Jumat, 13 September 2013

Bertumbuh Kepada Kedewasaan Rohani.



REFORMASI : "KERELAAN UNTUK BERTUMBUH DAN BERUBAH"                   PENDAHULUAN

Bertumbuh berarti berubah.

   Beberapa bulan lalu lima siswi SMP kelas 3 di Denmark melakukan ekperimen ilmiah sederhana mengenai pengaruh radiasi terhadap manusia. Mereka penasaran karena setiap kali tidur di malam hari dengan ponsel (telpon seluler) atau HP diletakkan dekat kepala, keesokan harinya mereka pasti mengalami kesulitan berkonsentrasi di kelas. Karena sekolah tidak memiliki perlengkapan laboratorium yang memadai untuk penelitian tersebut, mereka alihkan eksperimen untuk mengetahui efek radiasi terhadap tumbuhan. Enam pot tanaman sejenis seledri (Lepidium sativum) diletakkan di sebuah ruangan dengan dua router (alat pemancar wi-fi untuk koneksi internet)--yang dalam perhitungan mereka kekuatasan radiasinya setara dengan yang dipancarkan oleh ponsel--dan enam pot tanaman serupa ditempatkan dalam ruangan lain yang hampa radiasi. Setelah 12 hari mereka menemukan bahwa semua tanaman yang terpapar radiasi bukan saja tidak bertumbuh tapi banyak yang mati, sedangkan semua tanaman yang ditaruh dalam ruangan bebas radiasi bertumbuh normal. (Lihat di sini---> http://www.mnn.com/health/healthy-spaces/blogs/student-science-experiment-finds-plants-wont-grow-near-wi-fi-router).

    Kita hidup di sebuah planet yang isinya secara alamiah selalu bertumbuh, bahkan alam semesta di mana planet Bumi menjadi bagian juga terus bertumbuh. Kehidupan identik dengan pertumbuhan, dan pertumbuhan selalu membawa perubahan. Secara alamiah setiap makhluk hidup di bumi ini dibekali dengan potensi dan naluri untuk bertumbuh sampai kepada tahap yang optimal. Sebagai manusia kita bertumbuh dalam berbagai aspek kehidupan sampai mencapai kedewasaan penuh dan seutuhnya. Bayi yang baru lahir harus bertumbuh karena secara fisik maupun mental belum dewasa dan matang, jika bayi itu tidak bertumbuh berarti ada hal yang tidak beres. Tumbuhan dan tanaman juga harus bertumbuh, kalau tidak bertumbuh pasti ada sesuatu yang salah. Ada berbagai faktor yang dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan fisiologis pada semua makhluk hidup.

    Dalam kehidupan sebagai orang Kristen pertumbuhan rohani adalah hal yang paling penting. Namun, berbeda dari pertumbuhan fisik yang dalam keadaan normal terjadi secara alamiah dan spontan, pertumbuhan rohani bergantung sepenuhnya pada kemauan seseorang. Anda tidak akan pernah mengalami kedewasaan rohani kalau anda tidak ingin bertumbuh secara rohani. Tidak seperti bayi yang badannya pasti bertumbuh selama dia diberi makanan bergizi secara teratur, atau tanaman yang mendapat cukup air dan sinar matahari di tanah yang subur pasti akan bertumbuh menjadi besar, pertumbuhan rohani belum tentu terjadi meski kepada kita dijejali dengan khotbah-khotbah maupun bacaan-bacaan berbobot rohani yang tinggi sekalipun. Bertumbuh secara rohani adalah pilihan pribadi seorang Kristen, berdasarkan kerinduan rohaninya sendiri.
    "Suatu kebangunan baru sekadar membangkitkan kembali kerinduan-kerinduan rohani yang lebih dalam. Hal itu meningkatkan kerinduan rohani kita sementara hati kita ditarik lebih dekat kepada Tuhan melalui dorongan Roh Kudus. Kebangunan baru tidak berarti bahwa kita belum memiliki pengalaman dengan Yesus sebelumnya; justeru hal itu memanggil kita kepada suatu pengalaman yang lebih dalam dan lebih kaya. Reformasi menyerukan kepada kita untuk bertumbuh dan berubah. Hal itu mendesak kita untuk maju melampaui keadaan yang tetap secara rohani. Hal itu mengajak kita untuk memeriksa kembali kehidupan kita di bawah terang nilai-nilai alkitabiah dan membiarkan Roh Kudus memberdayakan kita untuk mengadakan sesuatu perubahan yang diperlukan demi untuk hidup dalam penurutan kepada kehendak Allah" [alinea kedua].

1. PERTUMBUHAN ROHANI SEBAGAI PROSES (Anugerah untuk Bertumbuh)

 Bertumbuh dalam tabiat Kristiani.

   Adegan 1: Sehari setelah Yesus dimuliakan di atas gunung--ketika itu wajah-Nya berubah rupa dan "bercahaya seperti matahari" (Mat. 17:2) dengan ditemani Musa dan Elia--Ia mengajak murid-murid turun gunung untuk kembali ke Yerusalem. Perjalanan itu melewati sebuah desa di wilayah Samaria dan Yesus ingin mampir, tetapi penduduk desa itu menolak sehingga memicu amarah murid-murid. "Tuhan, apakah Tuhan mau kami minta api turun dari langit, seperti yang dilakukan Elia, untuk membinasakan orang-orang ini?" (Luk. 9:54, BIMK). Jangan lupa, dua minggu sebelumnya murid-murid itu baru saja mengalami pengalaman luar biasa. Mereka telah diberi kuasa oleh Yesus untuk mengusir setan dan menyembuhkan penyakit sebagai pembekalan untuk penginjilan (ay. 1-2), dan mereka masih teringat pesan Yesus bahwa di tempat mana mereka tidak diterima maka mereka harus kebaskan kaki sebagai tanda peringatan atas kota itu (ay. 5).

    Dalam pekan yang sama itu juga mereka telah menyaksikan kuasa Yesus memberi makan ribuan orang hanya dengan lima potong roti dan dua ikan. Semua ini tampaknya telah menimbulkan rasa bangga dan percaya diri berlebihan di hati murid-murid sehingga mereka jadi lebih galak. Bukankah sikap serupa juga biasa terlihat dalam diri seseorang yang dekat dengan tokoh penting, apalagi penguasa atau "calon penguasa" sehingga merasa ikut kecipratan kekuasaan? Waktu itu murid-murid juga sangat yakin bahwa Yesus dengan segala kehebatan kuasa-Nya dalam waktu dekat bakal menjadi pemimpin bangsa Yahudi yang disegani. Mereka belum mengerti missi Yesus yang sebenarnya, dan tidak menyadari bahwa menjadi pengikut Yesus berarti juga mengikuti kelembutan tabiat-Nya. Tetapi Yesus menegur mereka, "Kalian tidak tahu Roh mana yang menguasai kalian; sebab Anak Manusia tidak datang untuk membinasakan nyawa orang, melainkan untuk menyelamatkannya" (ay. 55, BIMK).

    Adegan 2: Dalam perjalanan ke Yerusalem itu Yesus mengungkapkan kepada murid-murid apa yang bakal terjadi pada diri-Nya, yaitu bahwa Dia akan "diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati" (Mat. 20:17-19). Entah mengapa waktu itu Yakobus dan Yohanes melibatkan ibu mereka untuk mengejar ambisi mereka sehingga Ibu Zebedeus ini datang menghadap Yesus sambil membawa kedua putranya itu untuk minta posisi. "Saya ingin kedua anak saya ini duduk di kiri dan kanan Bapak apabila Bapak menjadi Raja nanti," pintanya (Mat. 20:21, BIMK). Terhadap permintaan itu Yesus langsung menanggapi, tetapi tidak ditujukan kepada sang ibu melainkan kepada kedua murid tersebut. "Kalian tidak tahu apa yang kalian minta," kata Yesus kepada mereka. "Sanggupkah kalian minum dari piala penderitaan yang harus Aku minum?" "Sanggup," jawab mereka. Yesus berkata, "Memang kalian akan minum juga dari piala-Ku. Tetapi mengenai siapa yang akan duduk di kiri dan kanan-Ku, itu bukan Aku yang berhak menentukan. Tempat-tempat itu adalah untuk orang-orang yang sudah ditentukan oleh Bapa-Ku" (ay. 22-23, BIMK).

    "Yakobus dan Yohanes memiliki kekurangan tabiat yang serius. Mereka tidak siap untuk mewakili kasih Kristus kepada dunia. Mereka yang kehidupannya sendiri belum diubahkan belum memenuhi syarat untuk memberitakan satu pekabaran tentang kasih karunia kepada orang-orang lain...Kendatipun ada kecacatan tabiat mereka yang serius, Yakobus dan Yohanes rindu menyatakan tabiat Yesus dengan lebih sempurna. Mereka rindu untuk transformasi dan reformasi dalam sikap-sikap mereka sendiri. Pertumbuhan dan perubahan adalah bagian dari pengalaman Kristiani kita" [alinea kedua dan ketiga; garis bawah ditambahkan].

 Bertumbuh melalui penurutan dan kasih.

    Tidak seorang pun yang begitu menjadi orang Kristen saat itu juga berubah menjadi seorang yang tabiatnya sempurna. Baptisan mengubah status seseorang di hadapan Allah secara instant (seketika), dari orang berdosa menjadi orang yang dosa-dosanya diampuni, tetapi baptisan tidak mengubah tabiat orang itu. Pengampunan dosa adalah sepenuhnya wewenang Allah yang terjadi seketika dan sekaligus; perubahan tabiat adalah pergumulan manusia dengan bantuan kuasa Allah, berlangsung secara bertahap dari waktu ke waktu sesuai kemauan dan tekad manusia itu sendiri. Pertumbuhan tabiat Kristiani adalah sebuah proses yang berkelanjutan.

    Perubahan tabiat juga merupakan pengalaman Yohanes, murid yang dulunya berambisi itu. Tampaknya murid yang kekasih ini telah berhasil menumbuhkan tabiat Kristianinya melalui pengenalan akan Allah dan penurutan. Katanya menasihati: "Dan inilah tandanya, bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui bahwa kita ada di dalam Dia" (1Yoh. 2:3-5; garis bawah ditambahkan).

    Selain penurutan pada perintah-perintah Tuhan, rasul Yohanes juga menyoroti soal kasih. "Barangsiapa berkata bahwa ia berada di dalam terang, tetapi ia membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan sampai sekarang. Barangsiapa mengasihi saudaranya, ia tetap berada di dalam terang, dan di dalam dia tidak ada penyesatan. Tetapi barangsiapa membenci saudaranya, ia berada di dalam kegelapan dan hidup di dalam kegelapan" (ay. 9-11). Dia menyebut penurutan kepada firman sebagai perintah lama (ay. 7), dan perintah tentang mengasihi sesama itu sebagai perintah baru (ay. 8). Dia menyebut saling mengasihi itu sebagai "perintah baru" berdasarkan perkataan Yesus yang pernah ditulisnya sendiri, "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi" (Yoh. 13:34). Inilah hakikat menjadi pengikut Kristus, yakni menurut kepada firman-Nya dan saling mengasihi sebagai sesama murid Yesus.

    Apa yang kita pelajari tentang pertumbuhan rohani sebagai orang Kristen?

1. Bertumbuh secara rohani adalah ciri tabiat orang Kristen. Kita bertumbuh kepada keserupaan dengan Kristus karena itulah kodrat sebagai pengikut Kristus (Rm. 8:29), yaitu kepada kemuliaan tabiat yang berasal dari Tuhan supaya "kita diubah menjadi serupa dengan gambar-Nya" (2Kor. 3:18).

2. Pertumbuhan rohani adalah sebuah proses dalam diri manusia, dan merupakan perpaduan dari kemauan manusia dengan pertolongan kuasa Allah. Pertumbuhan tabiat yang menuju kepada keserupaan dengan Kristus adalah proses yang berlangsung secara bertahap dan terus meningkat.

3. Dalam pengalaman pribadi rasul Yohanes, dari seorang murid yang ambisius dan mementingkan diri menjadi seorang pengikut Kristus yang rela berkorban dan menyangkal diri, proses pertumbuhan tabiat itu adalah melalui penurutan kepada firman Tuhan termasuk mempraktikkan sifat saling mengasihi.

2. BERTUMBUH ADALAH PILIHAN (Kuasa Memilih)

 Memilih untuk berubah.

    Kekristenan itu soal hidup yang berubah, dan perubahan hidup secara rohani adalah sebuah pilihan. Anda tidak dapat menjadi seorang Kristen sejati tanpa kesediaan untuk berubah. Pada saat kita menerima Yesus dan percaya kepada-Nya maka terjadilah suatu transformasi dalam diri kita, yaitu perubahan dari "manusia lama" menjadi "manusia baru" (Kol. 3:3-10). Rasul Paulus juga menulis, "Orang yang sudah bersatu dengan Kristus, menjadi manusia baru sama sekali. Yang lama sudah tidak ada lagi -- semuanya sudah menjadi baru" (2Kor. 5:17, BIMK; garis bawah ditambahkan).

 "Perubahan datang pada titik pilihan. Reformasi terjadi sementara kita memilih untuk berserah kepada kuasa Roh Kudus yang meyakinkan serta menyerahkan kemauan kita kepada kehendak Allah. Allah tidak pernah akan memaksakan atau memanipulasi keinginan kita. Ia menghormati kebebasan kita. Roh-Nya mempengaruhi pikiran kita, meyakinkan hati kita, dan mendorong kita untuk berbuat yang benar, tetapi pilihan untuk menyambut bujukan Roh Kudus itu selalu dan hanya milik kita" [alinea pertama].

 Mengusahakan perubahan.

   Dalam surat penggembalaannya kepada jemaat di kota Filipi, rasul Paulus menulis: "Hai saudara-saudaraku yang kekasih, kamu senantiasa taat; karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar, bukan saja seperti waktu aku masih hadir, tetapi terlebih pula sekarang waktu aku tidak hadir, karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan" (Flp. 2:12-14; garis bawah ditambahkan).
   Dalam bahasa asli PB (bahasa Grika), frase yang diterjemahkan dengan "tetaplah kerjakan keselamatanmu" dalam ayat di atas adalah κατεργάζομαι ἑαυτοῦ σωτηρία, katergazomai heautou sōtēria, yang diterjemahkan oleh Alkitab versi Bahasa Indonesia Masa Kini (BIMK) dengan "berusahalah terus supaya kesejahteraanmu menjadi sempurna." Kata sōtēria di sini adalah sebuah kata-benda feminin bermakna jamak yang juga dapat berarti "meluputkan" dari tangan musuh (Luk. 1:71) atau "membebaskan" dari penindasan (Kis. 7:25), bahkan digunakan pula dalam pengertian "menyelamatkan" dari gangguan masalah fisik (Kis. 27:34). Paulus tidak bermaksud mendorong orang-orang Kristen di Filipi agar mengusahakan sendiri keselamatan mereka, sebab hal itu akan bertentangan dengan Injil sebagai anugerah keselamatan secara cuma-cuma dari Allah sebagaimana diajarkannya selama ini. Tetapi maksudnya di sini ialah agar mereka, sebagai orang Kristen, berjuang untuk "mengaktifkan" setiap manfaat keselamatan yang telah mereka peroleh dengan cuma-cuma itu.

 Dalam konteks ini, dan sesuai dengan maksud tersebut, Paulus menegaskan bahwa sebagai orang Kristen kita tidak akan berjuang sendirian untuk "mengaktifkan setiap manfaat keselamatan" yang kita miliki itu. Gantinya, "Allahlah yang mengerjakan" dalam diri kita "kemauan maupun pekerjaan" demi perubahan itu. Dalam perkataan lain, perubahan adalah perpaduan dari usaha manusia dan kuasa Allah. Kita tidak akan pernah berhasil untuk berubah tabiat sehingga menjadi serupa dengan tabiat Kristus atas usaha kita sendiri saja tanpa bantuan kuasa Allah, tetapi kuasa Allah itu juga tidak akan pernah diberikan kepada orang yang tidak mau berusaha untuk berubah. Sekali lagi, perubahan tabiat adalah ikhtiar kita sebagai manusia yang mau berubah, tapi keberhasilannya adalah berkat bantuan kuasa Roh Allah. "Mustahil bagi kita untuk mengusahakan apa yang Allah belum kerjakan. Sementara Ia bekerja di dalam diri kita melalui kuasa supra-alami-Nya, kita sanggup membuat pilihan untuk 'mengusahakan' melalui hidup kita anugerah dan kekuatan yang Ia telah kerjakan dalam hidup kita" [alinea kedua].

    Kerjasama ilahi dan manusiawi. Keselamatan yang disediakan Allah dan ditawarkan secara gratis kepada semua manusia adalah keselamatan yang sudah disempurnakan di dalam Yesus Kristus (Ibr. 5:8-10; 7:25; 2Kor. 12:9; Yak. 1:17). Namun demikian, buah-buah dari keselamatan itu masih harus dihasilkan dalam diri kita. Yesus berkata, "Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan...Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api" (Mat. 3:8, 10; garis bawah ditambahkan). Keselamatan adalah hasil dari pertobatan, dan pertobatan sejati harus dibuktikan dengan tabiat yang sudah berubah sebagai buah dari pertobatan itu.

 "Reformasi terjadi sementara kita bekerjasama dengan Allah oleh memilih untuk menyerahkan kepada-Nya segala sesuatu yang Roh Kudus tunjukkan sebagai hal-hal yang tidak selaras dengan kehendak-Nya. Kecuali kita membuat pilihan-pilihan itu (terkadang pilihan-pilihan yang sangat berat juga), maka perubahan rohani yang positif tidak akan terjadi" [alinea keempat].

 Apa yang kita pelajari tentang perubahan tabiat sebagai pilihan manusia?

1. Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang berubah menuju kesempurnaan tabiat. Perubahan tabiat adalah bukti dari pertumbuhan kerohanian, dan perubahan itu adalah pilihan setiap orang secara pribadi. Allah tidak pernah memaksakan perubahan tabiat dalam diri orang yang tidak mau tabiatnya berubah.

2. Perubahan tabiat dihasilkan oleh perpaduan dari kesediaan untuk berubah dan bantuan kuasa Roh Allah yang mengubahkan. Sebagai manusia, sekalipun sudah menjadi orang Kristen dan percaya bahwa semua dosa sudah diampuni, anda dan saya tidak sanggup untuk berubah atas kemampuan diri sendiri.

3. Keselamatan merupakan hasil pertobatan, dan pertobatan dibuktikan dengan perubahan tabiat. Roh Kudus menyatakan kepada kita sifat-sifat buruk apa saja yang harus dibuang dari tabiat kita, dan Roh Kudus itu juga menyediakan kuasa bagi kita untuk mengikis habis sifat-sifat itu. Inilah bentuk kerjasama ilahi dan manusiawi.

3. PENGALAMAN PETRUS DAN TOMAS (Percaya Diri dan Keraguan)
   Petrus yang terlalu spontan .

   Kehidupan duniawi selalu berbeda konsep dengan kehidupan rohani. Contoh: dalam kehidupan duniawi seorang disebut dewasa kalau dia bisa mengatur diri sendiri secara mandiri; dalam kehidupan rohani semakin dewasa seseorang justeru dia semakin bergantung pada Tuhan. Begitu juga, dalam kehidupan duniawi rasa percaya diri adalah hal yang positif; dalam kehidupan rohani rasa percaya diri bisa menjadi hal yang negatif.

 Petrus adalah salah satu murid Yesus yang terkenal dengan rasa percaya dirinya yang tinggi, dibandingkan dengan murid-murid lain. Ciri sifat ini sering membuat dirinya tampil sebagai seorang yang pemberani dan spontan, terkadang bahkan terkesan sebagai seorang yang tidak berpikir panjang. Maka ketika mendengar pernyataan Yesus bahwa pada malam itu Diri-Nya akan diserahkan dan iman dari semua murid itu akan terguncang, Petrus langsung angkat bicara. "Biarpun mereka semua terguncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak," katanya dengan nada penuh percaya diri (Mat. 26:33). Bahkan terhadap ramalan Yesus bahwa sebelum ayam berkokok satu kali dia sudah akan menyangkal Gurunya tiga kali, murid yang kerap tampil sebagai inspirator bagi rekan-rekannya itu menampik: "Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau" (ay. 35), lalu "semua murid yang lain pun berkata demikian juga."

 "Petrus bukanlah tandingan bagi tipu daya si jahat. Dia berusaha untuk menghadapi godaan-godaan Setan dengan kekuatannya sendiri. Dipenuhi dengan rasa percaya diri yang melambung, dia tidak banyak mengerti akan krisis yang sedang datang...Percaya pada kekuatannya sendiri, Petrus hanyut dari Tuhannya. Itulah sebabnya Yesus menggunakan ungkapan 'jikalau engkau sudah insaf' (Luk. 22:32). Petrus memerlukan suatu kebangkitan rohani. Dia membutuhkan suatu perubahan sikap. Dia perlu reformasi" [alinea pertama: tiga kalimat pertama dan lima kalimat terakhir].

 Tomas yang terlalu skeptis. Entah sedang ke mana Tomas, seorang murid lain yang memiliki nama julukan "Didimus" (Si Kembar), tatkala Yesus menemui murid-murid dan para pengikut-Nya pada Minggu malam setelah kebangkitan-Nya. Maka, beberapa saat kemudian sewaktu teman-temannya itu bercerita bahwa mereka baru saja berjumpa dengan Yesus, Tomas sama sekali tidak percaya. "Sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya," ujarnya (Yoh. 20:25). Pada hari Senin pekan berikutnya, delapan hari sesudah hari itu, baru Yesus muncul lagi di rumah yang sama itu dan kali ini Tomas juga hadir. Tanpa basa-basi, Yesus yang sudah mengetahui keraguan Tomas langsung mengulurkan tangan-Nya yang berlobang bekas paku sambil mempersilakannya untuk memasukkan jari ke lobang di tangan itu dan juga di lambung-Nya. "Ya Tuhanku dan Allahku!" seru Tomas dengan takjub dan mungkin gemetar (ay. 28).

 Ucapan Tomas "Ya Tuhanku dan Allahku!" bukan ungkapan rasa kaget seperti lazim diucapkan orang, "Oh, my God!" (yang artinya: Astaga!). Tetapi itu adalah sebuah pernyataan kekaguman dan sekaligus pengakuan akan keilahian Yesus, dan Kristus tidak menampiknya. Memang, sindiran Yesus tak pelak menyusahkah hati Tomas, "Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya" (ay. 29). Tomas adalah contoh dari orang-orang yang berprinsip "saya baru percaya kalau ada bukti." Konsep berpikir seperti itu adalah manusiawi dan berasal dari dunia, tapi dalam hal-hal rohani yang dibutuhkan adalah iman. "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat" (Ibr. 11:1).

 "Baik Petrus dan Tomas memiliki suatu sifat serupa yang mencolok. Pendekatan mereka terhadap iman dari sudut pandang yang sangat manusiawi. Petrus menaruh kepercayaan dalam apa yang dapat dilakukannya, Tomas dalam apa yang dapat dilihatnya. Mereka bergantung pada penilaian manusiawi mereka yang keliru...Petrus menjadi seorang yang berubah. Tomas juga berubah. Dia dipercaya telah berlayar ke India untuk mengabar injil. Meskipun tidak banyak lagi yang dibicarakan tentang dia, kita dapat pastikan bahwa dia juga sudah menjadi seorang yang baru sesudah Pentakosta" [alinea terakhir: empat kalimat pertama dan empat kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang spontanitas Petrus dan skeptisnya Tomas?

1. Petrus adalah lambang dari orang-orang yang gegabah terhadap godaan serta cobaan, dan mengandalkan kemampuan diri untuk menghadapi iblis. Sementara keyakinan adanya kuasa ilahi dalam diri kita itu perlu, sikap sesumbar dan memamerkan kuasa ilahi itu adalah arogansi rohani yang berbahaya.

2. Tomas adalah representasi kelompok orang yang berlagak berpikir kritis, yang tidak gampang percaya dan mudah diyakinkan. Sementara sikap berhati-hati terhadap pendapat dan pemikiran baru itu perlu dalam soal kerohanian, penolakan yang kaku dan konstan terhadap terang baru dapat mengerdilkan pemahaman kita.

3. Dalam berurusan dengan hal-hal rohani kita tidak dapat menggunakan konsep dan perspektif duniawi, khususnya dalam soal yang menyangkut iman. Percaya adalah kata kunci dari segala hal-ihwal yang berkaitan dengan Tuhan, tentang apa yang dikatakan-Nya dan apa yang hendak dilakukan-Nya.

4. SUDAH MATI TAPI HIDUP KEMBALI (Keputusan Untuk Pulang)

   Proses awal yang menentukan.

   Kisah anak bungsu yang tersesat dan pulang kembali adalah salah satu cerita Alkitab yang paling menyentuh hati dan kerap memancing deraian airmata. Namun seringkali itu disebabkan karena kita lebih terpaku pada bagian tentang detik-detik pertemuannya kembali dengan ayahnya yang sangat rindu. Sesungguhnya, kepulangan dirinya adalah hasil dari sebuah proses pengambilan keputusan sebelum itu yang sangat menggetarkan dan menentukan. Sama halnya dengan kisah penyaliban Yesus Kristus, banyak dari kita yang lebih terpaku pada adegan akhir yang dimulai dari perjalanan melewati "Via Dolorosa" (Jalan Penderitaan) hingga ke puncak Golgota (Bukit Tengkorak), tanpa menyadari bahwa itu adalah akibat dari suatu keputusan yang prosesnya jauh lebih menggetarkan dan menentukan ketika Yesus berjuang sendirian pada malam sebelumnya di Taman Getsemane.

 Pergumulan yang akhirnya melahirkan suatu keputusan untuk bertindak seringkali terjadi dan dialami dalam kesendirian di tengah kesenyapan. Dalam keadaan lapar dan kedinginan di kandang babi, di tengah ladang yang jauh dari lingkungan hidup manusia, anak terhilang itu bergumul mengalahkan rasa takut dan malu. Mungkin juga dia tahu bagaimana kelak sikap abangnya bila melihat dirinya pulang. Namun, keputusan telah diambilnya dan dia bertekad untuk pulang, siap menghadapi risiko apa saja yang menanti di rumah. Penderitaan dan kesengsaraan yang berat sering menjadi pemicu dari sebuah tindakan yang berani. "Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap surga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa" (Luk. 15:17-19).

 "Kebangunan baru dapat dijelaskan dalam cara-cara yang berbeda. Bagamana pun itu diartikan, satu faktor tak bisa dihilangkan: Kebangunan baru ialah pulang ke rumah. Itulah hati yang dahaga untuk mengetahui kasih Bapa dalam cara yang lebih mendalam. Reformasi adalah pilihan untuk menyambut tuntunan Roh Kudus untuk berubah dan bertumbuh. Itulah pilihan untuk meninggalkan apapun yang merintangi hubungan yang lebih akrab dengan Allah. Anak terhilang itu tidak dapat memiliki kandang babi dan meja perjamuan Bapa sekaligus" [alinea pertama].
    Jauh di mata, dekat di hati. Kerinduan untuk pulang (homesick) adalah sebuah kondisi batin yang pernah dirasakan oleh siapa saja yang hidup jauh dari kampung halaman dan sanak saudara. Ini bukan sekadar sebuah kerinduan akan masa kanak-kanak atau masa lalu (nostalgia), tetapi sebuah keadaan yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan depresi dan distres sehingga bisa menimbulkan gangguan psikis dan emosi jika seseorang tidak dapat mengatasi kerinduannya yang menggebu-gebu itu. Dalam literatur klasik, rindu pulang digambarkan dalam karya Homer berjudul "Odyssey" yang bertutur tentang seorang pahlawan Yunani purba bernama Odysseus (Ulysses dalam mitologi Romawi) yang menangis tersedu-sedu sembari berguling-guling di atas tanah yang keras karena menahan kerinduannya akan hampung halaman.

     Perhatikan, ketika mengambil keputusan untuk pulang anak yang hilang itu sudah merencanakan kata-kata yang akan diucapkannya kepada bapanya bila kelak dia tiba di rumah. Mungkin saja sepanjang perjalanan pulang itu dia sudah menghafal dengan mengulang-ulangi ucapan ini: "Ayah, aku sudah berdosa terhadap Allah dan terhadap Ayah. Tidak layak lagi aku disebut anak Ayah. Anggaplah aku seorang pekerja Ayah" (Luk. 15:18-19, BIMK). Setidaknya, menjadi budak di rumah ayahnya sendiri masih jauh lebih terhormat ketimbang menjadi pengasuh babi dan tinggal di kandang babi milik orang lain. Tetapi, jauh berbeda dari perkiraannya, ayahnya sedang menantikan dirinya dalam kerinduan yang bahkan lebih besar dari kerinduannya sendiri. Kedatangannya disambut dengan pesta yang meriah, "Sebab anakku ini sudah mati, sekarang hidup lagi; ia sudah hilang, sekarang ditemukan kembali," kata sang ayah (ay. 24, BIMK).

    "Meskipun putranya sudah jauh dari mata, dia tidak jauh dari hatinya. Mata sang ayah menelusuri kaki langit mencari anaknya setiap hari. Motivasi terbesar untuk mengadakan perubahan dalam hidup kita ialah kerinduan untuk tidak lagi mengecewakan hati Dia yang sangat mengasihi kita. Ketika anak itu berkubang dalam lumpur bersama babi-babi, sang ayah lebih menderita daripada anaknya. Kebangunan baru terjadi manakala kasih Allah meluluhkan hati kita. Reformasi terjadi bilamana kita memilih untuk menyambut sebuah kasih yang tidak akan melepaskan kita. Hal itu terjadi tatkala kita membuat pilihan-pilihan yang sulit untuk meninggalkan berbagai sikap, kebiasaan, pemikiran, dan perasaan yang memisahkan kita dari Dia" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang anak terhilang dan keputusannya untuk pulang?

1. Kebangunan baru secara rohani melahirkan pertobatan, dan pertobatan memicu kerinduan untuk pulang kepada Bapa semawi. Dalam kasus anak yang terhilang kebangunan baru dan pertobatannya didorong oleh kesengsaraan hidup dan kenestapaan nasib, dan hal itu menggambarkan pengalaman banyak dari antara kita.

2. Pulang ke rumah adalah tindak lanjut dari sebuah keputusan. Pulang tidak sama dengan mudik, sebuah tradisi yang kita lakukan pada waktu-waktu tertentu yang bersifat sementara dan sekadar melancong. Pulang berarti meninggalkan segala sesuatu yang pernah dinikmati sebelumnya, terhadap apa kita tidak akan kembali lagi.

3. Bagi seorang ayah yang mengasihi anaknya, kepulangan sang anak yang telah lama berpisah itu sama dengan mendapatkan kembali anak yang sudah mati dan hidup kembali. Kebangunan baru secara rohani adalah sama dengan kebangkitan dari kematian manusia liama kepada kehidupan sebagai manusia baru.

5. IMAN SEBAGAI TENAGA PENGGERAK (Iman Untuk Bertindak)

    Kesembuhan sebagai pilihan. Kolam Betesda (Grika: Βηθεσδά, Bēthesda) yang terletak di dekat Pintu Gerbang Domba di kota Yerusalem kuno terkenal dalam tradisi masyarakat Yahudi purba sebagai kolam yang dapat menyembuhkan segala macam penyakit bagi pasien yang beruntung. Nama "Betesda" berasal dari dua kata dalam bahasa Ibrani maupun Aram: בית, bayith, yang berarti rumah, dan חֶסֶד, checed, yang berarti (1) kebaikan/kemurahan, atau (2) malu/aib. Jadi, "Betesda" dapat berarti "rumah kemurahan" atau juga "rumah aib." Kedua pengertian ini cocok karena inilah tempat dari para pesakitan yang menanggung aib karena penyakit yang mereka derita (dalam tradisi Yahudi, penyakit dianggap sebagai kutukan), dan di sini jugalah mereka beroleh kemurahan untuk disembuhkan. Keberadaan kolam ini secara fisik tadinya diragukan, sampai hasil ekskavasi yang dilakukan oleh para arkeolog pada abad ke-19 menemukan sisa-sisa kolam ini yang terbukti memiliki lima serambi seperti tercatat dalam Injil Yohanes. Saat ini lokasinya berada di wilayah kota Yerusalem yang dikuasai Arab, di jalur Lembah Beth Zeta.

 Pada hari itu Yesus bersama murid-murid memasuki kota Yerusalem melalui pintu Gerbang Domba di mana terdapat kolam Betesda itu. Waktu itu "di serambi-serambi itu berbaring sejumlah besar orang sakit: orang-orang buta, orang-orang timpang dan orang-orang lumpuh, yang menantikan goncangan air kolam itu" (Yoh. 5:3). Tetapi entah bagaimana dari sekian banyak orang itu mata Yesus tertuju kepada seorang lelaki yang sudah menderita lumpuh selama 38 tahun, dan sangat mungkin telah menghabiskan hampir seluruh waktu tersebut di pinggir kolam itu berharap untuk bisa terjun pertama kali saat airnya berguncang supaya sembuh. Tentu saja Yesus tahu akan hal itu, lalu menghampirinya dan bertanya, "Maukah engkau sembuh?" (ay. 6).

 Pertanyaan yang janggal? Barangkali kalau anda berada di situ dan tahu bahwa lelaki malang itu sudah menderita kelumpuhan selama itu, bahkan mungkin lumpuh sejak lahir, anda akan berkata dalam hati: "Tuhan, yang benar saja. Orang ini sudah sekian lamanya berada di situ dan setiap hari berharap. Sudah pasti dia ingin sembuh!" Tetapi fakta bahwa Yesus bertanya dulu menandakan bahwa Ia ingin mendengar kerinduan untuk sembuh diucapkan langsung dari bibir orang itu. Mungkin pertanyaan Yesus tersebut harus diartikan seperti ini: "Apakah sekarang engkau sudah siap untuk disembuhkan?" Sebab pada masa itu opini masyarakat ialah bahwa penyakit adalah akibat dosa, maka kesembuhan dari penyakit identik dengan diampuni dari dosa. Bukankah Yesus juga menyatakan tentang hal itu kepada seorang lumpuh lain yang dibawa kepada-Nya, di waktu dan tempat yang lain, ketika Ia berkata kepadanya: "Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni" (Mat. 9:2; Mrk. 2:5)? Kesembuhan, seperti juga pengampunan dosa, adalah pilihan pribadi yang bersangkutan. Belum tentu semua orang ingin diampuni dosanya, dan belum tentu juga semua orang mau disembuhkan dari penyakitnya.

 Tindakan, bukan argumentasi. Terhadap pertanyaan Yesus tersebut orang lumpuh itu menjawab: "Tuhan, tidak ada orang yang menurunkan aku ke dalam kolam itu apabila airnya mulai goncang, dan sementara aku menuju ke kolam itu, orang lain sudah turun mendahului aku" (ay. 7). Yesus bertanya kepadanya apakah dia mau sembuh, bukannya menjawab "ya" tetapi malah mengajukan argumentasi mengapa dia tidak bisa sembuh. Jawaban yang tidak nyambung. Tetapi jawaban orang itu adalah gambaran dari cara berpikir kebanyakan orang, yakni membatasi kuasa Tuhan yang sesungguhnya tak terbatas itu supaya sesuai dengan kemampuan berpikir manusia yang terbatas. Bukankah kita sering mengukur kemahakuasaan Allah berdasarkan logika kita sendiri?

 Tanpa menggubris argumentasi orang lumpuh itu, Yesus langsung berkata kepadanya dengan ucapan bernada perintah: "Bangunlah, angkatlah tilammu dan berjalanlah" (ay. 8). Demi mendengar perkataan Yesus, entah kaget atau gembira, dia langsung berdiri dan berjalan. Bayangkanlah kalau orang lumpuh itu masih melanjutkan argumentasinya, atau bertanya-tanya dulu sebelum bertindak, mungkin dia akan kehilangan kesempatan emas untuk sembuh yang tidak akan pernah didapatnya lagi.

 "Pertanyaan yang mendasar adalah, Maukah orang sakit yang malang ini percaya perkataan Kristus dan bertindak atas dasar itu tak peduli apa yang dia telah alami? Segera setelah orang itu berketetapan hati untuk bertindak berdasarkan perkataan Kristus, dia menjadi sempurna. Karunia penyembuhan Kristus terdapat di dalam firman-Nya. Perkataan Kristus mengandung kuasa Roh Kudus untuk melaksanakan apa yang Kristus nyatakan" [alinea ketiga: empat kalimat terakhir].

 Pena inspirasi menulis: "Pembaca, adakah pikiran anda dipenuhi dengan keraguan dan kurang percaya, namun anda rindu untuk menerima berkat Tuhan? Berhentilah mempertanyakan perkataan-Nya dan menyangsikan janji-janji-Nya. Ikutilah tawaran Juruselamat dan terimalah kekuatan. Kalau anda bimbang, dan menunggu untuk terlibat dalam diskusi dengan Setan, atau mempertimbangkan kesulitan-kesulitan dan kemustahilan-kemustahilan, kesempatan anda akan berlalu, mungkin untuk selamanya" (Ellen G. White, "Signs of the Times," 15 Juli 1886).

 Apa yang kita pelajari tentang iman sebagai dasar tindakan kita?

1. Normalnya semua orang yang sakit ingin penyakitnya sembuh, kecuali segelintir orang "tidak normal" yang memilih untuk tetap menikmati kebiasaan-kebiasaan sekalipun hal itu berdampak buruk pada penyakitnya(comfortable misery). Dengan sikap yang sama, sebagian orang juga tidak ingin dosanya diampuni.

2. Kesembuhan dari penyakit, seperti juga pengampunan dari dosa, kedua-duanya merupakan pilihan pribadi. Seorang penderita sakit yang ingin sembuh akan pergi ke dokter untuk mendapatkan obat dan mengikuti advis; seorang berdosa yang mau diampuni akan datang kepada Yesus untuk disucikan dan menurut kepada-Nya.

3. Sebagaimana seorang yang sakit harus percaya pada dokternya dan mengikuti nasihatnya tanpa berargumentasi, demikian juga seorang berdosa mesti percaya kepada Yesus dan menaati perintah-Nya tanpa membantah. Bertindak berdasarkan keyakinan itulah kewajiban kita, dan hal itu penting.

PENUTUP

 Bekerjasama dengan Tuhan. Seperti telah diutarakan sebelumnya, pertumbuhan rohani manusia adalah semacam usaha bersama antara Tuhan dengan manusia. Sekalipun pada akhirnya keberhasilan pertumbuhan dan reformasi rohani itu ditentukan oleh kuasa Allah, tetapi kuasa Allah itu sendiri tidak dapat bekerja secara sepihak tanpa kerjasama manusia. Bukan kita yang membantu Tuhan melainkan Tuhanlah yang menolong kita, namun usaha di pihak kita itulah yang mengaktifkan kuasa Allah untuk bekerja dalam diri kita.

 "Janganlah ada manusia yang menganggap bahwa manusia hanya sedikit atau tidak ada yang harus dilakukan dalam pekerjaan yang besar untuk menaklukkan; sebab Allah tidak berbuat apapun bagi manusia tanpa kerjasamanya. Jangan pula berkata bahwa sesudah anda melakukan segala kemampuan anda sebagai bagian anda, Yesus akan menolong anda...Jangan pernah meninggalkan kesan pada pikiran bahwa hanya sedikit atau tidak ada yang harus dilakukan di pihak manusia; tapi sebaliknya ajarlah manusia untuk bekerjasama dengan Allah supaya dia boleh berhasil dalam menaklukkan" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan kalimat terakhir].

 Puncak keberhasilan reformasi rohani, kebangunan rohani, dan pertumbuhan rohani berujud pada ketaatan dan penurutan terhadap kehendak Allah. Menurut kepada perintah-perintah dan firman Allah akan menjadi sebagai suatu kesenangan gantinya sebagai beban yang memberatkan. Penurutan akan menjadi dorongan hati yang bekerja dari dalam, bukan lagi sebagai desakan yang datang dari luar diri kita.

 "Semua penurutan sejati datang dari hati. Hati itulah yang bekerja dengan Kristus. Dan jika kita mengizinkannya, Ia akan mengidentifikasikan Diri-Nya dengan pemikiran dan tujuan kita, sebab itu satukanlah hati dan pikiran kita pada keselarasan dengan kehendak-Nya sehingga ketika menuruti Dia kita seakan mengikuti dorongan-dorongan hati kita sendiri. Keinginan yang dimurnikan dan disucikan akan menemukan kesukaannya yang tertinggi dalam melakukan pelayanan-Nya" [alinea kedua: empat kalimat pertama].

 "Oleh sebab kita percaya kepada Yesus, maka Ia memungkinkan kita menghayati kasih Allah, dan dengan kasih itulah kita hidup sekarang. Karena itu kita bersuka hati karena kita mempunyai harapan bahwa kita akan merasakan kebahagiaan yang diberikan Allah! Dan lebih dari itu, kita pun gembira di dalam penderitaan, sebab kita tahu bahwa penderitaan membuat orang menjadi tekun, dan ketekunan akan membuat orang tahan uji; inilah yang menimbulkan pengharapan" (Rm. 5:2-4, BIMK).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.

Minggu, 01 September 2013

Kebangunan Baru, Hati Baru.


"REFORMASI: HASIL KEBANGUNAN BARU"

PENDAHULUAN

 Menjadi baru dalam kekudusan.

   Hidup manusia terbagi atas kehidupan jasmani dan kehidupan rohani. Dalam kehidupan jasmani kita diatur oleh "keinginan daging" sedangkan kehidupan rohani dikendalikan oleh "keinginan Roh." Keinginan daging menuntut kita untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan yang dapat dinikmati oleh tubuh dan perasaan, bagaimana pun caranya dan berapa pun harganya; namun keinginan Roh mendesak kita untuk mengejar aspirasi ilahi yang menyenangkan hati Tuhan, dengan pengorbanan apapun. Kedua keinginan ini berlawanan satu sama lain (Gal. 5:17), oleh sebab keinginan daging itu berasal dari dunia sedangkan keinginan Roh berasal dari Bapa surgawi (1Yoh. 2:16). Tentu saja dua keinginan yang bertentangan itu, bila dituruti, akan membawa akibat yang berbeda bagi manusia. "Karena keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera" (Rm. 8:6).

     Seorang yang tidak mengalami kebangunan rohani akan selalu tunduk pada keinginan daging, dan orang yang selalu tunduk pada keinginan daging tidak mungkin dikuduskan. Kekudusan menjadi hal penting yang menentukan hubungan kita dengan Yesus Kristus. "Yesus membersihkan manusia dari dosa-dosa mereka; dan Dia yang membersihkan, serta mereka yang dibersihkan itu, sama-sama mempunyai satu Bapa. Itulah sebabnya Yesus tidak malu mengaku mereka itu sebagai saudara-saudara-Nya" (Ibr. 2:11, BIMK; ayat hafalan). Kekudusan adalah faktor penting yang mengikat anda dan saya dengan Kristus; orang Kristen yang hidupnya tidak kudus berarti tidak terhitung sebagai anak Allah dan saudara dari Yesus Kristus.

    Berdasarkan pemahaman ini berkenaan dengan kebangunan rohani, secara pribadi maupun jemaat, maka tujuan utamanya ialah pengudusan. Dalam kebangunan rohani yang paling penting adalah hasil nyata, dan dalam hal ini adalah kehidupan yang lebih suci. Kehidupan rohani yang telah disucikan akan terlihat pengaruhnya juga pada kehidupan jasmani kita. "Kebangunan baru adalah sebuah proses yang terus-menerus. Setiap hari Tuhan kita mengundang kita ke dalam sukacita hadirat-Nya...Kebangunan rohani sejati menuntun kepada suatu perubahan dalam pola berpikir, kebiasaan, dan gaya hidup kita; itulah yang kita sebut 'reformasi'" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan kalimat terakhir].

    Dari segi arti kata "reformasi" merujuk kepada tindakan "penataan kembali" berbagai hal yang sudah ada dengan maksud untuk memperbaiki atau menyesuaikannya supaya lebih cocok dengan keadaan yang semestinya. Dalam dunia politik, reformasi menemukan makna patriotisme dalam tuntutan masyarakat agar ada perubahan dari keadaan status quo yang mengekang dan menindas kepada kondisi yang lebih bebas dan berpihak pada kepentingan rakyat. Secara internasional hasil-hasil nyata dari keberhasilan reformasi politik antara lain ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin (November 1989) serta bubarnya Uni Sovyet (Desember 1991), dan secara nasional kita memasuki era reformasi pasca pemerintahan Orde Baru pada pertengahan 1998.

     Istilah reformasi masuk ke lingkungan gereja melalui gerakan Reformasi Protestan (1517-1579) terhadap Gereja Katolik Roma di Eropa dengan Martin Luther sebagai tokoh reformator utama. Sementara reformasi Gereja di abad ke-16 itu telah membuka cakrawala baru kepada pencari kebenaran Alkitab, secara gereja bukannya kebangunan rohani sejati yang menonjol tetapi lebih kepada pertumbuhan denominasional dengan maraknya sekte-sekte Protestanisme, sehingga saat ini di seluruh dunia terdapat sekitar 41.000 denominasi.(Sumber: http://christianity.about.com/od/denominations/Denominations.htm).

    Rasul Petrus menasihati, "Tetapi bertumbuhlah dalam kasih karunia dan dalam pengenalan akan Tuhan dan Juruselamat kita, Yesus Kristus. Bagi-Nya kemuliaan, sekarang dan sampai selama-lamanya" (2Ptr. 3:18; huruf miring ditambahkan). "Istilah reformasi sekadar merujuk kepada 'bertumbuhlah dalam kasih karunia' ini; yaitu membiarkan Roh Kudus meluruskan setiap aspek dari hidup kita dengan kehendak Allah. Dalam bidang-bidang di mana kita telah menyeleweng dari penurutan, kebangunan baru membangunkan kerinduan-kerinduan kita untuk menyenangkan Allah. Reformasi membawa kita mengadakan pilihan-pilihan menantang untuk melepaskan apa saja yang menjadi penghalang antara kita dengan Dia" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].

1. REFORMASI DALAM PERJANJIAN LAMA (Imbauan Nabi untuk Reformasi)

    Hati yang dibarui.

   Seruan untuk reformasi rohani selalu berkorelasi dengan kemerosotan rohani, khususnya kemunduran rohani yang ditandai dengan maraknya sekularisme dan pembangkangan terhadap perintah Allah. Keadaan ini sudah terjadi sejak Allah mengukuhkan bangsa Israel sebagai umat pilihan-Nya berdasarkan ikatan perjanjian dengan Abraham. Itulah sebabnya reformasi rohani bukan hal baru bagi manusia, tetapi hal itu sudah diserukan sejak PL ketika umat pilihan Tuhan itu kehilangan orientasi penurutan mereka dan "setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri" (Hak. 21:25).

    "Allah seringkali mengutus nabi-nabi-Nya untuk menuntun Israel kepada kebangunan baru. Biasanya reformasi pada masa ini disertai dengan kebangunan baru...Berulang-ulang Ia mengutus jurukabar-jurukabar-Nya untuk membimbing mereka kembali. Contoh-contoh kebangunan baru dan reformasi yang tercatat dalam Perjanjian Lama seringkali memiliki ciri-ciri yang serupa" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].

    Reformasi rohani adalah soal perubahan hati.

    Hanya dengan hati yang diubahkan dan diperbarui manusia dapat menjadi lebih setia dan menurut pada kehendak Tuhan. Itulah sebabnya Allah menjanjikan kepada umat Israel, setelah mereka menjalani hukuman pembuangan ke negeri-negeri asing dan kembali ke tanah mereka, "Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang taat, supaya mereka hidup menurut segala ketetapan-Ku dan peraturan-peraturan-Ku dengan setia; maka mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi Allah mereka" (Yeh. 11:19-20; huruf miring ditambahkan).

    Reformasi di masa krisis.

   Yosafat adalah raja Yehuda ke-4 yang memimpin kerajaan di selatan Israel itu menggantikan ayahnya, raja Asa, pada tahun 870 SM dan memerintah selama 25 tahun. Seperti ayahnya, Yosafat termasuk di antara 8 raja yang taat kepada Tuhan, dari seluruh 20 raja-raja yang pernah bertahta di Yerusalem. Tatkala mendapat laporan tentang aliansi tiga bangsa (Moab, Amon, dan Meunim) dengan pasukan sangat besar hendak menyerbu Yehuda yang kala itu kekuatan militernya terbilang kecil dan jauh lebih lemah, "Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan" (2Taw. 20:3).

     Dia mengumumkan puasa nasional dan mengumpulkan bangsanya menghadap di depan rumah Tuhan lalu berdoa, "Ya TUHAN, Allah nenek moyang kami, bukankah Engkau Allah di dalam surga? Bukankah Engkau memerintah atas segenap kerajaan bangsa? Kuasa dan keperkasaan ada di dalam tangan-Mu, sehingga tidak ada orang yang dapat bertahan melawan Engkau...Bila sesuatu malapetaka menimpa kami, yakni pedang, penghukuman, penyakit sampar atau kelaparan, kami akan berdiri di muka rumah ini, di hadapan-Mu, karena nama-Mu tinggal di dalam rumah ini. Dan kami akan berseru kepada-Mu di dalam kesesakan kami, sampai Engkau mendengar dan menyelamatkan kami" (ay. 6, 9). Allah menjawab doanya dengan cara yang ajaib, yaitu dengan mengambil alih pertempuran itu dan membinasakan seluruh tentara penyerang tanpa keikutsertaan satu pun prajurit Yehuda (ay. 24-25). "Lalu pulanglah sekalian orang Yehuda dan Yerusalem dengan Yosafat di depan. Mereka kembali ke Yerusalem dengan sukacita, karena Tuhan telah membuat mereka bersukacita karena kekalahan musuh mereka. Mereka masuk ke Yerusalem dengan gambus dan kecapi dan nafiri, lalu menuju rumah Tuhan" (ay. 27-28).

    Biasanya reformasi rohani terjadi ketika umat Tuhan sedang menghadapi situasi yang kritis, sebab itu kita tidak perlu terkejut bila Tuhan membiarkan kesukaran melanda hidup kita. Bahaya yang mengancam, kecemasan serta kesulitan hidup, dan pergumulan batin yang berat seringkali digunakan Tuhan untuk menjadi semacam "wake up call" demi menyadarkan kita agar segera mencari Tuhan dan memperbaiki hubungan dengan Dia. "Pengalaman Yosafat menggambarkan esensi dari kebangunan baru dan reformasi. Dia menuntun Israel ke dalam satu waktu untuk bersatu dalam berpuasa, berdoa, percaya, dan menurut kepada Allah" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang reformasi rohani umat Tuhan dalam PL?

1. Umat Tuhan zaman PL beruntung karena memiliki nabi-nabi untuk mengingatkan mereka setiap kali kerohanian mereka perlu direformasi, tapi mereka tak selalu mendengarkan. Kepada umat Tuhan yang hidup di zaman ini Tuhan berbicara langsung secara pribadi melalui bisikan Roh Kudus, kalau saja kita mau mendengarkan.

2. Reformasi rohani adalah sesuatu yang berlangsung di dalam hati sanubari secara diam-diam. Itu sama sekali tidak sama dengan reformasi politik yang dipertunjukkan di muka umum dalam "eforia reformasi" seperti yang pernah terjadi di negeri kita. Reformasi rohani terlihat melalui perilaku hidup yang berubah.

3. Kesulitan hidup dapat berfungsi sebagai lonceng peringatan untuk memperbaiki kehidupan rohani kita. Petiklah pelajaran dari pengalaman raja Yosafat yang langsung mencari Tuhan saat menghadapi ancaman dan kesukaran. Terkadang Tuhan membiarkan kita tanpa jalan keluar dari sesuatu masalah, selain bergantung pada-Nya.

2. MENGAPA REFORMASI ROHANI DIPERLUKAN (Imbauan Paulus untuk Reformasi di Korintus)

     Situasi yang serius.

    Reformasi selamanya berkaitan dengan suatu keadaan yang serius, baik dalam kancah politik maupun dalam kehidupan kerohanian. Lihatlah apa yang sekarang ini sedang terjadi di Suriah dan Mesir, rakyat menuntut reformasi oleh karena merasa kondisi politik dan sosial dalam keadaan serius untuk suatu perubahan. Secara rohani kita juga melihat keadaan kerohanian yang serius melanda masyarakat di Amerika Serikat dengan memuncaknya kebejatan moral, sekularisme dan narsisme. Bahkan kesulitan ekonomi, tindak kejahatan yang terus meningkat, dan ancaman terorisme tidak menjadi "lonceng peringatan" bagi masyarakat untuk reformasi rohani.

    Kondisi kerohanian yang serius sedang terjadi di jemaat Korintus. Hal ini ditandai dengan pelecehan seksual, perpecahan di jemaat, pertikaian pribadi hingga masuk ke pengadilan, maupun penyalahgunaan karunia-karunia rohani. Tidak heran kalau rasul Paulus sampai menulis surat yang pertama dengan kata-kata yang sangat keras. "Dalam surat Paulus kepada umat Korintus, dia mengungkapkan keprihatinannya yang besar perihal kondisi kerohanian mereka. Banyak anggota jemaat yang telah menyeleweng dari maksud Allah. Situasinya serius, termasuk kebejatan seks yang menurut Paulus bahkan tidak terlihat di kalangan orang kafir (1Kor. 5:1). Seluruh permasalahan itu muncul sehingga Paulus harus mengatasinya" [alinea pertama: empat kalimat pertama].

    Rasul Paulus sedang bertindak seakan seorang dokter yang sedang melakukan tindakan medis terhadap jemaat Korintus sebagai pasien yang sedang sekarat secara rohani. Sang rasul mengingatkan mereka bahwa sebagai umat yang telah ditebus oleh darah Kristus tubuh mereka adalah tempat tinggal Roh Kudus (1Kor. 6:19-20), menasihati mereka tentang penguasaan diri layaknya seorang atlet yang mempunyai tujuan (9:24-27), agar mengamalkan kasih persaudaraan (13:13), jangan menyia-nyiakan Injil yang telah mereka terima (15:1-2), dan menaklukkan diri di bawah kaki Kristus (15:27-28). Reformasi rohani adalah mengamalkan kehidupan Kristiani dengan memelihara moralitas pribadi, mengekang diri, saling mengasihi, menghargai penebusan serta keselamatan, dan tunduk kepada Tuhan.

     Sambutan jemaat Korintus.

   Perpecahan di jemaat Korintus, sebagai salah satu "penyakit rohani" yang disorot dalam surat Paulus yang pertama, bersumber dari perebutan pengaruh di antara beberapa orang yang ambisius. Mereka itulah yang telah menggalang pengikut-pengikut di dalam jemaat dengan membentuk klik-klik sehingga menimbulkan perpecahan. Surat Paulus pertama yang telah dengan keras mengecam perbuatan mereka itu membuat para "aktor intelektual" tersebut kepanasan dan menghasut pengikut-pengikut mereka untuk memusuhi Paulus. Lumrah. Kita juga melihat sikap yang sama di sebagian jemaat dewasa ini, ketika sebuah khotbah secara tegas dan terang-terangan mencela perilaku para penghasut yang berebutan pengaruh di jemaat, mereka lalu membentuk front bersama untuk memusuhi si pengkhotbah. Jadi, politik praktis sebenarnya bukan hal yang baru di gereja.

    Namun para pendeta sebagai gembala jemaat tidak perlu gentar menghadap intrik-intrik semacam itu dan tidak menjadi kendur untuk terus menasihati dan mengkhotbahi mereka, kalau perlu dengan bahasa yang keras dan tajam. Bercermin pada pengalaman rasul Paulus dengan situasi di Korintus itu, adalah kuasa Roh Kudus yang menyertai kata-kata dalam surat penggembalaannya sehingga berhasil menyadarkan jemaat. "Coba kalian perhatikan apa hasilnya padamu oleh kesedihan yang sejalan dengan kehendak Allah! Hasilnya ialah kalian sungguh-sungguh berusaha untuk menjernihkan kekeruhan! Kalian menjadi benci terhadap dosa, kalian takut, kalian rindu, kalian menjadi bersemangat, kalian rela menghukum yang bersalah! Dalam seluruh persoalan ini kalian sudah menunjukkan bahwa kalian tidak bersalah. Jadi, meskipun saya sudah menulis surat itu, saya menulis bukan karena orang yang bersalah itu. Bukan juga karena orang yang menderita oleh sebab kesalahan itu. Saya menulis surat itu supaya di hadapan Allah, kalian menyadari sendiri betapa besarnya perhatianmu terhadap kami" (2Kor. 7:11-12, BIMK).

     Pena inspirasi menulis: "Jemaat Korintus, yang telah dituntun dari penyembahan berhala kepada iman injil, memiliki dalam diri mereka semua pujian yang Paulus perlukan. Penerimaan mereka akan kebenaran, dan reformasi yang tampak dalam kehidupan mereka sebagai sambutan terhadap usaha sang rasul, merupakan suatu kesaksian yang berbicara kepada semua bangsa, bahasa, dan kaum. Paulus menyebut saudara-saudara di Korintus itu sebagai saksinya. Dia mengasihi mereka oleh sebab mereka itulah buah dari pekerjaannya. Reformasi yang terjadi dalam diri mereka adalah bukti yang cukup akan kewenangannya untuk menasihati, menegur, mencela, dan memerintah sebagai seorang pelayan Kristus" (Ellen G. White, Review and Herald, 15 April 1902).

 Apa yang kita pelajari tentang reformasi di jemaat Korintus?

1. Reformasi merupakan dampak dari suatu keadaan yang serius. Dalam konteks kegerejaan, reformasi rohani adalah solusi bagi kemerosotan moral dan keduniawian yang merajalela; dalam konteks perseorangan, reformasi rohani adalah jalan keluar untuk kondisi kerohanian yang lemah dan pergumulan hidup.

2. Seorang pasien yang mengidap sesuatu penyakit serius harus mendapatkan tindakan medis yang serius pula. Gereja yang menderita borok-borok rohani, dan jemaat yang sakit rohani, membutuhkan penanganan sesuai dengan tingkat keseriusan yang dialami. Kalau tidak cukup dengan obat, harus dioperasi.

3. Keberhasilan sebuah reformasi rohani di jemaat bukan saja menjadi kebanggaan pendeta yang menggembalakannya, tapi lebih dari itu menjadi kepujian bagi nama Tuhan. Kondisi kerohanian jemaat merefleksikan keberhasilan atau kegagalan gembala jemaat.

3. PULIHKAN KASIH YANG SEMULA (Imbauan Kitab Wahyu untuk Reformasi di Efesus)

 Surat dari Kristus.

    Kitab Wahyu dibuka dengan pernyataan rasul Yohanes, penulisnya, tentang maksud dan tujuan dari penulisan kitab itu. "Isi buku ini mengenai apa yang dinyatakan oleh Yesus Kristus tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Allah memberitahukannya kepada Kristus supaya Ia menunjukkan kepada hamba-hamba Allah apa yang segera harus terjadi. Kristus mengutus malaikat-Nya kepada Yohanes, hamba-Nya, untuk memberitahukan peristiwa-peristiwa itu kepadanya" (Why. 1:1, BIMK). Kita melihat hierarki otoritas kepenulisannya seperti ini: Allah kepada Kristus, Kristus kepada malaikat, lalu malaikat kepada Yohanes, dan Yohanes kepada para pembaca, khususnya umat Tuhan zaman akhir. Jadi, pada prinsipnya kitab Wahyu adalah pemberitahuan dari Allah sendiri tentang apa yang bakal terjadi dalam sejarah dunia.

    Setelah Yohanes diberi penglihatan surgawi, yang disebut teofania (pengalaman melihat Allah atau tahta Allah), kepada sang rasul malaikat itu memberi perintah: "Sebab itu, tulislah hal-hal yang kau lihat, yaitu hal-hal yang ada sekarang ini, dan hal-hal yang akan terjadi nanti. Inilah rahasia dari tujuh bintang yang kau lihat di tangan kanan-Ku, dan dari tujuh kaki lampu emas itu: Tujuh bintang itu ialah para malaikat ketujuh jemaat, dan tujuh kaki lampu itu adalah ketujuh jemaat itu" (Why. 1:19-20, BIMK). Sebagian komentator Alkitab berpendapat bahwa "para malaikat" dari ketujuh jemaat itu adalah gembala-gembala dari jemaat yang bersangkutan. Bagian pertama kitab Wahyu berisi tulisan yang pada prinsipnya adalah "surat Kristus" kepada ketujuh jemaat, diawali dengan pekabaran kepada jemaat Efesus.

 "Penglihatan tentang tujuh jemaat berkaitan dengan masa lalu, masa sekarang, dan masa depan. Penglihatan ini mencatat keberhasilan-keberhasilan gereja Tuhan, dan juga kegagalan-kegagalannya. Di sini tercatat kemenangan-kemenangan gereja, dan juga kekalahan-kekalahannya. Meskipun ketujuh jemaat itu bisa melambangkan suatu rangkaian sejarah dari iman Kristiani selama berabad-abad, terdapat pelajaran-pelajaran sangat penting dalam setiap jemaat ini bagi umat Allah zaman ini" [alinea kedua: empat kalimat terakhir].

    Kehilangan cinta pertama.

   Secara umum, jemaat Efesus memantulkan kondisi rohani yang mantap. Rajin dalam peribadatan, tabah dalam cobaan, tegas terhadap ajaran-ajaran palsu, sabar dalam penderitaan, dan tidak gampang putus asa (Why. 2:2-3). Satu-satunya kekurangan mereka, setidaknya menurut apa yang diungkapkan di sini, ialah mereka kehilangan kasih yang semula. "Tetapi ini keberatan-Ku terhadapmu: Kalian tidak lagi mengasihi Aku seperti semula" (ay. 4, BIMK). Katakanlah, jemaat ini seperti telah kehilangan gairah cinta pertama.

    Fakta bahwa kekurangan jemaat Efesus itu disebutkan secara khusus di sini menunjukkan bahwa kehilangan kasih yang semula terhadap Tuhan merupakan kesalahan besar sehingga patut dicela. Efesus adalah jemaat yang tekun memelihara kemurnian doktrin (taat pada kehendak Allah) dan rajin menginjil (taat pada perintah Yesus), tetapi keunggulan-keunggulan itu dapat menjadi sia-sia apabila sebagai umat Tuhan mereka tidak lagi mengasihi Allah dan Yesus seperti semula. Memelihara kasih yang semula adalah penting oleh sebab Tuhan adalah "Allah yang cemburu" (Kel. 20:5; 34:14). Mungkin bukannya kita sama sekali tidak lagi mengasihi Tuhan, tetapi cara kita mengekspresikan kasih itulah yang berubah sehingga terkesan hambar karena tidak lagi semesra dan sebergairah dulu. Seperti dalam pengalaman sebagai suami-istri, setelah bertahun-tahun hidup bersama acapkali kita luntur dalam hal cara mengungkapkan rasa cinta itu. Mengekspresikan rasa cinta itu menyangkut soal kehangatan hubungan, dan kita tidak bisa menganggapnya secara taken for granted atau sebagai biasa-biasa saja.

    "Mereka menggantikan tugas dengan kesetiaan. Melaksanakan pekerjaan Yesus menjadi lebih penting daripada hubungan mereka dengan Dia. Lambat-laun dan nyaris tidak kentara, pengalaman mereka dengan Yesus mulai memudar. Mereka sudah bekerja keras untuk mempertahankan iman, tetapi sesuatu yang vital telah hilang dari pengalaman rohani mereka sendiri. Kasih kepada Yesus dan satu sama lain berkurang dengan sangat menyedihkan" [alinea terakhir: lima kalimat terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang pengalaman Jemaat Efesus dalam kitab Wahyu?

1. Tujuh jemaat dalam kitab Wahyu melambangkan riwayat gereja Kristen dari masa ke masa secara menyeluruh hingga menjelang kedatangan Yesus kedua kali. Jemaat Efesus melambangkan kondisi umat Kristen mula-mula yang rajin menginjil, tekun beribadah dan memelihara kemurnian doktrin, tetapi kehilangan kasih semula.

2. Kasih adalah alasan utama Allah untuk menyediakan jalan keselamatan bagi manusia melalui Anak-Nya yang tunggal (Yoh. 3:16). Pada akhirnya kasih adalah yang utama. "Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih" (1Kor. 13:13).

3. Sebagai suami dan istri, cara kita mengekspresikan cinta menggambarkan kedekatan dan kehangatan hubungan batin. Kristus juga menuntut kita memelihara kehangatan hubungan kasih dengan Dia. Reformasi rohani mencakup perbaikan hubungan kasih dengan Tuhan. "Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan" (Why. 2:5).

4. REFORMASI PROTESTAN (Imbauan Luther untuk Reformasi)

 Doktrin Alkitab vs tradisi.

   Reformasi Protestan pada abad ke-16 di Eropa Barat dipicu terutama oleh ketidakpuasan terhadap praktik-praktik Gereja Katolik Roma pada masa itu. Pertumbuhan pesat berkat kerja keras para rasul dan umat Kristen dalam abad-abad permulaan telah menempatkan Gereja dalam posisi yang sedemikian rupa sehingga menjadi lebih berpengaruh dari kekuasaan raja. Waktu itu pengaruh Gereja dalam masyarakat bahkan lebih besar dari penguasa karena seluruh rakyat beserta raja adalah umat yang tunduk pada otoritas agama, dan kekuasaan sipil dikendalikan oleh Gereja sebab Kekristenan menjadi agama resmi. Akibatnya, Gereja dengan leluasa memanipulasi doktrin Kitabsuci dengan menambahkan atau bahkan menggantikan dogma-dogma agama dengan tradisi-tradisi kekafiran.

     Awal Reformasi Protestan ditandai dengan penempelan plakat berisi 95 dalil di pintu gereja di Wittenberg oleh Martin Luther (1483-1546), seorang paderi Jerman dari mazhab Agustinian. Pada masa itu tindakan tersebut dianggap cara yang lazim dilakukan oleh kaum intelektual di kota pelajar itu sebagai ajakan untuk berdebat, tetapi kesalahan-kesalahan Gereja yang diungkapkan dalam dalil-dalil tersebut tidak terbantahkan. Isu teologis yang mendasari gerakan reformasi gereja waktu itu termaktub dalam tiga prinsip utama: 1. Alkitab sebagai satu-satunya doktrin gereja (Sola Scriptura); 2. Pembenaran hanya oleh iman (Sola Fide) berdasarkan pada doktrin keselamatan hanya oleh kasih karunia (Sola Gratia); dan 3. Keimamatan semua orang percaya. Sejalan dengan tuntutan reformasi itu adalah penolakan-penolakan terhadap berbagai ajaran Gereja seperti kekuasaan Paus yang bersifat mutlak, pemujaan Bunda Maria dan Orang-orang Kudus, misa sebagai upacara kurban, api penyucian, pengakuan dosa di hadapan pastor dengan membayar uang tebusan dosa, keharusan menggunakan bahasa Latin dalam upacara ibadah, dan lain-lain.

     Gerakan yang menuntut adanya reformasi gereja itu menyebar dengan cepat dan mendapat sambutan luas di Jerman sendiri dan di hampir seluruh Eropa Barat, khususnya negara-negara Skandinavia (Denmark, Swedia, Norwegia), Belanda, Swis, dan Skotlandia yang hingga sekarang menjadi basis Protestan di Eropa. Keberhasilan itu tidak terlepas dari pengaruh gerakan anti penyelewengan doktrin Alkitab oleh Gereja yang sebelumnya dilancarkan oleh John Wycliffe (1330-1380) dan John Huss (1369-1415), di samping juga peran para reformator lainnya seperti Huldreich Zwingli (1484-1531) di Swiss, John Calvin (1509-1564) di Prancis, dan John Knox (1513-1572) di Skotlandia.

 "Prinsip-prinsip gereja mengaburkan ajaran-ajaran Yesus. Tradisi jadi lebih dipetik ketimbang Kitabsuci. Orang banyak diliputi oleh ketakutan. Mereka hanya memiliki sedikit atau tidak ada jaminan keselamatan. Bingung dan rancu, mereka bergumul untuk percaya bahwa Allah sesungguhnya rindu menyelamatkan mereka" [alinea pertama: lima kalimat terakhir].

    Eforia reformasi rohani.

   Dapat dikatakan bahwa Reformasi Protestan dimulai dalam diri beberapa orang secara pribadi yang merasa prihatin terhadap doktrin pengampunan dosa dan keselamatan, sehubungan dengan ajaran-ajaran Gereja Katolik Roma yang menyeleweng dari kebenaran. Padahal Alkitab dengan jelas menyebutkan bahwa Injil menyelamatkan setiap orang yang percaya dan beriman kepada Yesus (Rm. 1:16-17), kasih karunia dalam kematian penebusan Yesus Kristus telah menyediakan jalan pendamaian manusia dengan Allah (3:21-25), melalui iman manusia dibenarkan oleh darah Kristus dan diselamatkan dari murka Allah (5:6-11), dan Kristus sudah memerdekakan manusia dari tuntutan hukum Taurat dan hukum dosa serta maut (8:1-4).

     "Memahami kasih karunia itu mengubah kehidupan. Itulah intisari dari Kekristenan. Kasih karunia Allah bagi yang tidak pantas dan tidak layak adalah dasar utama dari iman kita. Melalui kehidupan, kematian, kebangkitan dan pelayanan keimamatan Yesus karunia hidup kekal itu menjadi milik kita. Oleh menerimanya dengan iman, kita mempunyai jaminan keselamatan" [alinea keempat].

    Seperti yang kita lihat dalam pengalaman hidup para tokoh reformator itu, pengetahuan tentang kasih karunia Allah yang menyelamatkan sebagai pemberian cuma-cuma kepada manusia berdosa yang menerimanya dalam iman, telah menumbuhkan semacam "eforia reformasi rohani" dalam diri mereka. Tanpa ragu mereka bangkit menyadarkan dunia Kristen untuk menentang kesewenang-wenangan Gereja dan kembali kepada kebenaran Alkitab. Orang-orang yang sudah dibarui ditandai dengan semangat membara untuk mengabarkan kebenaran Injil. "Kebangunan baru berkaitan dengan menghargai pemberian kasih karunia setiap hari. Tidak ada yang secara rohani lebih mengangkat daripada bersukacita tiap hari dalam kebaikan dan kasih karunia Allah. Reformasi adalah menghidupkan kasih karunia itu di dalam segala yang kita lakukan" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang imbauan para penganjur Reformasi Protestan?

1. Bukan secara kebetulan Reformasi Protestan itu terjadi di tengah penyelewengan terhadap kebenaran Alkitab dengan lebih mengutamakan tradisi Gereja, tentu Tuhan turut berperan dalam peristiwa bersejarah tersebut. Tetapi hal yang terpenting dari reformasi itu ialah Alkitab menjadi bebas diakses oleh siapa saja.

2. Reformasi Protestan melahirkan efek berantai dalam kehidupan rohani masyarakat maupun dalam upaya untuk menggali kebenaran-kebenaran sejati dari Firman Tuhan. Alkitab bukan lagi menjadi bacaan yang terbatas untuk kalangan rohaniwan tetapi menjadi santapan rohani untuk umum.

3. Reformasi kerohanian melahirkan eforia reformasi rohani. Seorang yang sudah dibarui oleh Roh Kudus tidak dapat berdiam diri tetapi akan tergerak untuk membagikannya kepada orang-orang lain. Cara terbaik untuk menghargai reformasi rohani dalam diri kita ialah dengan mereformasi lingkungan sosial kita sendiri.

5. REFORMASI ROHANI SECARA GLOBAL (Imbauan Surga untuk Reformasi Zaman Akhir)

 Gereja Advent dan reformasi rohani.

    Cikal-bakal pergerakan Advent diawali di kota Washington di negara bagian New Hampshire oleh sekelompok orang Kristen yang tergabung dalam apa yang disebut "Christian Connection" (Pertalian Kristen), sebuah organisasi yang pada pertengahan abad ke-19 itu memiliki jumlah keanggotaan terbesar kelima di Amerika Serikat. Saat itu bertepatan dengan berlangsungnya Penyadaran Massal Kedua (Second Great Awakening) di mana masyarakat Kristen di Amerika sedang giat-giatnya mengadakan reformasi rohani. Mereka ini adalah orang-orang yang juga menjadi pengikut William Miller, seorang pendeta dari gereja Baptis, yang mengajarkan bahwa kedatangan Yesus kedua kali sudah di ambang pintu dan karena itu mereka menyebut diri sebagai "Adventists," yaitu "umat yang menantikan kedatangan [Yesus Kristus]."

     "Kekecewaan Besar" menyusul kegagalan ramalan kedatangan Yesus pada bulan Oktober 1844 merupakan sebuah pukulan berat terhadap keyakinan mereka, tetapi tidak menghapus sama sekali harapan akan kedatangan kedua kali itu. Setelah iman mereka dikuatkan kembali, terutama melalui penglihatan Hiram Edson di kebun jagung yang melihat penampakan dalam kaabah surga bahwa Yesus bukannya datang ke dunia melainkan berpindah dari bilik yang suci ke bilik yang maha suci, mereka membentuk kelompok baru yang menekankan pada pentingnya doktrin tentang kedatangan Yesus kedua kali, pengudusan Sabat hari ketujuh, dan penginjilan global. Gerakan ini berkembang dengan pesat, dan setelah berjalan selama hampir dua dasawarsa maka pada tahun 1860 kelompok umat Kristen ini sepakat untuk menamakan diri sebagai Seventh-day Adventists (Masehi Advent Hari Ketujuh). Pada tanggal 21 Mei 1863, dalam suatu rapat yang dihadiri oleh sekitar 20 delegasi, Gereja MAHK resmi berdiri sebagai sebuah denominasi Kristen yang pada saat itu jumlah keanggotaannya 3500 orang dengan 125 jemaat. Tokoh-tokoh pendirinya adalah James Springer White dan istrinya, Ellen Gould White, Joseph Bates, J.N. Andrews, dan lain-lain.

    Menurut data terkini (Januari 2012), keanggotaan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di seluruh dunia berjumlah lebih dari 17 juta, dengan 71.048 jemaat dan 65.553 perkumpulan, tersebar di 232 negara yang diakui PBB. Organisasi GMAHK terdiri atas 13 wilayah divisi (pelayanan regional), 119 wilayah uni (pelayanan tingkat nasional), dan 585 wilayah konferens/daerah (pelayanan tingkat daerah), yang mempekerjakan 17.272 pendeta aktif dan 220.760 pekerja missi aktif bukan pendeta. (Sumber: Adventist.org)

 "Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh adalah sebuah pergerakan reformasi. Ini dibangkitkan oleh Allah untuk memulihkan pandangan kebenaran-kebenaran alkitabiah yang telah hilang selama berabad-abad lampau. Sekalipun Roh Kudus bekerja dengan penuh kuasa melalui para Reformator, ada kebenaran-kebenatan sangat penting yang mereka tidak sepenuhnya mengerti. Allah masih memiliki lebih banyak kebenaran untuk dinyatakan kepada umat-Nya" [alinea pertama].

 Kebangunan baru dan reformasi zaman akhir.

   Sepanjang sejarah manusia sebagaimana tertulis dalam Alkitab kita bisa menemukan catatan tentang kebangunan baru dan reformasi rohani yang berlangsung dari masa ke masa. Ada kebangunan baru dan reformasi rohani yang berhasil dan ada yang gagal, ada kebangunan dan reformasi yang bertahan lama dan ada pula yang hanya bertahan untuk satu jangka waktu yang singkat. Hal yang sama terjadi juga di zaman pasca Alkitab, yaitu sesudah abad pertama hingga abad ke-21 sekarang ini, tatkala Roh Kudus menggerakkan orang-orang tertentu untuk mengumandangkan kebangunan baru dan reformasi rohani di berbagai tempat di dunia. Gerakan pembaruan itu berdampak pada generasi-generasi selanjutnya, termasuk kita umat Kristen yang lahir dari gerakan Reformasi Protestan abad ke-16 itu. Setiap gerakan reformasi rohani Kristen bertujuan untuk penyegaran iman dan pemurnian doktrin Alkitab, dan reformasi rohani selalu melahirkan umat percaya baru yang bertekad untuk memelihara serta mengamalkan doktrin yang lebih murni itu. Slogan yang sering didengungkan adalah "Back to the Bible" (Kembali kepada Alkitab).

    Gereja Advent (GMAHK) berdiri sebagai hasil dari sebuah penyegaran iman dan pemurnian doktrin Alkitab. Sebagai sebuah kelompok umat percaya yang lahir dari gerakan reformasi rohani, kita masih mempertahankan kebenaran doktrin-doktrin Alkitab yang sudah diamalkan selama ini, tetapi pada waktu yang sama kita pun menjunjung kebenaran-kebenaran baru dari hasil penyelidikan Alkitab yang tekun dan dituntun oleh Roh Kudus. Pada gilirannya, pembaruan rohani itu mendorong kita untuk membagikannya juga kepada orang-orang lain sebagai tanggungjawab moral dan kewajiban rohani kita seperti dituntut dalam Firman Tuhan. Bagi umat GMAHK, missi kita bukan saja menyampaikan injil keselamatan kepada dunia (Mrk. 16:15; Kis. 10:42; 2Tim. 4:2), tetapi juga Pekabaran Tiga Malaikat (Why. 14:6-12). Inilah missi global kita sebagai Gereja, dan inilah gerakan reformasi rohani yang ingin kita sampaikan kepada dunia.

     "Pekabaran Allah pada zaman akhir tentang 'injil yang kekal' itu mencakup satu seruan penurutan kepada kehendak Allah mengingat akan waktu penghakiman. Penghakiman itu menyingkapkan kepada seluruh alam semesta baik keadilan maupun kemurahan hati Allah. Dalam suatu zaman evolusi, pekabaran Yesus tentang reformasi adalah juga menyerukan kepada umat-Nya untuk kembali menyembah Khalik pada Sabat Alkitab yang benar" [alinea terakhir: tiga kalimat pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang gerakan reformasi Gereja Advent?

1. Gereja Advent lahir dari suatu gerakan reformasi rohani dan pemurnian doktrin Alkitab. Sebagai jemaat, kita berhutang budi pada para pelopor atas komitmen mereka membela kebenaran Alkitab. Sebab itu tiap anggota GMAHK bertanggungjawab untuk memelihara dan mengamalkan kemurnian doktrin kebenaran itu.

2. Gereja MAHK berdiri karena mempunyai satu missi spesifik, yaitu mengumandangkan pekabaran Tiga Malaikat dalam Wahyu 14, sebagai kebenaran yang harus diketahui oleh dunia. Inilah hakikat dari reformasi rohani global yang menjadi tanggungjawab kita sebagai satu Gereja.

3. Menjadi orang Kristen tidak sekadar menjadi pengikut Yesus Kristus, tetapi juga mengamalkan ajaran-ajaran Kristus dan melakukan kehendak Allah. Di tangan kita "Injil yang kekal" itu dipercayakan untuk disebarkan kepada dunia, dan di atas kepala kita kebenaran Kristus dijunjung.

PENUTUP

 Reformasi rohani berlanjut.

    Kebangunan baru dan reformasi rohani berlangsung atas gerakan Roh Kudus yang sama untuk maksud yang berbeda. Kebangunan baru adalah kebangkitan dari kematian rohani, reformasi adalah perubahan metode dan pola kerja dari yang selama ini berjalan. "Reformasi tidak akan menghasilkan buah kebenaran yang baik kecuali hal itu dihubungkan dengan kebangunan baru dari Roh. Kebangunan baru dan reformasi harus melakukan pekerjaan mereka yang telah ditentukan, dan dalam melaksanakan pekerjaan ini keduanya harus menyatu" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].

     Dengan demikian, kebangkitan dari kelesuan rohani harus mendahului perubahan dalam menjalankan missi gereja. Kerohanian yang dibangunkan kembali pada gilirannya akan mempengaruhi gaya hidup maupun fokus kehidupan kita, dari yang semula lebih terpusat pada kepentingan diri sendiri menjadi lebih terpusat pada kepentingan missi. Gereja yang kerohaniannya telah dibangkitkan kembali adalah gereja yang diilhami dengan cara-cara kerja yang diperbarui, dan anggota-anggota gereja yang kerohaniannya sudah dibangunkan kembali adalah jemaat-jemaat yang hatinya mencintai tugas dan kewajiban rohaninya sebagai pengikut Kristus.

 "Apapun profesi mereka, hanyalah orang-orang yang di hatinya adalah pelayan-pelayan dunia yang bertindak berdasarkan kebijakan gantinya prinsip dalam hal-hal rohani. Kita harus memilih apa yang benar karena itulah yang benar, dan menyerahkan akibat-akibatnya pada Tuhan. Kepada orang-orang yang memegang prinsip, iman, dan keberanian, dunia ini berhutang pembaruan-pembaruan besar yang didapatnya. Oleh orang-orang seperti itulah pekerjaan reformasi untuk zaman ini harus dilanjutkan" [alinea kedua].

     Reformasi harus dimulai dari diri kita sendiri, baru kemudian menyebar kepada orang-orang lain di sekitar kita dan selanjutnya meluas secara menyeluruh. Reformasi terjadi atas kehendak Allah, dan bilamana gereja atau jemaat harus direformasi, Roh Allah akan menggerakkan orang-orang yang dipilih-Nya untuk melancarkan reformasi yang diperlukan itu. Reformasi hanya bisa dilakukan dari dalam oleh orang-orang yang berada di dalam, karena itu tetaplah di dalam gereja dan berdirilah selalu di atas kebenaran. Dari zaman ke zaman Allah selalu memiliki orang-orang benar dan jujur yang dibutuhkan oleh dunia. "Kebutuhan dunia yang terbesar adalah kebutuhan akan orang-orang yang tidak mau diperjual-belikan, orang-orang yang di dalam batin jiwanya adalah benar dan jujur, orang-orang yang tidak takut menyebut dosa dengan namanya yang tepat, orang-orang yang hati nuraninya setia kepada tugas seperti jarum kompas menunjuk ke kutub, orang-orang yang akan berdiri demi kebenaran sekalipun langit runtuh" (Ellen G. White, Education, hlm. 57).

 "Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya" (Yeh. 36:26-27).


DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.



Minggu, 25 Agustus 2013

Mewaspadai Kebangunan Rohani Palsu.

"KETAJAMAN: PENGAMANAN KEBANGUNAN ROHANI"

PENDAHULUAN

 Membedakan keaslian dari kepalsuan.

   Palsu artinya bukan asli, tapi mirip dengan yang asli. Karena kemiripan itulah banyak orang yang tertipu ketika membeli barang tertentu yang disangkanya asli, apalagi dengan kemajuan teknologi sekarang yang mampu menyontek barang "bermerek" sehingga tampak seperti asli. Para pembelanja di pasar grosir Mangga Dua Jakarta tahu persis bagaimana menyiasati keinginan memakai barang bermerek yang terkenal mahal itu dengan biaya yang jauh lebih murah. Di kompleks pertokoan yang tersohor di seluruh Indonesia bahkan negara-negara tetangga itu anda bisa memilih barang-barang bermerek tiruan dalam berbagai mutu, dengan kode "KW1" (kualitas nomor 1), "KW2" dan "KW3" sesuai kemampuan.

    Kita hidup dalam dunia yang penuh dengan kepalsuan, akibatnya kita menjadi semakin terbiasa dengan kepalsuan itu dan toleransi terhadap hal-hal yang palsu pun kian meningkat. Kurang-lebih setengah abad silam kita mulai mengenal perabotan rumahtangga yang terbuat dari plastik, dengan harga lebih murah daripada barang-barang yang terbuat dari logam. Bersamaan dengan itu dunia kedokteran mulai memperkenalkan teknik "operasi plastik" untuk kaum wanita yang ingin parasnya tampak lebih cantik. Maka kaum budayawan memunculkan istilah "budaya plastik" untuk menyebut orang-orang yang menyukai perilaku palsu dan suka menyembunyikan dirinya yang asli. Sekarang ini barang-barang plastik dan bedah plastik bukan saja menjadi hal yang lumrah tapi juga dibutuhkan, dan dalam konteks tertentu kian meluas pula kebudayaan plastis itu. Kepura-puraan menjadi kelaziman, bahkan lebih gawat lagi, terkadang hal itu dianggap sebagai bagian dari kearifan atau kecakapan hidup.

    Kepalsuan dalam hal-hal yang bersifat rohani sangat dibenci oleh Tuhan, itulah sebabnya Yesus mengingatkan para pengikut-Nya agar mewaspadai "nabi-nabi palsu" dan "mesias-mesia palsu" (Mat. 7:15; 24:24; Mrk. 13:22). Rasul Paulus mengamarkan kita terhadap "ajaran palsu" (Kis. 20:30), "rasul-rasul palsu" (2Kor. 11:13), "saudara-saudara palsu" (Gal. 2:4), "permainan palsu manusia" (Ef. 4:14), "filsafat palsu" (Kol. 2:8), "mujizat-mujizat palsu" (2Tes. 2:9), bahkan "maksud palsu" dalam penginjilan (Flp. 1:18). Rasul Petrus juga menyadarkan kita perihal "guru-guru palsu" yang hanya mencari keuntungan pribadi (2Ptr. 2:1-3, 17). Bahkan Yesus Kristus sendiri pernah menjadi korban dari "kesaksian palsu" yang menyudutkan diri-Nya (Mrk. 14:56-57), begitu juga rasul Paulus menghadapi bahaya dari "saudara-saudara palsu" (2Kor. 11:26). Segala kepalsuan rohani bersumber dari Iblis yang adalah "pendusta dan bapa segala dusta" (Yoh. 8:44).
    Menyadari situasi dunia yang mengancam kehidupan rohani umat Allah ini, dan bahwa kepalsuan ada di mana-mana sehingga kita manusia berdosa mudah sekali tertipu oleh kepalsuan, pelajaran  saat  ini mengamarkan kita akan kemungkinan adanya kepalsuan khususnya dalam gerakan-gerakan kebangunan rohani dewasa ini. Hanya dengan bantuan Roh Kudus maka anda dan saya bisa memperoleh ketajaman dan kearifan untuk dapat membedakan antara kebangunan rohani yang asli dengan yang palsu.

    "Dalam konteks kebangunan rohani, kita perlu bertanya, Mungkinkah si jahat itu dapat menciptakan suatu semangat rohani yang palsu dan meninggalkan kesan bahwa kebangunan rohani yang asli telah terjadi?...Saat ini kita akan mempelajari petunjuk-petunjuk rohani dari kebangunan rohani yang asli dan membandingkannya dengan tanda-tanda nyata dari yang palsu. Mengetahui perbedaan antara kedua hal itu akan membantu mengamankan kita dari angan-angan musuh itu" [dua alinea terakhir].

1. PERAN FIRMAN TUHAN DALAM KEBANGUNAN ROHANI (Kehendak Allah dan Firman-Nya)

    Firman Tuhan, dasar kebangunan rohani.

   Kata revival dalam Bahasa Inggris, yang diterjemahkan sebagai kebangkitan atau kebangunan baru (Echols & Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, hlm. 484; Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, cetakan ke-XXIX, 2007), berasal dari kata Latin "revivere" yang artinya "hidup kembali." Istilah ini mulai populer di lingkungan gereja setelah digunakan dalam konteks rohani untuk pertama kalinya pada tahun 1702 oleh Cotton Mather (1663-1728), seorang penulis dan pendeta beraliran New England Puritan asal Boston, AS, yang juga tersohor sebagai seorang revivalist atau penganjur spiritual revival (kebangunan rohani) abad ke-17 di Amerika Utara. Istilah "kebangunan baru" menyiratkan adanya suatu kehidupan yang sedang sekarat sehingga perlu dibangunkan kembali. Jadi, kebangunan rohani adalah suatu ikhtiar atau usaha untuk membangunkan kembali kerohanian yang ada tapi sedang dalam keadaan mati suri.

     Dalam Mazmur 119 secara berulang-ulang pemazmur berseru kepada Tuhan agar menghidupkan kerohaniannya kembali "sesuai dengan firman-Mu" (ay. 25), meneguhkan jiwanya "sesuai dengan firman-Mu" (ay. 28), oleh sebab janji dalam firman-Nya itulah yang "menghidupkan" (ay. 49-50). Dalam versi TB, terdapat enam ayat yang mengulang-ulangi anak kalimat "sesuai dengan firman-Mu" dalam pasal ini yang menegaskan betapa pemazmur mendasarkan pengharapannya pada firman Tuhan. Kebangunan rohani sejati bagi orang Kristen harus bertumpu pada firman Tuhan dalam Alkitab, bukan pada falsafah manusia ataupun "pencerahan" yang bersifat sugestif. Kalau kita tergerak untuk bangun kembali dari kelesuan rohani karena didorong oleh apa yang kita baca dalam Kitabsuci, maka kita akan merasakan pengalaman kebangunan rohani yang sesungguhnya.

    "Semua kerohanian sejati terpusat pada mengenal Allah dan melakukan kehendak-Nya (Yoh. 17:3; Ibr. 10:7). Sesuatu yang disebut 'kebangunan' yang berpusat pada pengalaman gantinya komitmen untuk menaati Firman Allah sama sekali meleset dari sasaran. Roh Kudus tidak akan pernah menuntun kita ke mana Firman Allah tidak membawa kita. Roh Kudus menuntun kita ke dalam Firman (2Tim. 3:15-16). Firman Allah adalah dasar dan jantung dari semua kebangunan sejati" [alinea pertama].

    Roh Kudus, pencetus kebangunan rohani.

   Gereja Kristen menggunakan istilah revival (kebangunan kembali) untuk dua pengertian, ke dalam dan ke luar: 1. kebangunan rohani sebagai revitalisasi (penguatan kembali) serta restorasi (pemulihan rohani) jemaat, dan 2. kebangunan rohani sebagai usaha penginjilan yang biasa kita sebut KKR (kebaktian kebangunan rohani). Kebangunan rohani yang sedang kita bahas dalam pelajaran  ini adalah yang pertama dan bersifat ke dalam, yaitu untuk penguatan dan pemulihan kerohanian. Istilah lain yang pernah digunakan dunia Kristen berkenaan dengan kebangunan rohani jemaat ialah awakening  (membangunkan).

     Berdasarkan catatan sejarah gereja-gereja Kristen di Amerika, setidaknya sudah empat kali terjadi periode kebangunan rohani melalui apa yang disebut Great Awakening (Penyadaran Massal) sebagai sebuah gerakan revitalisasi Kristen: 1]. pada abad ke-18 (1730-1740); 2]. paruh pertama abad ke-19 (1800-1840); 3]. paruh kedua abad ke-19 (1850-1900); dan 4]. dalam abad ke-20 (akhir 1960-an hingga awal 1970-an). Sekarang mulai terdengar suara-suara untuk melaksanakan "great awakening" yang kelima pada abad ini, terutama karena keprihatinan gereja atas munculnya fenomena penguatan sekularisme yang dimanifestasikan dalam bentuk larangan berdoa di sekolah-sekolah umum, larangan pemasangan atribut-atribut Kristen di tempat-tempat umum, disahkannya perkawinan sejenis (gay marriage), dan kebebasan mengonsumsi ganja yang semakin merebak di berbagai negara bagian AS.

     Namun sebagian orang bersikap skeptis terhadap dampak jangka panjang dari berbagai bentuk kebangunan rohani yang bersifat massal seperti itu, terutama setelah melihat pengalaman di masa lalu. Kebangunan rohani sejati tidak diprakarsai oleh manusia secara massal, melainkan dicetuskan oleh Roh Kudus di dalam hati manusia secara perorangan. Kebangunan rohani bukan sekadar emosi yang menggebu-gebu karena terpengaruh oleh khotbah-khotbah maupun tulisan-tulisan yang menyerukan untuk hidup lebih rohani, tetapi kebangunan rohani sejati adalah kesadaran yang dipengaruhi oleh Roh Kudus untuk hidup lebih taat dan suci. Sehingga seperti pemazmur kita dapat berdoa: "Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang kekal!" (Mzm. 139:23-24).

     "Dalam khotbah Yesus tentang Roti Hidup, Ia menjelaskan intisari dari semua kebangunan dan dasar dari seluruh kehidupan rohani. 'Yang membuat manusia hidup ialah Roh Allah. Kekuatan manusia tidak ada gunanya. Kata-kata yang Kukatakan kepadamu ini adalah kata-kata Roh Allah dan kata-kata yang memberi hidup' (Yoh. 6:63, BIMK). Pernyataan Yesus ini sangat penting. Roh Kudus yang adalah sumber dari segala kebangunan rohani berbicara melalui Firman Allah demi untuk memberikan kepada orang-orang yang menyambutnya oleh iman suatu kehidupan rohani yang mendalam. Kebangunan baru terjadi bilamana Roh Kudus mencamkan perkataan Yesus pada pikiran kita" [alinea kedua: tujuh kalimat pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang peran Firman Allah dan Roh Suci dalam kebangunan rohani?

1. Kebangunan rohani sejati harus didasarkan pada Firman Tuhan melalui pembacaan dan perenungan. Peribadatan, khotbah, kesaksian, maupun tulisan-tulisan rohani dapat mempengaruhi perasaan kita untuk mengalami pembaruan rohani, tetapi hanya Firman Tuhan yang berkuasa mengubahkan.

2. Kebangunan rohani sejati hanya terjadi atas kehendak Allah melalui bisikan Roh Kudus secara perorangan. Ketika kalbu seseorang menyambut bisikan Roh itu hatinya akan tersentuh, dan kebangunan baru yang dipicu oleh Roh Kudus akan membuat kita mengakui dosa-dosa dan bertobat.

3. Kebangunan rohani yang dialami secara pribadi akan menuntun seseorang kepada pembaruan hidup (renewal), secara berkelompok akan membuat orang-orang terbangun dari tidur rohani (revival), dan secara umum itu akan menggerakkan orang banyak untuk disadarkan (awakening).

2. MENURUT KARENA KASIH (Kasih Allah dan Hukum-Nya)

     Dasar penurutan rohani.

   Penurutan yang alkitabiah juga dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu. Dalam PL kita menemukan adanya faktor "ancaman" terhadap keamanan dan kenyamanan yang mendorong penurutan. Musa berkata kepada bangsa Israel, "Lihatlah, aku memperhadapkan kepadamu pada hari ini berkat dan kutuk: berkat, apabila kamu mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini; dan kutuk, jika kamu tidak mendengarkan perintah TUHAN, Allahmu, dan menyimpang dari jalan yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini, dengan mengikuti allah lain yang tidak kamu kenal" (Ul. 11:26-28; huruf miring ditambahkan). Tetapi dalam PB kita menemukan faktor "kasih" sebagai pendorong penurutan. Yesus berkata: "Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku" (Yoh. 14:15; huruf miring ditambahkan).

    "Mengenal Allah selalu menuntun kepada penurutan. Hukum Allah menyingkapkan kasih-Nya. Suatu hubungan yang lebih mendalam dengan Kristus menuntun kepada kerinduan yang lebih besar untuk menyenangkan Kristus. Penurutan merupakan buah-buah kasih. Semakin kita mengasihi Dia, semakin kita akan ingin menaati Dia. Kebangunan apapun yang tidak menekankan pertobatan untuk waktu-waktu ketika kita dengan sengaja melanggar hukum-Nya adalah mencurigakan. Kegairahan rohani bisa merangsang tingkat kerohanian yang tinggi untuk sementara, tetapi perubahan rohani yang langgeng akan kurang" [alinea ketiga].

    Mengenal, mengasihi, dan menurut.

    Seorang ayah tampak sedang bermain-main dengan putranya berumur sekitar 4 tahun di teras rumah mereka. "Lompat!" terdengar ayahnya memberi aba-aba, lalu dari puncak anak tangga pada ketinggian sekitar tiga meter anak itu melompat ke pelukan ayahnya yang berdiri di bawah sambil menadahkan tangan. Bocah itu tampak gembira. Dia melepaskan diri dari pelukannya ayahnya, naik lagi ke atas tangga rumah, menunggu aba-aba, lalu melompat ke dalam tangkapan ayahnya diiringi tawa ria. Terus seperti itu sampai berkali-kali. Tetangga yang sejak tadi memperhatikan datang menghampiri lalu bertanya kepada bocah itu, "Apa kamu tidak takut waktu hendak melompat?" Anak kecil itu menoleh sejenak lalu menjawab dengan nada yang mantap, "Tidak. Sebab saya kenal ayah saya!"

    Pengenalan menimbulkan rasa percaya, dan rasa percaya melahirkan penurutan. Ketika sang ayah menyuruhnya untuk melompat tidak ada keraguan sedikit pada anak itu untuk menuruti aba-aba ayahnya. Penurutan berhubungan erat dengan pengenalan. Dalam perilaku rohani hal yang sama juga berlaku, bahkan pengenalan dapat menumbuhkan kasih yang menuntun kepada penurutan. Berkata rasul Yohanes: "Dan inilah tandanya bahwa kita mengenal Allah, yaitu jikalau kita menuruti perintah-perintah-Nya. Barangsiapa berkata: Aku mengenal Dia, tetapi ia tidak menuruti perintah-Nya, ia adalah seorang pendusta dan di dalamnya tidak ada kebenaran. Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah; dengan itulah kita ketahui, bahwa kita ada di dalam Dia" (1Yoh. 2:3-5).

     "Dalam ayat-ayat ini Yohanes mengadakan dua hal penting. Pertama, mengenal Allah menuntun kepada pemeliharaan perintah-perintah-Nya. Kedua, mengasihi Allah menuntun kepada mengasihi satu sama lain. Maksud Yohanes adalah jelas. Kerohanian yang sejati menghasilkan suatu kehidupan yang berubah. Hati yang dibangunkan kembali bukanlah suatu sensasi perasaan kedekatan kepada Yesus yang hangat. Itu adalah sebuah kehidupan yang diubahkan dan dipenuhi dengan sukacita melayani Yesus. Tujuan Allah yang besar dalam semua kebangunan ialah untuk menarik kita lebih dekat kepada-Nya, untuk memperdalam penyerahan kita kepada maksud-Nya bagi hidup kita, dan untuk melepas kita bagi kesaksian dan pelayanan dalam pekerjaan-Nya" [alinea terakhir].

 Apa yang kita pelajari tentang mengasihi Tuhan dan menuruti perintah-Nya?

1. Dasar penurutan secara manusiawi berbeda dengan dasar penurutan ilahi. Sebagai manusia seringkali kita menurut karena dipaksa oleh keadaan, khususnya oleh kekuasaan di atas kita. Tetapi sebagai umat Tuhan penurutan kita adalah karena dipaksa oleh rasa kasih kepada Tuhan.

2. Penurutan erat kaitannya dengan rasa percaya yang ditimbulkan oleh hubungan pribadi yang terjalin melalui pengenalan terus-menerus. Semakin kita mengenal Allah semakin terpupuk rasa percaya kita kepada-Nya, dan pada gilirannya kita tidak memiliki keraguan untuk menurut kepada-Nya.

3. Kasih dan penurutan kepada Allah merupakan dua hal yang jalin-menjalin dan saling mempengaruhi. "Dan inilah kasih itu, yaitu bahwa kita harus hidup menurut perintah-Nya. Dan inilah perintah itu, yaitu bahwa kamu harus hidup di dalam kasih..." (2Yoh. 1:6).

3. KEBANGUNAN ROHANI SEBAGAI KOMITMEN (Formalisme, Fanatisme, dan Iman)

 Formalisme dan fanatisme yang kaku.

    Seorang yang menurut belum tentu taat, tetapi seorang yang taat pasti menurut. Penurutan dapat terjadi sebagai hasil dari pertimbangan, tetapi ketaatan adalah hasil dari komitmen. Penurutan merupakan bukti lahiriah dari hubungan dengan Kristus (1Yoh. 2:3-4; 3:24); penurutan ialah hasil dari kasih kepada Kristus (Yoh. 14:21, 23-24); dan penurutan adalah sambutan yang tulus terhadap perintah Kristus (Luk. 6:46; Why. 3:3).
   Kebangunan rohani yang sesungguhnya menghasilkan perubahan dari dalam--perubahan hati--yang terpantul melalui ciri-ciri penurutan secara lahiriah, tetapi tanda-tanda penurutan lahiriah belum tentu membuktikan telah terjadinya perubahan hati. Karena itu kita tidak dapat menilai suatu kebangunan rohani berdasarkan penurutan semata, betapa pun penurutan itu kelihatannya keras dan kaku. Terkadang malah penurutan yang kaku hanya menandakan adanya fanatisme dan formalisme yang ekstrem, bukan bukti dari sambutan yang didasarkan pada hubungan kasih dengan Yesus Kristus.

    "Salah satu tantangan dari kebangunan rohani sejati ialah menerobos permukaan beku dari formalisme yang dingin, sementara pada waktu yang sama menghindari api fanatisme yang berkobar-kobar. Formalisme ialah terkunci mati dalam status quo (=tetap pada keadaan sekarang). Itu adalah rasa puas dengan kulit luar keberagamaan sambil menolak realitas iman yang hidup. Fanatisme cenderung mengarah kepada yang ekstrem. Itu keluar dari garis singgung rohani. Hal itu cenderung tidak seimbang, memusatkan pada satu aspek iman tetapi mengabaikan semua yang lainnya. Fanatisme sering bersifat membenarkan diri dan menghakimi" [alinea pertama: tujuh kalimat pertama].

    Yesus tidak terpukau dengan formalisme dan fanatisme lahiriah yang dipamerkan oleh para ahli Taurat dan kaum Farisi, bahkan Ia mengecamnya sebagai kemunafikan. Mereka diibaratkan seperti kuburan yang dari luar tampak bersih dengan warna putih, tetapi di dalamnya penuh dengan tulang-belulang dan kotoran (Mat. 23:27). "Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan," kata-Nya (ay. 28). Yesus juga menyamakan mereka dengan gelas dan pinggan yang bagian luarnya kelihatan bersih tapi dalamnya "penuh rampasan dan kejahatan" (Luk. 11:39). Orang Farisi dan ahli Taurat taat kepada tradisi, namun "perintah Allah kamu abaikan untuk berpegang pada adat istiadat manusia" (Mrk. 7:8).

 Mujizat bukan bukti.

    Manusia sangat mudah terpesona oleh penampilan luar, dan kelemahan ini sering dimanfaatkan oleh Setan untuk mengelabui manusia. Menubuatkan perihal "Manusia Jahat" (versi TB: "si pendurhaka") yang akan muncul pada zaman akhir, rasul Paulus menulis: "Manusia Jahat itu akan muncul dengan suatu kuasa yang besar dari Iblis. Ia akan mengadakan segala macam keajaiban dan hal-hal luar biasa yang penuh dengan tipuan. Ia akan memakai segala tipu muslihat yang jahat untuk menyesatkan orang-orang yang akan binasa" (2Tes. 2:9-10, BIMK; huruf miring ditambahkan). Jadi, mujizat dan tanda ajaib tidak membuktikan adanya kuasa Tuhan, tapi bisa juga itu dari kuasa iblis.

     Begitu pula, menyerukan nama Tuhan tidak menjamin keselamatan. Sebab Yesus berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga" (Mat. 7:21; huruf miring ditambahkan). Bahkan sekalipun orang-orang itu bernubuat, mengusir setan dan mengadakan banyak mujizat dengan mengatasnamakan Tuhan (ay. 22). Kalau perbuatan ajaib seperti mujizat tidak membuat seseorang selamat, bagaimana kita bisa menerima bahwa tanda ajaib dan mujizat itu menandakan adanya kebangunan rohani sejati dalam diri orang yang tidak selamat?

    "Tanda-tanda dan keajaiban-keajaiban tidak pernah dapat menggantikan tempat iman alkitabiah yang otentik. Tanda dan keajaiban itu bukan pengganti penyerahan diri kepada kehendak dan Firman Allah. Inti dari kebangunan rohani sejati adalah iman yang mendalam sehingga menuntun kepada suatu kehidupan yang taat pada komitmen terhadap kehendak Allah" [alinea kedua: kalimat kedua hingga keempat].

 Apa yang kita pelajari tentang formalisme dan fanatisme?

1. Ketaatan kepada Tuhan ditunjukkan dengan penurutan, bukan dengan formalisme dan fanatisme agama. Ketaatan pada perintah Tuhan adalah komitmen yang dihasilkan dari kebangunan rohani sejati yang membuahkan perubahan hati.

2. Formalisme dan fanatisme agama yang hanya tampak dari luar tetapi tidak mengubah hati adalah sebuah kemunafikan. Formalisme dan fanatisme agama yang bersifat pamer dan menghakimi orang lain merupakan cerminan mentalitas kaum Farisi dan ahli Taurat pada zaman Yesus.

3. Iman adalah dasar dari penurutan kepada kehendak Allah, dan iman juga menjadi pangkal kuasa ilahi dalam mengadakan hal-hal besar dan ajaib (Mat. 17:20). Tanda ajaib dan mujizat yang tidak berlandaskan iman adalah berasal dari kuasa Setan.

4. JANGAN TERTIPU OLEH MUJIZAT (Pelayanan dan Mujizat)

    Maksud dari mujizat ilahi.

    Alkitab PB mempunyai tiga istilah berbeda untuk menyebut kuasa ilahi yang diperagakan Yesus selama melayani di atas bumi ini. Berkata rasul Petrus kepada khalayak ramai di kota Yerusalem pada hari itu: "Hai orang-orang Israel, dengarlah perkataan ini: Yang aku maksudkan, ialah Yesus dari Nazaret, seorang yang telah ditentukan Allah dan yang dinyatakan kepadamu dengan kekuatan-kekuatan dan mujizat-mujizat dan tanda-tanda yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia di tengah-tengah kamu, seperti yang kamu tahu" (Kis. 2:22; huruf miring ditambahkan).

 Versi King James menerjemahkan ketiga istilah dalam huruf miring pada ayat tersebut di atas masing-masing dengan kata miracles, wonders, dan signs. Kata Grika untuk ketiganya adalah δύναμις, dynamis (=daya kekuatan, kemampuan); τέρας, teras (=keajaiban, mujizat); dan σημεῖον, sēmeion (=tanda ajaib). Kita tidak tahu apakah ketiga kata berbeda itu memang "bunyi" dalam pidato rasul Petrus, atau itu semua dicantumkan oleh Dr. Lukas sebagai penulis kitab Kisah Para Rasul (KPR) yang menggambarkan kekayaan kosakata bahasa Grika yang dikuasainya. Namun kita percaya bahwa sebagai tulisan yang diilhamkan Allah, Roh Kudus berperan aktif dalam mengarahkan pikiran dan tangan penulis kitab KPR itu ketika menyebutkan ketiga istilah tersebut, yaitu untuk menerangkan secara lengkap perbuatan-perbuatan supra alami Yesus Kristus sebagai manifestasi kuasa ilahi "yang dilakukan oleh Allah dengan perantaraan Dia." Akan tetapi semua mujizat dan tanda-tanda ajaib yang diadakan Yesus itu bukan yang terpenting, namun itu adalah pelengkap yang menyempurnakan pelayanan-Nya yang seutuhnya.

    "Kebangunan rohani yang palsu sering menempatkan penekanan utamanya pada mujizat-mujizat. Kebangunan rohani sejati berfokus pada pelayanan. Kebangunan rohani palsu menekankan tanda-tanda yang menakjubkan dan keajaiban-keajaiban; kebangunan rohani sejati mengakui bahwa mujizat terbesar adalah hidup yang diubahkan...Mujizat-mujizat Yesus yang menyembuhkan itu menyaksikan fakta bahwa Dia adalah Mesias. Sebagai Penebus kita yang berkasihan, Juruselamat itu peduli dengan meredanya penderitaan manusia. Tetapi Ia bahkan lebih peduli lagi dengan keselamatan dari setiap orang yang Ia jamah dengan kasih karunia penyembuhan-Nya" [alinea pertama; alinea kedua: tiga kalimat pertama].

 Mujizat pada zaman akhir.

    Sebenarnya, apa itu mujizat? Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford edisi kedua, sebagaimana dikutip oleh Wikipedia, "mujizat adalah suatu peristiwa yang tidak dapat dihubungkan dengan kekuatan manusia atau hukum alam dan karena itu dikaitkan dengan sebuah agensi supra alami, khususnya ilahi." Kamus Merriam-Webster online, mendefinisikan mujizat sebagai "sebuah peristiwa luar biasa yang mewujudkan campur tangan ilahi dalam urusan manusiawi." Secara filosofis seseorang pernah mengatakan bahwa "mujizat bukan tidak berlakunya hukum alam, melainkan berlakunya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum alam." Jadi, pada prinsipnya mujizat adalah sebuah peristiwa supra alami yang tidak tunduk pada hukum alam. Mujizat adalah suatu pekerjaan ilahi yang melampaui apa yang normalnya diartikan sebagai hukum alam; sesuatu yang tidak dapat dijelaskan atas dasar hukum alam. Pokoknya, ajaib.

     Alkitab menyatakan bahwa pada hari-hari terakhir juga Tuhan akan mencurahkan Roh-Nya kepada hamba-hamba-Nya sehingga mereka mendapat mimpi serta bisa bernubuat (Kis. 2:17-18), dan selain itu "Aku akan mengadakan mujizat-mujizat di atas, di langit dan tanda-tanda di bawah, di bumi: darah dan api dan gumpalan-gumpalan asap" (ay. 19). Tetapi pada zaman akhir juga akan muncul mesias-mesias dan nabi-nabi palsu lalu "mereka akan mengadakan tanda-tanda yang dahsyat dan mujizat-mujizat, sehingga sekiranya mungkin, mereka menyesatkan orang-orang pilihan juga" (Mat. 24:24). Sesuai dengan informasi ini, bahwa pada zaman akhir akan terjadi mujizat-mujizat dari dua sumber yang berlawanan, yaitu kuasa Allah dan kuasa Setan, maka kita semua perlu melengkapi diri dengan ketajaman serta kearifan pengamatan supaya dapat membedakannya dan tidak gampang tertipu. Namun penyesatan akan terjadi khususnya atas mereka yang tidak menyukai kebenaran dan akan dibinasakan (2Tes. 2:9-12; Why. 19:20).

 "Bilamana hasrat akan hal yang menakjubkan jauh lebih penting daripada keinginan akan hidup baru di dalam Kristus, pikiran terbuka bagi penipuan...Dengan kata lain, tanda-tanda yang menakjubkan dan keajaiban-keajaiban yang mencengangkan tidak pernah dapat menggantikan pemahaman dan kemudian mengikuti Firman Allah. Penurutan kepada Allah adalah yang terutama; tanda-tanda dan keajaiban, kalau dan apabila itu datang, selalu hanya soal sekunder" [alinea terakhir: kalimat kedua dan keempat].

 Apa yang kita pelajari tentang bahayanya mengutamakan mujizat?

1. Manusia sangat rentan terhadap ketakjuban dan keajaiban. Celakanya, banyak manusia yang terlanjur percaya bahwa setiap keajaiban berasal dari Tuhan. Setan tahu keadaan ini, karena itu dia akan terus memanfaatkan peluang ini untuk mengelabui manusia. Allah itu ajaib, tapi tidak semua yang dianggap ajaib berasal dari Allah.

2. Yesus dalam pelayanan-Nya di dunia ini berkali-kali melakukan tanda-tanda ajaib, termasuk menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Namun Yesus tidak menjadikan mujizat sebagai daya pikat utama untuk menarik orang banyak, melainkan sebagai pelengkap pelayanan-Nya berdasarkan kebutuhan.

3. Setan dengan kuasa yang masih melekat pada dirinya mampu mengadakan berbagai tanda ajaib dan mujizat, tetapi dia tidak memiliki kuasa untuk menghidupkan orang yang sudah mati. Kuasa kebangkitan adalah milik Yesus yang sudah mengalahkan maut.

 Kamis, 22 Agustus

MAKSUD PEMBERIAN KARUNIA (Buah-buah dan Karunia-karunia)

 Memahami karunia rohani.

   Pertama-tama kita harus bedakan antara istilah "kasih karunia" (Grika: χάρις, charis; Inggris: grace) dengan "karunia Roh" (Grika: πνευματικός, pneumatikos; Inggris: spiritual gifts) yang digunakan dalam PB. Sementara "kasih karunia" adalah anugerah keselamatan Allah melalui iman kepada Yesus Kristus (Yoh. 3:16; Rm. 3:24; 5:2, 15, 21; Kis. 15:11), "karunia Roh" atau "karunia rohani" secara spesifik merujuk kepada kuasa Roh yang Allah berikan kepada umat-Nya dengan maksud untuk memperlengkapi kita bagi pelayanan pekerjaan-Nya (Ef. 4:11-16; 1Kor. 12:7-11; 14:1).

    Perbedaan pokok lainnya di antara keduanya ialah bahwa "kasih karunia" diberikan kepada semua manusia secara merata serta sama dan serupa, sedangkan "karunia rohani" diberikan hanya kepada umat percaya saja secara tidak merata dan berlain-lainan. Kembali, ketidaksamaan ini disebabkan oleh perbedaan dari maksud pemberiannya. Namun, meskipun kita dapat melihat di sini perbedaan maksud dan tujuan dari penganugerahan "kasih karunia" dengan "karunia rohani" itu, kita menemukan persamaan dalam hal bagaimana kedua hal itu diberikan: yakni sama-sama berasal dari Allah dan diberikan kepada manusia secara cuma-cuma.

     "Karunia-karunia Roh Kudus bisa dibagi ke dalam dua kategori: sebagian karunia-karunia itu merupakan ciri kemampuan, karunia-karunia yang lainnya bersifat panggilan tugas. Misalnya karunia-karunia pertolongan, keramahtamahan, menasihati dan mengajar adalah ciri-ciri kemampuan yang Allah tanamkan pada umat percaya secara perorangan (Rm. 12:6-8). Karunia-karunia dari para rasul, para nabi, para penginjil, dan para pendeta/guru merupakan panggilan tugas yang diberikan kepada umat percaya secara perorangan (Ef. 4:11-12). Kedua kategori ini melayani pengabdian kepada satu maksud yang sama. Semua itu sudah ditanamkan oleh Roh Kudus untuk memperkuat kehidupan rohani jemaat dan memperlengkapinya bagi missi. Karunia-karunia rohani bukan demi karunia-karunia itu sendiri. Semua itu telah diberikan oleh Allah untuk manfaat dari gereja-Nya" [alinea pertama].

 Buah-buah Roh.

   Hal lainnya yang berhubungan dengan Roh seperti diajarkan dalam PB ialah "buah-buah Roh" sebagai hasil dari "hidup oleh Roh" (Gal. 5:16). Alkitab versi King James menerjemahkan frase ini dengan "Walk in the Spirit" sama seperti yang digunakan oleh PB versi TL (Terjemahan Lama), "Berjalanlah kamu dengan Roh." Kata Grika (bahasa asli PB) yang diterjemahkan dengan "berjalan" dalam ayat ini adalah περιπατέω, peripateō,  sebuah kata kerja yang arti harfiahnya adalah berjalan dan digunakan sebanyak 97 kali dalam 90 ayat di seluruh PB dalam konkordansi Grika versi King James. (James Strong, Strong's Exhaustive Concordance of the Bible, G4043; Nashville, Tenn: Thomas Nelson Publishers, 1984.) Dalam surat-surat rasul Paulus kata peripateō  ini sering digunakan dalam arti kiasan (figuratif) yang dapat diterjemahkan sebagai "hidup." Padanannya dalam PL (bahasa Ibrani) adalah יָלַךְ, yalak, atau kata bentukannya הָלַךְ, halakh, sebuah kata kerja yang secara harfiah artinya "berjalan" tapi juga digunakan secara figuratif dalam pengertian perilaku hidup seperti antara lain dalam 2Raj. 20:3; 2Taw. 34:2, 31; Ams. 1:15; Ay. 34:8; Mzm. 25:5, 56:14, 81:13.
    "Buah-buah Roh" adalah hasil dari berjalan di dalam Roh atau "hidup oleh Roh." Orang yang hidupnya tidak dituntun oleh Roh Kudus tidak mungkin menghasilkan buah-buah Roh, yaitu ciri-ciri tabiat sebagaimana dimaksud dalam Gal. 5:22-23. Selanjutnya, kata Paulus menasihati, "Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki" (ay. 25-26). Seseorang bisa saja memperlihatkan ciri-ciri yang mirip dengan buah-buah Roh itu--kasih, kesabaran, kebaikan, kelemahlembutan, dan sebagainya--tanpa sungguh-sungguh hidup dalam Roh dan memiliki Roh Kudus yang menuntun hidupnya, tetapi itu hanyalah buah-buah palsu yang semu sebagai "topeng" yang dipakai untuk sementara saja. Anda bisa membuat es sirup rasa duren atau rasa buah apa saja tanpa benar-benar menambahkan buah yang sesungguhnya, tetapi minuman itu hanya dapat memuaskan rasa dahaga belaka tanpa memberi tubuh anda sesuatu vitamin dan zat gizi yang bisa diperoleh dari buah-buahan yang asli. Hanya sekadar rasa, bukan manfaat.

     "Sesuatu yang disebut kebangunan rohani yang memiliki sedikit perhatian dalam buah-buah Roh tetapi terobsesi dengan pemilikan karunia-karunia Roh adalah berbahaya. Jika Allah memberi karunia-karunia Roh dengan limpah kepada orang-orang percaya yang tidak mewujudkan buah-buah Roh itu, gereja akan menjadi pusat pameran yang mementingkan diri. Sebab kalau Allah membuka kuasa surga ketika saluran-saluran kuasa rohani cekcok itu hanya akan menimbulkan akibat-akibat yang berbahaya. Waspadalah terhadap pergerakan-pergerakan yang berkonsentrasi pada karunia dan kuasa Roh Kudus ketimbang pada penurutan kepada kehendak Allah dan perubahan tabiat yang menyatakan buah-buah Roh" [alinea pertama].

 Apa yang kita pelajari tentang maksud karunia Roh dan buah-buahnya?

1. Karunia Roh (terkadang disebut "karunia rohani") diberikan oleh Tuhan kepada umat-Nya untuk suatu maksud yang istimewa, yakni demi memperlengkapi jemaat bagi pelayanan pekerjaan-Nya. Karunia Roh itu ada yang berupa ciri-ciri tabiat, ada pula yang bersifat kemampuan untuk tugas-tugas tertentu.

2. Karunia rohani itu berbeda-beda dalam ujudnya sebagai talenta-talenta yang berlainan, tetapi semuanya bermanfaat dan saling mendukung untuk tujuan yang sama. Gereja adalah "tubuh Kristus" yang terdiri atas berbagai bagian dengan fungsi-fungsi yang berbeda tetapi "adalah satu tubuh di dalam Kristus" (Rm. 12:4-5).

3. Untuk memperoleh karunia rohani itu kita harus "hidup oleh Roh" atau "berjalan di dalam Roh." Kehidupan yang dituntun oleh Roh Kudus juga akan membuat kita mampu menghasilkan "buah-buah Roh," yaitu ciri-ciri tabiat dan talenta-talenta yang menunjang pelayanan Gereja. Inilah hakikat dari kebangunan rohani sejati.

PENUTUP

 Demi pemberdayaan gereja.

Kebangunan rohani tidak saja bermanfaat bagi kualitas kerohanian umat Tuhan secara perorangan, tetapi lebih penting lagi ialah berguna untuk pelayanan pekerjaan Tuhan secara jemaat. Sebagai pribadi, kebangunan rohani lebih menyiapkan anda dan saya bagi tugas di dalam maupun di luar gereja; sebagai jemaat, kebangunan rohani semakin memberdayakan tubuh Kristus secara keseluruhan untuk menunaikan perintah penginjilan semesta. Tetapi sebelum sampai kepada sasaran itu perlu dipupuk kesadaran kita, perorangan maupun sebagai jemaat, akan nilai yang sangat tinggi dari karunia-karunia rohani yang disediakan Allah itu.

 "Janji akan Roh itu tidak dihargai sebagaimana mestinya. Kegenapannya tidak direalisasikan seperti seharusnya. Adalah ketiadaan Roh itu yang membuat pelayanan injil begitu tak berdaya. Pembelajaran, talenta-talenta, kefasihan lidah, setiap bakat alam ataupun yang dipelajari itu bisa dimiliki; tetapi tanpa kehadiran Roh Allah tidak ada hati yang akan terjamah, tidak ada orang berdosa dimenangkan bagi Kristus" [alinea pertama: empat kalimat pertama].



Dalam perkataan lain, karunia-karunia rohani itu bukanlah pemberian Allah yang berdiri sendiri, tetapi karunia-karunia itu merupakan satu paket dengan Roh itu sendiri. Roh Kudus yang menyiapkan hati kita untuk menerima karunia-karunia rohani, Roh Kudus itu juga yang menyanggupkan kita untuk menggunakan karunia-karunia rohani tersebut sesuai dengan tujuannya. Tanpa Roh Kudus mustahil kita dapat memperoleh karunia-karunia rohani itu, apalagi untuk menggunakannya.

 Mungkin kita bisa menggunakan ponsel cerdas dan komputer tablet sebagai analogi: Setiap ponsel cerdas dan komputer tablet dengan sistem operasi Android, apapun vendor dan mereknya, dapat mengunduh aplikasi-aplikasi dari Google melalui akses "Play Store" sehingga aplikasi-aplikasi itu dapat digunakan sesuai fungsi dan peruntukkannya. Ponsel dan komputer tablet yang tidak memiliki sistem operasi Android tidak mungkin mengunduh apalagi menggunakan ribuan aplikasi yang kebanyakan ditawarkan secara gratis itu. Roh Kudus adalah "sistem operasi" yang compatible (cocok dan sepadan) bagi karunia-karunia rohani, sehingga memungkinkan anda dan saya untuk memperolehnya sebagai "aplikasi-aplikasi rohani" yang sangat bermanfaat demi membantu kita melaksanakan tugas-tugas ilahi.

 "Karena itu marilah kita, yang sempurna, berpikir demikian. Dan jikalau lain pikiranmu tentang salah satu hal, hal itu akan dinyatakan Allah juga kepadamu. Tetapi baiklah tingkat pengertian yang telah kita capai kita lanjutkan menurut jalan yang telah kita tempuh" (Flp. 3:15-16).

DAFTAR PUSTAKA:

1. Mark Finley, Kebangunan dan Pembaruan-Pedoman Pendalaman Alkitab, Indonesia Publishing House, Juli-September 2013.
2. Loddy Lintong, California, U.S.A-Face Book.