia" (Kis. 5:29-32; huruf miring ditambahkan).

    "Petrus menyampaikan dua hal penting. Pertama, pertobatan adalah sebuah karunia. Sementara kita membuka hati kita kepada dorongan Roh Kudus, Yesus memberikan kepada kita karunia pertobatan. Kedua, murid-murid itu sendiri telah menyaksikan dalam hidup mereka sendiri tentang realitas pertobatan. Mereka tidak saja mengkhotbahkan pertobatan, mereka mengalami hal itu" [alinea kedua].

    Pertobatan bukan sebuah inisiatif yang berasal dari hati yang dikuasai oleh dosa, melainkan dari hati yang dipengaruhi oleh Roh Kudus. Pertobatan juga bukan hasil dari sebuah kesimpulan kognitif dari kerja otak yang secerdas apapun, bukan pula hasil pencerahan atau perenungan filosofis. Pertobatan adalah semata-mata cetusan hati yang disadarkan oleh Roh Kudus yang dikarunia Tuhan kepada orang-orang yang menyediakan hati mereka untuk dipengaruhi oleh Roh-Nya.

     "Adalah 'kebaikan Allah' yang menuntun kita kepada pertobatan; itu adalah kuasa meyakinkan dari Roh Kudus yang membawa kita kepada kesadaran akan kebutuhan kita untuk Juruselamat yang mengampuni dosa. Sementara itu, kita harus ingat bahwa Roh Kudus tidak mengisi hati yang tidak bertobat (Rm. 2:8; Kis. 2:38-39; 3:19). Roh Kudus mengisi hati yang dikosongkan dari ambisi cinta diri, dari keinginan penghargaan pribadi, dan dari dorongan untuk kejayaan pribadi" [alinea terakhir: tiga kalimat terakhir].

    Apa yang kita pelajari tentang pertobatan sebagai karunia Allah?

1. Seseorang yang pernah mengalami bagaimana Roh Allah bekerja di hatinya akan selalu memiliki kerinduan untuk dituntun oleh Roh itu. Ketika Roh Kudus menginsafkan seseorang akan dosanya orang itu mungkin akan merasa sedih, tetapi Roh yang sama akan menghiburkannya dengan janji pengampunan Allah.

2. Pertobatan dimulai dari kesadaran akan keberdosaan, dan kesadaran itu adalah hasil dari pekerjaan Roh Kudus di dalam hati. Pertobatan adalah suatu pengalaman rohani yang hanya bisa dipahami oleh pribadi yang mengalaminya.

3. Pertobatan adalah salah satu karunia Allah yang paling berharga bagi manusia oleh karena apa yang dihasilkan oleh pertobatan itu, yakni keselamatan abadi. Pertobatan bukan hasil penemuan ilmiah atau gagasan pikiran manusiawi, itulah sebabnya pertobatan tidak dapat diselami dan diuraikan sebagai sebuah teori.

2. FOKUS PADA KASIH KARUNIA, BUKAN PADA DOSA (Pertobatan Sejati Didefinisikan)

   Dukacita yang membahagiakan.
   
   Pertobatan selamanya adalah hasil dari pergumulan batin, terkadang merupakan sebuah pergumulan yang panjang. Karena itu saat seseorang mengambil keputusan untuk bertobat--maksudnya: sungguh-sungguh bertobat!--biasanya sampai berderai airmata. Dalam banyak kasus, pertobatan bukan sekadar berhenti dari sesuatu tetapi berpisah dengan sesuatu yang selama bertahun-tahun telah menemani hidup seseorang. Kita menyebut sesuatu itu sebagai "dosa kesayangan" yang sebelumnya kita anggap tidak mungkin untuk ditinggalkan oleh sebab dosa itu sudah menjadi bagian dari diri kita untuk waktu yang panjang. Berpisah dengan dosa kesayangan seringkali lebih berat dari berpisah dengan sanak keluarga, karena kita merasakan seperti ada sesuatu yang terkelupas dan tertanggalkan dari jiwa maupun hati kita.

    Rasul Paulus telah menyurati orang-orang Kristen di Korintus dan menegur mereka dengan cukup keras sehingga dia khawatir jangan-jangan jemaat itu menjadi tersinggung dan membenci dirinya. Karena kesibukannya di wilayah Makedonia, Paulus telah mengutus Titus untuk melawat mereka dan anak muda ini telah kembali dengan laporan yang melegakan hati. Maka diapun menyurati mereka untuk kedua kalinya yang isinya antara lain tertulis, "Hati kami terhibur bukan saja karena Titus sudah datang, tetapi juga karena ia melaporkan bagaimana hatinya terhibur oleh kalian," katanya (2Kor. 7:7, BIMK). Lebih lanjut dia menulis tentang pertobatan mereka: "Tetapi saya senang sekarang -- bukan karena hatimu menjadi sedih, melainkan karena kesedihanmu itu membuat kelakuanmu berubah. Memang kesedihanmu itu sejalan dengan kehendak Allah. Jadi, kami tidak merugikan kalian. Sebab kesedihan seperti itu menghasilkan perubahan hati yang mendatangkan keselamatan...Coba kalian perhatikan apa hasilnya padamu oleh kesedihan yang sejalan dengan kehendak Allah! Hasilnya ialah kalian sungguh-sungguh berusaha untuk menjernihkan kekeruhan! Kalian menjadi benci terhadap dosa, kalian takut, kalian rindu, kalian menjadi bersemangat, kalian rela menghukum yang bersalah!" (ay. 9-11, BIMK).

     "Pertobatan adalah dukacita karena dosa yang diprakarsai Allah. Itu juga termasuk sebuah keputusan untuk meninggalkan dosa-dosa tertentu apapun yang Roh Kudus peringatkan (Yeh. 14:6, Za. 1:4). Pertobatan sejati tidak membawa orang Kristen ke dalam suatu keadaan depresi berat akibat keadaan atau kelakuan mereka yang berdosa. 'Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan' (2Kor. 7:10, TB). Gantinya, hal itu menuntun kita untuk memusatkan pikiran pada kebenaran Yesus, bukan keberdosaan kita. Itu menghasilkan suatu 'kesungguhan' dengan 'mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan' (2Kor. 7:11, Ibr. 12:2)" [alinea pertama].

    Pengakuan Paulus. Menyadari keberdosaannya, sang rasul berkata: "Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: 'Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,' dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya" (1Tim. 1:14-16). Perasaannya sebagai "orang yang paling berdosa" merujuk kepada tindakan penganiayaannya yang kejam terhadap orang-orang Kristen sewaktu dirinya belum bertobat. "Hal itu kulakukan juga di Yerusalem. Aku bukan saja telah memasukkan banyak orang kudus ke dalam penjara, setelah aku memperoleh kuasa dari imam-imam kepala, tetapi aku juga setuju jika mereka dihukum mati. Dalam rumah-rumah ibadat aku sering menyiksa mereka dan memaksanya untuk menyangkal imannya dan dalam amarah yang meluap-luap aku mengejar mereka, bahkan sampai ke kota-kota asing" (Kis. 26:10-11).

    "Ketika rasul Paulus menyadari bahwa dia telah menganiaya Tuhan kemuliaan, dia tersungkur di atas lututnya dalam pertobatan dan pengakuan dosa yang sungguh. Sepanjang keseluruhan hidupnya dia tidak pernah bosan menceritakan kisah keberdosaannya sendiri dan kasih karunia Allah. Pertobatannya tidak membiarkan dia dalam keadaan depresi; gantinya, hal itu mengantar dia ke dalam rangkulan Juruselamat yang mengasihi dan mengampuni. Pengakuan dosanya tidak membuat dia merasa lebih bersalah dari sebelumnya. Fokusnya bukan pada betapa jahatnya dia dulu melainkan pada betapa benarnya Yesus" [alinea terakhir].

    Menurut teori psikologi, rasa bersalah digambarkan sebagai akibat dari konflik antara dua komponen kepribadian, yaitu ego dan superego. "Ego" yang bekerja berdasarkan prinsip realitas cenderung ingin melakukan hal-hal yang memuaskan keinginan id atau naluri manusiawi yang bersifat pribadi, sementara "superego" yang merupakan standar moral yang diperoleh melalui pendidikan orangtua dan lingkungan sosial maupun ajaran agama cenderung bertindak sebagai sensor yang bersifat mempersalahkan. Sebagai manusia berdosa, tiap orang memiliki masa lalu yang kelam. Setidaknya, masing-masing kita mempunyai pengalaman masa silam yang berkaitan dengan perbuatan dosa dan kesalahan yang bisa mengganggu ketenteraman jiwa secara berkepanjangan jika tidak teratasi.

    Apa yang kita pelajari tentang keberdosaan dan pertobatan sejati?

1. Perasaan berdosa dan dorongan untuk bertobat sering merupakan pengalaman batin yang mendukakan hati, tetapi hasil akhirnya adalah ketenteraman jiwa dan keselamatan kekal. Dalam pengalaman pribadi rasul Paulus, hasil pertobatannya adalah kesediaan untuk berkorban bagi pekerjaan Tuhan.

2. Kesadaran akan keberdosaan tidak perlu membuat kita larut dalam kesedihan yang berkepanjangan sebab kita memiliki kasih karunia Allah. "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan" (1Yoh. 1:9).

3. Sebagai orang Kristen, rasal bersalah karena perbuatan dosa bukan sekadar pertentangan "ego" dan "superego" dalam diri kita, melainkan karena Roh Kudus yang menerangi hati kita. Pertobatan sejati adalah pekerjaan Roh Kudus, bukan akibat hukuman moral dari masyarakat.

3. BERTOBAT ITU AKTIF (Pertobatan Sejati dan Pengakuan Dosa)

    Prinsip rohani.

   Alkitab mengajarkan bahwa orang yang bersalah harus mengakui dosanya (Im. 5:5; 1Yoh. 1:9), berhenti berbuat jahat dan "belajar berbuat baik" (Yes. 1:16, 17), bertobat dan berbalik kepada Allah serta "melakukan pekerjaan-pekerjaan yang sesuai dengan pertobatan itu" (Kis. 20:19, 20). Prinsip rohani dari pertobatan itu bersifat aktif. Sebagaimana dosa adalah perbuatan yang aktif melawan Allah, pertobatan juga harus dibuktikan dengan perbuatan-perbuatan yang aktif menurut kepada kehendak Allah.

   Jadi, orang yang sungguh-sungguh sudah bertobat dari dosanya akan menunjukkan perubahan kelakuan, dari kecenderungan melakukan kejahatan kepada kecenderungan berbuat kebaikan. Pertobatan tidak menempatkan seseorang dalam wilayah netral, tetapi bertobat artinya berubah sikap dari keberpihakan kepada Setan menjadi keberpihakan kepada Tuhan. Seperti halnya berdosa itu adalah perbuatan tertentu yang nyata, bertobat juga merupakan tindakan spesifik yang jelas. "Pertobatan sejati selamanya disertai dengan pengakuan akan dosa-dosa tertentu. Roh Kudus tidak memberikan kepada kita rasa bersalah yang kabur. Ia meyakinkan kita akan kekurangan-kekurangan kita yang pasti" [alinea pertama].

    Pahala pertobatan.

   Setiap pertobatan memiliki upah, dan pahala terbesar dan paling pasti untuk pertobatan ialah pengampunan. Artinya, pertobatan anda dan saya itu tidak percuma. Sebab kalau bukan karena jaminan adanya pengampunan, buat apa mengaku dosa dan bertobat? Namun, seperti disaksikan oleh raja Daud, "Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi, demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari pada kita pelanggaran kita" (Mzm. 103:10-12).

    "Pertobatan tidak membuat Allah lebih mengasihi kita; gantinya, hal itu menyanggupkan kita untuk lebih menghargai kasih-Nya. Pengakuan dosa tidak mendapatkan pengampunan Allah; sebaliknya hal itu menyanggupkan kita untuk menerima pengampunan-Nya. Allah tidak lebih mengasihi kita bilamana kita bertobat atau kurang mengasihi kita apabila kita gagal bertobat. Kasih-Nya bagi kita adalah tetap. Satu-satunya yang tidak tetap adalah sambutan kita kepada pekerjaan Roh Kudus di dalam hidup kita" [alinea ketiga: empat kalimat terakhir].

    Aterosklerosis rohani.

   Pengerasan nadi (aterosklerosis) ialah kondisi menebalnya dinding pembuluh darah yang disebabkan oleh endapan lemak, kolesterol, dan substansi lainnya. Sebagaimana kita tahu, darah dalam tubuh kita mengalir melalui pembuluh-pembuluh darah, dan senyawa-senyawa tersebut yang terbawa dalam aliran darah tersangkut pada dinding-dinding pembuluh darah dan selama bertahun-tahun menumpuk di situ sebagai plak. Gaya hidup dan pola makan seseorang sangat berpengaruh dalam pembentukan plak pada pembuluh darahnya. Keadaan ini menyebabkan dinding pembuluh darah jadi menebal dan menyempit sehingga saluran darah terhambat, dengan akibatnya adalah kerusakan jaringan yang disebut nekrosis. Bila penyempitan atau "pengerasan" pembuluh darah ini terjadi di organ-organ tubuh sangat vital seperti otak dan jantung, risikonya adalah kematian mendadak akibat pecahnya pembuluh darah.

    Dalam kehidupan rohani, kita bisa menyebut kondisi seperti itu sebagai "aterosklerosis rohani" di mana terjadi penyumbatan aliran Roh Kudus di dalam saluran hati sanubari kita, dengan akibat serupa yaitu kelumpuhan organ-organ rohani bahkan kematian rohani. "Kebenarannya ialah bahwa hati kita terhalang untuk menerima kekayaan berkat yang Allah sediakan bagi kita sementara pembuluh-pembuluh nadi rohani kita tersumbat dengan endapan dosa. Dosa membuat kita mati terhadap gerakan Roh dan membuat kita jadi lebih keras untuk menyambut Dia. Pertobatan dan pengakuan dosa membuka saluran-saluran hati rohani kita yang tersumbat sehingga kita bisa menerima hadirat dan kuasa Roh Kudus yang berlimpah" [alinea terakhir].

    Apa yang kita pelajari tentang pertobatan sejati dan pengakuan dosa?

1. Selain melahirkan pengakuan dosa, pertobatan sejati menuntun kepada penghentian perbuatan dosa dan aktifnya penurutan. Ibarat kapal yang sedang berlayar ke arah yang salah, bertobat artinya putar haluan menuju ke arah yang benar, bukan hanya berhenti dan terombang-ambing di tengah laut kehidupan.

2. Pertobatan sejati upahnya adalah pengampunan sejati. Allah menjamin bahwa setiap orang berdosa yang mengakui dosa-dosanya dan bertobat pasti diampuni. Salomo berkata, "Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi" (Ams. 28:13).

3. Dosa menyebabkan penyumbatan kuasa saluran Roh Kudus sehingga mengakibatkan penumpulan hati nurani dan pemiskinan jiwa. Pengakuan dosa dan pertobatan sejati membuka kembali saluran-saluran itu, dan pada gilirannya akan membuat hati nurani kembali tajam dan jiwa menjadi kaya.


4. MOTIVASI PERTOBATAN (Pertobatan Sejati dan Palsu Dipertentangkan)

    Ketika pertobatan ditolak.

   Pertobatan berpangkal pada diri orang berdosa, pengampunan berpangkal pada Tuhan. Motivasi untuk bertobat menentukan kesungguhan pertobatan kita, dan kesungguh-sungguhan kita untuk bertobat pada gilirannya akan menentukan apakah pertobatan itu diterima Allah atau ditolak. Sebagian orang mengalami proses pertobatan yang ringkas dan tidak rumit, tetapi sebagian lagi membutuhkan waktu yang lama sebelum akhirnya bertobat setelah melalui jalan yang berbelit. Persoalannya, kita tidak pernah tahu berapa lama waktu yang tersedia bagi masing-masing orang untuk bertobat sebelum semuanya terlambat. Keterlambatan selalu merugikan, dalam hal apa saja. Namun keterlambatan untuk bertobat mengakibatkan kerugian paling besar yang bisa dialami seseorang dalam kehidupannya, sebab terlambat bertobat efeknya adalah kehilangan hidup kekal.

    Menyangkut soal pertobatan, Firaun, Bileam, Esau dan Yudas memiliki kesamaan dalam satu hal: terlambat bertobat. Selain itu, mereka semua tidak peka terhadap dosa yang mereka telah lakukan dan akibatnya terhadap orang lain. Kedua hal ini--keterlambatan untuk bertobat dan ketidakpekaan akan dosa--merupakan benang merah dalam riwayat hidup mereka. Firaun menindas orang Ibrani demi kepentingan proyek pembangunan negerinya, Bileam menganiaya keledai yang ditungganginya demi kepentingan diri sendiri, Esau memaksa ayahnya supaya memberkati dirinya demi warisan hak kesulungan, Yudas mengkhianati Tuhan demi sekantong uang. Cinta diri merupakan penghalang utama bagi seseorang untuk bertobat.

    "Satu anak kalimat dalam Ibrani 12:17, TB, merangkumnya dengan baik. Berbicara tentang Esau, ayat itu berkata, "ketika ia hendak menerima berkat itu" baru dia bertobat. Seperti halnya Firaun, Bileam dan Yudas, hati Esau tidak hancur karena kepedihan yang telah ditimbulkan oleh dosanya kepada keluarganya atau pada hati Allah. Kepeduliannya adalah atas hak kesulungan yang hilang. Dia menyesal bahwa dia tidak menerima apa yang diyakininya sebagai haknya. Motifnya tidak murni. Kesedihannya adalah terhadap dirinya sendiri. Pertobatan yang palsu terpusat pada akibat-akibat dari dosa sebagai lawan dari dosa itu sendiri" [alinea kedua].

    Ciri-ciri pertobatan sejati. 

   Dunia kita terikat dengan hukum sebab dan akibat (cause and effect) dalam setiap aspeknya. Banyak peristiwa di dunia ini yang terjadi sebagai akibat dari sesuatu sebab, baik dalam kehidupan makro maupun mikro. Alkitab mengatakan, "Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya" (Gal. 6:7). "Hukum menabur dan menuai adalah hukum ilahi. Adalah benar bahwa dosa membawa konsekuensi-konsekuensi yang mengerikan, tetapi pertobatan tidak dipengaruhi dengan akibat-akibat negatif dari dosa. Sebaliknya, hal itu dipengaruhi dengan aib dan kesedihan yang dosa telah timbulkan pada Allah" [alinea ketiga].

     Jadi, pertobatan sejati muncul dari kesadaran yang mendalam tentang apa yang dosa kita telah buat terhadap Tuhan, yaitu mempermalukan dan menyusahkan hati-Nya. Kalau anda bertobat semata-mata karena kemalangan dan kesusahan yang menimpa diri sendiri, lalu menyadari bahwa itu terjadi sebagai akibat dari dosa-dosa anda, pertobatan itu terlalu dangkal. Sebab ketika kehidupan anda berubah menjadi senang dan makmur, dengan mudah anda akan melupakan pertobatan itu dan berbuat dosa lagi. Dalam perkataan lain, pertobatan sejati itu berorientasi pada kepedulian kita terhadap Tuhan, bukan kepedulian pada diri sendiri semata. Karena kejahatan manusia itu memilukan hati Tuhan (Kej. 6:5-6).
   Penyusun pelajaran ini menyebut tiga hal yang menjadi ciri pertobatan sejati: 1) kesedihan bahwa dosa kita telah menghancurkan hati Allah; 2) pengakuan yang sungguh atas dosa tertentu yang sudah kita lakukan; dan 3) tekad untuk berpaling dari dosa kita itu. Pertobatan yang ditandai dengan ciri-ciri seperti inilah yang dimaksudkan dengan pertobatan yang berorientasi pada kepedulian terhadap Tuhan. Jadi, dapat dikatakan bahwa "pertobatan sejati" itu digerakkan oleh kasih kepada Allah, bukan dipicu oleh cinta diri.

    "Tidak mungkin ada pertobatan sejati kecuali ada suatu reformasi yang sesuai dalam kehidupan. Sebaliknya, pertobatan palsu adalah terpusat pada diri sendiri. Itu dipengaruhi oleh akibat-akibat dari dosa kita. Itu adalah suatu keadaan emosi yang sedih oleh karena dosa-dosa kita sering membawa konsekuensi-konsekuensi negatif. Hal itu membuat alasan dan mempersalahkan orang lain. Itu tidak mempedulikan perubahan perilaku kecuali perubahan itu akan membawa keuntungan pribadi" [alinea pendalaman/huruf tebal: enam kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang bedanya pertobatan sejati dan palsu?

1. Pada prinsipnya Tuhan menerima pertobatan manusia, kecuali sudah terlambat. Biasanya seseorang berlama-lama untuk bertobat karena hendak memastikan dulu apakah pertobatan itu memang diperlukan atau tidak, dan apakah pertobatannya akan membawa keberuntungan hidup atau tidak.

2. Pertobatan mesti didahului oleh kesadaran di dalam hati sanubari. Kesungguhan untuk bertobat tidak terjadi sebagai hasil dari sebuah kalkulasi untung-rugi, apalagi karena didorong oleh niat terselubung. Allah tak mungkin dikelabui, karena "Tuhan melihat hati" (1Sam. 16:7).

3. Pertobatan sejati adalah tanda kepedulian kita terhadap dosa, bukan sekadar kepedulian pada akibat dosa. Pertobatan yang pasti disambut Allah dengan pengampunan adalah pertobatan yang dipicu oleh kasih kepada Tuhan, bukan pertobatan yang hanya karena merasa kasihan pada diri sendiri.

5. BEBAN YANG TERLEPAS (Kuasa yang Menyembuhkan dari Pengakuan Dosa)

    Pengakuan itu melegakan hati.

   Dulu ada pemeo yang mengatakan, "Mengaku supaya enteng." Sebenarnya ini adalah taktik interogasi pihak berwajib zaman dulu untuk membujuk seorang tersangka tindak kriminal supaya tidak berbelit-belit dengan iming-iming hukuman yang lebih ringan. Mengaku bersalah memang baik dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, dan yang pasti bagi orang yang berbuat salah lalu mengaku hal itu berguna bagi dirinya sendiri secara kejiwaan. Biasanya, orang yang mengaku kesalahannya juga akan meminta maaf, dan hal itu melegakan hati. "Bilamana kita mencari pengampunan dalam suatu hubungan kemanusiaan, resolusi dari rasa bersalah itu dapat memperkokoh rasa cinta dalam hubungan itu," kata Dr. Christina P. Lynch, staf pengajar psikoterapi pada St. John Vianney Theological Seminary, Hacienda Heights, California. "Demikian juga, apabila kita memohon pengampunan dosa melalui pengakuan, kita memiliki kesempatan untuk memulihkan hubungan kita dengan Bapa sebagai seorang anak Tuhan."

    "Pengakuan membedah borok kesalahan dan membiarkan nanah beracun dari dosa untuk mengalir keluar. Pengakuan itu menyembuhkan dalam banyak hal. Hal itu membuka hati untuk menerima kasih karunia Allah. Melalui pengakuan kita menerima pengampunan yang Kristus tawarkan dengan bebas kepada kita dari Salib. Pengakuan itu menyembuhkan oleh sebab hal itu membiarkan kita untuk menerima kasih karunia. Pengakuan juga meruntuhkan penghalang di antara kita dengan orang-orang lain. Hal itu memperbaiki hubungan-hubungan" [alinea pertama].

    Begini kesaksian raja Daud tentang pengakuan dosa dan pengampunan yang ditulisnya untuk mengenang skandal perselingkuhannya dengan Batsyeba: "Berbahagialah orang yang dosanya diampuni, dan kesalahannya dimaafkan. Berbahagialah orang yang kejahatannya tidak diperhitungkan Tuhan, dan yang tidak suka menipu. Selama aku tidak mengakui dosaku, aku merana karena mengaduh sepanjang hari. Siang malam Engkau menekan aku, Tuhan, tenagaku habis seperti diserap terik matahari. Lalu aku mengakui dosaku kepada-Mu, kesalahanku tak ada yang kusembunyikan. Aku memutuskan untuk mengakuinya kepada-Mu, dan Engkau mengampuni semua dosaku" (Mzm.32:1-5, BIMK).

    Hati nurani dan rasa bersalah.

   Apa itu "hati nurani"? Ada berbagai pandangan yang berbeda perihal hati nurani, atau bisikan kalbu. Banyak orang sepakat bahwa dalam diri setiap insan ada semacam "otoritas moral" yang berbisik di dalam kalbu dan senantiasa mengingatkan kita perihal prinsip-prinsip yang sehat untuk diterapkan pada sesuatu keadaan, tentang hal yang patut dan tidak patut. Tetapi dari mana sumber suara bisikan itu, dan standar moral apa yang dijadikan patokan? Dalam satu kelompok masyarakat yang sama, dan yang menjunjung nilai-nilai yang sama, bisa saja anggota-anggota masyarakat tersebut memiliki pandangan hati nurani yang tidak sama dan sebangun. Hal ini menimbulkan spekulasi bahwa hati nurani itu bersifat khas dan pribadi, bukan sesuatu yang seragam dan merata. Apakah hati nurani merupakan suatu kecakapan berpikir seseorang yang berfungsi mewakili pengetahuan moral yang dimiliki orang itu?
   Rasul Paulus membuat pernyataan pribadi mengenai hati nurani. Katanya, "Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia" (Kis. 24:16; huruf miring ditambahkan). Di sini sang rasul hendak mengatakan bahwa dia selalu memelihara perkataan dan perbuatannya selaras dengan sistem nilai yang ditentukan Allah. Sebab hati nurani manusia bisa saja tercemar, karena itu perlu dijaga kemurniannya. Pencemaran hati nurani dapat terjadi oleh pengaruh duniawi, termasuk pengaruh lingkungan pergaulan dan tatanan moral masyarakat luas yang berlawanan dengan tatanan nilai ilahi, yang secara sadar atau tidak bisa terserap dan teradopsi sehingga mengubah kemurnian hati nurani. Kata asli untuk "hati nurani" dalam ayat ini adalah συνείδησις, suneidēsis, yaitu "kesadaran moral." Kita tidak menemukan istilah "hati nurani" dalam PL, yang berarti tidak ada padanan kata tersebut dalam bahasa Ibrani. Kemungkinan karena konsep berpikir orang Yahudi yang bersifat komunal sebagai satu "umat pilihan" gantinya sebagai satu bangsa dengan ciri individual.

    Hati nurani berhubungan erat dengan rasa bersalah dan pengakuan kesalahan. Ketika kita menyadari telah berbuat suatu kesalahan, hati nurani akan menggerakkan kita untuk mengakui kesalahan tersebut. Rasa bersalah yang terus dipendam dapat merusak jiwa seseorang, sebaliknya rasa bersalah yang diakui dan dimaafkan akan membuat jiwa terasa bebas. Begitu juga, dosa yang tidak diakui dan diampuni selalu akan merongrong jiwa, tetapi beban dosa yang dibawa ke kaki Yesus untuk diampuni akan memerdekakan jiwa.

    "Ada waktu-waktu kita mungkin telah mengakui dosa-dosa kita tapi masih merasa bersalah. Mengapa? Salah satu penyebabnya mungkin karena setan berusaha hendak merampok jaminan keselamatan itu dari kita. Dia suka mencuri diam-diam jaminan berkat pengampunan dan keselamatan yang kita miliki dalam Yesus. Kedua, barangkali Roh Kudus sedang menunjuk sesuatu di antara kita dan orang lain. Kalau kita sudah menyakiti orang lain, hati nurani kita yang gelisah akan ditenangkan apabila kita mengakui kesalahan kita terhadap orang yang kita telah sakiti itu" [alinea terakhir].

    Apa yang kita pelajari tentang pengakuan dosa yang melegakan hati?

1. Hati nurani adalah bagian dari kepribadian kita yang sudah tertanam dalam diri manusia sejak penciptaan. Setiap orang memiliki hati nurani yang berguna untuk mengingatkan kita terhadap kesalahan dan dosa, sesuai dengan standar moral yang Allah tanamkan.

2. Dalam banyak hal hati nurani menjadi sebagai "sensor moral" yang berfungsi seperti pagar yang membatasi kita agar tidak berbuat hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai-nilai ilahi. Ketika kita melangkahi pembatas itu maka alarm hati nurani akan berbunyi, membisikkan kesalahan dan pelanggaran kita.

3. Seorang yang hidupnya dibimbing oleh hati nurani yang murni dan bersih akan selalu digerakkan untuk mengakui kesalahan dan memohon pengampunan setiap kali orang itu melanggar, apapun penyebab dari pelanggarannya. Allah "menyelidiki hati nurani" (Rm. 8:27).

PENUTUP

    Pengakuan yang diperkenan Allah.

   Pengakuan dosa bertujuan untuk pengampunan dosa, tetapi pengakuan dosa harus dibarengi dengan pertobatan. Bertobat artinya berhenti berbuat dosa dan berubah. Pertobatan sejati didorong oleh perpaduan dari niat dan tekad untuk mengamalkan suatu kehidupan yang diubahkan, dari sebuah kehidupan yang lemah terhadap godaan dosa kepada kehidupan yang tegar untuk melawan dosa.

     "Pengakuan dosa tidak akan berkenan kepada Allah tanpa pertobatan dan pembaruan yang tulus. Harus ada perubahan yang diniatkan dalam kehidupan; segala hal yang menyakiti hati Allah mesti disingkirkan. Ini akan menjadi hasil dari kesedihan yang murni akan dosa. Tugas yang harus kita kerjakan di pihak kita terbentang dengan jelas di depan kita: 'Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat, belajarlah berbuat baik; usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim, perjuangkanlah perkara janda-janda!" Yesaya 1:16-17" [empat kalimat pertama].

    "Sebab itu, marilah kita mendekati Allah dengan hati yang tulus dan iman yang teguh; dengan hati yang sudah disucikan dari perasaan bersalah, dan dengan tubuh yang sudah dibersihkan dengan air yang murni. Hendaklah kita berpegang teguh pada harapan yang kita akui, sebab Allah bisa dipercayai dan Ia akan menepati janji-Nya" (Ibr. 10:22-23, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:
1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan
2. Loddy Lintong, California-U.S.A.

Minggu, 11 Agustus 2013

4. ORANG MATI, MENGGANGGU?

 KKR "Hidup Yang Terbaik":
 (Pdt. H.M. Siagian, MPTh)                                          

Pendahuluan:

   Slamat berjumpa kembali saudaraku dimanapun Anda berada pada saat ini.  Kemaren kita telah mempelajari pelajaran yang ke tiga.  Sebelum kita lanjutkan dengan pelajaran ke 4 marilah kita berdoa: “Bapa yang kami kasihi dan yang mengasihi kami yang bertakhta didalam kerajaan surga.  Kami puji Engkau karena Engkau adalah Allah pencipta Alam semesta dan yang telah memberikan jalan keselamatan kepada kami melalui anak-Mu yang tunggal Yesus Kristus.    Ampunilah dosa kami, agar kami layak disebut sebagai putra-putri-Mu.  Terimakasih karena kami boleh kembali mempelajari firman-Mu.  Kiranya Engkau memberkati kami dan memberikan pengertian kepada kami sementara kami melanjutkan pelajaran kami pada saat ini.  Kami berdoa didalam nama Tuhan Yesus, Juruselamat kami.  Amen !

   Saudaraku yang kekasih,
   Judul pelajaran kita saat ini ialah: “Apakah orang mati itu mengganggu orang-orang yang hidup”?

Pembahasan:

I. APAKAH MANUSIA ITU?
   Sebelum kita memperbincangkan apakah orang mati itu mengganggu, marilah kita terlebih dahulu menyelidiki sedikit tentang: “Apakah manusia itu?”.  Dari apakah manusia itu dijadikan atau diperbuat?  Bagaimanakah Allah telah menciptakannya?.
      1.  Kita baca Kejadian 2:7 “ketika itulah Tuhan Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup kedalam hidungnya, demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup”.
Alkitab jelas mengatakan bahwa manusa itu dibuat dari debu tanah.  Dalam hal ini ilmu pengetahuan menyetujuinya juga, karena penyelidikan telah membuktikan bahwa dalam tubuh seorang manusia yang mempunyai berat badan 65 kg ternyata mengandung bahan-bahan yang terdapat didalam tanah(bumi).  Hal ini membuktikan bahwa kita benar-benar berasal dari tanah karena dalam tubuh kita terdapat bahan-bahan antara lain:

-Lemak (fat), yang cukup untuk membuat 7(tujuh) batang sabun.
-Carbon, yang cukup membuat 9000 batang pensil.
-Phosporus, bisa cukup untuk 2000 kepala korek api.
-Terdapat sebanyak satu bungkus garam.
-Zat besi, yang cukup membuat satu batang paku yang berukuran sedang.
-Terdapat juga kapur yang cukup untuk mencat sebuah kandang ayam dan belerang untuk membersihkan kutu dari seekor anjing; juga terdapat air sebanyak 40 liter.
         Lalu disebutkan dalam ayat ini: “dihembuskan-Nya nafas hidup ke lubang hidungnya...” Disinilah kita mengetahui bahwa Allah memiliki kuasa untuk menghidupkan/memberi kehidupan.  Bila kita membuat rumusnya bagaimana Allah menciptakan manusia adalah sebagai berikut: DT + NH = MH (Debu Tanah + Nafas Hidup = Makhluk Hidup.
        Jadi, kita tidak perlu masuk ke perguruan tinggi untuk mengetahui bagaimana rumusnya Allah menjadikan manusia.  Berbeda dengan patung yang dibuat oleh ahli pahat seperti misalnya Michael Angelo.  Patung buatannya itu tidak bisa bernafas.
      Saudaraku,..Apakah yang terjadi kalau udara(O2) yang ada di udara ini ditarik oleh Allah.  Tentu kita akan mati dan yang tinggal adalah Debu Tanah(tubuh), karena NH/Nafas Hidupnya sudah hilang.
II.                 KEADAANNYA BILA MATI:
     Mari kita kembali ke taman eden, yakni kepada kisah Adam dan Hawa yang digoda oleh ular yang telah digunakan oleh Iblis.  Hawa menjawab: “Allah katakan kepada kami, kalau kami makan buah larangan itu maka kami akan mati”,  Tetapi ular berkata: “kalau kamu makan, kamu tidak mati”.
    Saudara dan saya tentu belum pernah mati, sebab itu kita akan mempelajari mengenai keadaan orang mati dan apakah orang mati itu bisa mengganggu, hanyalah dari Alkitab.
2.  Rasul Paulus menyatakan dalam 1 Timotius 6:16 “Dialah satu-satunya yang tidak takluk kepada maut, bersemayam dalam terang yang tak terhampiri.  Seorangpun tak pernah melihat Dia dan memang manusia tidak dapat melihat Dia.  Bagi-Nyalah hormat dan kuasa yang kekal! Amin.”
     Saudaraku,..hanya Allah yang tidak dapat mati. “Dialah satu-satunya yang mempunyai zat yang tiada mati “, “yang tidak takluk kepada maut”.

3. Ayub 14:14 “Kalau manusia mati, dapatkah ia hidup lagi?.  Maka aku akan  menaruh harap selama hari-hari pergumulanku, sampai tiba giliranku”.  Ayat ini menandaskan bahwa bila manusia mati akan hidup kembali.  Kapan?.  Ayub mengatakan: “menunggu harinya”.  Ayub menunggu harinya akan dibangkitkan dari kubur dan tubuhnya akan diubahkan oleh Tuhannya.
   Daud melihat kedepan, kepada peristiwa yang mulia bila ia akan dibangkitkan.  Ia tidak percaya bahwa jika ia mati maka ia terus meluncur masuk surga.  Mungkin sukar kita percayai dan ganjil, karena umat Kristen sekalipun masih banyak yang percaya bahwa orang mati itu langsung masuk ke surga.  Namun, apa yang dikatakan dalam ayat berikut:
4.   Kisah 2:34 “Sebab bukan Daud yang naek ke sorga, malahan Daud sendiri berkata: Tuhan telah berfirman kepada tuanku.”
    Jadi, Daud masih berada didalam kubur.  Ia tidak ada di sorga.
III.               APAKAH ORANG MATI ITU MENGGANGGU?.
Banyak orang takut bila berjalan melalui kuburan karena takut diganggu oleh apa yang dianggap roh-roh orang mati.  Sementara yang lain takut apabila mendirikan rumahnya diatas bekas tanah pekuburan atau bila menyewa rumah yang berdiri diatas  bekas makam.
   Apakah benar, orang mati itu dapat mengganggu manusia yang masih hidup?.
5.  Mari kita baca Pengkhotbah 9:5,6 “Karena orang-orang yang hidup tahu bahwa mereka akan mati, tetapi orang yang mati “tak tahu apa-apa”, tak ada upah lagi bagi mereka, bahkan kenangan kepada mereka sudah lenyap.  Baik kasih mereka, maupun kebencian dan kecemburuan mereka sudah lama hilang, dan untuk selama-lamanya tak ada lagi bahagian mereka dalam segala sesuatu yang terjadi dibawah matahari”.
.
   Disini dikatakan bahwa orang mati itu “tidak tahu apa-apa”(kasihnya, bencinya, cemburunya sudah hilang).  Kemanakah orang hidup itu pergi apabila sudah mati?.  Tidak lain hanya ke dalam kubur.  Kalau demikian apakah yang perlu kita takuti pada orang mati?.
   Jawabnya ialah: Tidak ada!.  Tetapi mengapa kita umumnya merasa takut?
   Kebiasaan orang kafir—kalau mengantar jenajah, mereka bawa dulu berjalan berkeliling-keliling, katanya supaya orang mati itu tidak tau pulang.  Bahkan disepanjang jalan ditaburi dengan duri supaya jangan pulang.  Jadi masih banyak juga orang Kristen yang percaya bahwa ada apa-apanya orang-orang mati itu, padahal dalam Pengkhotbah 9:6 dikatakan bahwa bencinya dan kasihnya pun sudah hilang.

   Bila raja zaman dahulu meninggal dunia, maka biasanya orang membuat kereta-kereta yang terbuat dari kertas, isterinya dari kertas, dll.  Nanti supaya ada katanya  yang melayani mereka.
6. Mari kita baca Mazmur 115:17 “Bukan orang orang mati akan memuji-muji Tuhan, dan bukan semua orang yag turun ke tempat sunyi,..”
-Ayat ini mengatakan bahwa: orang mati tidak memuji Tuhan.  Jadi kalau kita mau menghormati ibu atau orang tua kita, berikanlah kembang pada waktu mereka masih hidup, jangan sesudah meninggal dunia.  Jadi kalau demikian, apakah benar, manusia itu kalau mati sama dengan binatang?.
7. Mari kita baca Pengkhotbah 3:18-20 “Tentang anak-anak manusia aku berkata dalam hati:
“Allah hendak menguji mereka dan memperlihatkan kepada mereka bahwa mereka hanyalah binatang.  Karena nasib manusia adalah sama dengan nasib binatang, nasib yang sama me-nimpa mereka; sebagaimana yang satu mati, demikian juga yang lain.  Kedua-duanya mem-
punyai nafas yang sama, dan manusia tak mempunyai kelebihan atas binatang; karena segala
sesuatu adalah sia-sia.  Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu
dan kedua-duanya kembali kepada debu”.

Oxygen yang sama untuk saya, juga untuk kucing saya.  Jadi, mengapa bulu roma kita ber-diri jika kita berjalan melalui kuburan, khususnya dimalam hari?.  Bapa kejahatan itulah yang
menipu kita, dan yang telah mengacaukan pikiran manusia supaya:
a.       Manusia tidak percaya akan adanya kebangkitan orang saleh pada waktu kedatangan Yesus yang keduakali.
b.      Manusia berhubungan dengan orang-orang yang sudah mati untuk mendapatkan petunjuk bagi hidup dan keselamatan.
IV.              PENTINGNYA KEDATANGAN YESUS:
   Mungkin saudara bertanya: “Bolehkah orang menangis tanpa batas, bilamana ada kematian dalam keluarga atau kenalan?.”
8.Rasul Paulus berkata dalam 1 Tesalonika 4:13,15-16.
     “Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka
   yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mem-
   punyai pengharapan. “Ini kami katakan kepadamu dengan firman Tuhan: kita yang hidup,
   yang masih tinggal sampai kedatangan Tuhan, sekali-kali tidak akan mendahului mereka yang
   telah meninggal.  “Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru
   dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan sendiri akan turun dari sorga dan mereka yang
   mati dalam Kristus akan lebih dahulu bangkit,..”. 

       Saudaraku,..disini dikatakan adanya pengharapan akan kebangkitan.
      
Ilustrasi:

Di kota Kansas(Amerika Serikat, pernah ada seorang pada suatu kali dibawa ke meja hijau
(pengadilan) karena telah membunuh isteri dan anaknya yang masih kecil.  Pada waktu
hakim menanyakan, mengapa dia melakukan tindakan yang kejam itu terhadap keluarganya
sendiri, sang suami menjawab: “Agar kami cepat masuk kedalam kerajaan sorga”.  Dia me-
nganggap bahwa kematian itu adalah sebagai loncatan yang tercepat masuk sorga.  Kalau
ajaran yang dipercaya orang mengatakan bahwa kematian adalah batu loncatan yang terce-
pat ke surga, maka boleh kita katakan bahwa para penjahat perang yang telah menyembelih
ribuan orang itu telah berjasa lebih besar daripada para pendeta yang adakan khotbah dan
ceramah didunia dewasa ini.
           
     Saudaraku,...Orang-orang yang melakukan kejahatan, janganlah menyangka bahwa bilamana mereka mati, mereka tidak lagi di usik nanti.  Mereka nanti harus menghadap pengadilan Allah.  Namun, orang-orang benar juga janganlah merasa bahwa kematian adalah nasib mereka yang terakhir, karena upah mereka dalam surga akan diberikan pada saat mereka dibangkitkan nanti.

Konklusi:
    Kita berterimakasih kepada Allah karena mengetahui bahwa kita tidak memasuki surga dengan cacat tubuh dan keadaan seperti yang ada pada waktu kita dimasukkan kedalam kubur.

     9. .Kita baca 1 Yohanes 3:2 “Saudara-saudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak, akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya”.
      Saudara dan saya tentu mengharapkan agar dibangkitkan pada saat kedatangan Yesus yang keduakali untuk mendapat upah hidup yang kekal.  Apakah yang kita harus lakukan supaya hal itu tercapai?.
    10. Mari kita baca 1 Yohanes 3:3 “Setiap orang yang menaruh pengharapan itu kepada-Nya, menyucikan diri sama seperti Dia yang adalah suci”.
   Jadi kita perlu menyucikan hidup kita dengan meminta kuasa pertolongan dari Tuhan.
   Percayakah saudara bahwa orang yang sudah mati masih berada dalam kubur sekarang ini?.
   Dan percayakah saudara bahwa Yesus Kristus adalah jalan kepada kebangkitan?.
   Rindukah saudara untuk dibangkitkan pada kedatangan Yesus yang keduakali untuk mendapat hidup kekal?.  Bagi saudara yang mempelajari firman Tuhan  melalui blogspot ini, tundukkanlah kepala untuk berdoa dan berkata kepada Tuhan dalam doa: “ Ya, Tuhan, saya rindu untuk dibangkitkan pada saat kedatangan-Mu yang keduakali nanti.  Berikan kekuatan agar saya memiliki kerinduan untuk memperoleh Hidup Yang Terbaik bersama dengan Yesus didalam kerajaan-Mu.  Saya mohon didalam nama Yesus, Tuhan dan Juruslamat saya. Amen.”

   Kita akan lanjutkan pelajaran kita dalam perjumpaan berikut.  Salam dalam kasih Yesus Kristus!
 
   SAMPAI JUMPA, TUHAN MEMBERKATI ! .          




Minggu, 04 Agustus 2013

Terpanggil Untuk Di Ubahkan Dan Menurut.

"PENURUTAN: BUAH KEBANGUNAN ROHANI.

PENDAHULUAN

 Diubahkan oleh Roh Kudus.

Berubah. Sebuah kata-sifat yang artinya "menjadi berbeda dari sebelumnya." Ketika menasihati jemaat di Roma, rasul Paulus menulis dalam suratnya: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna" (Rm. 12:2; huruf miring ditambahkan).

 Kata Grika yang diterjemahkan dengan "berubah" dalam ayat ini adalah μεταμορφόω, metamorphoō, yang arti harfiahnya ialah "berubah menjadi bentuk lain." Kita mengenal kata metamorfosis sebagai proses perkembangan dalam biologi, dengan contoh paling populer adalah ulat yang berubah menjadi kupu-kupu di dalam kepompong. Kata ini juga dapat dialihbahasakan menjadi "transformasi" (berganti bentuk) dan "transfigurasi" (berganti rupa). Selain pada ayat di atas kata ini juga terdapat dalam tiga ayat lain dalam PB, termasuk dalam surat Paulus lainnya yang ditujukan kepada jemaat di Korintus. "Dan kita semua mencerminkan kemuliaan Tuhan dengan muka yang tidak berselubung. Dan karena kemuliaan itu datangnya dari Tuhan yang adalah Roh, maka kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya, dalam kemuliaan yang semakin besar" (2Kor. 3:18; huruf miring ditambahkan).

 Dua ayat lainnya menyangkut perubahan rupa Yesus saat dipermuliakan di atas gunung (Mat. 17:2; Mrk. 9:2). Sementara penggunaan istilah "berubah" dalam tulisan Matius dan Markus ini bertutur tentang perubahan penampilan secara jasmaniah, "berubah" atau "diubah" yang dimaksudkan dalam kedua surat Paulus tersebut di atas adalah menyangkut perubahan karakter yang bersifat batiniah. Perubahan tabiat dalam diri orang Kristen sehingga memantulkan gambar atau citra Yesus dapat terjadi sebagai hasil dari kebangunan rohani atas bantuan kuasa Roh Kudus. Anda dan saya tidak dapat berubah dengan kemampuan sendiri, sekuat apapun kita berusaha.

 Dalam pengalaman kebangunan rohani pada permulaan awal abad ke-20 di kalangan umat Kristen di Wales, sebuah negeri otonom dalam wilayah Inggris Raya, yang dipelopori oleh seorang pemuda bernama Evan Roberts dan kawan-kawan, hasilnya benar-benar telah mengubah pola hidup masyarakat umum di seluruh negeri itu. Gerakan pembaharuan rohani yang populer dengan sebutan "Welsh Revival" ini mengumandangkan empat pesan utama kepada Gereja: 1. Mengakui semua dosa; 2. Bereskan segala hal yang meragukan dalam kehidupan; 3. Bersiap untuk taat kepada Roh Kudus dengan seketika; 4. Mengakui Kristus di depan umum. Minggu demi minggu Roberts bersama tim KKR yang melibatkan beberapa penyanyi ini berkeliling negeri mereka untuk berkhotbah dan mengajak masyarakat khususnya generasi muda agar meninggalkan cara hidup duniawi dan menyerahkan diri kepada Kristus untuk diubahkan oleh Roh-Nya. Ketika memulai gerakan tersebut tidak terpikir oleh orang-orang muda ini bahwa dampaknya akan sedemikian luas. Pada minggu pertama hanya ada 60 pemuda yang merespon, lalu menjadi sekitar 100, dan terus bertambah hingga ribuan.

 Aktivitas mereka selama sekitar satu tahun, antara 1904-1905, telah mendapat sambutan positif oleh seluruh lapisan masyarakat sehingga Wales berubah menjadi negeri yang sungguh berbeda. Gereja-gereja penuh sesak, toko-toko minuman keras tutup, Lembaga Alkitab kebanjiran pesanan kitabsuci, orang-orang di jalan menjadi sangat ramah dan lemah lembut. Gaung kebangunan rohani tersebut juga melanda seantero Inggris Raya. The Times edisi London terbitan 11 Januari 1905 melaporkan pengamatannya: "Segenap penduduk sekonyong-konyong telah dikobarkan oleh dorongan hati yang sama. Agama sudah menjadi minat yang mengasyikkan dari kehidupan mereka. Mereka telah berkumpul dalam kebaktian yang penuh sesak selama enam hingga delapan jam sekali beribadah." Sepanjang musim semi tahun 1904 ketika gerakan kebangunan rohani itu baru dimulai, Evan Roberts bangun pukul 01:00 untuk berdoa sampai pukul 05:00 subuh, setiap malam. Sebuah pergumulan yang tidak sia-sia.

 Dapatkah kebangunan rohani massal seperti itu terjadi kembali? Mengapa tidak!? Tentu saja, Wales tidak sama dengan negeri kita. Tetapi apa yang terjadi di sana waktu itu dapat terjadi di mana saja, dimulai dari satu orang yang merasa terpanggil lalu membagikan gagasan itu kepada teman-teman dekatnya, sampai akhirnya terus semakin meluas. Niat untuk kebangunan rohani harus dimulai dari diri kita sendiri, baru kemudian Roh Kudus akan menggerakkan orang-orang lain dan terus semakin banyak. Dalam kebangunan rohani berlaku adagium "Think globally, act locally" (Berpikir secara global, bertindak secara lokal).

1. BELAJAR DARI PENGALAMAN PETRUS (Hidup yang Diubahkan)

 Bukan sekadar perasaan. Pernahkah anda merasa lebih dekat dengan Yesus dan merasa seperti seorang yang sudah dibarui? Puji Tuhan! Akan tetapi, perasaan seperti itu belum menjadi bukti bahwa anda sudah mengalami kebangunan rohani. "Hasil dari kebangunan rohani belum tentu adalah perasaan yang positif. Hasil dari kebangunan rohani adalah suatu kehidupan yang diubahkan. Perasaan-perasaan kita bukanlah buah dari kebangunan rohani. Sekali lagi, penurutan. Inilah bukti dalam kehidupan murid-murid sesudah Pentakosta" [alinea kedua].

 Di malam buta yang dingin itu rumah dinas imam besar Kayafas (menjabat tahun 18-37 TM) dipanaskan oleh suasana pemeriksaan terhadap Yesus Kristus. Ratusan orang memenuhi ruang pengadilan sampai meluber ke luar. Petrus, yang sejak tadi hanya mengikut Yesus dari jauh, memilih bergabung dengan orang-orang yang sedang berdiang di halaman. Seorang hamba perempuan imam besar, yang entah mengapa saat itu sedang berada di luar rumah, tiba-tiba mengenali wajah murid terdekat Yesus itu lalu berkata: "Engkau juga selalu bersama-sama dengan Yesus, orang Galilea itu" (Mat. 26:69). Kejadian yang tak diduga itu membuat Petrus seperti tersengat aliran listrik. Dia menyangkal tudingan itu. Merasa keadaan tidak aman Petrus beringsut ke pintu gerbang, tetapi seorang hamba lain memergokinya lalu menuding dia juga. Petrus menyangkal untuk kedua kalinya (ay. 71-72). Orang-orang yang berada di sekitar tempat itu berpaling ke arah Petrus lalu menuding dia lagi. Untuk ketiga kalinya Petrus menyangkal. Saat itulah terdengar ayam berkokok. "Maka teringatlah Petrus akan apa yang dikatakan Yesus kepadanya: 'Sebelum ayam berkokok, engkau telah menyangkal Aku tiga kali.' Lalu ia pergi ke luar dan menangis dengan sedihnya" (ay. 75).

 Penyangkalan Petrus adalah sebuah tindakan kemurtadan, tetapi dia kemudian sadar dan bertobat. Beberapa minggu setelah peristiwa itu, dalam pertemuan ketiga dengan murid-murid setelah kebangkitan-Nya, Yesus mengajukan pertanyaan yang sangat pribadi kepada Petrus. "Simon, anak Yona, apakah engkau lebih mengasihi Aku daripada mereka ini mengasihi Aku?" (Yoh. 21:15, BIMK). Tentu saja Yesus tahu bahwa Petrus sungguh mengasihi-Nya, tetapi Ia ingin suatu pernyataan yang lebih mendalam lagi sehingga pertanyaan yang sama diajukan sampai tiga kali. Bukankah murid yang satu ini juga pernah sesumbar dengan berkata, "Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak...Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau" (Mat. 26:33, 35), tetapi tidak lama kemudian dia melanggar kata-katanya sendiri dan menyangkal Tuhannya sambil bersumpah? Maka, pada waktu Yesus bertanya untuk ketiga kalinya, Petrus hanya menjawab dengan rendah hati: "Tuhan, Tuhan tahu segala-galanya. Tuhan tahu saya mencintai Tuhan!" (Yoh. 21:17, BIMK).

 Hidup yang diubahkan..
Perubahan Petrus dan para murid lainnya semakin nyata setelah pengalaman pada hari Pentakosta. Roh Kudus telah membangunkan kembali kerohanian mereka, dan hasilnya adalah kehidupan yang diubahkan. Sehingga ketika Mahkamah Agama melarang mereka untuk mengabarkan tentang Yesus, mereka menjawab dengan lantang: "Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dialah yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan tangan kanan-Nya menjadi Pemimpin dan Juruselamat, supaya Israel dapat bertobat dan menerima pengampunan dosa. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia" (Kis. 5:29-32).

 Pena inspirasi menulis: "Ragi kebenaran bekerja secara rahasia, diam-diam, dan terus-menerus untuk mengubah jiwa. Kecenderungan-kecenderungan alamiah dilemahkan dan ditaklukkan. Pemikiran-pemikiran baru, perasaan-perasaan baru, dan motif-motif baru ditanamkan. Suatu ukuran tabiat ditetapkan--kehidupan Kristus. Pikiran diubahkan; kecakapan dibangkitkan kepada tindakan dalam garis-garis yang baru. Manusia tidak dianugerahi dengan kecakapan baru, melainkan kecakapan-kecakapan yang dia miliki itu disucikan. Hati nurani dibangunkan" (Ellen G. White, Review and Herald, 7 Juli 1904).

 Apa yang kita pelajari tentang kehidupan yang diubahkan?

1. Petrus adalah bukti nyata dari sebuah kehidupan yang diubahkan oleh Roh Kudus melalui kebangunan rohani. Dari seorang yang murtad karena menyangkal Tuhan berubah menjadi seorang yang rela mati bagi Tuhan.

2. Khotbah-khotbah yang menjamah, ayat-ayat Kitabsuci yang menyentuh, kesaksian-kesaksian yang menarik, dapat saja menghangatkan hati seseorang dan menimbulkan perasaan seperti semakin dekat dengan Tuhan. Tetapi tanpa perubahan dalam kehidupan semua perasaan itu adalah ilusi rohani.

3. Roh Kudus bekerja seperti angin yang hanya terlihat pada hasil yang diakibatkannya. Roh Kudus bekerja di dalam hati sanubari dan pikiran manusia, mempengaruhi dan menghasilkan kebangunan rohani, hasilnya terpantau melalui hidup yang berubah. Tanpa perubahan berarti tak ada kebangunan rohani.

2. HARGA SEPENGGAL IMAN (Penurutan Berbiaya Tinggi)

 Pengurapan Roh Kudus. Bagi murid-murid Yesus yang pertama, yang kemudian disebut sebagai rasul-rasul, Roh Kudus turun atas mereka tanpa perantara tetapi langsung dari surga dalam rupa "lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing" (Kis. 2:3). Dalam kasus murid-murid generasi kedua sesudah mereka, yaitu para diakon yang melayani jemaat, Roh itu turun ke atas mereka melalui rasul-rasul yang "berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka" (Kis. 6:6). Melalui pengurapan tersebut ketujuh pelayan jemaat tersebut berubah menjadi orang-orang yang penuh kuasa. Khusus bagi Stefanus dia menjadi seorang yang "penuh dengan karunia dan kuasa, mengadakan mujizat-mujizat dan tanda-tanda di antara orang banyak" (ay. 8). Bahkan Roh memberikan kepadanya hikmat dan akal budi sehingga ketika kaum Libertini mendebatnya dalam soal injil, Stefanus dapat membungkam mereka karena "tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara" (ay. 10).

 Kaum Libertini adalah keturunan Yahudi yang bermukim di mancanegara dan bekerja sebagai budak-budak bagi bangsa kafir tapi kemudian memperoleh kebebasan. Versi BIMK menerjemahkan "kaum Libertini" sebagai "Orang-orang Bebas." Meskipun mereka berdarah Yahudi tetapi sehari-hari mereka berbahasa Yunani dan memelihara ajaran Hellenisme. Peradaban Hellenistik merupakan budaya Yunani purba yang berkembang pesat ketika kerajaan Grika berada pada puncak kejayaannya sampai menjelang munculnya kerajaan Romawi, antara tahun 323-31 SM. Pada masa itu pengaruh kebudayaan Hellenisme meluas di Eropa dan Asia serta Afrika utara. Sebenarnya istilah Hellenisme dan Hellenistik baru populer pada pertengahan abad ke-19 dan merupakan konsep moderen untuk menjelaskan peradaban yang dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani purba selama empat abad terakhir sebelum Tarikh Masehi.

 "Dalam Kisah pasal 7, Stefanus mengkhotbahkan sebuah khotbah sangat bagus yang menguraikan tentang sejarah Israel. Dia menerangkan pengalaman dari Abraham, Ishak, Yakub, Yusuf, Musa, dan Salomo. Sepanjang seruannya itu Stefanus melukiskan kesetiaan Allah dalam perbandingan dengan pendurhakaan Israel. Stefanus mengakhiri khotbahnya dengan menuding bahwa pemimpin-pemimpin agama Israel melanggar perjanjian Allah dan menolak pengaruh Roh Kudus (Kis. 7:51-52)" [alinea kedua].

 Pengalaman teofania.

Karena kalah berdebat, kaum Libertini itu menghasut orang banyak dengan menuduh Stefanus telah "mengucapkan kata-kata hujat terhadap Musa dan Allah" (Kis. 6:11). Berita itu sampai ke telinga imam besar (kemungkinan besar adalah Kayafas) yang langsung memerintahkan penangkapannya untuk diadili dalam mahkamah agama. Tentu kita percaya bahwa ini adalah jalan Tuhan yang memberi kesempatan kepada Stefanus untuk berkhotbah dan menegur para pemimpin agama Yahudi. Khotbah yang berapi-api itu membuat imam besar dan para petinggi otoritas agama tersebut kebakaran jenggot. "Apabila mereka itu mendengar yang demikian, geramlah hatinya dan dikertakkannya giginya kepadanya" (Kis. 7:54).
    Tetapi Roh Kudus yang menguasai Stefanus tidak hanya memberikan kepadanya kemampuan dan keberanian untuk berdebat maupun berkhotbah serta menegur. Sebelum diseret keluar sidang pengadilan agama oleh massa yang marah untuk dirajam sampai mati, "Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah" (ay. 55). Bagi kalangan Kristen, pengalaman istimewa ini dikenal dengan istilah pengalaman teofania. Pengalaman serupa yang amat langka ini pernah dialami oleh nabi Yesaya (Yes. 6:1-3) dan juga Yohanes Pewahyu (Why. 4:1-5).

 "Stefanus telah berserah pada panggilan Tuhan dan setia kepada missi Allah, bahkan sampai mati. Meskipun mungkin tidak semua kita dipanggil untuk mati bagi iman kita, kita harus setia kepada Tuhan kita sehingga kalau kita memang dipanggil untuk itu kita tidak akan mundur, tetapi seperti Stefanus tetap setia sampai akhir. Bukan mustahil bahwa seseorang yang sedang membaca perkataan ini sekarang pada suatu hari kelak harus menyerahkan hidupnya dalam pekerjaan Tuhan" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang harga sebuah penurutan?

1. Selalu ada "harga" untuk sebuah penurutan. Katakanlah bahwa anda menjadi pengikut sebuah kelompok atau pun seorang pemimpin, selain kesetiaan anda juga harus setia kepada kelompok dan taat kepada pemimpin tersebut. Kesetiaan dan ketaatan terkadang berarti pengekangan keinginan dan kebebasan pribadi.

2. Menyangkut penurutan kepada Tuhan khususnya, harganya sangat mahal dan sering berupa kematian. Tuhan mempunyai missi, maka penurutan umat-Nya juga menyangkut kesetiaan melaksanakan missi tersebut. Pengorbanan dalam segala bentuk dan manifestasi adalah "harga" yang harus kita bayar sebagai umat Allah.

3. Karena tuntutan missi yang berat itu Allah telah menyediakan bantuan ilahi kepada setiap hamba-Nya, yakni kuasa Roh Kudus. Bahkan, Roh Kudus bukan saja melengkapi kita untuk melaksanakan missi Tuhan, tetapi juga mengubah kita untuk menjadi penurut yang taat.

3. BERTOBAT LEWAT CARA SPEKTAKULER (Ketika Roh Membuat Kejutan)

 Fanatisme seorang Saulus.

Sebenarnya kefanatikan bukan suatu hal yang selamanya buruk seperti dianggap banyak orang. Jika diterapkan dalam hal penurutan dan ketaatan terhadap keyakinan agama yang menyangkut diri sendiri, kefanatikan justeru adalah hal yang positif dan konstruktif. Kefanatikan menjadi hal yang negatif dan merusak kalau kita menerapkannya pada orang lain dengan sikap berpikir yang sempit, apalagi dengan mengatasnamakan agama lalu melakukan tindakan-tindakan anarkis yang merugikan dan mencelakakan orang lain. Fanatisme agama berbeda dari kesetiaan dan ketaatan terhadap agama. George Santayana, seorang filsuf Amerika asal Spanyol (1863-1952), menyebut fanatisme sebagai "melipatgandakan usaha anda ketika anda telah melupakan tujuan anda."

 Tampaknya, Saulus memiliki sikap fanatisme agama yang sempit, dan atas nama agama Yahudi lalu memburu dan menganiaya orang-orang Kristen. Dalam semangatnya yang berkobar-kobar untuk membasmi Kekristenan dia menghadap imam besar untuk memohon restu lalu berangkat ke Damaskus (Kis. 9:1-2). Kota ini terletak sekitar 200 Km dari Yerusalem ke arah timur laut yang biasanya ditempuh dalam enam hari berjalan kaki, dan tokoh muda kaum Farisi itu rela menempuh perjalanan sejauh itu untuk menunjukkan kesetiaannya pada apa yang diyakininya. Belakangan setelah bertobat lalu menjadi penginjil dan namanya berubah menjadi Paulus, ketika mengenang pengalamannya sebagai bekas penganiaya orang Kristen, dia berkata: "Saya malah begitu bersemangat sehingga saya menganiaya jemaat. Kalau dinilai dari segi hukum agama Yahudi, saya seorang baik yang tidak bercela" (Flp. 3:6, BIMK).

 "Meskipun Saulus sesat dalam penganiayannya yang ganas atas orang Kristen, dia mengira dia sedang melakukan kehendak Allah dalam menghadapi apa yang diyakininya sebagai sebuah sekte yang fanatik. Sementara Saulus berjalan ke Damaskus untuk menangkap orang-orang Kristen dan menyeret mereka kembali ke Yerusalem, Yesus secara dramatis mengejutkan dia. Pengalaman Saulus di Jalan Damaskus itu mengubah bukan saja kehidupannya tetapi hal itu juga mengubah dunia" [alinea pertama].



Allah bekerja melalui manusia. Ketika hampir tiba di Damaskus sekonyong-konyong terjadilah sesuatu. Saulus melihat cahaya yang sangat menyilaukan mata bersinar dari surga dan terdengarlah suara berkata, "Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?" (Kis. 9:4). Tampaknya peristiwa itu terjadi ketika Saulus bersama rombongan kecil pengiringnya hendak memasuki kota Damaskus. Akibat sorotan sinar yang tajam itu Saulus tidak dapat melihat dan hanya dengan dituntun dia diantar ke rumah seorang bernama Yudas di Jalan Lurus. Tiga hari lamanya kebutaan sementara itu bertahan dan sang penganiaya tidak makan dan minum (ay. 9). Selama penantiannya itu Saulus terus berdoa, dan dia beroleh penglihatan tentang seseorang bernama Ananias yang akan datang menumpangkan tangan ke atasnya dan mendoakan dia supaya dapat melihat lagi (ay. 12).

 Siapakah Ananias? Dia adalah anggota jemaat biasa, bukan seorang pemimpin atau pun tokoh gereja. Ini menunjukkan bahwa Allah suka menggunakan orang biasa untuk melaksanakan tugas-tugas penting bagi-Nya. Kalau yang diutus untuk melayani Saulus adalah seorang rasul atau salah satu dari murid-murid Yesus yang pertama mungkin Saulus akan menerima kabar selamat perantaraan manusia, tetapi dengan digunakannya seorang anggota jemaat biasa yang sederhana dan tidak fasih lidah maka Saulus seolah-olah menerima pekabaran itu langsung dari Tuhan. Begitu bertemu dengan Saulus, sambil menumpangkan tangannya Ananias berkata dengan polos: "Saulus, saudaraku, Tuhan Yesus, yang telah menampakkan diri kepadamu di jalan yang engkau lalui, telah menyuruh aku kepadamu, supaya engkau dapat melihat lagi dan penuh dengan Roh Kudus" (ay. 17). Seketika itu juga penglihatan Saulus pulih kembali lalu dibaptis.

 "Banyak yang mengira bahwa mereka bertanggungjawab hanya kepada Kristus saja untuk terang dan pengalaman mereka, terlepas dari pengikut-pengikut-Nya yang diakui di bumi ini. Yesus adalah sahabat orang-orang berdosa, dan hati-Nya tersentuh dengan duka mereka. Ia memiliki segala kuasa, baik di surga maupun di atas bumi; tetapi Ia menghargai sarana-sarana yang Dia telah urapi untuk pencerahan dan keselamatan manusia; Ia mengarahkan orang-orang berdosa ke gereja yang mana telah Ia jadikan saluran terang kepada dunia" [alinea kedua].

 Apa yang kita pelajari tentang cara kerja Roh Kudus yang mengejutkan?

1. Fanatisme itu bisa menyesatkan jika diaplikasikan dengan pikiran yang sempit, ditujukan kepada orang lain gantinya pada diri sendiri; fanatisme menjadi hal yang bersifat membangun kalau itu diterapkan pada diri sendiri dengan tujuan untuk menjadi lebih taat dan setia.

2. Tidak setiap pertobatan melewati peristiwa yang luar biasa seperti pengalaman Saulus, tetapi setiap pertobatan pada prinsipnya adalah sebuah peristiwa luar biasa. Setidaknya, setiap pertobatan manusia yang berdosa itu adalah ujud dari pekerjaan Roh Kudus yang luar biasa.

3. Allah menggunakan manusia sebagai alat untuk penginjilan dan saluran keselamatan. Banyak kali orang-orang yang digunakan Allah untuk maksud tersebut adalah orang-orang kebanyakan dan bersahaja. Tuhan dapat menggunakan orang biasa untuk hal-hal yang luar biasa.

4. SAMBUTAN TERHADAP ROH KUDUS (Kepekaan Pada Panggilan Roh)
  
   Pekerjaan Roh Kudus.

   Alkitab mengindikasikan bahwa Roh Kudus adalah salah satu dari Tritunggal ilahi (Mat. 28:19-20; 2Kor. 13:13), sebagai Pribadi ilahi yang tahu persis mengenai Allah (1Kor. 2:10-11), sudah bekerja bersama Allah pada waktu penciptaan (Kej. 1:1-3), dan memiliki kewenangan untuk memateraikan orang-orang yang akan selamat (Ef. 4:30). Bagi manusia Roh Kudus berfungsi untuk menghibur dan mengajar (Yoh. 14:26), menolong dalam kelemahan dan menjadi pengantara untuk doa kita (Rm. 8:26), menyucikan hati nurani (Ibr. 9:14), menguduskan kita (2Tes. 2:13), serta menjadi sumber kuasa dan karunia (1Kor. 12:10-11). Roh Kudus memimpin dan menuntun manusia (Gal. 5:18; Ef. 6:18; Mzm. 143:10), bahkan memimpin dan menuntun Yesus ketika berada di dunia ini (Mat. 4:1; Luk. 4:1).

    Sejak peristiwa di tengah jalan menuju Damaskus dan seterusnya Roh Kudus telah memainkan peran yang besar dalam kehidupan Paulus, khususnya ketika dia harus menghadap raja Agripa untuk mempertanggungjawabkan kegiatan penginjilannya. Raja ini adalah Herodes Agripa II, buyut dari Herodes Askalon atau Herodes yang Agung, seorang yang telah membunuh bayi-bayi pada waktu Yesus lahir; cucu dari Herodes Antipas yang terlibat dalam penyaliban Yesus dan yang telah memerintahkan pemenggalan kepala Yohanes Pembaptis; ayah dari Herodes Agripa I yang merestui penganiayaan atas orang-orang Kristen, dan atas perintahnya rasul Yakobus telah dipenggal kepalanya sehingga menjadi syuhada Kristen yang pertama. Jadi, Paulus sedang berhadapan dengan raja yang berasal dari satu dinasti atau keluarga yang sudah menunjukkan permusuhan terhadap Yesus Kristus dan para pengikut-Nya. Tetapi sang rasul tampil penuh percaya diri karena dikuasai dan dituntun oleh roh Kudus.

 Setelah berbicara panjang-lebar tentang latar belakang dan masa lalunya, Paulus kemudian mengungkapkan pengalaman dalam perjalanan ke Damaskus itu kepada sang raja. "Di seluruh pelayanannya Paulus telah dibimbing oleh Roh, diyakinkan oleh Roh, diajar oleh Roh, dan diberdayakan oleh Roh. Dalam pembelaannya di hadapan Raja Agripa dia menjelaskan penglihatan surgawi di Jalan Damaskus" [alinea pertama: dua kalimat pertama].

 Drama di ruang sidang. Audiensi di hadapan Raja Agripa adalah peluang istimewa yang tidak disia-siakan oleh Paulus. Kesempatan itu dimanfaatkannya bukan semata-mata untuk membela diri tetapi lebih terasa seperti sebuah khotbah yang membela Yesus Kristus dan kemesiasan-Nya. Sebelum mengakhiri pidato pembelaannya, yang juga disaksikan oleh dua petinggi dan pembantu terdekat raja, gubernur Bernike dan Festus, rasul Paulus dengan nada suara meyakinkan bertanya kepada raja, "Yang Mulia Baginda Agripa, apakah Baginda percaya akan apa yang dikatakan oleh nabi-nabi? Saya rasa Baginda percaya!" (Kis. 26:27, BIMK). Dapat dibayangkan suasana yang tiba-tiba menjadi tegang akibat pernyataan di luar dugaan yang Paulus lontarkan, sehingga raja berkata dengan nada tinggi, "Kau kira gampang membuat saya menjadi orang Kristen dalam waktu yang singkat ini?" (ay. 28). Terhadap ucapan Agripa itu Paulus menanggapi dengan tenang: "Dalam waktu yang singkat atau dalam waktu yang panjang...saya berdoa kepada Allah supaya Baginda dan Tuan-tuan semuanya yang mendengarkan saya hari ini dapat menjadi seperti saya -- kecuali belenggu ini, tentunya!" (ay. 29).

 Tampaknya doa dan harapan Paulus tidak terkabul sebab tidak ada catatan bahwa Raja Agripa II ini percaya kepada Yesus Kristus dan menjadi orang Kristen. Di sini kita melihat, pekerjaan dari Roh Kudus yang sama membawa hasil yang berbeda dalam kehidupan Paulus dan Agripa. Hal ini bukan karena Roh Kudus hanya berkuasa terhadap Paulus tetapi tidak terhadap Agripa, melainkan oleh sebab sambutan yang berbeda dari kedua orang itu. Kejadian yang sama dapat terjadi pada siapa saja ketika Roh Kudus berbisik, ada sebagian orang yang cukup peka untuk mendengar dan menerima bisikan itu, sebagian orang lagi tidak mendengar dan menolak.

 "Sangat berbeda dengan Paulus, Raja Agripa tidak tunduk kepada kuasa Roh Kudus yang meyakinkan. Kepentingan dirinya sendiri yang meningkat dan keinginan-keinginan cinta dirinya berlawanan dengan desakan Roh untuk suatu kehidupan yang baru di dalam Kristus...Sementara kita mengikuti tuntunan Roh Kudus dan berjalan di dalam terang kebenaran Allah, Ia akan terus menyatakan terang dan kebenaran lebih banyak lagi. Pada waktu yang sama juga, semakin kita menepis desakan Roh Kudus, semakin kita menolak Dia, akan semakin mengeras hati kita jadinya" [alinea kedua dan alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang pekerjaan Roh Kudus dan sambutan kita?

1. Roh Kudus selalu bekerja dengan kuasa penuh untuk mempengaruhi manusia, tetapi Roh Kudus tidak dapat memaksa seorangpun. Kepekaan kita terhadap bisikan Roh Kudus menentukan hasil akhir, apakah kita bertobat dan selamat atau mengeraskan hati dan binasa.

2. Paulus adalah bukti nyata tentang apa yang dapat dilakukan oleh Roh Kudus pada kehidupan seseorang yang menerima Dia. Roh Kudus tidak menahan apapun untuk diberikan kepada setiap orang yang menerima-Nya, segala hal yang diperlukan bagi pengalaman maupun keberhasilan rohaninya.

3. Hampir berarti tidak. Inilah yang terjadi pada raja Agripa yang nyaris bertobat oleh khotbah Paulus. Keselamatan adalah pilihan pribadi, suatu hal yang hanya bisa terjadi apabila kita bersedia mendengar dan menerima Roh Kudus yang bekerja di hati sanubari kita.

5. PERANAN ROH DALAM HIDUP YESUS (Penurutan yang Dituntun Roh)

 Roh Kudus menyanggupkan untuk menurut. Mana yang datang lebih dulu, keselamatan atau penurutan? Apakah seseorang diselamatkan lebih dulu baru menurut kepada Tuhan, atau dia harus menurut kepada Tuhan supaya selamat? Banyak orang yang beranggapan bahwa menurut kepada Tuhan adalah jalan untuk memperoleh keselamatan, tetapi Alkitab tidak mengajarkan demikian. Keselamatan adalah kasih karunia Allah di dalam Yesus Kristus yang diterima oleh iman (Ef. 2:8-9; Yoh. 20:31), tetapi Yesus sendiri berkata bahwa untuk tetap hidup kita harus menurut (Mat. 19:17). Sebab meskipun Yesus adalah Anak Allah dan sumber keselamatan namun ketika hidup di dunia ini Dia hidup dalam ketaatan kepada Allah (Ibr. 5:8-9), bahkan berkat ketaatan-Nya semua orang percaya dibenarkan (Rm. 5:17-19).

 Kalau penurutan itu penting, dapatkah kita terus taat dan menurut? Alkitab mengindikasikan bahwa Roh Kudus berperan dalam penurutan manusia terhadap perintah Allah. Melalui nabi-Nya Allah berfirman, "Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya" (Yeh. 36:27). Rasul Paulus berkata, "Karena kalau kalian hidup menurut tabiat manusia, maka kalian akan mati; tetapi kalau dengan kuasa Roh Allah, kalian terus saja mematikan perbuatan-perbuatanmu yang berdosa, maka kalian akan hidup. Orang-orang yang dibimbing oleh Roh Allah, adalah anak-anak Allah" (Rm. 8:13-14, BIMK). Itulah sebabnya sang rasul menasihati supaya kita hidup di dalam Roh agar dapat mengalahkan keinginan daging yang berlawanan dengan keinginan Roh (Gal. 5:16-17). "Janganlah padamkan Roh," tambahnya (1Tes. 5:19).

 Alkitab mengatakan tentang kondisi manusia, "Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah" (Rm. 3:23; huruf miring ditambahkan). Kata asli yang diterjemahkan dengan "kemuliaan" di sini adalah δόξα, doxa, sebuah kata benda feminin yang artinya "pendapat" atau "pertimbangan" atau "pandangan." Jadi, kehilangan "kemuliaan Allah" berarti kehilangan kemampuan untuk menilai atau mempertimbangkan sesuatu dari sudut pandang ilahi. Atau, katakanlah, dosa telah menghilangkan kapasitas berpikir manusia untuk membedakan antara yang baik dan yang jahat menurut pandangan Allah. Bahkan, akibat dosa kita tidak sanggup lagi menghargai nilai diri kita sendiri sebagaimana Allah menilai diri kita. Hanya dengan bimbingan Roh Kudus maka anda dan saya dapat menghargai nilai kita, dan dengan demikian menghargai pengorbanan Yesus untuk menebus kita.

 Keteladanan Yesus.

"Roh Kudus memainkan peran utama dalam setiap aspek kehidupan Yesus. Dia lahir dari kandungan yang 'terjadi oleh kuasa Roh Allah' (BIMK) dan 'Roh Allah turun...ke atas-Nya' waktu dibaptis--yaitu kelahiran pelayanan-Nya (Mat. 1:20; 3:16-17; Kis. 10:34-38). Sepanjang hidup Kristus, Dia telah menurut kepada kehendak Bapa (Yoh. 8:29, Ibr. 10:7)" [alinea pertama]. Kehidupan Yesus tidak pernah terlepas dari peran Roh Kudus, dari kelahiran sampai kematian-Nya. Kalau Yesus saja dituntun oleh Roh Kudus selama hidup-Nya di dunia ini, bagaimana dengan anda dan saya?

 Pena inspirasi menulis: "Bilamana seorang menolak dosa, yaitu pelanggaran hukum, maka kehidupannya akan diselaraskan dengan hukum itu, ke dalam penurutan yang sempurna. Ini adalah pekerjaan Roh Kudus. Terang dari firman yang dipelajari dengan saksama, suara hati nurani, perjuangan Roh, menghasilkan di dalam hati kasih sejati bagi Kristus yang telah menyerahkan Diri-Nya sebagai suatu kurban yang seutuhnya untuk menebus manusia seutuhnya, badan, jiwa dan roh. Dan kasih dinyatakan dalam penurutan" (Ellen G. White, Testimonies for the Church, jld. 6, hlm. 92).

 "Yesus adalah hamba terhadap kehendak Bapa. Ia 'merendahkan diri-Nya' dan menjadi 'taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib' (Flp. 2:8). Yesus memberi suatu teladan tentang kehidupan yang dipenuhi dengan Roh Kudus itu seperti apa. Itu adalah suatu kehidupan penurutan yang rela dan kepatuhan yang rendah hati kepada kehendak Bapa. Itu adalah sebuah kehidupan penuh doa yang dibaktikan bagi pengabdian dan pelayanan, suatu kehidupan yang disita oleh kerinduan penuh semangat untuk melihat orang lain diselamatkan dalam kerajaan Bapa" [alinea ketiga].

 Apa yang kita pelajari tentang peranan Roh Kudus dalam kehidupan Yesus?

1. Penurutan adalah buah dari keselamatan. Kalau saya belum diselamatkan, untuk apa saya menurut kepada Tuhan? Kesadaran bahwa kita sudah selamat di dalam Yesus Kristus mendorong kita untuk menurut kepada-Nya dan taat kepada perintah-Nya.

2. Penurutan sejati tidak pernah dihasilkan oleh keinginan dan usaha kita sendiri, itu adalah berkat kuasa Roh Allah yang ditanamkan ke dalam hati kita yang sudah dijadikan baru. Allah memberi kepada kita hati dan roh baru yang taat menggantikan hati yang keras (yeh. 11:19; 36:26).

3. Hidup Yesus selama di dunia ini adalah suatu kehidupan yang dituntun dan dikuasai oleh Roh Kudus. Lahir oleh Roh Kudus, diurapi oleh Roh Kudus, menurut oleh Roh Kudus, dan mati dalam Roh Kudus. Sebagai pengikut Kristus kita juga harus menjalani kehidupan yang dituntun dan dikuasai oleh Roh Kudus.

PENUTUP
   Janji Roh Kudus.

  Beberapa waktu sebelum Yesus menjalani kematian-Nya di kayu salib, Ia telah berjanji kepada murid-murid akan mengirim "Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku" (Yoh. 14:26). Janji itu telah digenapi tidak lama setelah Yesus diangkat ke surga, empat puluh hari sesudah kebangkitan-Nya.  Roh Kudus menjalankan berbagai fungsi dalam kehidupan Yesus maupun para pengikut-Nya di kemudian hari. Roh Kudus masih bekerja hingga hari ini. Masalahnya, apakah anda dan saya bersedia menerima Roh Kudus menguasai dan menuntun hidup kita atau tidak.

 "Janji akan Roh Kudus tidak terbatas pada usia atau ras tertentu. Kristus menyatakan bahwa pengaruh ilahi dari Roh-Nya harus bersama para pengikut-Nya sampai akhir. Dari Hari Pentakosta hingga sekarang ini, Penghibur itu telah diutus kepada semua yang sudah menyerahkan diri mereka sepenuhnya kepada Tuhan dan kepada pelayanan-Nya. Bagi semua yang sudah menerima Kristus sebagai Juruselamat pribadi, Roh Kudus telah datang sebagai penasihat, pengudus, pembimbing, dan saksi" [alinea kedua: empat kalimat pertama].

 "Oleh sebab itu, ketahuilah, apabila orang berbuat dosa dan mengucap penghinaan terhadap Allah ia dapat diampuni! Tetapi kalau ia menghina Roh Allah, ia tidak dapat diampuni! Apabila orang mengatakan sesuatu menentang Anak Manusia, ia dapat diampuni, tetapi apabila ia menghina Roh Allah, ia tidak dapat diampuni, baik sekarang maupun di akhirat!" (Mat. 12:31-32, BIMK).

SUMBER:
1. Mark Finley, Kebangunan Rohani dan Pembaruan.
2. Loddy Lintong, California-U.S.A.





Kamis, 01 Agustus 2013

Apakah Retreat itu ?

Why is making a retreat important?
"Come away by yourselves to a deserted place and rest a while."  Mark 6:31

Menurut pengertian tiap kata retreat terbagi menjadi re dan treat. Re adalah mengulang/ mengembalikan dan treat adalah perlakuan, sehingga retreat adalah sesuatu yang membuat seseorang pulih kembali atau membuat hidup lebih baru lagi.

Definisi dari Wikipedia sendiri adalah suatu kesempatan untuk sementara waktu menjauhkan diri sendiri dari lingkungan biasanya dan belajar mengolah hidup rohani.
Tujuan dari retreat itu sendiri adalah menyadari diri, menemukan jati diri dan yang paling penting adalah mengenal Tuhan dan sesama

Dari alkitab kita dapat melihat, bahwa retreat ada dalam Markus 6 : 30 – 34, 45 – 46, yang isinya Tuhan Yesus menarik diri pergi ke tempat yang sunyi bersama murid-murid-Nya. Tuhan Yesus melakukan retreat untuk berhenti sejenak dari pekerjaan-Nya melayani pengikut Kristus, merenungkan apa yang telah dilakukan, merenungkan karya Tuhan dan memperoleh kesegaran agar kembali bersemangat untuk bekerja.

Manfaat dari retreat itu sendiri adalah memberikan kesempatan untuk beristirahat secara fisik dan psikis dan menyegarkan kembali akibat kesibukan, supaya tidak terjebak dalam rutinitas tanpa makna tujuan hidup, menyadari keberadaan Tuhan dan berkesempatan mendengar suara Tuhan.

KAMI MENGUCAPKAN :SELAMAT MENGADAKAN RETREAT, TUHAN MEMBERKATI!


Senin, 29 Juli 2013

Kebutuhan Dasar Kebahagiaan Rumah Tangga.

    Kriteria kebahagiaan sebuah rumah tangga / keluarga ditentukan oleh bermacam - macam faktor, namun yang pasti kebahagiaan sebuah rumah tangga itu ditentukan oleh kebahagiaan lahir maupun batin, artinya selama rumah tangga hanya mengalami kebahagiaan secara lahiriah saja maka belum dapat disebut bahagia.  Cukup sandang, pangan dan papan saja belum bisa masuk kriteria bahagia, keluarga tersebut harus juga mengalami kebahagiaan secara batiniah barulah lengkap memenuhi unsur kebahagiaan.  Memang untuk mencari keluarga yang ideal itu tidak mudah, apalagi keluarga yang sempurna, namun kriteria - kriteria pendukung sebuah bahagia bisa dipenuhi atau diusahakan.  Dalam pandangan agama kristen, keluarga bahagia itu bisa terjadi apabila mereka mempraktekkan ajaran cinta kasih Yesus kristus yang menjadi dasar membangun sebuah rumah tangga bahagia.     Dengan demikian kriteria sebuah keluarga bahagia itu adalah apabila telah terpenuhi kebutuhan dasar seperti sandang, pangan dan papan tetapi sekaligus juga kebutuhan keagamaan, kebutuhan sosial keagamaan maupun kemasyarakatan.

TOLOK UKUR KEBAHAGIAAN SEBUAH KELUARGA
  
    Kebahagiaan sebuah keluarga itu bisa diukur berdasarkan apa yang dilihat, apa yang dirasakan dan apa yang dialami atau realitas nyata sehari - hari.  Rumah tangga bahagia itu terjadi apabila keharmonisan keluarga ( suami, istri, anak - anak ) benar - benar dialami dan dirasakan, terutama kebutuhan - kebutuhan dasarnya atau kebutuhan pokoknya sehari - hari.  Kebutuhan - kebutuhan dasar tersebut diantaranya :

1. Terpenuhinya kebutuhan pangan.                     

   Kebutuhan akan makan adalah syarat utama bagi kehidupan manusia baik bagi pasangan yang akan membangun sebuah keluarga atau yang sudah berkeluarga sekalipun.  Bagaimana mungkin sebuah rumah tangga / keluarga akan mengalami kebahagiaan apabila kebutuhan dasarnya saja tidak terpenuhi.  Malah tidak tercukupnya kebutuhan pangan sebaliknya bisa menimbulkan ketidak bahagiaan sebuah rumah tangga.

2. Terpenuhinya sebuah sandang.             

   Kebutuhan sandang merupakan kebutuhan dasar bagi manusia beradab dimanapun dan kapanpun, karena selama manusia berada di bumi ini maka kebutuhan sandang itu akan menjadi hal yang mendasar, bahkan di dalam dunia modern ini kebutuhan akan sandang telah menjadi kebutuhan  yang mempunyai kedudukan penting dalam pergaulan sosial.

3. Terpenuhinya kebutuhan papan ( tempat tinggal ).    

   Rumah bagi keluarga merupakan kebutuhan yang sangat - sangat mendasar sebagai tempat tinggal atau berkumpul / pertemuan seluruh anggota keluarga.  Dapat dibayangkan bagaimana sebuah keluarga ( suami, istri, anak - anak ) hidup tanpa memiliki rumah tempat mereka berlindung dari panas dan hujan, karena itu sebuah keluarga bisa disebut bahagia kalau mereka memiliki tempat tinggal untuk hidup bersama ( bandingkan keluarga - keluarga yang tinggal di bawah kolong jembatan ).

4. Terpenuhinya kebutuhan akan kesehatan.      

   Kebutuhan akan kesehatan merupakan syarat penting dalam membangun kebahagiaan sebuah keluarga karena tidak mungkin ada kebahagiaan kalau keluarga itu tidak sehat atau sering sakit - sakitan, karena itu kesehatan tidak bisa diabaikan apabila sebuah keluarga ingin mencapai tingkat kebahagiaan yang memadai.  Di negara - negara maju kebutuhan akan kesehatan atau hidup sehat merupakan prioritas utama dalam keluarga.  Hal ini ditandai dengan masing - masing keluarga memiliki dokter keluarga sehari - hari.

5. Terpenuhinya kebutuhan akan pendidikan.     

   Pendidikan merupakan syarat penting dalam keluarga apabila keluarga itu mau disebut keluarga bahagia, karena dengan pendidikan yang baik, besar kemungkinan tingkat kesejahteraan keluarga akan lebih baik.  Dengan demikian kesejahteraan keluarga yang baik akan menunjang kebahagiaan di dalam keluarga.  Pendidikan bagi negara maju merupakan kebutuhan penting dalam membangun dan menunjang kesejahteraan negaranya.

6. Terpenuhinya kebutuhan biologis.         

   Kebutuhan biologis atau seks merupakan kebutuhan dasar bagi sebuah rumah tangga yang ingin mengalami kebahagiaan.  Dalam banyak pengalaman hidup rumah tangga karena unsur kebutuhan biologis tidak terpenuhi maka sering terjadi pertengkaran suami / istri yang membawa masalah di dalam rumah tangga / keluarga.  Bahkan kadang kala kebutuhan biologis / seks menjadi sumber pecahnya sebuah keluarga atau perselingkuhan dan kemudian perceraian.

7. Terpenuhinya kebutuhan akan ketenangan hidup.    

   Sekalipun sebuah keluarga cukup makan, cukup papan dan sandang tetapi apabila tidak ada ketenangan di dalam hidup maka akan menjadi sumber perpecahan dan masalah yang merongrong keutuhan dan kebahagiaan di dalam keluarga.  Sebab itu faktor ketenangan batin di dalam kehidupan rumah tangga itu merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi keluarga kalau mau disebut keluarga bahagia.  Ketenangan batin itu tidak akan datang  sendirinya tetapi harus diciptakan, diusahakan dan direbut oleh kedua pihak baik suami maupun istri.

   Semoga kita dapat memperhatikan ke tujuh kebutuhan dasar untuk mencapai kebahagiaan Rumah Tangga ini dan boleh bermanfaat bagi keluarga kita.  Hms.