"HARI
TUHAN (ZEFANYA)"
PENDAHULUAN
Pentingnya
pertobatan. Seperti
pekabaran Habakuk dan nabi-nabi lainnya pada zaman Israel purba, pekabaran nabi
Zefanya juga menitikberatkan pada imbauan bagi pertobatan. Allah akan
menghakimi manusia oleh sebab dosa dan kejahatan harus dihukum, tetapi
pehukuman bukanlah kata akhir. Apabila umat Allah itu menyadari dosa-dosa
mereka lalu bertobat, Tuhan akan memulihkan keadaan mereka dan janji berkat
disediakan bagi mereka jika mau kembali kepada Tuhan dan hidup dalam ketaatan.
Itulah pekabaran hakiki dari para nabi kepada bangsa Israel purba, termasuk
Zefanya.
Zefanya
adalah nabi yang agak luar biasa karena dia berdarah ningrat. Hizkia, raja
Yehuda ke-13 (716-687 SM) yang baik itu adalah kakek buyutnya. Hampir dapat
dipastikan bahwa Zefanya lahir di masa pemerintahan raja Manasye (687-642 SM)
yang jahat (tapi tampaknya sempat bertobat di saat-saat terakhir; baca 2Taw.
33:23), dan juga telah mengalami masa pemerintahan raja Amon yang jahat pula
meski waktunya singkat (642-640 SM). Nama Zefanya (Ibr.: צְפַנְיָה, Tsĕphanyah) mengandung
arti "Yahwe menyimpannya" dan para peneliti berspekulasi bahwa sang
nabi memang "disimpan" oleh Tuhan untuk menjadi jurukabar Allah pada
waktu yang ditentukan-Nya. Zefanya melayani sebagai nabi Tuhan bersamaan dengan
masa pelayanan nabi Yeremia dan Habakuk serta seorang nabiah bernama Hulda
(2Taw. 34:27-28).
Sebagaimana
ditegaskan di awal kitabnya, nabi Zefanya menerima pekabaran Tuhan pada masa
pemerintahan raja Yosia (640-608 SM), putra raja Amon yang didaulat untuk
menggantikan sang ayah ketika dia masih berumur 8 tahun (2Taw. 34:1). Sepuluh
tahun setelah dinobatkan menjadi raja, yaitu pada usia 18 tahun dan cukup
dewasa, Yosia mengadakan reformasi rohani secara nasional (ay. 8) sehingga
dirinya tercatat sebagai yang terakhir dari delapan raja yang baik yang pernah
memerintah di Yehuda. Namun, kenyataan bahwa pekabaran tentang penghakiman
Allah (Zef. 2-6) ini datang pada zaman pemerintahan Yosia yang saleh itu
menunjukkan bahwa kebangunan rohani yang dijalankannya belum membuat rakyat
Yehuda sungguh-sungguh bertobat. Mungkin sifat berdosa yang terpupuk selama
masa pemerintahan dua raja sebelumnya yang jahat itu, yakni Manasye dan Amon
(baca 2Raj. 21:9-17, 18-20; 2Taw. 33:9, 21-22), sudah begitu jauh merasuk
bangsa itu sehingga meskipun telah dipimpin oleh raja yang taat tapi perilaku
kebanyakan rakyat Yehuda masih tetap saja jahat. Pertobatan tanpa perubahan
hati, tapi hanya pada penampilan luar saja, tidak akan bertahan lama.
"Khotbah
Zefanya mengutuk kebusukan tanpa harapan yang ditemukan di masyarakat Yehuda.
Dia menunjuk kepada perlunya pertobatan yang didasarkan pada fakta bahwa kasih
Allah masih memanggil umat-Nya kepada kerendahan hati dan kesetiaan.
Pekabarannya bersifat rangkap dua: ada ancaman akan penghakiman yang segera dan
menyeluruh; namun ada juga janji bahwa yang selamat dari segala bangsa akan
bergabung dengan umat Israel yang sisa untuk melayani Tuhan dan menikmati
berkat-berkat-Nya" [alinea kedua: tiga kalimat pertama].
Ikhtisar
kitab Zefanya. Secara garis besar kita dapat membagi kitab Zefanya
ke dalam empat bagian sebagai berikut:
- Pendahuluan (1:1-3)
- Tajuk: Identitas sang nabi (1:1)
- Pengantar: Pekabaran ganda tentang penghakiman menyeluruh (1:2-3)
- Hari Tuhan atas Yehuda dan Bangsa-bangsa Kafir (1:4-18)
- Penghakiman para penyembah berhala di Yehuda (1:4-9)
- Ratapan di seluruh Yerusalem (1:10-13)
- Murka Allah yang tak terhindarkan (1:14-18)
- Penghakiman Allah atas Bangsa-bangsa (2:1;3:8)
- Seruan pertobatan kepada Yehuda (2:1-3)
- Penghakiman atas Filistin (2:4-7)
- Penghakiman atas Moab dan Amon (2:8-11)
- Penghakiman atas Etiopia (2:12)
- Penghakiman atas Asyur (2:13-15)
- Penghakiman atas Yerusalem (3:1-5)
- Yerusalem menolak untuk bertobat (3:6-8)
- Keselamatan Bagi Umat yang Sisa (3:9-20)
- Bangsa-bangsa ditobatkan, Pemulihan umat yang sisa, Yerusalem disucikan (3:9-13)
- Sukacita di Yerusalem (3:14-17)
- Bangsa Yehuda dipulihkan (3:18-20)
Berdasarkan
ikhtisar ini kita dapat menyimpulkan bahwa inti pekabaran dalam kitab Zefanya
adalah: 1) Allah memerintah atas seluruh bangsa di dunia; 2). Orang jahat akan
dihukum dan orang saleh akan dibenarkan; 3). Allah memberkati orang-orang yang
bertobat dan percaya kepada-Nya.
1. PANDANGAN YANG KELIRU
(Hari Kegelapan)
Hari
Tuhan. Dalam PL, "hari Tuhan" disebutkan beberapa kali
dalam dua pengertian: hari pehukuman bagi orang jahat dan hari
kelepasan bagi orang saleh yang menderita. Hari Tuhan lebih berbicara tentang
suatu masa ketimbang sebagai satu hari dalam arti harfiah, dan biasanya itu
merujuk kepada waktu yang sudah dekat atau segera (Yes. 13:6; Yeh. 30:3; Yoel
2:1; 3:14; dan Zef. 1:7, 14). Sedangkan dalam PB hari Tuhan umumnya merujuk
kepada hari kiamat (Kis. 2:20; 1Kor. 1:8; 2Kor. 1:14; Luk. 21:34; 1Tes. 5:2;
2Ptr. 3:10). Pada hakikatnya Hari Tuhan itu adalah waktu di mana Allah
akan bertindak atau melaksanakan rencana-Nya atas manusia.
"Kebanyakan
orang di zaman Israel purba percaya bahwa pada hari ini Tuhan akan
menyelamatkan dan meninggikan Israel sedangkan bangsa-bangsa musuh akan
dibinasakan selamanya. Sangat mengejutkan bagi orang-orang yang
mendengarkannya, sang nabi menyatakan bahwa hari Tuhan adalah hari kebinasaan
bagi umat Tuhan sekalipun (baca Zef. 1:1-5) oleh sebab mereka telah berdosa
kepada-Nya (Zef. 1:17)" [alinea pertama: dua kalimat terakhir].
Tak
bisa menghindar. Bangsa Israel purba itu mengira--karena status
mereka sebagai umat Tuhan--bahwa "hari Tuhan" akan selalu
mendatangkan keberuntungan bagi mereka tetapi kemalangan bagi musuh-musuh
mereka. Padahal, hari Tuhan yang dimaksudkan oleh nabi Zefanya bahwa bagi umat
itu sendiri "hari Tuhan pahit...sebab mereka telah berdosa kepada
Tuhan" (Zef. 1:14, 17). Tampaknya bangsa Israel purba itu terlalu
"pede" (=percaya diri) untuk menantikan hari Tuhan tanpa berkaca diri
untuk melihat keadaan kerohanian mereka sendiri. Sehingga, seperti kata nabi
Amos, "Celakalah mereka yang menginginkan hari TUHAN! Apakah gunanya hari
TUHAN itu bagimu? Hari itu kegelapan, bukan terang! Seperti seseorang yang lari
terhadap singa, seekor beruang mendatangi dia, dan ketika ia sampai ke rumah,
bertopang dengan tangannya ke dinding, seekor ular memagut dia! Bukankah hari
TUHAN itu kegelapan dan bukan terang, kelam kabut dan tidak bercahaya?"
(Am. 5:18-20).
Ironis,
karena bangsa yang berdosa itu tidak dapat meluputkan diri dari "hari
Tuhan" yang mereka nanti-nantikan itu. Bahkan, hari itu akan datang atas
mereka sendiri, untuk menghukum orang-orang yang selama ini telah begitu
serakah menimbun harta seolah-olah keselamatan mereka bergantung atas kekayaan.
Apa yang orang-orang itu tidak pernah pikirkan, atau tidak peduli untuk
memikirkannya, ialah dengan menindas saudara-saudara mereka yang miskin dan
lemah maka mereka telah merancang "hari Tuhan" yang gelap itu bagi diri
mereka sendiri. Hari Tuhan hanya tampak cemerlang untuk orang-orang benar dan
setia kepada Tuhan, tetapi bagi orang-orang jahat hari itu adalah kesuraman,
sekalipun mereka tergolong sebagai umat Tuhan.
Gaya
hidup sekuler. Sebagian kaum Yehuda yang terlibat dalam praktik-praktik
kekafiran adalah orang-orang yang memiliki gaya hidup duniawi dan telah
menimbulkan pengaruh sekularisasi ke dalam jemaat, dan mereka menganggap hal
itu bisa berterima dan tidak apa-apa di hadapan Tuhan. "Orang-orang yang
merasa diri puas di Yerusalem itu menyatakan bahwa Tuhan tidak akan melakukan
hal yang baik maupun yang menyakiti. Sungguh mereka tidak menyangka Tuhan
hendak berbuat apa-apa (Zef. 1:12). Tetapi penghakiman ilahi mengungkapkan
betapa Allah bekerja secara aktif untuk memastikan bahwa akan ada masa depan
bagi umat-Nya yang setia...Zefanya memperjelas bahwa penghakiman Allah tidak
hanya bersifat menghukum tetapi juga memperbaiki. Tuhan menyodorkan suatu janji
perlindungan bagi mereka yang mencari Dia (Zef. 2:3)" [alinea ketiga: tiga
kalimat terakhir; alinea keempat: dua kalimat pertama].
Sang
nabi bernubuat tentang hari Tuhan yang akan menimpa orang-orang jahat di
Yerusalem. "Pada hari pembantaian itu," kata TUHAN, "Aku akan
menghukum para pembesar, para putra raja, dan semua orang yang mengikuti tata
cara orang asing" (Zef. 1:8, BIMK). Di zaman mana saja, para pemimpin dan
keluarga serta kroni mereka adalah kelompok orang-orang yang paling nyaman
hidupnya karena status mereka yang lebih beruntung ketimbang rakyat biasa atau
golongan bawah. Mereka ini, bersama dengan banyak orang-orang kaya, merupakan
kelompok masyarakat "yang mengikuti tata cara orang asing" (BIMK)
atau "yang memakai pakaian asing" (TB), yaitu cara berpikir dan cara
hidup sekuler (=duniawi) yang merupakan hal "asing" bagi umat Tuhan.
Apa
yang kita pelajari tentang "hari Tuhan" sebagai hari kegelapan?
1.
Tuhan tidak pernah terlalu cepat ataupun terlalu terlambat untuk bertindak,
baik untuk menghakimi umat-Nya yang berbuat jahat maupun menolong umat-Nya yang
benar dan taat. Allah selalu bertindak menurut jadwal-Nya sendiri, yaitu
"hari Tuhan" di mana Dia akan melaksanakan semua rencana-Nya.
2.
Seperti pada zaman Israel purba, ada bahaya serupa di mana sekelompok umat
Tuhan pada zaman akhir yang merasa diri mereka aman karena tidak
"memeriksa diri" (1Kor. 11:31; Gal. 6:4). Bagi orang-orang ini hari
Tuhan akan menjadi sesuatu yang mengejutkan.
3.
Keduniawian sama sekali tidak dapat disandingkan dengan kerohanian. Sekularisme
adalah dosa yang dilakukan umat Tuhan pada zaman Zefanya, dan itu juga
merupakan dosa pada zaman akhir. Setiap bentuk sekularisme harus dihindari oleh
umat Tuhan, baik dalam gaya hidup maupun cara berpikir.
2.
MENCARI TUHAN DALAM KERENDAHAN HATI (Orang yang Rendah Hati di Negeri)
Setia
dan rendah hati. Menurut anda, kepada siapakah ditujukan
amaran ini: "Carilah TUHAN, hai semua orang yang rendah hati di negeri,
yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati; mungkin
kamu akan terlindung pada hari kemurkaan TUHAN" (Zef. 2:3)? Banyak kali
kita berpikir bahwa teguran dan amaran Tuhan itu hanya ditujukan kepada
orang-orang lain, yaitu mereka yang "tidak dalam kebenaran" atau yang
kita anggap kelakuannya tidak benar di hadapan Tuhan. Tetapi dengan bersikap
rendah hati seseorang sanggup melihat ketidaksempurnaan dan kekurangan pada
dirinya, serta lebih mampu untuk memeriksa diri sendiri tanpa
membanding-bandingkan dengan orang lain. Kerendahan hati adalah sifat yang
mendorong sikap untuk mau belajar dan mendengar.
"Orang
yang rendah harti adalah mereka yang tetap setia kepada Allah dan yang dituntun
serta diajar oleh-Nya. Pemazmur berkata: 'Tuhan itu baik dan benar, sebab itu
Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat. Ia membimbing orang-orang yang
rendah hati menurut hukum, dan Ia mengajarkan jalan-Nya kepada orang-orang yang
rendah hati (Mzm. 25:8-9).' Orang yang rendah hati didesak untuk bersiap bagi
penghakiman yang akan datang dengan mencari Tuhan, kebenaran, dan kerendahan
hati" [alinea ketiga].
Manusia
bersifat berubah-ubah, bahkan gampang sekali berubah. Banyak di antara kita
yang begitu setia pada hari ini tapi besok sudah luntur. Banyak faktor penyebab
naik-turunnya iman dan kerohanian kita, baik faktor dari dalam maupun dari luar
diri kita. Tidak heran bahwa pekabaran Tuhan yang paling penting pada zaman
akhir ini ialah, "Hendaklah engkau setia sampai mati, dan
Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan" (Why. 2:10; huruf
miring ditambahkan). Sebab tidak sedikit umat Tuhan yang semula setia dalam
kebaikan dan kesalehan, belakangan jadi berubah sehingga tidak dapat
mempertahankan kesetiaan kepada Tuhan. Gantinya setia sampai mati, banyak orang
Kristen yang "setia sampai murtad"! Artinya, kesetiaan mereka hanya
bertahan sampai mereka murtad.
Pengharapan
keselamatan. Dalam doktrin Kekristenan, kita setia menyembah Tuhan
bukan untuk mencari keselamatan, atau rajin beribadah kepada-Nya supaya hidup
kita diberkati. Sebaliknya, kita menyembah dan beribadah kepada Tuhan oleh
karena kita sudah selamat dan hidup kita telah diberkati
oleh-Nya. Jadi, bagi orang Kristen beragama itu bukan untuk membujuk dan
mengambil hati Tuhan supaya kita beroleh keselamatan dan dikaruniai dengan
kehidupan yang diberkati. Keberagamaan bagi orang Kristen adalah
"kewajiban" yang kita tunjukkan kepada sebagai anak-anak Tuhan, sebab
peribadatan atau penyembahan adalah "ungkapan" rasa syukur atas
segala kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Itulah sebabnya keberagamaan dan
penyembahan kita tidak boleh hanya sebatas dalam liturgi yang bersifat lahiriah,
melainkan harus merupakan gaya hidup yang berasal dari hati sanubari dan
diamalkan melalui perilaku sesehari.
"Kelangsungan
hidup bergantung semata-mata pada kasih karunia ilahi, dan kasih karunia adalah
sesuatu yang sama sekali tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa. Dalam
menghadapi hari kiamat yang sudah di muka pintu, ada pengharapan untuk masa
depan dari Allah yang pemurah itu. Tuhan sudah menjanjikan untuk melindungi
semua orang yang percaya kepada-Nya (Yoel 3:16; Nah. 1:7). Kepercayaan semacam
ini membuang sikap mengandalkan diri sendiri, kelicikan, dan penipuan"
[alinea keempat: empat kalimat terakhir].
Pena
inspirasi menulis: "'Carilah Tuhan, hai semua orang yang rendah hati di
negeri, yang melakukan hukum-Nya; carilah keadilan, carilah kerendahan hati;
mungkin kamu akan terlindung pada hari kemurkaan Tuhan.' Perkatan ini ditujukan
kepada kita yang berkumpul di sini, yang telah ditempa oleh penghakiman-Nya dan
memelihara peraturan-peraturan-Nya. Akan menjadi suatu hal yang menyedihkan
kalau kita sampai mengabaikan atau menolak untuk mencari Tuhan dengan tekun.
Akan merupakan suatu kesalahan besar membiarkan kesempatan berharga ini berlalu
begitu saja, karena ada berkat-berkat besar bagi semua yang mau mencarinya
dengan segenap hati" (Ellen G. White, Review and Herald, 4
Maret 1884).
Apa
yang kita pelajari tentang amaran kepada orang-orang yang rendah hati?
1.
Pekabaran nabi Zefanya tidak hanya ditujukan kepada orang-orang jahat di
Yehuda, tetapi juga bagi orang-orang yang "rendah hati" di negeri itu.
Orang yang rendah hati adalah mereka yang taat dan setia kepada Tuhan di tengah
kemurtadan yang meluas.
2.
Kesetiaan manusia tidak abadi karena sifat manusia yang gampang berubah. Dalam
keadaan inilah pekabaran nabi Zefanya itu relevan bagi umat Tuhan yang
"setia" pada akhir zaman, yaitu agar mencari Tuhan dan mempertahankan
kesetiaan.
3.
Keselamatan kekal adalah pengharapan setiap umat Tuhan, tetapi walaupun
keselamatan itu diperoleh secara cuma-cuma setiap orang yang sudah
mendapatkannya berkewajiban untuk mempertahankan keselamatan itu. Caranya ialah
dengan hidup dalam kuasa Allah dan tidak mengandalkan diri sendiri.
3.
DOSA YERUSALEM (Kota yang Korup)
Menegur
bangsa sendiri. Seperti nabi-nabi Tuhan yang lain, Zefanya
mengumandangkan pekabaran Tuhan dengan tegas dan berani. Mungkin latar
belakangnya sebagai keturunan raja turut berperan dalam ketegasan sikapnya yang
terpantul dalam tegurannya yang tajam terhadap bangsanya sendiri. Tetapi, yang
lebih penting lagi, Zefanya memang mengasihi bangsanya dan ingin agar mereka
bertobat dari dosa-dosanya supaya hukuman Allah tidak menimpa mereka.
Seusai
mengumumkan penghakiman Tuhan atas bangsa-bangsa kafir di sekitar Israel,
"Dia lanjutkan dengan mengungkapkan dosa-dosa mereka yang tinggal dalam
kota Allah di bumi ini, yaitu Yerusalem sendiri...Ibukota Yehuda itu berada di
jantung kepedulian Zefanya" [alinea pertama: kalimat terakhir; alinea
kedua: kalimat pertama].
"Celakalah
si pemberontak dan si cemar, hai kota yang penuh penindasan! Ia tidak mau
mendengarkan teguran siapa pun dan tidak mempedulikan kecaman; kepada TUHAN ia
tidak percaya dan kepada Allahnya ia tidak menghadap. Para pemukanya di
tengah-tengahnya adalah singa yang mengaum; para hakimnya adalah serigala pada
waktu malam yang tidak meninggalkan apa pun sampai pagi hari. Para nabinya
adalah orang-orang ceroboh dan pengkhianat; para imamnya menajiskan apa yang
kudus, memperkosa hukum Taurat" (Zef. 3:1-4).
Ketika
kita mendengar kata "penindasan" kita teringat akan kota Niniwe,
tetapi saat disebutkan tentang "nabi-nabi pengkhianat" dan
"imam-imam yang menajiskan tempat kudus dan memperkosa Taurat"
sadarlah kita bahwa yang dibicarakan ini adalah dosa-dosa Yerusalem. Tragisnya,
kalau orang Niniwe langsung bertobat sewaktu mendengar pekabaran nabi Yunus
(Yun. 3:4-9), warga Yerusalem "tidak mau mendengarkan teguran siapapun dan
tidak mempedulikan kecaman," bahkan lebih dahsyat lagi "kepada Tuhan
ia tidak percaya." Bayangkanlah, penduduk Niniwe adalah orang kafir tetapi
mereka menaruh perhatian pada pekabaran nabi Yunus kemudian percaya kepada
Allah dan bertobat, sedangkan penduduk Yerusalem adalah umat Tuhan tetapi
kepada Allahnya sendiri mereka tidak percaya dan tidak mau bertobat!
Teguran
terhadap para pemimpin. Bangsa Israel purba di zaman nabi-nabi terbiasa
hidup dalam sistem kepemimpinan yang paternalistik di mana hampir semua aspek
kehidupan diatur oleh para pemimpin, baik pemimpin kenegaraan (sosial-politik)
maupun pemimpin keagamaan (rohani). Dalam kondisi seperti itu para pemimpin
adalah panutan dan guru bangsa, sehingga rakyat akan mengikuti apa yang
diajarkan kepada mereka dan meniru apa yang dilakukan oleh para pemimpin.
Itulah sebabnya para pemimpin memikul tanggungjawab atas perilaku dan nasib
rakyat.
Hanya
sebagian kecil saja dari bangsa Israel--dalam hal ini adalah warga Yehuda--itu
yang atas kesadaran pribadi tetap setia serta taat pada perintah Allah dan
tidak mengikuti praktik-praktik kemurtadan yang melanda negeri mereka.
Orang-orang inilah yang disebut sebagai "umat yang sisa" atau
"orang benar" yang karena pendirian mereka telah menjadi kaum yang
terpinggirkan dan tertindas. "Tetapi TUHAN adil di tengah-tengahnya, tidak
berbuat kelaliman. Pagi demi pagi Ia memberi hukum-Nya; itu tidak pernah
ketinggalan pada waktu fajar. Tetapi orang lalim tidak kenal malu!" (Zef.
3:5).
"Penyelewengan
berasal langsung dari kegagalan para pemimpinya untuk menghidupkan peran dan
tanggungjawab sesuai yang ditentukan pada mereka (bandingkan dengan Yer. 18:18,
Yeh. 22:23-30). Pengadilan yang korup dijalankan oleh para pejabat yang seperti
'singa yang mengaum' dan para hakim digambarkan sebagai 'serigala pada waktu
malam.' Bait Tuhan tidak berjalan dengan lebih baik sebab imam-imam tidak
mengajarkan Firman Allah, dan nabi-nabi tidak membicarakan kebenaran" [alinea
kedua: tiga kalimat terakhir].
Pena
inspirasi menulis: "Adalah dalam saat konflik keaslian seseorang itu
ditonjolkan. Pada waktu itulah orang-orang yang menjunjung tinggi norma perlu
tegas dan memperlihatkan sikap mereka. Pada waktu itulah kecakapan setiap
prajurit sejati terhadap yang benar itu diuji; orang-orang yang lalai tidak
pernah dapat mengenakan daun kurma kemenangan. Mereka yang benar dan setia
tidak akan menyembunyikan fakta, tetapi akan mengunakan kesungguhan hati dan
kekuatan dalam pekerjaan, lalu mengupayakan segala kemampuan mereka di dalam
perjuangan menghadapi pertarungan yang mesti dihadapinya. Allah adalah Tuhan
yang membenci dosa. Dan mereka yang menyemangati orang berdosa dengan berkata,
'Kamu aman-aman saja,' Allah akan mengutuknya" (Ellen G. White, Review
and Herald, 23 September 1873).
Apa
yang kita pelajari tentang kecaman terhadap penyelewengan Yerusalem?
1.
Peribahasa populer "Bagian tergelap berada tepat di bawah
lilin/lampu" secara pas menggambarkan kondisi Yerusalem, "kota
Allah" di bumi ini yang menjadi sumber terang tetapi tempatnya sendiri
gelap karena menolak amaran Tuhan.
2.
Pepatah ini juga bisa merupakan gambaran tentang umat Tuhan zaman ini yang
mengaku memiliki kebenaran tetapi kehidupan mereka sendiri gelap oleh dosa dan
tidak mau bertobat. Siapa yang mendapat lebih banyak terang kebenaran, dari
padanya juga dituntut ketaatan yang lebih besar (baca Luk. 12:48).
3.
Kepemimpinan selalu memiliki dua sisi: kewenangan dan tanggungjawab. Menjadi
seorang pemimpin bukan saja untuk memanfaatkan kewenangan-kewenangan dan
menikmati privilese, tetapi lebih penting lagi seorang pemimpin harus memikul
tanggungjawabnya.
RINDU
AKAN PERTOBATAN (Sukacita Allah yang Terbesar)
Allah
bersuka karena seorang yang bertobat. Pertobatan adalah kata yang
paling sedap didengar di surga. Bahkan, satu jiwa yang bertobat dari
dosa-dosanya akan membuat suasana surga yang memang selalu membahagiakan itu
jadi semakin semarak lagi. Seperti kata Yesus, "Demikian juga akan ada
sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada
sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan
pertobatan...Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah
karena satu orang berdosa yang bertobat" (Luk. 15:7, 10).
Ada
satu kebiasaan menarik di gereja-gereja kita di Amerika dalam menyambut
baptisan, khususnya jemaat yang para anggotanya terdiri atas banyak warga
setempat, seperti yang saya saksikan di jemaat Azure Hills dua pekan silam.
Satu jiwa yang dibaptis, seorang wanita, disambut oleh seluruh jemaat dengan
tepuk tangan. Ini adalah suatu ekspresi kegembiraan yang cukup pantas untuk
diperlihatkan oleh umat Tuhan atas seorang yang bertobat. Sayangnya hal ini
tidak (belum?) menjadi kebiasaan di jemaat-jemaat Indonesia, termasuk yang ada
di AS. Di surga, satu orang berdosa yang bertobat disambut dengan kemeriahan
sukacita oleh segenap surga, termasuk Allah sendiri.
Menyangkut
pertobatan orang-orang di Yehuda itu, nabi Zefanya berkata, "Kamu
dilindungi oleh TUHAN Allahmu yang perkasa. Kamu menang karena kuasa-Nya. Tuhan
gembira dan bersukacita karena kamu, dalam kasih-Nya diberi-Nya kamu
hidup baru" (Zef. 3:17, BIMK; huruf miring ditambahkan). Ayat ini
merupakan salah satu dari tiga ayat kunci dalam kitab Zefanya, dua lainnya
adalah 1:18 dan 2:3. Oleh karena pertobatan adalah pilihan pribadi yang tidak
dapat dipaksakan, maka hanya atas orang-orang yang bertobat saja Tuhan dapat
dengan leluasa melakukan pemulihan serta memperbarui hidup mereka dan
melimpahkan berkat-berkat-Nya.
"Yang
paling penting, Allah akan tinggal di antara umat-Nya dan Ia akan membuat
kesalahan-kesalahan masa lalu menjadi benar. Mereka tidak perlu lagi hidup
dalam ketakutan sebab Tuhan akan berada bersama-sama dengan umat-Nya, tinggal
di antara mereka. Ia akan menjadi Pembebas dan Juruselamat
mereka...Berkat-berkat seperti itu biasanya membuat umat Allah bersukacita
karena Dia, tetapi sang nabi menyatakan bahwa Allah akan bersukacita
karena mereka. Kasih dan sukacita-Nya atas umat-Nya akan demikian
besar sehingga Ia akan bersorak dengan kegirangan atas mereka" [alinea
kedua: tiga kalimat pertama; alinea ketiga].
Kesaksian
nabi Yesaya. Seorang manusia yang bertobat dan bergabung dengan
jemaat Allah menempatkan dirinya menjadi bagian dari "pengantin
perempuan" yang menantikan Kristus sebagai "pengantin laki-laki"
untuk dipersandingkan dalam "pesta perkawinan Anak Domba" (Why. 19:7;
21:2, 9). Namun, bahkan sebelum hari istimewa itu, Tuhan akan menyambut setiap
manusia yang bertobat dengan sukacita "seperti girang hatinya seorang
mempelai melihat pengantin perempuan, demikianlah Allahmu akan girang hati
atasmu" (Yes. 62:5). Khusus untuk umat Tuhan di Yehuda, Allah menyatakan
"Aku akan bersorak-sorak karena Yerusalem, dan bergirang karena
umat-Ku" (Yes. 65:19).
"Ia
akan meninggikan orang yang rendah hati lalu mengubah celaan, penderitaan, dan
keterasingan menjadi suatu pengalaman kehormatan, berkat, dan hadirat-Nya
sendiri. Keunggulan akan diberikan kepada yang lemah dan terbuang, sebuah tema
di jantung pekabaran yang dikumandangkan oleh Yesus Kristus" [alinea
keempat: dua kalimat terakhir].
Pena
inspirasi menulis: "Tuhan bersukacita atas umat-Nya. Ia bergirang karena
mereka. Dia adalah jaminan mereka. Ia akan memperindah semua yang dengan
segenap hati melayani Dia dengan roh kekudusan. Ia mengenakan mereka dengan
kebenaran. Ia mengasihi mereka yang melakukan kehendak-Nya, yang menyatakan
citra-Nya. Semua yang benar dan setia diselaraskan dengan citra Anak-Nya. Di
dalam mulut mereka tidak ada kelicikan, karena mereka tampil di hadapan takhta
Allah tanpa kesalahan" (Ellen G. White, Testimonies to
Ministers, hlm. 415).
Apa
yang kita pelajari tentang satu hal yang menyenangkan Allah?
1.
Gereja bersukacita oleh adanya baptisan, Allah bersukacita karena ada
pertobatan. Jumlah baptisan dapat ditargetkan, tetapi tingkat pertobatan adalah
kesediaan hati. Pertobatan hanyabisa terjadi melalui kebangunan rohani yang
bersifat pribadi dengan pertolongan Roh Kudus.
2.
Bila seorang manusia bertobat dengan sungguh dia akan dituntun oleh Roh Kudus
untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan dengan demikian Tuhan leluasa
untuk memperbarui diri dan hidupnya untuk menjadi manusia baru.
3.
Hanya dengan pertobatan sejati seorang umat Tuhan dapat diubahkan menjadi anak
Allah yang memantulkan citra Allah seperti yang diperlihatkan dalam kehidupan
Yesus Kristus selama hidup di dunia ini. Allah sangat rindu untuk mengubahkan
setiap anak-Nya kepada kesempurnaan Kristus.
PENGHAKIMAN
ALLAH ITU PASTI (Jawaban Allah Terhadap Ketidakadilan)
Kesalahan
pasti dihukum. Pelajaran hari ini bukan pekabaran nabi Zefanya,
melainkan pekabaran dari nabi Nahum yang khusus bertutur perihal hukuman Allah
atas Asyur. Seperti pekabaran nabi Obaja yang memang tulisannya paling singkat,
hanya satu pasal, oleh pengarang asli dari PSSD ini cuma diselipkan dalam
pelajaran tentang pekabaran nabi Amos pada Sabat ke-IV (lihat pelajaran 25
April). Entah atas pertimbangan apa penyusun pelajaran SS ini hanya
menyediakan porsi satu hari pembahasan saja untuk tulisan Nahum yang panjangnya
kurang-lebih sama dengan tulisan Zefanya, yaitu tiga pasal, yang disisipkan pada
pelajaran pekan ini.
Nahum
(Ibr.: נַחוּם, Nachuwm), yang arti
harfiahnya ialah "kenyamanan" atau "pelipur lara," adalah
nabi kedua yang diutus Allah ke Niniwe, ibukota kerajaan Asyur. Berbeda dengan
sambutan penduduk Niniwe terhadap pekabaran nabi Yunus yang bernubuat pada
permulaan abad ke-8 SM, penduduk kota itu sekarang menolak pekabaran yang
disampaikan kepada mereka oleh nabi Nahum yang datang pada pertengahan abad
ke-7 SM. Tentu saja setelah lebih dari satu abad berlalu kota yang didirikan
oleh Nimrod (Kej. 10:8-12) itu kini dihuni oleh generasi baru, dan orang-orang
tua yang dulu pernah mengenal Allah yang benar telah tiada untuk menyadarkan
anak-cucu mereka.
Perbedaan
pokok antara kitab Yunus dengan kitab Nahun: inti pelajaran dari kitab Yunus
adalah perihal diri nabi itu sendiri (jurukabarnya); inti pelajaran dari kitab
Nahum ialah tentang penduduk Niniwe (sasaran pekabaran). "Nubuatan Nahum
adalah Firman Allah terhadap kerajaan-kerajaan dunia ini yang diwakili oleh
Niniwe...Nahum berbicara dengan keyakinan penuh karena dia sudah mengenal
tabiat Allah, dan melalui karunia bernubuat (Nah. 1:1), dia telah ditunjukkan
oleh Tuhan apa yang bakal terjadi. Tuhan tidak akan membiarkan orang yang
bersalah itu tidak dihukum (Nah. 1:3; Kel. 34:6-7)" [alinea pertama:
kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].
Mematahkan
"pisau cukur." Sejarah mencatat, pada tahun 612 SM kota
Niniwe dihancurkan oleh pasukan sekutu yang terdiri atas tentara Babilon dan
Madai, yang juga menyertakan orang-orang Skitia (leluhur bangsa Ukraina?)
sebagai tentara bayaran yang terkenal jago memanah dari atas kuda. Setelah
lebih dua tahun lamanya mengepung kota Niniwe, pada tahun ketiga pasukan
penyerbu itu merangsek masuk bertepatan dengan meluapnya sungai Khosyer yang
mengalir di tengah kota itu sehingga meruntuhkan tembok-temboknya, lalu mereka
membakar kota itu. Penghancuran ini menggenapi nubuatan nabi Nahum (Nah. 2:5-6;
3:13-15), dan kota yang hancur lebur itu tidak pernah dibangun kembali sehingga
menggenapi nubuatan sang nabi (Nah. 1:9-10). Reruntuhan kota Niniwe baru
ditemukan kembali dalam penggalian arkeologis tahun 1850 dan dengan demikian
membuktikan kebenaran isi kitab Yunus dan Nahum.
"Bangsa
Asyur telah menjarah banyak bangsa dan mempunyai nafsu kekuasaan yang tak pernah
puas. Kekejaman mereka sangat tersohor. Sebagai 'pisau cukur' Allah (Yes.
7:20), mereka dengan giat telah mencukur tetangga-tetangga mereka. Sekarang
tiba saatnya pisau cukur itu dipatahkan. Alat penghakiman Allah pun tidak
dikecualikan dari penghakiman. Niniwe tidak ada lagi, tetapi kesaksian
nubuatannya terus hidup. Hal itu mengingatkan kita bahwa meskipun
keadilan Allah kelihatannya lambat, pada akhirnya tidak ada yang dapat
menghentikannya" [alinea kedua].
Sifat
Allah yang adil itu sangat membenci ketidakadilan. Hukuman-Nya keras dan kejam
karena "Tuhan itu pembalas kepada para lawan-Nya dan pendendam kepada para
musuh-Nya" dan Dia "tidak sekali-kali membebaskan dari hukuman orang
yang bersalah" (Nah. 1:2, 3), namun demikian "Tuhan itu panjang sabar"
(ay. 3). Allah sangat menyukai pertobatan orang-orang berdosa, itulah sebabnya
Dia menjanjikan keselamatan dan kedamaian kepada mereka yang bertobat dengan
menghalau musuh-musuh mereka. Seperti yang dijanjikan kepada umat-Nya di
Yehuda, "Negerimu tak akan lagi dijajah oleh penjahat. Mereka sudah
dihancurkan sama sekali" (ay. 15, BIMK).
"Sebesar-besarnya
amarah Tuhan, lebih lembut lagi kemurahan-Nya. Dia melindungi mereka yang
menunggu kepenuhan dari kebaikan-Nya. Nahum mengajarkan bahwa Allah memperhatikan
orang-orang yang berharap kepada-Nya, tetapi dengan banjir yang meluap-luap Ia
akan menghalau musuh-musuh-Nya ke dalam kegelapan (Nah. 1:8)" [alinea
keempat: tiga kalimat pertama].
Pena
inspirasi menulis: "Adalah mengagumkan bagi saya bahwa Allah mau mempertahankan
dengan kegigihan anak-anak manusia sampai begitu lama, menahankan ketidaktaatan
mereka, namun membiarkan mereka hidup, melecehkan kemurahan-Nya, bersaksi dusta
terhadap Dia dengan pernyataan-pernyataan yang paling jahat. Tetapi cara Allah
bukanlah cara kita, dan kita tidak akan heran akan panjang sabar-Nya yang
mengasihi serta pengasihan dan rasa iba-Nya yang tak terbatas, karena Dia telah
memberi suatu bukti yang tak terbantahkan bahwa seperti inilah
tabiat-Nya--lambat untuk marah, menunjukkan kemurahan kepada banyak orang yang
mengasihi Dia dan memelihara perintah-perintah-Nya" (Ellen G. White, Manuscript
Releases, jld. 21, hlm. 243).
Apa
yang kita pelajari tentang tindakan Allah terhadap ketidakadilan?
1.
Zaman berubah, manusia juga berubah. Niniwe di zaman nabi Yunus yang tanggap
terhadap amaran Allah berbeda dari Niniwe pada masa nabi Nahum yang
pembangkang. Dosa atau kejahatan bisa saja sama tetapi akibatnya berlainan,
karena sikap yang berbeda terhadap nasihat.
2.
Menjadi alat Tuhan adalah satu hal, berbuat pelanggaran adalah hal yang lain.
Seseorang mungkin saja telah digunakan Allah untuk melaksanakan maksud-Nya dan
mengerjakan pekerjaan-Nya, tetapi pertobatan tetap dituntut dari padanya.
Pengalaman Asyur adalah pelajaran berharga bagi kita.
3.
Allah sama sekali tidak dapat bertoleransi dengan dosa, tetapi Dia sangat
toleran terhadap orang berdosa. Sifat-Nya yang panjang sabar itu membuka pintu
pertobatan seluas-luasnya, tetapi banyak di antara kita yang justeru
memanfaatkan sifat Allah itu untuk terus menimbun dosa (Pkh. 8:11).
PENUTUP
Hari
perhitungan. Seringkali kita manusia menganggap enteng kesabaran
Tuhan dan menyangka bahwa panjang sabar Allah itu tidak terbatas. Allah memang
tidak terbatas, tetapi kesabaran-Nya ada batasnya. Karena itu kita harus
memanfaatkan kesabaran Allah dengan sebaik-baiknya. "Anggaplah kesabaran
Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat..." (2Ptr.
3:15).
"Dengan
ketepatan yang tidak meleset Dia yang Tidak Terbatas itu masih mengadakan perhitungan
dengan bangsa-bangsa. Sementara kemurahan-Nya ditawarkan, dengan seruan
pertobatan, perhitungan ini tetap terbuka; tetapi bilamana angka-angkanya telah
mencapai suatu jumlah tertentu yang Allah sudah tetapkan, maka murka-Nya mulai
bekerja. Perhitungan pun ditutup. Kesabaran ilahi berhenti. Kemurahan tidak
lagi memohon demi kepentingan mereka" [alinea pertama].
Pembalasan
dari Allah adalah sebuah keniscayaan. Tuhan berfirman, "Sebab hari
pembalasan telah Kurencanakan dan tahun penuntutan bela telah datang"
(Yes. 63:4). Seperti dikatakan oleh penulis kitab Ibrani yang mengutip Ul.
32:35, "Sebab kita mengenal Dia yang berkata: 'Pembalasan adalah hak-Ku.
Akulah yang akan menuntut pembalasan.' Dan lagi: 'Tuhan akan menghakimi
umat-Nya'" (Ibr. 10:30). "Di hadapan dunia-dunia yang masih suci dan
seisi surga, dunia ini harus memberi pertanggungjawaban kepada Hakim segenap
bumi, yaitu Dia yang mereka tuduh dan salibkan. Betapa hari itu kelak menjadi
suatu hari perhitungan! Itulah hari pembalasan Allah yang dahsyat" [alinea
kedua: dua kalimat pertama].
Satu-satunya
jalan untuk luput dari pembalasan Allah ialah pertobatan. Tuhan tidak lalai
dengan janji pembalasan-Nya, hanya saja Ia sabar terhadap manusia karena tidak
ingin kita binasa tetapi supaya semua orang bertobat (2Ptr. 3:9). Sebaliknya,
dengan bersikeras untuk tidak bertobat, kita menimbun murka dan hukuman Allah
atas diri kita (Rm. 2:5).
"Maukah
engkau menganggap sepi kekayaan kemurahan-Nya, kesabaran-Nya dan kelapangan
hati-Nya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun
engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat,
engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan
hukuman Allah yang adil akan dinyatakan" (Rm. 2:4-5).
SUMBER :
1. Zdravko
Stefanofic, Profesor bidang studi Ibrani dan Perjanjian Lama, Universitas Walla
Walla,U.S.A--- Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa, Trw.II, 2013.
Bandung: Indonesia Publishing House.
2. Loddy Lintong,
California U.S.A.