Minggu, 05 Mei 2013

Komunikasi - Kunci Perkawinan Yang Sukses.



  Para ahli mengatakan, salah satu problem perkawinan yang paling rumit dan penyebab utama perceraian adalah ketidak mampuan atau keengganan pasangan hidup untuk berkomunikasi secara wajar.  Meskipun komunikasi itu suatu proses yang perlu ditata, tetapi ia bukanlah proses yang rumit.
   Jika bibir seseorang tengah berkomat-kamit maka kita sering menganggap komunikasi tengah berlangsung.  Kita mengetahui bahwa ini hanya komunikasi satu arah.    Akan tetapi percakapan dua arah berarti memberi dan menerima informasi.     Komunikasi itu berarti lebih banyak dari sekadar bercakap-cakap.     Komunikasi juga berarti proses menerima dan mendengar.
   Nah, pada kedua proses ini kita perlu menambah dimensi yang ketiga –yakni PENGERTIAN.

   John Powell, dalam bukunya Why I Am Afraid to Tell You Who I am, menjelaskan mengenai 5 level atau tingkatan kita dapat berkomunikasi dan hal ini adalah penting:
   Level 5 : Percakapan dangkal.  Pada level ini berlangsung percakapan biasa seperti, “Apa kabar?”.  “Apa saja pekerjaan Anda?”, “Bagaimana keadaannya?”.  Percakapan yang demikian tidaklah bermakna, namun hal ini terkadang lebih baik daripada bungkam saja.  Bila komunikasi tetap berada pada level ini, hal ini akan menjemukan dan lama kelamaan mengarah kepada frustasi dan menimbulkan perasaan mendongkol dalam hubungan suami istri.

   Level 4: Percakapan Faktual:  Pada level ini, informasi dibagi namun tidak disertai singgungan pribadi.  Misalnya, Anda menceritakan apa yang telah terjadi tetapi tidak mengungkapkan perasaan Anda mengenai kejadian itu.

   Level 3: Gagasan dan Pendapat : Keintiman mulai di sini.  Pada level inilah Anda berani mengungkapkan pendapat sendiri, perasaan dan pikiran.  Anda merasa bebas mengungkapkan pendapat pribadi, sehingga mitra Anda mempunyai kesempatan yang lebih baik untuk mengenal Anda secara intim.

   Level 2: Perasaan dan Emosi :   Komunikasi pada level ini menerangkan apa yang berlangsung didalam diri Anda –bagaimana Anda merasakan tentang mitra Anda atau situasinya.  Anda menerjemahkan perasaan perasaan frustrasi, marah, dongkol atau bahagia.  Kalau secara jujur Anda memberi dan menerima, menunjukkan perhatian pada perasaannya, dan juga mengungkapkan perasaan Anda sendiri, maka level ini akan memperkaya dan menyuburkan ikatan suami istri.  Anda akan merasa dihargai, diperhatikan, dicintai, dihormati dan aman tentram dalam kasih sayang sang mitra.

Level 1: Kepahaman yang Dalam:  Biasanya suatu pengalaman yang teramat pribadi berkaitan di dalamnya.  Ini merupakan komunikasi pengalaman-pengalaman.  Komunikasi mengenai pengalaman-pengalaman yang demikian kerapkali membuat kesan yang dalam pada kedua belah pihak dan justru membuat hubungan perkawinan semakin utuh.  Tujuan akhir dari komunikasi dalam perkawinan adalah saling mengutarakan gagasan pribadi dan perasaan.  Kita menggunakan kurang lebih  tujuh puluh persen dari jam-jam tidur kita untuk berkomunikasi –berbicara atau mendengar, membaca atau menulis.  Tigapuluh persen digunakan untuk bercakap-cakap.  Dalam hal ini, unsur waktu kita menjadi sangat penting, karena berbicara membawa orang bersama-sama dalam suatu keterkaitan.

Tingkat komunikasi yang lebih tinggi:

      Rasanya kurang lengkap kalau tidak disinggung mengenai komunikasi dengan Tuhan.  Suami, istri dan Allah membentuk suatu segitiga yang kudus.  Bila jalur komunikasi itu berjalan lancar, Tuhan dapat memenuhi maksud-Nya bagi suami istri.  Komunikasi yang jujur mengurangi tensi emosional, membuat pikiran menjadi jernih, dan memberikan kelepasan dari tekanan hidup sehari-hari.  Ini dapat melicinkan jalan kearah hubungan mesra di antara suami, istri dan Allah.
       (-Nancy Van Pelt, penulis buku The Compleat Parent, The Compleat Marriage dan The Compleat Courtship.)