Kamis, 25 April 2013

Wahyu Kepada Yohanes (38)



WAHYU KEPADA YOHANES –(38)

TINDAKAN PALING AMAN ADALAH MENGASIHI.

“Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau TELAH MENINGGALKAN KASIHMU YANG SEMULA “ (Wahyu 2:4).

   “Jemaat di Efesus tampaknya mengulangi pengalaman bangsa Israel sebelum pembuangan ke Babel.  Mengutip perkataan Yeremia bagi Yerusalem :”Aku teringat…kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun”.(Yer.2:2).   Tahun-tahun awal pengalaman bangsa Israel di padang belantara merupakan masa-masa penuh pengabdian dan kesetiaan.  Tapi kemudian semuanya berubah: “Aku telah membuat engkau tumbuh sebagai pokok anggur pilihan… Betapa engkau berubah menjadi pohon berbau busuk, pohon anggur liar !”. (ayat 21).   Seandainya Anda harus menekankan pada kebenaran doktrinal yang teguh atau kasih dalam suatu situasi, manakah yang Anda pilih? .  Saat kita tidak tahu apa yang mesti dibuat, tindakan paling aman adalah MENGASIHI.
    Kitab 1 Korintus 13 mengatakan bahwa kita bisa saja memilili semua kebenaran doctrinal dan segala macam pekerjaan baik, tetapi jika kita tidak memiliki kasih, semua itu tidak ada gunanya.
   Ellen G. White menyimpulkan, “Dalam pembaruan, sebaiknya kita tidak berbuat kelewatan dengan melangkah terlalu jauh.  Dan seandainya terjadi kesalahan pun, sebaiknya kita  berada tak melupakan sisi manusiawinya”. 
            Ellen G White, Testimonies for the church (Mountain View,Calif:Pacific Press Pub.Assn.,1948) jld.3,hlm.21.
  
   Pada dasarnya kita cenderung bersikap keras kepada sesama dan mengasihi diri sendiri.  Setiap gereja yang telah meninggalkan pusat Injil maka akan mulai menyakiti orang-orang sekalipun dia setia dan mempertahankan doktrin yang benar.  Ketika kita tak yakin bagaimana harus menangani situasi tertentu, lebih baik kita mengambil risiko salah yaitu menebar kasih dan belas kasihan.”    1.

Ay 4: “Namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula”.
1)   ‘Namun demikian Aku mencela engkau’.
a)   Tadi ada pujian, sekarang ada kritikan.
Tuhan bersikap fair; memuji apa yang baik dan mengkritik apa yang jelek. Kita seringkali melakukan hanya salah satu saja, baik terhadap anak, pegawai, jemaat, anak sekolah minggu, dsb. Atau sering juga kita tidak melakukan kedua-duanya.
b)   KJV: ‘Nevertheless I have somewhat against thee’ (= Bagaimanapun Aku mempunyai sesuatu yang kecil / sedikit terhadap engkau).
Ini salah, karena kata ‘somewhat’ (= sedikit) ini sebetulnya tidak ada. Terjemahan yang salah ini mengecilkan kesalahan gereja Efesus dalam persoalan meninggalkan kasih yang semula ini, padahal itu sama sekali bukan sesuatu dosa yang remeh! Karena itu, kalau saudara sedang meninggalkan kasih yang semula / pertama, jangan meremehkan keadaan itu!
2)   ‘karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula’.
a)   Dicela sekalipun ‘baik’.
Sekalipun ada banyak hal-hal yang sangat baik dalam diri gereja Efesus ini, seperti sikap orthodox, menjaga kemurnian doktrin, bekerja keras, tidak menjadi lelah / bosan, membenci kejahatan dsb, tetapi mereka tetap dicela karena meninggalkan kasih yang semula / pertama. Karena itu jelaslah bahwa:
·        Kemurnian doktrinal tidak bisa menggantikan kasih.
George Eldon Ladd: “Doctrinal purity and loyalty can never be a substitute for love” (= Kemurnian dan kesetiaan doktrinal tidak pernah bisa menjadi pengganti kasih) - hal 39.
Adalah sesuatu yang baik kalau saudara adalah orang yang sangat memperhatikan dan menjaga doktrin, tetapi pada saat yang sama saudara juga harus memperhatikan dan menjaga kasih saudara kepada Tuhan.
·        Kebencian terhadap dosa / kejahatan tidak bisa menggantikan kasih kepada Kristus.
John Stott: “to hate error and evil is not the same as to love Jesus Christ” (= membenci kesalahan dan kejahatan tidaklah sama dengan mengasihi Yesus Kristus) - hal 29.
Orang yang mengasihi Kristus pasti membenci kejahatan, tetapi orang yang membenci kejahatan belum tentu mengasihi Kristus. Sebagai contoh, ada banyak orang yang mengutuk perkosaan massal tanggal 14 Mei 1998, padahal mereka sama sekali bukan orang kristen, dan karenanya tentu tidak mengasihi Kristus.
·        pelayanan yang bagaimanapun giatnya tidak bisa menggantikan kasih.
Pulpit Commentary: “Ere ever he would restore the recreant Peter to his apostleship, thrice over was the question asked, ‘Lovest thou me?’ as if the Lord would teach him and all of us that love to himself is the one indispensable qualification of all acceptable service” (= Sebelum Ia mengembalikan Petrus yang tidak setia / murtad dari kerasulannya, tiga kali Ia menanyakan pertanyaan: ‘Apakah engkau mengasihi Aku?’, seakan-akan Tuhan mengajar dia dan semua kita bahwa kasih kepadaNya adalah satu persyaratan yang harus ada dalam semua pelayanan yang menyenangkanNya) - hal 79.
b)   Bandingkan celaan di sini dengan Yer 2:1-8! (khususnya perhatikan Yer 2:2b,5)!
Yer 2:2b - “Aku teringat kepada kasihmu pada masa mudamu, kepada cintamu pada waktu engkau menjadi pengantin, bagaimana engkau mengikuti Aku di padang gurun, di negeri yang tiada tetaburannya”.
NIV: ‘I remember the devotion of your youth, how as a bride you loved me and followed me through the desert, through a land not sown’ (= Aku mengingat kesetiaan / penyerahan / pembaktian masa mudamu, bagaimana sebagai mempelai engkau mengasihi Aku dan mengikuti Aku melalui padang gurun, melalui tanah / negeri yang tidak ditaburi).
Yer 2:5 - “Beginilah firman TUHAN: Apakah kecurangan yang didapati nenek moyangmu padaKu, sehingga mereka menjauh dari padaKu, mengikuti dewa kesia-siaan, sampai mereka menjadi sia-sia?”.
Penerapan:
Kalau saudara sedang meninggalkan kasih yang semula, tanyakan pertanyaan yang sama terhadap diri saudara sendiri: apakah kecurangan / kesalahan yang aku dapati pada Allah, sehingga aku meninggalkan kasihku yang semula kepadaNya?
c)   Kasih kepada siapa yang dimaksudkan di sini?
·        Ada yang menganggap bahwa ini menunjuk kepada kasih kepada sesama manusia.
Beasley-Murray: “the love which had abated was primarily love for fellow men” (= Kasih yang telah berkurang terutama adalah kasih kepada sesama manusia) - hal 75.
·        Leon Morris (hal 60) mengatakan bahwa tidak jelas apa yang dimaksud dengan ‘kasih’ di sini. Ada yang mengartikan bahwa ini adalah ‘kasih kepada Kristus’, ada yang mengatakan bahwa ini adalah ‘kasih kepada sesama saudara seiman’, dan ada juga yang mengatakan bahwa ini adalah ‘kasih kepada seluruh umat manusia’. Leon Morris lalu mengatakan bahwa mungkin kasih di sini mencakup ketiga-tiganya.
·        Tetapi saya berpendapat bahwa penekanan utama di sini adalah kasih kepada Allah / Kristus.
Barnes’ Notes: “The love here referred to is evidently love to the Saviour” (= Kasih yang dimaksudkan di sini jelas adalah kasih kepada sang Juruselamat) - hal 1553.
Pulpit Commentary: “Christ is very jealous of our love” (= Kristus sangat cemburu akan cinta kita) - hal 69.
·        Tetapi perlu juga diingat bahwa kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama sangat berhubungan. Kalau kasih kepada Allah berkurang, maka pasti kasih kepada sesama juga demikian.
Robert H. Mounce (NICNT): “A cooling of personal love for God inevitably results in the loss of harmonious relationship within the body of believers” (= Kasih pribadi yang mendingin kepada Allah secara tak terhindarkan menghasilkan hilangnya hubungan yang harmonis di dalam tubuh orang-orang percaya) - hal 88.
Penerapan:
Untuk memperbaiki hubungan / persekutuan dalam keluarga ataupun gereja, maka setiap individu harus memperbaiki kasihnya kepada Tuhan. Ini juga berlaku sebaliknya. Untuk memperbaiki kasih kepada Tuhan kita harus memperbaiki hubungan dengan sesama.
d)   Siapa yang dikatakan meninggalkan kasih yang semula / pertama ini? Ada 2 pandangan tg hal ini:
1.   Kata-kata ini ditujukan kepada mereka sebagai gereja, bukan sebagai individu.
Herman Hoeksema (hal 58-59) mengatakan bahwa yang kehilangan kasih yang semula bukanlah jemaat / individu yang tadinya mempunyai kasih yang semula, tetapi gereja Efesus. Jadi gereja ini bertumbuh dalam hal jumlah, dan orang-orang yang baru ini tidak mempunyai kasih yang semula seperti jemaat yang lama. Ia berpandangan demikian karena ia berkata bahwa orang kristen sejati tidak bisa kehilangan keselamatan. Tetapi saya berpendapat bahwa ‘kehilangan kasih yang semula’ tidaklah sama dengan ‘kehilangan keselamatan’ / ‘jatuh dari kasih karunia’!
William Hendriksen mempunyai pemikiran yang sejalan dengan Hoeksema. Ia berkata bahwa rasul Yohanes menulis Kitab Wahyu ini lebih dari 40 tahun setelah gereja Efesus didirikan. Jadi generasi pertama sudah mati, dan lalu muncul generasi kedua, yang tidak mempunyai kasih yang semula.
Pandangan Hoeksema dan Hendriksen ini memang memungkinkan. Apalagi kalau dilihat dari Yer 2:1-8, yang pada ay 2nya berbicara tentang ‘cintamu’, padahal yang dimaksud adalah ‘cinta nenek moyangmu’. Jadi bagian ini meninjau Israel sebagai suatu bangsa, yang dahulu mengasihi Tuhan tetapi sekarang tidak. Karena itu adalah mungkin bahwa dalam kasus gereja Efesus juga diartikan seperti itu.
Kalau ini benar, maka ini menjadi peringatan bagi setiap gereja yang benar, untuk berjaga-jaga bukan hanya untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk generasi penerus. Apa yang harus dilakukan untuk ini?
·        perhatikan anak-anak sekolah minggu supaya mempunyai guru-guru sekolah minggu yang baik dan injili. Guru-guru Sekolah Minggu sendiri harus menjaga kerohanian mereka dan pengajaran mereka, karena secara manusia boleh dikatakan bahwa nasib dari generasi penerus ada di tangan mereka! Renungkan Mat 18:6 - Tetapi barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil ini yang percaya kepadaKu, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut”.
·        perhatikan kerohanian pemuda remaja di gereja.
·        jaga agar Majelis gereja yang dipilih selalu adalah orang-orang yang rohani, alkitabiah dan injili. Jangan memilih orang yang kaya tetapi yang rohaninya brengsek!
·        hati-hati dalam memilih hamba Tuhan.
·        jaga supaya dalam gereja selalu terdapat Pemberitaan Injil. Dengan demikian orang-orang yang baru bisa mendengar Injil dan bertobat.
2.   Kata-kata ini ditujukan kepada mereka sebagai individu. Jadi jemaat Efesus itu sendiri yang meninggalkan kasih yang semula.
Kebanyakan penafsir membahas bagian ini dari sudut pandang ke 2 ini. Saya sendiri, sekalipun menganggap pandangan pertama di atas tetap mempunyai kemungkinan untuk benar, lebih condong pada pandangan ke 2 ini, karena:
·        dari surat-surat kepada gereja-gereja yang lain terlihat bahwa Tuhan memperhatikan individu, dan bukannya hanya gereja secara keseluruhan. Jadi kalau yang salah hanya sebagian, maka Tuhan juga menegur yang sebagian itu (bdk. 2:14,15,24  3:4).
·        Ay 5 menyuruh mereka untuk:
*        mengingat betapa dalamnya mereka telah jatuh.
*        bertobat.
*        melakukan lagi apa yang semula mereka lakukan.
Semua ini rasanya menunjukkan bahwa yang meninggalkan kasih yang semula / pertama itu adalah diri mereka sendiri, bukan generasi sebelum mereka.
e)   Meninggalkan kasih yang semula / pertama’.
1.   Pada waktu Paulus menulis surat Efesus, gereja Efesus masih berkobar-kobar dalam kasihnya kepada Allah. Ini ditunjukkan secara implicit oleh Ef 6:24, dan ini juga diwujudkan dengan kasih kepada sesama orang kudus - Ef 1:15 (ingat bahwa kasih kepada sesama berhubungan erat dengan kasih kepada Tuhan). Tetapi sekarang gereja Efesus telah meninggalkan kasih yang semula / pertama itu. Perhatikan bahwa mereka tidak dikatakan ‘kehilangan’ (pasif) tetapi ‘meninggalkan’ (aktif) kasih yang semula / pertama itu. Karena itu Allah menyuruh mereka kembali kepada kasih yang pertama itu.
2.   Kalau sejak lahir seorang kristen tidak pernah mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, maka ini bukan ‘meninggalkan kasih yang semula’, tetapi ‘suam-suam kuku’ (Wah 3:14-15) dimana Kristus masih ada di luar hidupnya (bdk. Wah 3:20). Dengan kata lain, orang ini tidak pernah menjadi kristen yang sejati.
Tetapi semua orang kristen sejati pasti pernah mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, karena:
·        Ro 5:5b mengatakan “kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita”.
Catatan: tentang ‘kasih Allah’ dalam Ro 5:5 ini ada yang menafsirkan bahwa itu adalah ‘kasih Allah kepada kita’, tetapi ada juga yang menafsirkan bahwa itu adalah ‘kasih kita kepada Allah’.
·        kasih adalah ‘buah Roh Kudus’ (Gal 5:22).
Penerapan:
Untuk bisa tahu apakah saudara termasuk orang kristen sejati yang meninggalkan kasih yang semula, atau orang suam-suam kuku yang adalah orang kristen KTP, telusurilah jalan hidup saudara selama ini. Kalau tidak pernah ada saat dimana saudara berkobar-kobar dalam cinta saudara kepada Tuhan, maka saudara adalah orang suam-suam kuku. Bertobatlah dan terimalah Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara, sebelum terlambat!
3.   Kasih yang semula / pertama itu mudah memudar.
Thomas Manton: “That of all graces, love needeth keeping. Why? Because of all graces it is most decaying. Mat. 24:12  Rev. 2:4” (= Bahwa dari semua kasih karunia, kasih membutuhkan pemeliharaan. Mengapa? Karena dari semua kasih karunia itu adalah yang paling mudah berkurang / hilang. Mat 24:12  Wah 2:4) - ‘Jude’, hal 344.
Tetapi supaya saudara tidak secara salah dan terlalu cepat menganggap bahwa kasih saudara kepada Allah sudah memudar, perhatikan kutipan di bawah ini.
Barnes’ Notes: “Individual Christians often lose much of their first love. It is true, indeed, that there is often an appearance of this which does not exist in reality. Not a little of the ardour of young converts is often nothing more than the excitement of animal feeling, which will soon die away of course, though their real love may not be diminished, or may be constantly growing stronger. When a son returns home after a long absence, and meets his parents and brothers and sisters, there is a glow, a warmth of feeling, a joyousness of emotion, which cannot be expected to continue always, and which he may never be able to recall again, though he may be ever growing in real attachment to his friends and to his home” (= Individu-individu Kristen sering kehilangan banyak dari kasih pertama mereka. Memang benar bahwa seringkali kelihatannya terjadi hal ini, padahal sebetulnya tidak. Tidak sedikit dari semangat / kobaran api / kehangatan emosi dari petobat-petobat muda yang seringkali tidak lebih dari kegembiraan dari perasaan binatang, yang tentu saja akan segera lenyap, sekalipun kasih sejati mereka mungkin tidak berkurang, atau mungkin bertambah kuat secara konstan. Pada saat seorang anak pulang ke rumah setelah pergi cukup lama, dan bertemu dengan orang tua dan saudara-saudaranya, di sana ada suatu pijaran / sinar, suatu perasaan yang hangat, suatu sukacita emosi, yang tidak bisa diharapkan berlangsung senantiasa, dan yang mungkin tidak akan pernah bisa dihidupkan kembali, sekalipun ia mungkin terus bertumbuh dalam kasih yang sejati kepada teman-temannya dan rumahnya) - hal 1553.
4.   Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya / hilangnya kasih yang semula.
a.   Dosa.
Thomas Manton: “Some times it falleth out through freeness in sinning. Neglect is like not blowing up the coals; sinning is like pouring on waters, a very quenching of the Spirit, 1Thes. 5:19” (= Kadang-kadang itu terjadi karena kebebasan dalam berbuat dosa. Kelalaian adalah seperti tidak mengipasi arang; berbuat dosa adalah seperti menyiramnya dengan air, tindakan yang memadamkan Roh, 1Tes 5:19) - ‘Jude’, hal 345.
Contoh dosa:
·        cinta uang / dunia.
Mat 6:24 - “Tak seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon”.
Yak 4:4 -  “Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuh-an dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.
1Yoh 2:15 -  “Janganlah kamu mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia, maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu.
2Tim 3:4b - “lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah”. Ini salah terjemahan.
NIV/NASB: ‘lovers of pleasure rather than lovers of God’ (= pecinta kesenangan dan bukannya pecinta Allah).
·        pelayanan / pekerjaan / kesibukan yang begitu ditekankan sehingga menyebabkan tak ada waktu untuk sendirian dengan Tuhan (doa dan belajar Firman Tuhan).
Steve Gregg: “Like Martha, a church may become so engrossed in religious work that it neglects the ‘one thing needed’ (Luke 10:42)” [= Seperti Marta, sebuah gereja bisa menjadi begitu asyik dalam pekerjaan agamawi sehingga mengabaikan ‘satu hal yang diperlukan’ (Luk 10:42)] - hal 65.
Catatan: ‘bagian yang terbaik’ dalam Luk 10:42 diterjemahkan ‘one thing is needful’ (= satu hal yang diperlukan) oleh RSV.
Kata-kata Steve Gregg ini memang sangat mungkin. Orang yang terlalu bersemangat dalam pelayanan, sampai tidak ada waktu untuk belajar Firman dan berdoa, akan kehilangan kasih yang semula. Dan hal yang menyedihkan adalah bahwa ada banyak (bahkan mungkin kebanyakan!) hamba Tuhan yang seperti ini!
·        allah lain, yaitu hal-hal yang dicintai / diutamakan lebih dari Tuhan.
·        occultisme, seperti: tenaga dalam, hipnotisme, yoga, dsb.
b.   Penderitaan yang hebat, banyak, dan berlarut-larut, khususnya kalau kita tidak menghadapinya dengan benar.
c.   Banyaknya kejahatan di sekitar kita.
Mat 24:12 - “Dan karena makin bertambahnya kedurhakaan, maka kasih kebanyakan orang akan menjadi dingin”.
d.   Peperangan mereka melawan kesesatan / nabi palsu.
Ramsey mengatakan bahwa celaan tentang hilangnya kasih yang semula ini (ay 4) diletakkan setelah pujian tentang semangat mereka membongkar kepalsuan dari rasul-rasul palsu (ay 2), tetapi diletakkan sebelum pujian tentang kebencian mereka terhadap tindakan para pengikut Nikolaus (ay 6), dan ini menunjukkan bahwa hilangnya kasih yang semula ini berhubungan dengan semangat mereka dalam membongkar kepalsuan rasul-rasul palsu itu.
James B. Ramsey: “This censure is administered in close connection with the praise of their zeal in exposing these false apostles, and before the second ground of praise is mentioned, implying some real connection between this zeal against false teachers, and their declining love. There is such a connection, and it should never be forgotten. When any are called to contend earnestly for the faith, when patience is tried by daring and persistent error, and when at length the pretensions of the false teachers are exposed, the process is apt to chafe and embitter the spirit, and success to foster spiritual pride; thus holy love to Jesus and His people insensibly loses that first fervour with which it gushes forth in faith’s first view of the cross and the extinguished curse” (= Celaan / kecaman ini diberikan dalam hubungan yang erat dengan pujian terhadap semangat mereka dalam menyingkapkan rasul-rasul palsu ini, dan diberikan sebelum pujian kedua ini disebutkan, menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara semangat menentang guru-guru palsu ini dengan penurunan kasih mereka. Disana ada hubungan seperti itu, dan itu tidak pernah boleh dilupakan. Pada waktu seseorang dipanggil untuk berjuang dengan sungguh-sungguh untuk iman, pada waktu kesabaran diuji oleh kesalahan yang berani dan gigih, dan pada waktu akhirnya pernyataan palsu dari guru-guru palsu itu tersingkap, proses itu cenderung / mudah melukai dan memahitkan roh, dan berhasil mengembangkan kesombongan rohani; sehingga kasih kudus kepada Yesus dan umatNya tanpa terasa kehilangan gairah / semangat pertamanya yang dipancarkan oleh kasih itu pada pandangan pertama dari iman terhadap salib dan kutuk yang dipadamkan) - hal 131.
Catatan: Ramsey menganggap bahwa pujian pertama berhubungan dengan semangat mereka dalam membongkar kepalsuan rasul-rasul palsu itu, dan ay 3 berhubungan dengan pujian pertama tersebut, karena penderitaan dalam ay 3 itu disebabkan hal itu. Pujian kedua berkenaan dengan kebencian terhadap pengikut Nikolaus (ay 6). Jadi kecaman tentang hilangnya kasih semula terletak setelah pujian pertama, tetapi sebelum pujian kedua, dan karena itu ia lalu menyimpulkan bahwa kecaman itu berhubungan dengan pujian pertama itu.
Kata-kata Ramsey di atas sesuai dengan kata-kata Mounce yang berikut ini.
Robert H. Mounce (NICNT): “Every virtue carries within itself the seeds of its own destruction” (= Setiap sifat baik / kebajikan membawa dalam dirinya sendiri benih kehancuran dirinya sendiri)  - hal 88.
Memang orang yang kuat dalam doktrin dan berani / tegas biasanya rawan dalam persoalan kasih! Sebaliknya orang yang penuh kasih, sabar, biasanya kompromistis / kurang tegas, atau munafik / suka berdusta, pengecut, dsb.
Penerapan:
Karena itu kalau saudara menjumpai apapun yang baik dalam diri saudara, maka renungkanlah hal buruk apa yang ter-cakup dalam hal baik tersebut, dan berusahalah untuk memper-tahankan hal baiknya dan membuang hal buruknya.
5.   Ciri / akibat berkurangnya / hilangnya kasih yang semula.
Thomas Manton: “Where we love there will be musing on the object beloved, there will be familiarity and intimateness of converse. There is not a day can pass but love will find some errand and occasion to confer with God, either to implore his help or ask his counsel. But now, when men can pass over whole days and weeks, and never give God a visit, such strangeness argueth little love. Again, when there is no care of glorifying God, no plotting and contrivings how we may be most useful for him, when we do not mourn over sin as we were wont to do, are not so sensible of offences, have not these meltings of heart, are not so careful to avoid all occasions of offending God, are not so watchful, so zealous, as we were wont to be, do not rise up in arms against temptations and carnal thoughts, love is decayed. Certainly when the sense of our obligation to Christ is warm upon the heart, sin doth not escape so freely; love will not endure it to live and act in the heart, Titus 2:11-12, Gen 39:9. But now, as this is worn off, the heart is not watched, the tongue is not bridled, speeches are idle, yea, rotten and profane; wrath and envy tyrannise over the soul, all runneth to riot in the poor neglected heart; yea, further, God’s public worship is performed perfunctorily, and in a careless, stupid manner; sin confessed without remorse and sense of the wrong done to God; prayer made for spiritual blessings without desire of obtaining; wrath deprecated without any fear of the danger; intercession for others without any sympathy or brotherly love; thanks given without any conference of holy things is either none at all, or very slight and careless; hearing without attention; reading without a desire of profit; singing without any delight or melody of heart. All this is but the just account of a heart declining in the love of God” [= Dimana kita mengasihi disana akan ada perenungan tentang obyek yang dikasihi, disana akan ada keakraban dan keintiman dalam pembicaraan. Tidak ada satu haripun akan berlalu dimana kasih tidak menemukan pesan / berita dan alasan / kesempatan untuk berbicara dengan Allah, untuk meminta pertolonganNya atau nasehatNya. Tetapi sekarang, ketika seseorang bisa melewati beberapa hari dan minggu tanpa pernah mengunjungi Allah, keanehan seperti itu menunjukkan kasih yang sedikit / kecil. Juga, pada saat ada ketidakpedulian dalam memuliakan Allah, tidak ada perencanaan dan usaha / penyusunan tentang bagai-mana kita bisa menjadi paling berguna untuk Dia, pada saat kita tidak berkabung atas dosa seperti yang biasa kita lakukan, tidak peka terhadap pelanggaran, tidak mempunyai hati yang hancur, tidak begitu hati-hati untuk menghindari semua kesempatan untuk menyakiti hati / menyalahi Allah, tidak begitu berjaga-jaga dan bersemangat seperti kita biasanya, tidak bangkit untuk melawan pencobaan dan pikiran daging, kasih itu berkurang / melemah. Jelas bahwa ketika rasa kewajiban pada Kristus itu hangat dalam hati kita, dosa tidak lolos dengan begitu bebas; kasih tidak akan mengijinkannya hidup dan bertindak dalam hati, Titus 2:11-12, Kej 39:9. Tetapi sekarang, karena semua ini sudah luntur, hati tidak dijaga, lidah tidak dikekang, kata-kata kosong bahkan busuk dan kotor / tak senonoh; kemarahan dan iri hati merajalela dalam jiwa, semua menuju pada kekacauan dalam hati yang diabaikan; lebih jauh lagi, bahkan kebaktian dilakukan dengan asal-asalan / tak sungguh-sungguh dan dalam cara yang ceroboh dan bodoh; dosa diakui tanpa penyesalan dan perasaan bersalah kepada Allah; doa untuk berkat rohani tanpa keinginan untuk mendapatkan; kemarahan mengutuk tanpa takut bahaya; doa syafaat untuk orang lain tanpa simpati atau kasih persaudaraan; syukur diberikan tanpa menghargai kebaikan / manfaat atau kasih kepada Allah dalam mengingat mereka; perundingan tentang hal-hal kudus tidak pernah dilakukan atau sangat sedikit dan ceroboh; pembacaan (Kitab Suci / Firman Tuhan) tanpa keinginan mendapatkan keuntungan / manfaat; menyanyi tanpa kesenangan atau nyanyian di hati. Semua ini hanyalah laporan / catatan suatu hati yang menurun dalam kasih kepada Allah] - ‘Jude’, hal 345-346.
Renungkanlah kata-kata Manton di atas ini kata demi kata, dan ban-dingkanlah dengan hidup saudara. Dari situ saudara bisa mengetahui apakah saudara sudah kehilangan kasih yang semula atau tidak.
Thomas Manton: “In our serious sequestration and retirements we should have such thoughts as these are: - I was wont to spend some time every day with God; I remember when it was a delight to me to think of him; now I have no heart to pray or meditate, no relish of communion with his blessed majesty; it was the joy of my soul to be at an ordinance, the returns of the Sabbath were welcome to me; but now what a weariness is it! Time was when I had sweet experiences, and the graces of God’s Spirit were more lively in me, but now all is dead and inefficacious; time was when a vain thought was burdensome unto me, but now I can away with sinful actions; time was when the mispence of ordinary time was a grief unto my soul, now I can spend the Sabbath unprofitably and never be troubled, &c. Thus should you consider your estate” (= Dalam penyendirian kita yang serius kita harus mempunyai pemikiran-pemikiran seperti ini: Saya biasanya menghabiskan beberapa waktu setiap hari dengan Allah; saya ingat bahwa dulu adalah suatu kesenangan bagi saya untuk berpikir tentang Dia; sekarang aku tidak mempunyai hati untuk berdoa dan bermeditasi, tidak ada kesukaan dalam bersekutu dengan Dia; dulu adalah sukacita dari jiwaku untuk berada dalam Perjamuan Kudus, datangnya hari Sa-bat kusambut dengan baik; tetapi sekarang alangkah membosankannya hal itu! Ada saat dimana aku mempunyai pengalaman yang manis, dan kasih karunia Roh Allah lebih hidup dalam diriku, tetapi sekarang semua mati dan tidak manjur; ada saat dimana pemikiran sia-sia adalah suatu beban bagiku, tetapi sekarang aku bisa mengabaikan tindakan-tindakan berdosa; ada saat dimana penghamburan waktu biasa merupa-kan kesedihan bagi jiwaku, sekarang aku bisa menghamburkan Sabat secara tak berguna dan tidak merisaukannya, dsb. Begitulah engkau harus memikirkan / merenungkan keadaanmu) - ‘Jude’, hal 346-347.
Pulpit Commentary: “with all their discernment of evil, and zeal against it, they lacked reality. Their light still burned, but in a dull, lifeless way; their service had become mechanical (= dengan pandangan mereka yang tajam terhadap kejahatan, dan semangat menentangnya, mereka kekurangan realitas / kenyataan. Lampu mereka tetap menyala, tetapi secara pudar dan tak bersemangat; pelayanan mereka telah menjadi pelayanan mekanis) - hal 58.
John Stott: “Without this love, the Church’s work is lifeless” (= Tanpa kasih ini, pekerjaan Gereja tidak bersemangat) - hal 28.
John Stott: “It is the duty of man to worship God, of the creature to worship his Creator, but the duty is barren without love. If the worship of the Church is to be more than lip-service, it must spring from hearts that love God. ... I expect the worship of the church of Ephesus was almost dead. The singing had become drab and uninspired, and the prayers were scarcely better than heathen incantations. There was form but no spirit. There was no life because there was no love. What was true of the public worship of the Ephesian Christians was true no doubt of their private devotions also. Only love can save private prayer and Bible reading from degenerating into a mechanical routine” (= Adalah kewajiban dari manusia untuk menyembah / berbakti kepada Allah, dari makhluk ciptaan untuk menyembah / berbakti kepada Penciptanya. Jika penyembahan / kebaktian dari Gereja tidak merupakan kebaktian di bibir saja, maka itu harus keluar dari hati yang mengasihi Allah. ... Saya memperkirakan bahwa kebaktian gereja Efesus hampir mati. Nyanyian telah menjadi membosankan / tidak menarik dan tak bersemangat, dan doa-doa hampir tidak lebih baik dari mantera-mantera orang kafir. Di sana ada upacara tetapi tidak ada roh / semangat. Di sana tidak ada kehidupan / semangat karena di sana tidak ada kasih. Apa yang benar tentang kebaktian umum orang-orang kristen Efesus pasti juga benar tentang Saat Teduh pribadi mereka. Hanya kasih yang bisa menyelamatkan doa dan pembacaan Kitab Suci secara pribadi terhadap penurunan menjadi suatu kerutinan yang bersifat mekanis) - hal 30.
Pulpit Commentary: “The outward forms may be perfect, zeal may be maintained, patience unwearied, orthodoxy untarnished; but if love - the soul’s secret energy - be impaired, time only is needed to bring the Church to utter decay” (= Hal-hal luar / lahiriah mungkin sempurna, semangat mungkin dipertahankan, kesabaran tidak pernah lelah, keorthodoxan tidak bercacat; tetapi kalau kasih - kekuatan rahasia dari jiwa - berkurang / rusak, hanya waktu yang dibutuhkan untuk membawa gereja pada kebusukan total) - hal 92.
Memang saya percaya bahwa orang yang meninggalkan kasih yang semula mula-mula bisa kelihatan tetap baik. Mungkin ia tetap melayani, tetap bersaat teduh, tetap memberi persembahan, dsb. Tetapi kalau keadaan ini dibiarkan, maka keadaan akan makin lama makin memburuk, sehingga dari luarpun hal itu akan kelihatan.
John Stott: “toil becomes drudgery if it is not a labour of love. Jacob could work seven years for the hand of Rachel only because he loved her, and the seven years ‘seemed to him but a few days because of the love he had for her’ (Gen. 29:20). The endurance of suffering can be hard and bitter if it is not softened and sweetened by love. It is one thing to grit the teeth and clench the fists with Stoical indifference, and quite another to smile in the face of adversity with Christian love” [= jerih payah menjadi pekerjaan yang membosankan jika itu bukanlah pekerjaan kasih. Yakub bisa bekerja 7 tahun untuk mendapatkan tangan Rahel hanya karena ia mengasihinya, dan 7 tahun itu ‘baginya terlihat seperti hanya beberapa hari karena kasihnya kepadanya’ (Kej 29:20). Bertahan terhadap penderitaan bisa menjadi berat dan pahit jika itu tidak dilunakkan dan dimaniskan oleh kasih. ‘Mengertakkan gigi dan mengepalkan kepalan dengan ke-tidak-acuhan Stoa’ berbeda dengan ‘tersenyum menghadapi kesengsaraan dengan kasih Kristen’] - hal 28.
Catatan: golongan Stoic / Stoa adalah golongan yang disebutkan dalam Kis 17:18. Ini adalah golongan yang percaya pada takdir, tetapi mereka percaya bahwa takdir itu bahkan ada di atas Allah.
6.   Apa yang harus dilakukan supaya kasih yang semula tidak berkurang / hilang?
·        terus bertumbuh secara rohani; jangan pernah puas dengan apa yang saudara capai secara rohani, baik dalam pengertian Firman Tuhan, keteguhan iman, pengudusan dsb.
Thomas Manton: “Increase and grow in love, 1Thes. 4:10. Nothing conduceth to a decay more than contentment with what we have received; every day you should love sin less, self less, world less, but Christ more and more” (= Bertambahlah dan bertumbuhlah dalam kasih, 1Tes 4:10. Tidak ada yang lebih menimbulkan kebusukan / penurunan kasih dari pada kepuasan dengan apa yang telah kita terima; setiap hari engkau harus makin kurang mengasihi dosa, diri sendiri, dunia, tetapi mengasihi Kristus makin lama makin banyak) - ‘Jude’, hal 346.
1Tes 4:10 - “Hal itu kamu lakukan juga terhadap semua saudara di seluruh wilayah Makedonia. Tetapi kami menasihati kamu, saudara-saudara, supaya kamu lebih bersungguh-sungguh lagi melakukannya.
·        kalau terjadi penurunan kasih, tanganilah secepat mungkin.
Thomas Manton: “Observe the first declinings, for these are the cause of all the rest. Evil is best stopped in the beginning; if, when we first began to grow careless, we had taken heed, then it would never have come to this. ... it is easier to crush an egg than to kill the serpent” (= Amatilah penurunan pertama, karena ini adalah penyebab dari semua yang lain. Kejahatan sebaiknya dihentikan pada permulaan; jika pada waktu pertama-tama kita mulai bertumbuh menjadi ceroboh kita sudah memperhatikan, maka itu tidak akan pernah menjadi seperti ini. ... adalah lebih mudah menghancurkan sebuah telur dari pada membunuh ularnya) - ‘Jude’, hal 346.       2.
DAFTAR PUSTAKA:
1.    Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House, 2007. hal. 46
2.    Pdt. Budi Asali M.Div- Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.