“….supaya
mereka makan persembahan berhala dan BERBUAT
ZINAH. Demikian juga ada padamu orang-orang yang bepegang kepada ajaran
pengikut Nikolaus”. (Wahyu 2:14,15).
MEMILIH APA YANG DIKATAKAN FIRMAN ALLAH, SEKALIPUN
KITA TAK MENGERTI.
“Kata untuk perzinaan dalam bahwa
Yunani sangat erat kaitannya dengan kata untuk pelacuran. Orang-orang
Kristen sering merasa ngeri kepada mereka yang menghargai diri mereka sebegitu
rendahnya sehingga rela menukar tubuh mereka secara seksual demi sejumlah kecil
uang. Namun demikian, orang-orang
Kristen yang sama kadang berpikir bahwa seks di antara “orang-orang dewasa yang
suka sama suka” tidak seharusnya menjadi bahan perdebatan. Alkitab mengajarkan kita untuk meyimpan
seksualitas kita bagi orang yang akan sangat menghargai kita sehingga bersedia
mengabdikan hidup mereka bagi kita.
“Tapi bukankah kemurnian seksual hingga pernikahan suatu gagasan yang
ketinggalan zaman?” seorang anggota jemaat bertanya kepada pendetanya. “Memang
benar, adalah bodoh jika kita main-main dengan adanya penyakit-penyakit di luar
sana, tapi kami saling mencintai dan berencana untuk menikah suatu hari
nanti. Apakah alasan mengapa kami harus
menunggu?”
Jawab sang pendeta, “Akan saya beri TIGA
ALASAN. Yang PERTAMA, jika Anda sedang
mempersiapkan diri untuk pernikahan, Anda perlu membangun relasi yang akan
bertahan seumur hidup. Untuk dapat
mencapai itu, Anda butuh ‘infrastruktur’ relasional yang kokoh, dan itu berarti
meluangkan banyak waktu untuk saling mengenal satu sama lain secara mental,
emosional, dan spiritual. Begitu
sepasang muda- mudi terlibat secara fisik, mereka mulai menelantarkan
aspek-aspek lain pada relasi mereka, padahal itulah yang benar-benar penting
saat Anda berencana untuk hidup bersama-sama.
“KEDUA, seks sebelum menikah memperlemah
daya tahan Anda terhadap perselingkuhan dalam perkawinan. Otak cenderung mencari jalan yang tidak
banyak hambatannya. Begitu Anda telah
terbiasa meniti jalur tertentu untuk sementara waktu, akan lebih mudah menempuh
jalur itu lagi di masa depan.
Pernikahan ‘COBA-COBA’ adalah salah satu
cara pasti untuk memastikan bahwa pernikahan itu tidak akan bertahan.
KETIGA, sekalipun Anda tidak melakukan
perselingkuhan nantinya, berhubungan seks dengan pasangan Anda sebelum menikah
akan mengarah pada masalah kepercayaan.
Tidak peduli seberapa setianya Anda, pasangan Anda akan berpikir, Ya, ia
melakukannya denganku sebelum kami menikah, jadi apa yang mencegahnya untuk
melakukannya dengan orang lain yang bukan pasangannya?. Jangan mempersulit pernikahan Anda dengan
ketidakpercayaan seperti itu. “Wow”,
kata si anggota jemaat. “Sungguh Alkitab sedemikian praktis.”
Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing
House, 2007 hal. 63.
WAHYU KEPADA
YOHANES (54)
“Sebab itu BERTOBATLAH!... Barangsiapa
menang, kepadanya akan Kuberikan dari MANNA YANG TERSEMBUNYI; dan Aku akan
mengaruniakan kepadanya BATU PUTIH, YANG DI ATASNYA TERTULIS NAMA BARU…” (Wahyu
2:16,17.
MENGUNDANG ROH PERTOBATAN KE DALAM HATI.
“Jemaat di Pergamus sedang hanyut ke dalam
kompromi, walaupun tidak secara sengaja.
Orang-orang tidak bangun di pagi hari dan memutuskan untuk meninggalkan
hubungan mereka dengan Allah atau benar-benar menjadi sekular. Saat orang Kristen menjadi sekular, itu
dikarenakan mereka membiarkan diri mereka secara berangsur-angsur terhanyut ke
dalamnya. Mungkin mereka tidak berdoa,
atau bergumul dalam doa pribadi, seperti seharusnya. Mungkin mereka tidak membaca Alkitab dan
buku-buku rohani lain seperti yang biasa mereka lakukan. Kemunduran menuju pada sekularisme terjadi
secara berangsur-angsur. Permasalahan
dengan kompromi adalah bahwa orang-orang tergelincir ke dalamnya tanpa
menyadari apa yang sedang terjadi.
Kompromi cenderung menjadi populer—itu
membuat semua orang senang dan tidak
menyinggung siapa pun. Tapi tidak
bagi Allah. Mungkin saja harus
mengecualikan pernyataan terakhir ini.
Tindakan mendamaikan dan kompromi tidaklah sama. Yang pertama disebut itu baik. Di lain pihak, hasil dari kompromi, secara
spiritual tidaklah sehat.
Apakah solusi Yesus untuk masalah kompromi
ini?. Dia tidak membiarkan kita dalam
keragu-raguan. BERTOBATLAH!. Bentuk kata bahasa Yunani untuk kata kompromi
mengandung pengertian bahwa PERTOBATAN adalah sesuatu yang mesti mereka mulai.
Jemaat Pergamus jelas-jelas beranggapan
bahwa mereka tidak perlu bertobat, namun Yesus bersikeras bahwa bentuk
toleransi yang tidak benar memerlukan pertobatan. Jika kepemimpinan gereja tidak mau
mengkonfrontasi orang-orang yang sedang menghancurkan jemaat, maka Yesus akan
datang dan “memerangi” mereka dengan pedang yang ada di mulut-Nya.
Solusi untuk roh berkompromi, yang pertama
dan terutama, adalah putusan yang tegas.
BERTOBAT berarti melakukan satu perbaikan total dalam kehidupan Anda,
memperbarui disiplin-disiplin rohani.
Itu berarti berhenti terbawa arus dan melakukan apa yang dirasa baik dan
sudah sewajarnya terjadi. PERTOBATAN
menuntut agar Anda serius dengan apa yang Anda lakukan secara rohani dengan
cara teratur untuk berdoa dan belajar.
Dan luangkan waktu dalam kehidupan Anda untuk
hal-hal yang Allah ingin agar Anda lakukan, seperti membagikan iman Anda. Tidak peduli apa yang pernah Anda lakukan
atau di mana Anda pernah berada, tidak pernah ada kata terlambat untuk
memperbaiki keadaan. 1)
“Nasihat kepada Jemaat Pergamus: Bertobatlah
–Melukiskan amaran atas bahaya kerohanian yang mengancam.
Pahala atau Janji : Kepadanya akan
kuberikan manna tersembunyi dan batu putih, yang di atasnya tertulis nama baru,
yang tidak diketahui oleh siapa pun, selain oleh yang menerimanya.
a.
Manna melambangkan kehidupan rohani di dalam
Kristus sekarang dan pada zaman kekekalan kelak.
b.
Batu putih melukiskan upacara penganugerahan hadiah
atau pahala khusus dan penghormatan kepada umat tebusan.
c.
Nama Baru melukiskan tabiat baru yang sesuai dengan
tabiat Allah dan melambangkan nama khusus dari Tuhan.
·
Tidak diketahui oleh siapapun –Menggambarkan
pengalaman kelahiran rohani atau pembaruan tabiat yang hanya diketahui oleh
orang bersangkutan.”. 2).
1. Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing
House, 2007 hal.64
2. DR. U. Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas Advent Indonesia
Cisarua -Bandung, 1988 hal.16