Jumat, 19 April 2013

Mengenal Jalan-Jalan Allah (3)



"ALLAH YANG KUDUS DAN ADIL (YOEL)"

PENDAHULUAN

Pekabaran Yoel dan hama belalang. Nama Yoel yang artinya "Tuhanlah Allah" menunjukkan bahwa nabi ini dibesarkan dalam satu keluarga yang menghormati Allah. Nama ayahnya sendiri, Petuel (Yl. 1:1), berarti "bujukan dari Allah." Yoel hidup dan melayani di kerajaan selatan, Yehuda dengan ibukotanya Yerusalem, tetapi para peneliti Alkitab masih berbeda pendapat soal masa baktinya. Namun ada petunjuk kuat bahwa pelayanannya berlangsung jauh sebelum keruntuhan kerajaan Yehuda (685 SM), dan sangat mungkin Yoel hidup serta melayani antara tahun 860-850 SM. Prof. H.A. Sayce dari Oxford menyebutkan tujuh alasan kuat bahwa masa pelayanan Yoel berlangsung pada abad ke-9 SM, dua di antaranya disebutkan di sini. [1] Tentang invasi tentara Filistin dan Arab ke Yerusalem (Yl. 3:4-6), yang menurut 2Taw. 21:16 itu terjadi saat pemerintahan raja Yoram (889-883 SM); [2] Yoel juga bernubuat bahwa Allah akan membalas perbuatan musuh-musuh-Nya itu (Yl. 3:7-8), yang menurut 2Taw. 26:6 peristiwa itu terjadi di masa pemerintahan raja Uzia (811-759 SM).
Pekabaran nabi Yoel mengandung dua maksud. Pertama, seruan kepada Yehuda untuk bertobat (2:12); kedua, memberi pengharapan kepada orang-orang saleh di Yehuda akan janji keselamatan (2:28-32; 3:18-21). Sekalipun serangan belalang yang dahsyat telah melahap semua tanaman dan memusnahkan panen, yang berarti masa kelaparan tak terhindarkan, namun bilamana mereka bertobat maka Tuhan dapat membalikkan bencana itu menjadi berkat (2:13, 14). Hama belalang yang datang secara bergelombang dan silih-berganti (1:4) itu memang luar biasa dan belum pernah terjadi sebelumnya, sehingga sang nabi berpesan kepada orang-orang tua di Yehuda untuk menjadikan bencana itu sebagai peringatan bagi generasi-generasi selanjutnya (1:2, 3).
Kawasan Timur Tengah memang rentan terhadap serangan hama belalang. Pada bulan Maret 1915 hama belalang menyerang secara bergelombang seperti awan, begitu tebalnya sehingga wilayah ini menjadi gelap oleh sebab langit dipenuhi belalang yang menghalangi cahaya matahari. Mula-mula datang belalang betina yang langsung bertelur 100 butir setiap kali sehingga setiap 1 meter persegi terdapat 75.000-80.000 telur. Dalam beberapa minggu telur-telur itu menetas, dan anak-anak belalang yang belum bisa terbang ini berjalan sejauh 15-200 meter per hari sambil melahap tumbuhan apa saja di tanah. Tak lama kemudian anak-anak belalang itu sudah bisa terbang, dan pemusnahan tanaman pun berlanjut. Serangan-serangan seperti ini sering terjadi sesudahnya, dan yang terbaru melanda bagian selatan Israel pada bulan lalu, Maret 2013. Serangan belalang yang berasal dari wilayah Mesir ini menggerayangi lebih dari 800 Ha dalam satu malam saja, memusnahkan 30-40% kebun kentang, dan mengingatkan orang tentang apa yang tertulis dalam Alkitab. (Tonton di sini: http://www.nowthisnews.com/news/locust-plague-attacks-israel/ atau di sini: http://www.youtube.com/watch?v=izhMpimgT3g).
"Yoel bernubuat bahwa penghakiman Allah di masa mendatang akan membuat wabah belalang sebagai perbandingan. Tetapi penghakiman yang sama akan membawa berkat-berkat yang tak sebanding bagi mereka yang setia kepada Tuhan dan yang mengikuti pengajaran-Nya; yaitu, tak peduli seberapa beratnya, penghakiman itu dapat menuntun kepada keselamatan dan penebusan bagi orang-orang yang hatinya terbuka bagi tuntunan Tuhan" [alinea kedua].
Kitab Yoel mengandung tiga pekabaran: [a] penghakiman atas umat Allah (Yl. 2:1-11); [b] penghakiman atas bangsa-bangsa asing (2:28-32); [c] pengudusan dan pemulihan umat Allah melalui penderitaan (3:1-16). Dalam pemahaman historisisme, pekabaran dan nubuatan dalam kitab Yoel sudah menemukan kegenapannya hampir tiga ribu tahun silam, sehingga manfaatnya bagi kita sekarang adalah sebagai pelajaran dari apa yang telah dialami oleh umat Tuhan masa lampau.  Namun, sebagai kitab yang bernuansa futuristik, pekabaran dan nubuatan dalam kitab Yoel juga relevan dan berlaku bagi kita sebagai umat Tuhan yang hidup di zaman akhir ini.
1.      KETIKA ALLAH MURKA (Sebuah Bencana Nasional).
Musuh yang tak dapat dilawan. Sang nabi menubuatkan tentang sebuah serangan dahsyat yang akan melanda Yehuda oleh "suatu bangsa yang kuat dan tidak terbilang banyaknya; giginya bagaikan gigi singa, dan taringnya bagaikan taring singa betina" (Yl. 1:6). Celakanya, "musuh" yang akan datang ini sama sekali tidak dapat ditahan apalagi dilawan. Bahkan, kehancuran yang bakal diakibatkannya bukan saja membinasakan penduduk (akibat kelaparan), tapi juga menghancurkan lingkungan hidup untuk waktu yang panjang.
"Kerusakan ekologi dapat melumpuhkan ekonomi bangsa selama bertahun-tahun. Selain kehilangan makanan, tempat teduh dan hutan, ada ancaman erosi humus tanah. Sebagian pohon buah-buahan di Palestina memerlukan waktu 20 tahun untuk bertumbuh sebelum bisa menghasilkan. Bahkan, kehancuran pertanian dan penggundulan hutan merupakan taktik-taktik yang khas dari musuh yang menyerang untuk menghukum mereka yang ditaklukkan sehingga harapan untuk pemulihan jangka pendek menjadi mustahil" [alinea pertama: empat kalimat terakhir].
Dua pilihan. Sebenarnya, pemusnahan hasil bumi yang dinubuatkan oleh Yoel hanyalah merupakan pengulangan dari apa yang nabi Musa pernah amarkan jauh sebelumnya. Tatkala bangsa itu akan memasuki tanah perjanjian Kanaan, dalam suatu pidato perpisahan yang emosional, nabi Musa telah mengingatkan mereka. Ada dua pilihan yang dihadapkan kepada nenek moyang umat Israel sebagai satu bangsa: setia dan diberkati atau murtad dan dikutuk. Sederhana dan tegas.
Inilah perkataan nabi Musa yang tercatat dalam Ulangan pasal 28: "Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. "Segala berkat ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu:...Tetapi jika engkau tidak mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan tidak melakukan dengan setia segala perintah dan ketetapan-Nya, yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka segala kutuk ini akan datang kepadamu dan mencapai engkau:..." (ay. 1, 2, 15). Daftar berkat-berkat terinci dalam ayat 3-14, sebaliknya daftar kutukan terurai dari ayat 16-68. Bahkan, serangan hama belalang disebutkan secara gamblang: "Banyak benih yang akan kaubawa ke ladang, tetapi sedikit hasil yang akan kau kumpulkan, sebab belalang akan menghabiskannya" (ay. 38).
Iklim dan pola tanam. Wilayah Palestina memiliki iklim yang agak unik, dengan empat musim yang peralihan dari satu musim ke musim lainnya tidak ditandai dengan ciri yang jelas. Musim dingin yang berlangsung selama pertengahan Desember hingga pertengahan Maret bisa membuat suhu turun hingga 0°C, sementara musim panas yang mencapai puncaknya pada bulan Juli dan Agustus bisa menaikkan suhu sampai 35°C, selebihnya suhu udara menyenangkan. Pola bercocok-tanam ditentukan oleh iklim tersebut, di mana musim hujan yang biasanya berlangsung dari bulan Oktober sampai April mencapai puncaknya di pertengahan musim. Hujan pertama yang disebut "hujan awal" (pertengahan Oktober sampai Desember) adalah musim tanam yang diperlukan untuk menumbuhkan benih, sedangkan hujan di penghujung musim atau "hujan akhir" (Maret-April) menjelang panen diperlukan untuk mematangkan tanaman. Jadi yang dimaksud dengan "hujan awal" dan "hujan akhir" itu bukan berarti dua kali musim hujan melainkan dua periode hujan dalam satu musim yang sama. (Sumber: www.southtravels.com/middleeast/palestine/weather.html dan http://www.jstor.org/stable/3268749).
"Kehancuran yang diakibatkan oleh belalang diperparah lagi oleh kekeringan. Seluruh hasil panen yang diharapkan oleh petani-petani sudah meranggas, dan para petani itu putus asa sebab mereka tidak mempunyai apa-apa lagi untuk dimakan atau dijual; mereka bahkan tidak memiliki lagi bibit untuk ditanam. Malapetaka yang demikian dahsyat belum pernah didengar oleh nenek moyang mereka dan merupakan sesuatu yang akan diceritakan kepada generasi-generasi berikutnya" [alinea kedua: kalimat kedua sampai keempat].
Apa yang kita pelajari tentang bencana nasional yang dialami Israel purba?
1. Pekabaran nabi Yoel mengajak umat Allah untuk bertobat sebelum musuh yang tak dapat dilawan itu datang menyerang, yakni belalang. Serangan hama serangga terhadap tanaman berarti memusnahkan sumber pangan, dengan akibat yang bisa lebih dahsyat daripada peperangan.
2. Bangsa Israel purba--khususnya dalam hal ini adalah kaum Yehuda--memiliki pilihan untuk setia kepada Tuhan dan menerima berkat, atau murtad dan menerima kutuk. Mungkin kita menganggap mereka bodoh karena memilih untuk murtad, tetapi terkadang itu juga menjadi pilihan kita tanpa disadari.
3. Hama belalang yang memusnahkan panen itu sama dengan penghancuran sumber nafkah. Pekabaran nabi Yoel tetap relevan bagi kita sekarang, yaitu supaya kita bertobat sebab kalau tidak Tuhan dapat mendatangkan "belalang-belalang" yang bisa menghancurkan ekonomi kita.
2. PERTOBATAN, SEBUAH SERUAN MENDESAK (Tiuplah Terompet!)
Mengapa ini terjadi? Satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan manusia sepanjang hidupnya adalah Mengapa? Waktu masih anak kecil kita selalu bertanya, Mengapa? Mencapai usia remaja yang dipenuhi rasa ingin tahu, kita juga bertanya Mengapa? Setelah dewasa, bahkan sampai menjadi tua, pertanyaan yang sama selalu tercetus dari bibir kita, atau setidaknya menyeruak dari lubuk hati kita walau tak selalu terucapkan. Bukan oleh sebab kehidupan kita selalu dibungkus dengan misteri, tetapi karena banyak kejadian dan peristiwa dalam hidup ini yang berada di luar kemampuan kita untuk memahaminya.
Dalam sebuah wawancara yang disiarkan langsung dari tempat kejadian peledakan bom di dekat garis finis lomba maraton Boston beberapa hari lalu, yang telah menewaskan tiga orang dan mencederai hampir 200 orang di antaranya masih dalam kondisi sekarat, seorang wanita saksi mata juga mengajukan pertanyaan yang senada. Mengapa ini terjadi? Mengapa ada orang yang tega berbuat sejahat itu di sebuah arena olahraga yang damai seperti ini? Wanita itu tidak sendirian, dia mewakili jutaan pemirsa di seluruh dunia. Ya, mengapa?
Tapi kaum Yehuda di zaman nabi Yoel tidak selayaknya bertanya seperti itu. Kecuali mungkin sebagian dari mereka, yaitu rakyat yang tetap setia beribadah kepada Allah yang benar tetapi terpaksa harus turut merasakan kepahitan itu, mereka pantas bertanya. "Ketika bencana alam terjadi, mereka memunculkan banyak pertanyaan, seperti, 'Mengapa Allah membiarkan ini terjadi?' 'Mengapa sebagian orang hidup, sedangkan yang lain mati?' 'Adakah yang dapat kita belajar dari pelajaran ini?' Yoel tidak menyangsikan bahwa tulah belalang dapat menuntun kepada pengertian lebih mendalam akan rencana universil Allah. Dalam pasal 1, di bawah ilham ilahi, sang nabi menghubungkan krisis nasional itu dengan keadaan rohani di negeri itu" [alinea pertama: lima kalimat pertama].
Seruan pertobatan Yoel kepada kaum Yehuda adalah sesuatu yang mendesak dan genting. "Tiuplah sangkakala di Sion dan berteriaklah di gunung-Ku yang kudus! Biarlah gemetar seluruh penduduk negeri, sebab hari TUHAN datang, sebab hari itu sudah dekat" (Yl. 2:1). "Hari Tuhan" adalah istilah Alkitab yang berkaitan dengan waktu ketika Tuhan bertindak--baik untuk melepaskan umat-Nya ataupun mendatangkan hukuman pembalasan. Yoel menyebut tentang "hari Tuhan" lima kali dalam kitabnya (1:15; 2:1, 11, 31; 3:14), dan dalam hal ini semuanya bersifat menghukum.
Bencana nasional, pertobatan nasional. Setelah serangan belalang melanda negeri itu yang merupakan bencana nasional, sang nabi lalu menyerukan sebuah pertobatan nasional. "Hai para imam yang melayani di mezbah, pakailah kain karung, dan menangislah. Masuklah ke Rumah TUHAN untuk meratap semalam suntuk, sebab tak ada kurban anggur dan gandum bagi Allahmu. Perintahkan umatmu untuk berpuasa, maklumkanlah pertemuan raya! Undanglah para pemimpin dan tua-tua serta seluruh penduduk Yehuda, supaya datang ke Rumah Allah, untuk berseru minta tolong kepada-Nya" (Yl. 1:13-14, BIMK).
Inti dari ajakan sang nabi ialah agar umat itu bertobat dan memohon ampun kepada Allah dengan berdoa, berpuasa, dan beribadah di rumah Tuhan. Mengenakan kain karung sambil menangis adalah tradisi budaya orang Ibrani sebagai ungkapan rasa penyesalan dan kesedihan yang mendalam. Oleh karena Yoel adalah jurukabar Allah, maka seruan yang dikumandangkannya sesungguhnya adalah seruan dari Allah sendiri. Jadi, sementara Tuhan menghukum umat-Nya yang berdosa, Dia juga menyediakan jalan bagi mereka untuk bertobat. Pertobatan adalah hal yang paling sedap didengar dan tindakan yang paling disambut di surga. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat" (Luk. 15:10).
"Dalam cara ini mereka akan keluar dari pengalaman dengan suatu keyakinan baru akan kasih dan keadilan Allah. Akhirnya, bencana ini bisa menuntun umat percaya ke dalam suatu hubungan yang lebih mendalam dengan Tuhan mereka" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Bapa semawi kita tidak rela menimpakan atau membuat umat manusia berduka. Ia mempunyai maksud dalam angin puyuh dan dalam badai, dalam api dan dalam darah. Tuhan mengizinkan malapetaka datang ke atas umat-Nya untuk menyelamatkan mereka dari bahaya yang lebih besar. Ia ingin setiap orang memeriksa hatinya sendiri dengan teliti dan seksama, kemudian mendekat kepada Allah supaya Allah dekat kepadanya" (Ellen G. White, In Heavenly Places, hlm. 265).
Apa yang kita pelajari tentang seruan pertobatan nasional kepada Yehuda?
1. Malapetaka adalah bagian dari kehidupan manusia akibat dosa. Banyak kali bencana menimpa umat Tuhan yang, menurut pemikiran kita, seharusnya tidak terjadi pada anak-anak Tuhan. Kita tentu tidak mengerti, tetapi Allah mengerti.
2. Bencana yang dialami Yehuda adalah karena dosa, jadi itu bersifat "sebab dan akibat." Meskipun begitu, Allah di dalam pemeliharaan-Nya menyediakan jalan untuk memulihkan keadaan mereka. Bencana nasional akibat dosa nasional menuntut pertobatan nasional.
3. Sejauh menyangkut pemeliharaan Tuhan, tidak selamanya sebuah bencana adalah akibat suatu dosa. "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah" (Rm. 8:28).
3. BERKAT YANG TERPENTING (Karunia Roh Allah)
Nubuatan tentang karunia Roh. Yoel 2:28, 29--yang menubuatkan tentang karunia Roh--adalah ayat-ayat yang sangat berkesan bagi banyak orang. Kita cenderung menganggap ini sebagai nubuatan yang bersifat futuristik, yaitu akan digenapi pada zaman akhir. "Nubuatan ini sebagian digenapi pada kecurahan Roh pada hari Pentakosta itu. Tetapi nubuatan itu akan mencapai kepenuhan penyataan rahmat Ilahi yang akan membantu penyelesaian pekabaran Injil pada akhir zaman" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].
Namun, apakah pencurahan Roh tersebut bernuansa masa lalu atau masa depan, yang pasti bahwa kegenapan janji tersebut baru akan terjadi setelah pertobatan dan pemulihan kerohanian umat Allah. Perhatikan bahwa dalam kasus kaum Yehuda janji pencurahan Roh ini baru akan digenapi sesudah masa pemulihan rohani dan kemakmuran jasmani. Frase "kemudian dari pada itu" (ay. 28) merujuk kepada pertobatan bangsa itu dan restorasi yang Allah lakukan atas mereka sebagaimana diutarakan pada ayat-ayat sebelumnya.
Dalam konteks Perjanjian Lama, dan karena itu menjadi pemahaman umum orang Yahudi tentang kecurahan Roh, hal itu bersifat selektif pada orang-orang tertentu yang dipilih Allah. Misalnya pada Yusuf (Kej. 41:38), Yosua (Bil. 27:18), Otniel (Hak. 3:10), Gideon (Hak. 6:34), Yefta (11:29), Samson (Hak. 13:5; 14:6; 15:14), Saul (1Sam. 10:9-10), dan Daud (1Sam. 16:13). Tetapi dalam konteks Perjanjian Baru, berdasarkan penuturan Yesus (Yoh. 14:26; 16:7; Kis. 1:4, 5), kecurahan Roh Allah bisa dialami oleh semua orang percaya seperti yang terjadi atas sekitar 120 pengikut Kristus yang mula-mula pada hari Pentakosta sehingga mereka dapat bersaksi dan berkhotbah dalam berbagai bahasa asing (Kis. 2:1-21).
Hari Pentakosta. "Pentakosta" adalah istilah Alkitab PB yang merupakan salinan langsung atau transliterasi dari kata Grika lama Πεντηκοστή, Pentēkostē, yang secara harfiah berarti "lima puluh." Istilah ini merujuk kepada hari raya Tujuh Minggu bangsa Yahudi (Ibrani: חג השבועות, Ḥag ha-Shavuot) yang dirayakan 7 minggu atau 50 hari sesudah perayaaan Paskah (Im. 23:15-16). Hari raya Tujuh Minggu aslinya adalah hari raya Menuai yang diwajibkan bagi bangsa Israel setelah mereka bermukim di Kanaan dan mulai menikmati hasil panen dari usaha pertanian mereka di tanah perjanjian itu (Kel. 23:16), tapi kemudian dikaitkan juga dengan peringatan diturunkannya Torah melalui nabi Musa di gunung Sinai (Kel. 34:22; Ul. 16:10).
Dunia Kristen mengadopsi hari raya Pentakosta, yang kebetulan waktunya bertepatan dengan tujuh minggu sesudah hari kenaikan Kristus, sebagai tonggak pertama penginjilan semesta. Setelah kecurahan Roh, murid-murid Yesus itu mulai berkhotbah dalam bahasa-bahasa asing yang dimengerti oleh orang-orang Yahudi perantauan yang datang ke Yerusalem untuk perayaan Paskah, maupun oleh orang-orang asing yang sedang berkunjung di kota itu (Kis. 2:8-10). Mereka bersaksi tentang perbuatan-perbuatan Allah yang besar dan membuat banyak orang tercengang (ay. 11-12). Ketika menanggapi para pengejek yang menyindir bahwa para pengikut Kristus itu sedang mabuk, Petrus dan kesebelas rekannya tampil dengan menyebut nubuatan nabi Yoel itu: "Orang-orang ini tidak mabuk seperti yang kamu sangka, karena hari baru pukul sembilan, tetapi itulah yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi Yoël" (ay. 15-16). Petrus lalu mengutip kitab Yoel 2:28-29.
Pengaruhnya secara pribadi. Seseorang yang mengalami kecurahan Roh akan merasakan dampak pribadi sebagai pengaruh dari Roh Allah yang menguasai dirinya, dan dampak secara pribadi ini lebih penting daripada berbagai manifestasi adikodrati (kemampuan bersifat mujizat) sebagai perwujudan kuasa ilahi dalam dirinya. Sebab kuasa Roh itu mula-mula akan mentransformasikan diri kita secara menyeluruh sehingga menyanggupkan kita untuk hidup dan berperangai serupa dengan Kristus (Gal. 2:20), baru kemudian menjadikan diri kita sebagai saluran kuasa Allah untuk menunaikan pekerjaan-Nya. Prasyarat untuk kecurahan Roh adalah pertobatan pribadi dan penyerahan diri secara totalitas kepada Kristus, supaya oleh rahmat Tuhan kita bisa mengalami pemulihan rohani.
"Dalam konteks langsung dari Yoel, pertobatan akan diikuti dengan pencurahan Roh Allah secara besar-besaran. Hal ini akan membawa suatu pembaruan yang luar biasa. Gantinya kehancuran, karunia berkat-berkat Allah akan menyusul. Tuhan kembali memastikan kepada umat-Nya bahwa ciptaan-Nya akan dipulihkan dan bangsa itu akan dilepaskan dari para penindas" [alinea ketiga].
Apa yang kita pelajari tentang karunia Roh?
1. Karunia Roh adalah pemberian Allah yang terbesar dan terpenting bagi manusia. Hal ini sudah dialami oleh beberapa orang dalam PL yang terpilih secara khusus, tetapi hal yang sama dijanjikan kepada semua umat Tuhan secara umum pada zaman akhir.
2. Sebelum karunia Roh itu dicurahkan secara massal, seperti pada Hari Pentakosta atas para pengikut Yesus yang mula-mula, terlebih dulu harus ada pertobatan massal di kalangan umat Tuhan. Hanya orang-orang yang sudah sungguh-sungguh bertobat layak menerima karunia terpenting ini.
3. Kecurahan Roh Allah pertama-tama akan mengubah setiap pribadi yang menerima-Nya, untuk menyanggupkan mereka mengamalkan kehidupan Kristus dengan sempurna, baru kemudian mereka dapat menggunakan kuasa Roh itu untuk berbuat hal-hal ajaib demi pekerjaan Tuhan.
4. "YOEL-YOEL" MODEREN (Mengumandangkan Nama Allah)
Nama Tuhan. Nabi Yoel menekankan kepada kaum Yehuda pentingnya berpaling kepada Allah yang benar, yaitu Allah yang dikenal oleh nenek moyang mereka, dengan suatu jaminan, "Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan" (Yl. 2:32). Tentu saja keturunan Abraham itu tidak mengalami kesulitan untuk menyerukan nama Tuhan sesuai amaran sang nabi. Tetapi kalau pekabaran itu dihadapkan kepada umat Kristen zaman ini, apa "nama Tuhan" yang harus mereka serukan?
Soal "nama" ini sudah menjadi bahan perdebatan sejak lama di antara sebagian orang Kristen yang terobsesi menguak nama Tuhan yang sebenarnya. Ketika Allah turun menemui Musa di padang gurun Midian dan menyuruh dia untuk membawa umat-Nya keluar dari negeri perhambaan Mesir, sang nabi juga merasa perlu menanyakan siapa nama Allah yang menyuruhnya itu (Kel. 3:13). Lalu Tuhan menjawab Musa: "'AKU ADALAH AKU.' Lagi firman-Nya: 'Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu'" (ay. 14). "Aku adalah Aku" dalam bahasa Ibrani tertulis אֶֽהְיֶ֖ה אֲשֶׁ֣ר אֶֽהְיֶ֑ה, ’eh·yeh ’ă·šer ’eh·yeh (Untuk pengucapan yang benar tonton tayangan ini: http://www.youtube.com/watch?v=YzdCRDLKY7o).
Tetapi dalam Alkitab interlinear berbahasa Ibrani-Inggris versi New International (NIV) kata yang diterjemahkan "Aku adalah Aku" tersebut tidak lain dari "Nama 4-huruf" (tetragrammaton) יְהֹוָה, YHWH, yang sering ditransliterasikan dengan "Yahweh." Dalam tradisi Yahudi, yang sangat pantang mengucapkan nama Tuhan, bila sedang membaca Kitabsuci dan tiba pada kata ini biasanya mereka akan berhenti sejenak pada kata itu, atau menggantikannya dengan sebutan "Adonai" atau "Elohim" yang berarti Tuhan. (Lihat di sini: http://www.yhwh.com/godsrealname.htm).
Berseru, beriman, bertobat, berbuat. Pekabaran Yoel juga digemakan oleh rasul Paulus ketika dia berkata, "Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan" (Rm. 10:13). "Tetapi," lanjutnya, "bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya, jika mereka tidak percaya kepada Dia?" (ay. 14). Pekabaran serupa dikhotbahkan pula oleh Petrus kepada orang-orang Yahudi di Yerusalem, "Dan barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan" (Kis. 2:21). Lalu, kepada orang-orang yang menerima pekabaran itu dia berkata, "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus..." (ay. 38). Berseru kepada Tuhan bukan sekadar petisi verbal yang terlontar dari bibir, tetapi harus juga diikuti dengan perbuatan. Seperti kata Yesus, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga" (Mat. 7:21).
Selain untuk memohon pengampunan dan pertolongan Tuhan bagi keperluan diri sendiri, menyerukan nama Tuhan juga mengandung makna evangelisasi (penginjilan). "Dalam Kitabsuci, ungkapan 'berseru kepada nama Tuhan' bukan hanya berarti menyebut diri sebagai pengikut Tuhan dan menuntut janji-janji-Nya. Hal itu juga berarti mengumandangkan nama Tuhan; yaitu, menjadi saksi kepada orang-orang lain tentang Tuhan dan apa yang Ia telah lakukan bagi dunia" [alinea kedua: dua kalimat pertama].
Pena inspirasi menulis: "Tuhan mempunyai satu pekerjaan istimewa untuk dilakukan bagi kita secara perorangan. Sementara kita melihat kejahatan dunia menjadi nyata di ruang pengadilan dan disiarkan dalam suratkabar-suratkabar, hendaklah kita datang dekat kepada Allah dan dengan iman yang hidup berpaut pada janji-janji-Nya supaya kasih karunia Kristus boleh dinyatakan dalam diri kita. Kita bisa memiliki pengaruh, suatu pengaruh yang kuat di dunia. Kalau kuasa Allah yang meyakinkan itu bersama dengan kita, niscaya kita akan disanggupkan untuk menuntun jiwa-jiwa yang berada dalam dosa kepada pertobatan" (Ellen G. White, Review and Herald, 1 April 1909).
Apa yang kita pelajari tentang menyerukan nama Tuhan?
1. Kita menyerukan nama Tuhan bukan dengan mulut kita melainkan dengan lutut kita. Doa adalah cara komunikasi paling handal yang Yesus ajarkan untuk meminta pertolongan Tuhan atas setiap persoalan hidup kita.
2. Berseru kepada Tuhan harus disertai dengan iman, pertobatan, dan penurutan pada kehendak Allah. Memohon pengasihan Tuhan berarti menyambut kasih dan kuasa Allah yang menyelamatkan.
3. Selain untuk keperluan diri kita sendiri, mengumandangkan nama Tuhan berarti juga bersaksi kepada orang-orang lain tentang kebaikan-kebaikan Tuhan dalam hidup kita. Dengan demikian kita dapat menjadi seperti "Yoel-Yoel" di zaman moderen.
5. TUHAN MELINDUNGI UMAT-NYA (Tempat Perlindungan di Masa Kesusahan)
Israel, riwayatmu dulu. Kerajaan Israel purba memiliki riwayat pasang-surut yang kerap begitu drastis, dari negara yang kuat dan makmur tiba-tiba terpuruk menjadi lemah dan sengsara. Sebagaimana yang kita pelajari dari Alkitab, kondisi fisik yang silih-berganti itu berkorelasi positif dengan kondisi rohani bangsa itu, bila setia kepada Allah mereka diberkati tapi sebaliknya bila murtad mereka dikutuk. Dua pemimpin legendaris bangsa Israel, yang masa pemerintahan mereka diberkati karena ketaatan kepada Tuhan, ialah Daud dan Salomo. Raja Daud adalah pemimpin besar yang telah berhasil membangun kekuatan militer Israel purba yang dahsyat sebagai kerajaan Israel bersatu, sekitar tahun 1009-1000 SM. Sedangkan putranya, raja Salomo, adalah pemimpin yang telah membawa bangsa Israel ke puncak kejayaan (baca 1Raj. 4 dan 10; 2Taw. 8-9).
Ironisnya, Salomo pula yang telah mewariskan bibit perpecahan dalam kerajaan itu akibat tindakannya yang menyakiti hati sebagian rakyatnya, dan terutama karena di penghujung masa pemerintahannya dia telah menyakiti hati Tuhan dengan menyembah berhala. Allah menghukumnya oleh membiarkan negeri itu terpecah dua (1Raj. 11:27-33), meskipun atas kehendak Tuhan perpecahan kerajaan Israel itu baru terjadi setelah Salomo wafat dan Rehabeam, putranya, naik takhta menggantikannya (2Taw. 10). Sepuluh suku di utara, dengan tulang punggung suku Efraim dan Manasye, memisahkan diri dan tetap menggunakan nama Kerajaan Israel dengan ibukota Samaria. Dua suku di selatan, Yehuda dan Benyamin, kemudian menjadi Kerajaan Yehuda dengan ibukota Yerusalem. Perpecahan Israel purba itu terjadi sekitar tahun 930 SM.
Dalam keadaan terpecah dan lemah, Israel maupun Yehuda sering menjadi mangsa yang empuk bagi musuh-musuh bebuyutan mereka. Namun, Allah yang kasih-Nya tak kunjung padam itu tidak membiarkan umat-Nya dilecehkan terus-menerus. Musuh umat Allah berarti musuh Allah, dan sekali kelak Dia akan menuntut balas. "Nabi-nabi Alkitab membandingkan datangnya penghakiman dari Allah dengan auman singa, suara yang membuat semua orang gemetar (Yl. 3:16; 3:8)" [alinea pertama: kalimat pertama].
Bila Allah menghukum umat-Nya. Tuhan tidak segan-segan menghukum umat-Nya apabila mereka tidak setia dan dengan sengaja melanggar perintah-perintah-Nya. Dalam PL kita dapati bahwa hukuman Allah itu menimpa Israel dan Yehuda secara tegas dan langsung setelah umat itu menolak amaran-amaran yang disampaikan melalui nabi-nabi-Nya. Hukuman Allah bisa datang dalam berbagai cara. Dalam kasus Yehuda di zaman nabi Yoel hukuman itu berupa bencana alam (kekeringan, hama belalang, dsb.) dan serangan-serangan musuh yang menyerbu dan menindas mereka dengan bengis.
"Bagi sebagian orang gambaran Kitabsuci tentang penghakiman akhir dari Allah sulit dipahami. Adalah baik untuk mencamkan dalam benak kita bahwa kejahatan dan dosa itu sangat nyata, dan bahwa dorongan-dorongannya kuat dalam berusaha melawan Allah dan untuk menghancurkan setiap bentuk kehidupan. Allah adalah musuh dari kejahatan" [alinea kedua: tiga kalimat pertama].
Lazimnya, hukuman yang dikenakan atas orang yang bersalah atau melanggar perintah adalah untuk menimbulkan "efek jera" bagi si terhukum dan sebagai "contoh pelajaran" bagi orang-orang lain agar kesalahan dan pelanggaran itu tidak terulang. Hukuman-hukuman yang menimpa Israel dan Yehuda juga mempunyai tujuan serupa, yaitu untuk menyadarkan mereka akan pelanggarannya dan supaya mereka bertobat. "TUHAN berkata, 'Tetapi sekarang ini, kembalilah kepada-Ku dengan sepenuh hati, sambil berpuasa, meratap dan menangis. Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu.' Berpalinglah kepada TUHAN Allahmu. Ia panjang sabar dan penyayang, murah hati dan penuh kasihan. Senang mengampuni dan tak suka menjalankan hukuman. Barangkali TUHAN Allahmu berubah pendirian, dan memberkati kamu dengan berkelimpahan. Sehingga kamu dapat mempersembahkan kurban anggur dan gandum bagi TUHAN, Allahmu" (Yl. 2:12-14, BIMK).
Allah tetap mengasihi umat-Nya. Di sebuah jemaat yang saya hadiri belum lama berselang, seorang pendeta yang memimpin diskusi umum pelajaran SS membuat pernyataan begini: "Tidak ada hal apapun yang dapat membuat saya berhenti mencintai anak saya. Tidak ada!" Setelah menekankan beberapa alasan terhadap sikap tersebut, pendeta itu kemudian berkata, "Kalau saya saja sebagai manusia berdosa bisa mempunyai sikap demikian, apalagi Tuhan yang maha pengasih itu?"
Barangkali tidak semua orangtua memiliki sikap dan pandangan seperti itu menyangkut hubungan mereka dengan anak-anak mereka, tetapi saya menemukan diri saya berada di antara banyak orangtua yang berpandangan serupa dengan pendeta itu. Memang, banyak hal yang sering membuat kita sangat marah dan begitu jengkel terhadap anak-anak kita, suatu kemarahan yang mempunyai alasan rasional maupun emosional, namun demikian tidak ada alasan sama sekali untuk berhenti mencintai mereka. Kalau kita selaku orangtua badani saja bisa mempunyai perasaan kasih sayang seperti itu terhadap anak-anak kita, apalagi Bapa semawi terhadap kita sebagai anak-anak-Nya?
Perkataan Yesus berikut ini sering menjadi sumber kekuatan dan penghiburan bagi banyak orang yang sedang dilanda tantangan hidup, bahkan menjadi seumpama "tempat perlindungan" yang nyata bagi iman yang sedang goyah. Yesus berkata, "Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekor pun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak Bapamu. Dan kamu, rambut kepalamu pun terhitung semuanya. Sebab itu janganlah kamu takut, karena kamu lebih berharga dari pada banyak burung pipit" (Mat. 10:29-31; huruf miring ditambahkan).
"Tuhan menopang orang-orang yang tekun dalam iman. Dia bisa saja mendatangkan kehancuran atas bumi ini (Yl. 3:1-15); namun, umat-Nya tidak boleh takut akan tindakan-tindakan kuasa penghakiman-Nya oleh sebab Dia sudah berjanji untuk melindungi mereka (ay. 16). Dia telah memberikan kepada mereka jaminan firman-Nya. Tindakan-tindakan kekuasaan dan kemurahan-Nya menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang setia pada janji-Nya yang tidak akan pernah membiarkan orang benar itu dipermalukan (Yl. 2:27)" [alinea ketiga].
Apa yang kita pelajari tentang Allah sebagai tempat perlindungan di masa kesusahan?
1. Israel semula adalah sebuah kerajaan bersatu yang kuat dan makmur, tetapi Tuhan membiarkan mereka terpecah karena dosa-dosa para pemimpin. Israel dan Yehuda menjadi santapan musuh atas perkenan Tuhan, tapi bila mereka bertobat Tuhan memulihkan keadaan mereka.
2. Hukuman Allah dimaksudkan untuk menjadi pelajaran bagi umat-Nya agar sadar dan bertobat. Kebijakan Allah itu sudah berlaku pada zaman dulu atas Israel purba, hal itu juga dapat berlaku sekarang atas umat Tuhan masa kini.
3. Sekalipun hukuman Tuhan dapat menimpa umat-Nya karena dosa-dosa mereka, baik secara umum maupun secara pribadi, namun Allah tetap mengasihi umat-Nya. Tuhan memberi jaminan pemeliharaan bagi anak-anak-Nya yang setia dalam iman mereka.
PENUTUP
Agama khayalan? Pekabaran nabi Yoel menggugat keberagamaan manusia, dulu dan sekarang. Apakah orang-orang yang mengaku umat beragama benar-benar mengamalkan tuntutan keagamaan yang mereka yakini, atau hanya beragama secara formalitas? Kalau kita benar-benar beribadah kepada Allah yang benar, apakah kita secara pribadi sungguh-sungguh mengenal Dia yang kita sembah itu? Tampaknya, kaum Yehuda tidak benar-benar mengenal Allah. Buktinya, mereka mengabaikan setiap amaran Yoel yang diutus Allah kepada mereka. Akibatnya, bangsa itu harus menghadapi hukuman Allah yang mengerikan. Bagaimana dengan anda dan saya, apakah kita mengenal Tuhan yang kita sembah, dan apakah kita menaruh perhatian pada amaran-amaran melalui firman-Nya?
"Sejumlah besar persoalan kekekalan menuntut dari kita sesuatu selain agama khayalan, sebuah agama kata-kata dan bentuk, di mana kebenaran ditaruh di luar. Allah menyerukan suatu kebangunan rohani dan pembaruan. Perkataan Alkitab, dan hanya Alkitab saja, yang harus diperdengarkan dari mimbar. Tetapi kuasa Alkitab telah dirampok, dan akibatnya tampak dalam corak kehidupan rohani yang merosot" [alinea kedua: empat kalimat pertama].
Beragama itu adalah soal kebenaran hakiki, bukan liturgi atau ritual keagamaan. Lebih baik tidak beragama sama sekali daripada memeluk agama yang tidak ada kebenaran di dalamnya, atau pun beragama secara tidak benar. Sebagai orang Kristen, kita percaya bahwa kebenaran yang hakiki hanya berasal dari Alkitab saja yang berisi firman Allah. Dalam membaca dan menyelidiki Alkitab tujuan kita adalah untuk menemukan kebenaran Allah yang tersimpan di dalamnya, bukan mendalaminya sebagai sebuah ilmu atau pengetahuan. Kata Yesus, "Kalian mempelajari Alkitab sebab menyangka bahwa dengan cara itu kalian mempunyai hidup sejati dan kekal. Dan Alkitab itu sendiri memberi kesaksian tentang Aku. Tetapi kalian tidak mau datang kepada-Ku untuk mendapat hidup kekal" (Yoh. 5:39-40, BIMK).
"Ada banyak orang yang berseru mencari Allah yang hidup, yang merindukan hadirat ilahi. Hendaknya firman Allah berbicara kepada hati. Biarlah mereka yang selama ini hanya mendengar tradisi dan teori-teori serta kata-kata bijak manusia, mendengarkan suara Dia yang dapat memperbarui jiwa bagi kehidupan yang kekal" [alinea kedua: tiga kalimat terakhir].
"Sebab itu, ingatlah betapa jauh kalian sudah jatuh! Bertobatlah dari dosa-dosamu, dan lakukanlah apa yang kalian lakukan semula. Kalau tidak, maka Aku akan datang kepadamu dan mencabut kaki lampumu itu dari tempatnya" (Why. 2:5, BIMK).
SUMBER :

1.   Zdravko Stefanofic, Profesor bidang studi Ibrani dan Perjanjian Lama, Universitas Walla Walla,U.S.A--- Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa, Trw.II, 2013. Bandung: Indonesia Publishing House.
2.   Loddy Lintong, California U.S.A.