“HENDAKLAH ENGKAU SETIA SAMPAI MATI, dan Aku akan
mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan…BARANGSIAPA MENANG, IA TIDAK AKAN
MENDERITA APA-APA OLEH KEMATIAN YANG KEDUA” (Wahyu 2:10,11)
KESETIAAN
“Policarpus adalah kepala gereja
Smirna sekitar tahun 155 M. Kumpulan
orang banyak di stadion geger karena penangkapannya. Tetapi saat polisi tiba di pondoknya untuk
menangkapnya, dia malah menjamu mereka, mohon waktu satu jam untuk berdoa
sebelum membawanya. Para opsir kagum dengan
kemurahan hatinya dan sedih karena mereka harus menangkapnya. Saat dia berjalan menuju stadion diiringi
sorak-sorai orang banyak, ada suara dari surga mengatakan, “Kuatkan hatimu,
Policarpus, dan jalani nasibmu.”
Gubernur, karena rasa hormatnya
kepada usianya, berusaha membujuk Policarpus untuk menghindari kematian dengan
menawarkan jalan keluar yang simpel, “Yang perlu kau lakukan hanyalah
mengatakan, ‘Enyahlah para ateis’”.
Orang banyak menggunakan kalimat itu kepada orang-orang Kristen, menyebut
mereka ateis. Palicarpus melambaikan
tangannya ke arah kerumunan orang kafir dan mengatakan, “Enyahlah para
ateis.” Tidak puas, gubernur mengatakan,
“Kutukilah Kristus, maka aku akan membebaskan engkau.” “DELAPAN PULUH ENAM TAHUN AKU TELAH MELAYANI
DIA DAN DIA TIDAK MELAKUKAN KESALAHAN APA PUN TERHADAPKU,” jawab kepala gereja
itu. “Bagaimana aku bisa menghujat Raja
yang telah menyelamatkan aku?”. Ketika
gubernur mengancam akan membakarnya, Policarpus menjawab,”Engkau mengancam aku
dengan api yang menyala selama satu jam saja, karena engkau tidak tahu tentang
api penghakiman yang akan membakar orang-orang yang tidak taat. Tetapi untuk apa kita menunda-nunda?
Laksanakan saja keinginanmu!”.
Ketika mereka ingin memakukan
Policarpus di tiang, dia berkata, “Biarkan aku begini. Dia yang akan menolongku bertahan dari api
juga akan menolongku untuk tetap berada disini, bahkan tanpa paku”. Ketika mereka menyalakan api, api itu membentuk
kubah sekelilingnya, tampak seperti perapian.
Sang kepala gereja berdiri di tengah-tengahnya, tak tersentuh api. Kumpulan orang banyak, tak sanggup menerima
kekalahan mereka membunuhnya denga belati.
Policarpus pun mati karena imannya.
Ancaman kematian bagi
orang-orang Kristen bukan masalah dalam dunia dewasa ini. Mudah
menganggap bahwa cerita-cerita seperti ini tidak relevan dalam kehidupan kita
sehari-hari, terutama jika kita hidup nyaman di komplek-komplek perumahan. Kemartiran saudara-saudari kita di masa lalu,
bahkan di masa kini menantang kita untuk memperhitungkan seberapa besar iman
kita. Bagaimanakah sikap kita jika
ditempatkan dalam situasi yang sama?.
Dapatkah iman kita bertumbuh dan matang tanpa tantangan seperti itu?. Seberapa besarkah Yesus benar-benar berharga
bagi kita?.” 1)
-Hendaklah engkau setia sampai
mati—Melukiskan anjuran supaya terus setia walaupun harus menuntut korban
nyawa.
PAHALA (perjanjian):
1.
Mahkota
kehidupan – Melambangkan upah yang akan diberikan kepada pemenang atas Setan
walaupun harus melalui kesusahan.
2.
Tidak
akan menderita kematian kedua –Melukiskan terhindarnya orang-orang percaya dari
kematian kedua sebagai hukuman atas dosa dan akhir dosa. 2)
“Bilamana nubuatan-nubuatan tentang akhir
zaman digenapi, dan umat Allah akan menghadapi penderitaan serupa seperti yang
dialami umat Kristen mula-mula, apakah saya akan berada di pihak Kristus?. Ketika menghadapi suatu cobaan berat yang
nampaknya seakan mengganggu kenyamanan serta ketenangan pribadi saya, akankah
saya menemukan kesenangan di dalam pengenalan dan penerimaan akan Yesus Kristus
sebagai yang “pertama dan terakhir”?.
Kematian yang kedua –Kematian yang pertama
ialah “tidur” yang berlangsung selama penghakiman, dari mana terdapat
kebangkitan. Kematian yang kedua
bertentangan dengan hidup yang kekal.
Itu adalah kehilangan secara permanen akan keberadaan yang merupakan
“upah dosa.” (Lihat Roma 6:23). 3)
Ay 11: “Siapa
bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat: Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian
yang kedua”.
1)
‘Siapa bertelinga, hendaklah ia mendengarkan apa yang dikatakan Roh kepada
jemaat-jemaat’.
Jemaat
Smirna yang sedang menderita disuruh mendengarkan Firman Tuhan! Ini perlu
diperhatikan karena banyak orang justru tidak mau mendengar Firman Tuhan pada
waktu sedang menderita, seperti misalnya bangsa Israel dalam Kel 16:8.
Padahal orang yang menderita justru membutuhkan Firman Tuhan dan karenanya
harus mau mendengar!
Penerapan:
Pada
waktu sedang mengalami penderitaan yang berat, jangan lalu justru tidak pergi
ke Kebaktian dan Pendalaman Alkitab. Juga jangan lalu membuang Saat Kebaktian
pagi saudara. Pada saat-saat seperti itu, Tuhan biasanya justru berbicara
paling jelas dan memberikan penghiburan yang paling manis!
2)
‘Barangsiapa menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang
kedua’.
a)
‘Barangsiapa menang’.
Ini sudah dibahas dalam Wah
2:7, sehingga tidak akan diulang di sini.
b)
‘ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua’.
·
Kata ‘menderita’ menunjukkan bahwa kematian kedua ini tidak
menunjuk pada pemusnahan.
·
Untuk kata ‘tidak’ di sini, dalam bahasa Yunaninya
digunakan ‘double negatives’ (2 x kata ‘tidak’), yaitu OU ME, yang
menunjukkan penekanan, dan bisa diterjemahkan ‘sekali-kali tidak’.
Istilah ‘kematian yang kedua’ hanya ada dalam Kitab Wahyu
(bdk. Wah 20:6,14 21:8). 4)
REFERENSI:
1.
Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung:
Indonesia Publishing House, 2007.hal.57
2.
DR. U. Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas
Advent Indonesia Cisarua -Bandung, 1988 hal.13
3.
Leo R. Van Dolson, “Kemenangan Sekarang
ini-Kemuliaan Masa Mendatang”(Wahyu, Bagian I ), Bandung: Indonesia Publishing
House, Pelajaran Sekolah Sabat Penuntun Guru, April-Juni 1989.hal.39-40
4.
Pdt. Budi Asali M.Div. , Eksposisi Wahyu kepada
Yohanes.
WAHYU
KEPADA YOHANES (48)
“Dan tuliskanlah kepada MALAIKAT JEMAA DI
PERGAMUS: inilah firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua:
AKU TAHU DI MANA ENGKAU DIAM, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis;…DI MANA
IBLIS DIAM”(Wahyu 2:12,13.)
FIRMAN ALLAH : PEDANG TAJAM BERMATA DUA,
HINDARKAN KOMPROMI
“Beberapa yang mempelajari
ayat ini mengatakan bahwa jemaat di PERGAMUS adalah jemaat yang
BERKOMPROMI. Ini menjelaskan alasan
mengapa Yesus memakai pendekatan pedang tajam bermata dua. Jemaat ini membutuhka kemampuan tajam
membedakan yang berasal dari Firman Allah.
Baca Ibrani 4:12 “Sebab Firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari
pada pedang bermata dua mana pun;…..
Jemaat di Pergamus tampaknya
berlawanan dengan jemaat Efesus, yang memiliki doktrin yang kokoh namun
kekurangan KASIH. Jemaat Pergamus lemah
dalam bidang yang menjadi kekuatan jemaat Efesus, doktrin yang kokoh. Menurut Yesus, Pergamus adalah tempat berbahaya
untuk didiami orang-orang Kristen. Dalam
pengertian tertentu, Dia menyebut kota itu tempat kediaman Iblis. Pergamus mungkin yang paling mengesankan di
antara tujuh kota yang disebutkan dalam Kitab Wahyu. Reruntuhannya yang terletak di puncak bukit
terjal menjulang beberapa ratus kaki di atas dataran rendah. Struktur terbesar yang masih tersisa adalah
amfiteaternya, yang menampung hingga 15 000 orang. Dibangun di punggung bukit terjal, kota itu
menghadap ke lembah di sebelah barat.
Para arkeolog mengambil sebagian dari yang paling spektakuler dari
kuil-kuilnya, Altar Pergamon, dan membangunnya kembali dalam sebuah museum di
Berlin bagian timur. Kuil itu mencakup
anak tangga besar dari marmer (hampir 20 kaki tingginya dan lebarnya 100 kaki)
dan puncaknya mengikuti bentuk tapal kuda oleh barisan tiang-tiang penopang
atap yang diukir pada marmer itu. Itu
sebuah karya luar biasa, memancarkan rasa percaya diri akan kejeniusan manusia
dan kekuatan kepercayaan yang diwakilinya.
Kemegahan seperti itu pasti menarik para penonton kepada agama-agama
kafir Romawi.
SIKAP KOMPROMI dengan mudahnya
menyusup masuk tanpa disadari orang-orang Kristen. Kekuatan pencapaian manusia jauh lebih
mengesankan dewasa ini. Pencakar langit
raksasa, kemajuan teknologi yang menakjubkan, tak disadari semuanya menyarankan
bahwa kehidupan nyata harus ditemukan dalam pencapaian dan keangkuhan
manusiawi. Firma pronn Allah adalah
pedang tajam bermata dua yang menyingkapkan kepalsuan ini kepada yang
sebenarnya. Bagaimana pun, Pergamus saat
ini sebagian besar tinggal puing-puing.
1)
PERGAMUS – CITADEL – BENTENG- 323 – 538 (ayat 12-17)
·
Pergamus pernah menjadi ibu-kota propinsi Asia dan
pusat kebudayaan Yunani:
1.
Sesuai dengan arti namanya, sidang ini menjadi
sidang yang popular walaupun menghadapi penganiayaan.
·
Sumber berita :
1.
Yang memakai pedang tajam bermata dua- Melambangkan
Kristus dalam kemegahan kemuliaan-Nya.
·
Engkau diam di tempat takhta iblis –Melukiskan
setan bertempat tinggal di mana orang-orang Kristen berdiam. 2)
“Oleh karena masa yang dilambangkan oleh Pergamus adalah masa perkembangan Kepausan (313-538 Masehi), tampaknya terbukti bahwa tahta Setan itu merujuk kepada pusat perbaktian kepausan yang bernama Roma.”3)
“Hampir tidak terasa cara-cara kekafiran menemukan jalannya ke dalam jemaat Kristen. Roh kompromi dan penyesuaian ditahan untuk sejenak oleh penganiayaan-penganiayaan berat yang diderita jemaat di bawah kekafiran. Tetapi begitu penganiayaan itu berhenti, dan Kekristenan memasuki pekarangan dan istana-istana raja-raja, ia menyingkirkan kesederhanaan Kristus dan rasul-rasul-Nya yang bersahaja itu bagi kebesaran dan kemegahan imam-imam serta penguasa-penguasa kafir; dan di tempat dari tuntutan-tuntutan Allah ia menggantikan teori-teori serta tradisi-tradisi manusia. Perubahan secara nama saja dari Konstantin di penggalan awal dari abad keempat menyebabkan kegembiraan yang besar; dan dunia, berjubahkan suatu bentuk kebenaran, melangkah ke dalam gereja”. 4)
Ay 12: “Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Pergamus: Inilah firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua:”.
1) Kota ‘Pergamus’.
a)
Perbedaan nama ‘Pergamus’ dan ‘Pergamum’.
KJV: Pergamos.
RSV/NIV/NASB: Pergamum.
William
Barclay: “Pergamos is the feminine form of the name and Pergamum
the neuter. In the ancient world it was known by both forms but Pergamum was
much the commoner and the newer translations are right to prefer it” (=
Pergamos adalah bentuk perempuan dari nama itu dan Pergamum adalah bentuk
netralnya. Dalam dunia purba kota itu dikenal dengan kedua bentuk itu, tetapi
Pergamum jauh lebih lazim, dan terjemahan-terjemahan yang lebih baru bertindak
benar pada waktu memilihnya) - hal 87.
b)
Keadaan / situasi kota Pergamus.
Pergamus adalah ibukota
dari propinsi Asia. Steve Gregg mengatakan bahwa kalau Efesus adalah ‘New York
dari Asia’ (kota terbesar di Asia), maka Pergamus adalah ‘Washington D.C. dari
Asia’ (ibukota Asia).
Kota Pergamus mempunyai
perpustakaan terbesar kedua di dunia, yang mempunyai 200.000 ‘buku’. Ini hanya
kalah oleh perpustakaan di Alexandria, Mesir.
Catatan: Barclay
mengatakan bukan ‘buku’ tetapi ‘parchment rolls’ / gulungan kulit /
perkamen. Dan A. T. Robertson (hal 303) mengatakan bahwa kata ‘parchment’
(charta Pergamena) diturunkan dari kata Pergamum.
Pergamus adalah kota tertua
di Asia, dan kota ini:
·
adalah kota yang pertama-tama mendirikan kuil bagi Kaisar Agustus.
Karena
Pergamus adalah ibukota Asia, maka Pergamus merupakan pusat penyembahan
terhadap kaisar. Di kota ini orang-orang kristen diperintahkan untuk
mempersembahkan dupa / kemenyan kepada patung kaisar sambil mengatakan ‘Kaisar
adalah Tuhan’.
·
mempunyai kuil bagi Dewa Zeus.
·
mempunyai kuil bagi Dewa Asclepius / Aesculapius yang berbentuk
ular dan dianggap sebagai dewa penyembuh.
Karena
itu, banyak orang datang ke Pergamus mencari kesembuhan, sehingga Steve Gregg
mengatakan bahwa kota ini seperti ‘Lourdes’ (= kota kesembuhan orang Katolik)
bagi dunia purba.
Herman
Hoeksema: “because of this imaginary power of this god, he was generally
known as Soter, that is, Savior.
... the serpent, the symbol of the devil, was hailed as the savior of men and
was worshipped as such” (= karena kuasa, yang sebenarnya hanya merupakan
khayalan, dari allah / dewa ini, ia pada umumnya dikenal sebagai SOTER, yaitu
Juruselamat. ... ular, simbol dari setan, dipanggil / disebut / diterima dan
disembah sebagai juruselamat manusia) - hal 83.
Herman
Hoeksema: “Satan, the serpent, is honored and worshipped as the
savior of men instead of Christ; and Caesar, man, is worshipped as lord of all
instead of Him to Whom all power is given in heaven and on earth. ... the
prince of darkness is the ruler of this age. And he still exercises dominion
over the kingdoms of the world. He is, in principle, hailed as the savior
wherever the Christ is rejected; and the divinity of man is proclaimed wherever
the divinity of the Son of Man is not acknowledged” (= Setan, sang
ular, dan bukannya Kristus, dihormati dan disembah sebagai juruselamat manusia;
dan Kaisar, manusia, disembah sebagai tuhan dari semua sebagai ganti dari Dia
kepada siapa semua kuasa di surga dan di bumi diberikan. ... pangeran kegelapan
adalah penguasa jaman ini. Dan ia tetap berkuasa atas kerajaan-kerajaan dunia. Pada
dasarnya, ia diterima sebagai juruselamat dimanapun Kristus ditolak; dan
keilahian manusia diproklamirkan dimanapun keilahian Anak Manusia tidak diakui)
- hal 84.
Catatan: bagian
terakhir (yang saya garisbawahi) perlu dicamkan oleh gereja-gereja /
pendeta-pendeta dari kalangan Liberal, yang sudah ada yang berani mengatakan
bahwa Yesus bukanlah Juruselamat satu-satunya, dan bahkan bukan Allah.
George
Eldon Ladd: “Pergamum, while not as important a commercial city as
Ephesus and Smyrna, was nevertheless more important as a political and
religious center. ... Pergamum was a stronghold of both pagan religion and
emperor worship and provided an unusually difficult environment for a
Christian church” (= Pergamum, sekalipun tidak sepenting Efesus dan
Smirna sebagai kota perdagangan, tetapi lebih penting sebagai pusat politik dan
agama. ... Pergamum merupakan kubu dari agama kafir dan penyembahan kaisar dan
memberikan lingkungan yang luar biasa sukarnya untuk suatu gereja Kristen)
- hal 45.
Semua ini menyebabkan Yesus
mengatakan bahwa jemaat Pergamus diam ‘di tempat takhta Iblis / dimana Iblis
diam’ (ay 13).
2) Asal usul ‘jemaat
/ gereja di Pergamus’.
Matthew
Poole: “Pergamos was a famous city of Troas; we read of Pergamos
no where else in Scripture, but of Troas we read of Paul’s being there,
Acts 16:8,11; 20:5,6, and preaching Christ there, 2Cor. 2:12” (=
Pergamus adalah kota yang termasyhur di Troas; kita tidak membaca tentang
Pergamus di tempat lain dalam Kitab Suci, tetapi tentang Troas kita membaca
tentang keberadaan Paulus di sana, Kis 16:8,11; 20:5,6, dan mengkhotbahkan
Kristus di sana, 2Kor 2:12) - hal 954.
Jadi ada
kemungkinan bahwa gereja di Pergamus merupakan hasil penginjilan rasul Paulus.
3) ‘Inilah
firman Dia, yang memakai pedang yang tajam dan bermata dua’.
Homer
Hailey: “The sword, recognized by the Romans as the symbol of
authority and judgment, belongs to Christ and not to Rome” (= Pedang,
diakui oleh orang Romawi sebagai simbol dari otoritas dan penghakiman,
merupakan milik Kristus dan bukan milik Roma) - hal 130.
Geoffrey
B. Wilson: “It was important that those who were living under the
threat of the Roman sword should be reminded that Christ wielded a far more
powerful sword (1:16), with which he would visit the unfaithful in summary of
judgement (v. 16)” [= Adalah penting bahwa mereka, yang sedang hidup di
bawah ancaman dari pedang Romawi, untuk diingatkan bahwa Kristus memegang dan
menggunakan pedang yang jauh lebih kuat / berkuasa (1:16), dengan mana ia akan
mengunjungi orang yang tidak setia dalam penghakiman yang cepat / tidak ditunda
(ay 16)] - hal 34.
Robert H.
Mounce (NICNT): “In the context of life in a provincial capital where the
proconsul was granted the ‘right of the sword’ (ius gladii), the power to
execute at will, the sovereign Christ with the two-edged sword would remind the
threatened congregation that ultimate power over life and death belongs to God”
[= Dalam kontex kehidupan dalam suatu ibukota propinsi dimana prokonsul /
gubernur Romawi diberi ‘hak pedang’ (ius gladii), kuasa untuk menjalankan
hukuman mati sekehendaknya, Kristus yang berdaulat dengan pedang bermata dua
akan mengingatkan jemaat yang terancam bahwa kuasa terakhir / tertinggi atas
kehidupan dan kematian ada pada Allah] - hal 96.
Penerapan:
Ini juga
perlu untuk kita renungkan, khususnya pada saat ini dimana kita hidup pada masa
yang sangat berbahaya (banyak kejahatan, perampokan, kerusuhan, dsb).
Lebih-lebih kalau misalnya nanti situasi politik dan pemerintahan di Indonesia
berkembang sedemikian rupa sehingga kekristenan betul-betul ditindas /
dianiaya. Dalam keadaan seperti ini kita memang harus hati-hati / tidak
gegabah, karena bertindak gegabah / sok beriman adalah sama dengan mencobai
Tuhan. Tetapi sebaliknya kita tidak boleh takut. Kita harus ingat bahwa nasib
kita ada di tangan Kristus / Tuhan, dan bukan di tangan manusia.
Bandingkan
dengan Mat 10:28-30 - “(28) Dan janganlah kamu takut kepada mereka yang
dapat membunuh tubuh, tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa; takutlah
terutama kepada Dia yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh di dalam
neraka. (29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari
padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut
kepalamupun terhitung semuanya”.
Perhatikan
bahwa sekalipun dalam ay 28nya Yesus berkata bahwa manusia bisa membunuh
tubuh kita, tetapi dalam ay 29-30nya terlihat bahwa tanpa kehendak Tuhan
hal itu tidak mungkin terjadi.
Ay 13: “Aku tahu
di mana engkau diam, yaitu di sana, di tempat takhta Iblis; dan engkau
berpegang kepada namaKu, dan engkau tidak menyangkal imanmu kepadaKu, juga
tidak pada zaman Antipas, saksiKu, yang setia kepadaKu, yang dibunuh di hadapan
kamu, di mana Iblis diam”.
1) ‘Aku tahu
di mana engkau diam’.
Barclay
menterjemahkan: ‘I know where you stay’.
William
Barclay: “The word for ‘to stay’ is here KATOKEIN; and it means to
have one’s permanent residence in a place. It is a very unusual word to
use of Christians in the world. Usually the word used of them is PAROKEIN,
which means to be a sojourner. ... Here is something very important. The
principle of the Christian life is not escape, but conquest. We may feel it
would be very much easier to be a Christian in some other place and in some
other circumstances but the duty of the Christian is to witness for Christ
where life has set him. ... The more difficult it is to be a Christian in any
set of circumstances, the greater the obligation to remain within these
circumstances. If in the early days Christians had run away every time they
were confronted with a difficult engagement, there would have been no chance of
a world for Christ” (= Kata untuk ‘diam / tinggal’ di sini adalah KATOKEIN;
dan itu berarti ‘mempunyai tempat tinggal tetap / permanen di suatu
tempat’. Itu merupakan kata yang sangat tidak lazim untuk digunakan terhadap
orang-orang Kristen di dunia ini. Biasanya kata yang digunakan terhadap mereka
adalah PAROKEIN, yang berarti ‘tinggal untuk sementara’. ... Di sini ada
sesuatu yang sangat penting. Prinsip dari kehidupan Kristen bukanlah lari /
meloloskan diri, tetapi penaklukan. Kita mungkin merasa bahwa akan jauh lebih
mudah untuk menjadi orang Kristen di tempat lain dan dalam keadaan yang lain,
tetapi kewajiban orang Kristen adalah bersaksi bagi Kristus dimana kehidupan
telah meletakkannya. ... Makin sukar untuk menjadi orang Kristen dalam suatu
keadaan yang ditentukan, makin besar kewajiban untuk tetap tinggal dalam
keadaan ini. Jika dalam jaman awal orang-orang Kristen telah lari setiap kali
mereka dihadapkan pada pertempuran yang sukar, maka tidak mungkin akan ada
suatu dunia bagi Kristus) - hal 91-92.
Herman
Hoeksema: “The question might be raised whether it were not
advisable for the little church to migrate out of that wicked city where the
devil had his throne and dwelling-place. It might be more safe for it in other
cities in the vicinity. But that is not the message John must deliver to the
church, nor is it the attitude of Scripture in general. ... the Scriptures
never tell us that the church of Christ as such must emigrate from the world
and live in literal and local isolation” (= Bisa ditanyakan suatu
pertanyaan apakah tidak sebaiknya gereja kecil itu pindah tempat keluar dari
kota yang jahat dimana Iblis bertakhta dan berdiam. Adalah lebih aman baginya
di kota lain di sekitarnya. Tetapi itu bukanlah pesan yang harus diberikan oleh
Yohanes kepada gereja itu, juga itu bukan sikap dari Kitab Suci pada umumnya.
... Kitab Suci tidak pernah mengatakan kepada kita bahwa gereja Kristus seperti
itu harus beremigrasi dari dunia dan secara hurufiah hidup di suatu tempat yang
terpencil) - hal 85.
Penerapan:
Apakah
keadaan di Indonesia pada saat ini menyebabkan saudara ingin pindah keluar
negeri? Atau ingin pindah keluar negeri andaikata mempunyai uang untuk itu?
Memang bisa dimengerti bahwa manusia berusaha mencari tempat yang lebih aman
dan lebih menyenangkan, tetapi kita perlu mengingat beberapa hal:
·
keamanan diri kita sebetulnya tidak tergantung tempat / sikon
dimana kita berada, tetapi tergantung kepada Tuhan. Tuhan bisa melindungi dan
membebaskan Petrus, yang dikelilingi oleh musuh-musuhnya (Kis 5:18-dst),
dan Tuhan bisa membunuh Herodes ditengah-tengah para pendukung / pengagumnya
(Kis 12:21-23).
·
kita tidak boleh hidup demi kesenangan diri kita, tetapi demi
kesenangan dan kemuliaan Tuhan. Inilah penyangkalan diri (bdk. Mat 16:24).
·
kita harus menjadi ‘terang’ (Mat 5:14), dan makin
gelap suatu tempat, makin dibutuhkan terang. Jadi negara kita yang sedang kacau
ini justru sangat membutuhkan keberadaan kita sebagai terang di sini.
Tetapi
pada saat yang sama saya juga berpendapat bahwa kata-kata Barclay dan Hoeksema
di atas tidak boleh dimutlakkan, seakan-akan dalam keadaan apapun kita tidak
boleh pindah. Bandingkan dengan:
¨
Kej 46:1-7 dimana Yakub pindah ke Mesir, dengan restu dari
Allah, karena adanya bahaya kelaparan.
¨
Kis 9:22-26 dimana Paulus lari dari Damsyik ke Yerusalem,
karena mau dibunuh.
¨
Mat 24:15-21, khususnya ay 16 dan ay 20 dimana kata
‘melarikan diri’ muncul 2 x. Di sini / dalam situasi ini Tuhan bahkan
memerintahkan untuk lari.
Dari
semua ini saya menyimpulkan bahwa kita boleh lari / pindah, kalau:
*
betul-betul mau dibunuh / akan mati kalau tidak pindah, bukan
sekedar pada waktu mengalami keadaan sukar.
*
kita diyakinkan dalam pergumulan kita, bahwa Tuhan mengijinkan /
menyuruh kita lari.
2) ‘di
tempat takhta Iblis ... dimana Iblis diam’.
Kata-kata
‘takhta Iblis’ bisa menunjuk kepada pemerintah Romawi yang ada di
Pergamus (ingat kota ini adalah ibukota propinsi), atau menunjuk kepada
penyembahan berhala dan semua praktek setan di kota ini. Tetapi kebanyakan
penafsir seperti Barclay, Leon Morris, George Eldon Ladd, Robert H. Mounce,
dsb., menganggap bahwa kota ini disebut ‘takhta Iblis’ karena kota ini
merupakan pusat penyembahan kepada kaisar di Asia.
Pulpit
Commentary: “The ruins of it even now attest its greatness in ancient
times, when it stood high on the roll of famous cities. It was the abode of
royalty; it was the metropolis of heathen divinity. Our Lord looks at it as the
place ‘where Satan’s throne is.’ ... Not that the beautiful in art, and the
costly in material, and the strong in structure, are not reckoned by Christ at
their real value; but that where men worship these things for their own sake,
where they are used to hide corruption, and where impurity of motive and of
life poison all, material beauty is forgotten in the world badness. ‘Man
looketh on the outward appearance; the Lord looketh on the heart.’” (=
Bahkan reruntuhannya sekarang memperlihatkan / membuktikan kebesarannya pada
jaman kuno, pada waktu ia menonjol dalam daftar kota-kota yang termasyhur. Ia
merupakan tempat tinggal raja, ia adalah kota besar dari keilahian kafir. Tuhan
kita memandangnya sebagai tempat ‘dimana takhta Iblis ada’. ... Bukan bahwa
keindahan seni, dan mahalnya bahan, dan kuatnya struktur, tidak diperhitungkan
oleh Kristus sesuai dengan nilai mereka yang sebenarnya; tetapi dimana manusia
menyembah hal-hal ini demi diri mereka sendiri, dan hal-hal itu digunakan untuk
menyembunyikan kejahatan, dan dimana ketidakmurnian motivasi dan hidup meracuni
semua, maka keindahan materi dilupakan dalam kejelekan dunia. ‘Manusia melihat
apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati’) - hal 72-73.
Catatan:
bagian terakhir dikutip dari 1Sam 16:7b.
Adam
Clarke: “It was a maxim among the Jews, that where the law of God
was not studied, there Satan dwelt; but he was obliged to leave the place where
a synagogue or academy was established” (= Merupakan suatu pepatah di
antara orang Yahudi, bahwa dimana hukum Allah tidak dipelajari, di sana Setan tinggal
/ diam; tetapi ia harus meninggalkan tempat dimana sebuah sinagog / tempat
ibadah Yahudi atau suatu akademi didirikan) - hal 978.
Pepatah
ini jelas merupakan pepatah bodoh. Justru di tempat dimana Tuhan dikasihi,
diajarkan / diberitakan, maka di sanalah setan senang untuk tinggal dan
menggoda orang-orang itu.
John
Stott: “Let us rid our minds of the medieval caricature of Satan.
Forget the horns, the hooves and the tail, and we are left with the Biblical
portrait of a spiritual being, highly intelligent, immensely powerful and
utterly unscrupulous” (= Marilah kita membuang dari pikiran kita karikatur
tentang setan dari abad pertengahan. Lupakanlah tanduk, kuku dan ekor, dan kita
mempunyai gambaran yang Alkitabiah tentang seorang makhluk rohani, sangat
pandai, sangat kuat / berkuasa dan jahat secara total) - hal 60.
Stott
juga mengatakan bahwa baru-baru ini ada suatu pengumpulan pendapat di Inggris
yang menunjukkan bahwa hanya 24 % dari orang-orang Inggris yang berusia di
bawah 21 tahun yang percaya akan adanya setan.
Dan Stott
lalu mengatakan: “How delighted he must be!” (= Alangkah senangnya
ia!) - hal 60.
3) ‘engkau
berpegang kepada namaKu’.
a)
Di kota ini nama Yesus tak diakui / dihormati. Yang diakui dan dihormati adalah
nama Dewa Asclepius / Aesculapius dan nama Kaisar. Tetapi orang kristen
Pergamus tetap setia kepada nama Kristus! Ini menunjukkan bahwa orang bisa
tetap setia kepada Kristus, sekalipun keadaan sekitarnya begitu sukar. Kalau
mereka bisa mengapa kita tidak?
b)
Ini menunjukkan bahwa mereka bukan hanya setia kepada nama Kristus, tetapi juga
memberitakan nama Kristus.
Herman
Hoeksema: “It were conceivable that they kept the faith and clung to
the name of Jesus, but that they kept it all for themselves, that they lived in
seclusion, and that they carefully avoided an open clash with the wicked
environment. But once more, this is not the calling of the church of Christ.
... It may not hold its peace, even when the world threatens with devilish
fury. The church must confess; and not to confess is to deny” (= Merupakan
sesuatu yang bisa dimengerti jika mereka memelihara iman dan berpegang
erat-erat pada nama Yesus, tetapi mereka memelihara semua itu untuk diri mereka
sendiri, hidup dalam pengasingan, dan dengan hati-hati menghindari perselisihan
/ bentrokan terbuka dengan lingkungan yang jahat. Tetapi sekali lagi, ini bukan
panggilan dari gereja Kristus. ... Gereja tidak boleh berdiam diri, bahkan pada
waktu dunia mengancam dengan kemarahan yang besar sekali / jahat / dari setan.
Gereja harus mengaku, dan tidak mengaku berarti menyangkal) - hal 86.
4) ‘engkau
tidak menyangkal imanmu kepadaKu’.
a)
‘imanmu kepadaKu’.
NIV: ‘your faith in me’
(= imanmu kepadaKu).
KJV/RSV/NASB/Lit: ‘my
faith’ (= imanKu).
John
Stott: “Commentators are agreed that, grammatically speaking, ‘my
faith’ means ‘your faith in me’” (= Para penafsir setuju bahwa berbicara
secara gramatika, ‘imanku’ berarti ‘imanmu kepadaKu’) - hal 56.
b)
‘tidak menyangkal’.
Kata ‘menyangkal’
ada dalam aorist tense (= past tense / bentuk lampau), dan karena
itu rupanya kata-kata ‘tidak menyangkal’ menunjuk pada satu kejadian
tertentu di masa lampau, dimana jemaat dihadapkan pada pemaksaan untuk
menyangkal Yesus. Rupanya pada peristiwa itu juga Antipas mengalami kematian
syahid. Tetapi jemaat Pergamus tetap tidak mau menyangkal Kristus.
Pulpit
Commentary: “Here is one of the million proofs that man’s moral
character is not necessarily formed by external circumstances, however
antagonistic those circumstances may be” (= Di sini ada satu dari jutaan
bukti bahwa karakter moral manusia tidak harus dibentuk oleh keadaan luar,
betapapun bermusuhannya keadaan itu) - hal 101-102.
5)
‘juga tidak pada zaman Antipas, saksiKu, yang setia kepadaKu, yang dibunuh
di hadapan kamu’.
a)
‘Antipas’.
Ada yang menganggap bahwa
nama ‘Antipas’ ini adalah nama asli seseorang; tetapi ada juga yang menganggap
bahwa sama seperti nama-nama lain dalam Kitab Wahyu, ini hanya bersifat
simbolis, yang menunjuk kepada segolongan orang yang ‘anti Paus’.
Catatan: lihat
di depan tentang penafsiran simbolis dari ke tujuh gereja (hal 1-2, point no
1,c dari buku ini).
Matthew
Poole: “Our being able from no history to give an account of this
martyr, hath inclined some to think this epistle wholly prophetical, and that
Antipas signifieth not any particular person, but all those who opposed the
pope, as if it were Antipapa” (= Ketidakmampuan kita memberikan catatan /
cerita dari sejarah tentang martir ini, telah mencondongkan beberapa orang
untuk berpikir bahwa surat ini sepenuhnya bersifat nubuat, dan bahwa Antipas
tidak berarti seseorang yang tertentu, tetapi semua mereka yang menentang Paus,
seakan-akan kata itu adalah Antipapa) - hal 954-955.
Steve Gregg: “Some who take this approach have
suggested that Antipas does not refer to an individual, but to a class of men
opposed (‘anti’) to the popes (‘papas’), which men were martyred in great
numbers in Rome and Constantinople” [= Sebagian dari orang-orang yang
mengambil arti ini mengusulkan bahwa Antipas tidak menunjuk kepada seorang
individu, tetapi kepada segolongan orang yang menentang (‘anti’) Paus
(‘papas’), yaitu orang-orang yang mati syahid dalam jumlah besar di Roma dan
Constantinople] - hal 70.
Saya berpendapat bahwa Antipas adalah nama orang.
b)
Ada yang menterjemahkan kata-kata ‘saksiKu yang setia’ dengan ‘martirKu
yang setia’.
William
Barclay: “The Risen Christ calls Antipas my faithful MARTUS. We
have translated that ‘martyr’; but MARTUS is the normal Greek word for
‘witness’. In the early church to be a martyr and to be a witness were one and
the same thing. ‘Witness’ meant so often ‘martyrdom’” (= Kristus yang
bangkit menyebut Antipas ‘MARTUS-Ku yang setia’. Kita telah menterjemahkannya
‘martir’, tetapi MARTUS adalah kata Yunani yang normal untuk ‘saksi’. Dalam
gereja mula-mula menjadi ‘martir’ dan menjadi ‘saksi’ adalah hal yang satu dan
sama) - hal 92.
Catatan: A. T.
Robertson mengatakan (hal 305) bahwa arti ‘martir’ adalah arti modern
yang baru muncul pada abad ke 3.
c)
Kematian Antipas.
Adam
Clarke: “There is a work extant called ‘The Acts of Antipas’,
which makes him bishop of Pergamos, and states that he was put to death by
being enclosed in a burning brazen bull. But this story confutes itself, as the
Romans, under whose government Pergamos then was, never put any person to death
in this way. It is supposed that he was murdered by some mob, who chose this
way to vindicate the honour of their god Aesculapius, in opposition to the
claims of our Lord Jesus” (= Ada suatu karya yang masih ada yang disebut
‘Perbuatan / Kisah Antipas’, yang membuatnya sebagai uskup dari Pergamus, dan
menyatakan bahwa ia dibunuh dengan dimasukkan ke dalam sapi dari kuningan yang
dibakar. Tetapi cerita ini menentang dirinya sendiri, karena orang Romawi,
dibawah pemerintahan siapa Pergamus saat itu, tidak pernah membunuh seseorang
dengan cara ini. Diduga bahwa ia dibunuh oleh suatu gerombolan, yang memilih
cara ini untuk mempertahankan kehormatan dari dewa mereka Aesculapius, dalam
pertentangan dengan tuntutan dari Tuhan Yesus kita) - hal 978.
d)
Tak diingat dalam sejarah, tetapi diingat oleh Kristus.
Pulpit
Commentary: “Of Antipas we know nothing more than is named here. No
historic roll, save this, refers to him. But Christ never forgets. To be
remembered by him is fame enough” (= Tentang Antipas kita tidak mengetahui
apapun lebih dari yang disebutkan di sini. Tidak ada catatan sejarah, kecuali
ini, yang menunjuk kepadanya. Tetapi Kristus tidak pernah lupa. Diingat oleh
Dia adalah cukup masyhur / populer) - hal 73.
Mungkin kalau ini terjadi
pada jaman sekarang, orang kristen sendiri bahkan akan mengecam Antipas sebagai
orang kristen yang extrim. Tetapi Yesus justru memuji Antipas dengan sebutan ‘saksiKu
yang setia’. Perlu diingat bahwa istilah ‘saksiKu yang setia’ yang
diberikan kepada Antipas, merupakan istilah yang sama dengan yang ditujukan
kepada Kristus sendiri dalam Wah 1:5. Jadi ini merupakan suatu pujian yang
sangat tinggi.
e)
A. T. Robertson mengatakan (hal 305) bahwa kematian syahid Antipas ini disusul
oleh beberapa orang lain di Pergamum, yaitu Agathonice, Attalus, Carpus, dan
Polybus. Seringkali orang digoda setan dengan berpikir: ‘Dari pada mati secara
sia-sia, lebih baik menyangkal Yesus / berkompromi’. Tetapi dari cerita
tentang Antipas ini terlihat bahwa kematian syahid tidaklah sia-sia. Pertama,
kesetiaan sampai mati itu menyenangkan Allah, dan kedua, itu memotivasi orang
kristen lain untuk juga berani mati demi Kristus.
Tetapi sebaliknya kalau
kita menyangkal Kristus, berkompromi dengan dunia, dsb, kita menghancurkan
motivasi orang kristen lain untuk menderita dan mati demi Kristus!.5)
REFERENSI:
1. Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing
House, 2007. hal.58.
2. DR. U. Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas Advent Indonesia
Cisarua -Bandung, 1988 hal.13,14.
3. Leo R. Van Dolson, “Kemenangan Sekarang ini-Kemuliaan Masa Menda DR. U.
Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas Advent Indonesia Cisarua -Bandung,
1988 hal.40
4. E.G. White, The Great Contorversy, hal.49-50.
5. Pdt. Budi Asali M.Div., Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.