Rabu, 29 Mei 2013

WAHYU KEPADA YOHANES (46)

Oleh: Pdt. H.M. Siagian MPTh.

                                 

  “JANGAN TAKUT TERHADAP APA YANG HARUS ENGKAU DERITA!...Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10).

        PERLUNYA HIDUP OLEH IMAN, JANGAN TAKUT !

   “Yesus bersabda, “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita.”  Mengapa?.  Karena “di dalam kasih tidak ada ketakutan.  Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan.”  Dan “kita mengasihi karena Dia terlebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh.4:18,19).   Mereka yang takut kepada Allah menempatkan diri dalam kendali-Nya dan tidak membiarkan yang lain-lain membuat mereka khawatir.  Mereka telah belajar untuk memercayai Dia dalam setiap situasi, karena Dia tahu semua situasi.  Dia tidak akan mengizinkan apa pun terjadi yang bukan demi kebaikan kita untuk jangka panjang.  Dia tidak mengizinkan apa pun terjadi yang tidak akan mampu kita hadapi jika kita memiliki hubungan dengan Dia.  Kadang kita berada dalam situasi yang membuat kita kewalahan.  Tapi kita tetap tidak perlu takut.

“Jangan takut…kamu dicobai dan kamu akan BEROLEH KESUSAHAN SELAMA SEPULUH HARI.  Hendaklah engkau setia sampai mati, dan AKU AKAN MENGARUNIAKAN KEPADAMU MAHKOTA KEHIDUPAN” (Wahyu 2:10).

KESUKARAN-KESUKARAN HIDUP  BUKANLAH RINTANGAN MELAINKAN PELUANG UNTUK MEMPERSIAPKAN PEPERANGAN TERAKHIR DALAM SEJARAH KEMANUSIAAN.

   “Daniel dan kawan-kawannya mengalami masa pencobaan selama 10 hari dalam Daniel 1.  Jemaat di Smirna juga mengalami ujian selama 10 hari.  Namun kesetiaan menghadapi pencobaan itu mempersiapkan mereka menghadapi kemuliaan di masa yang akan datang.  Seperti halnya Daniel dan ketiga kawannya, kita mempersiapkan tantangan-tantangan masa depan sebaik mungkin dengan cara melewati ujian-ujian yang kita alami di masa kini.  “MAHKOTA KEMENANGAN” yang Yesus janjikan kepada jemaat Smirna bukanlah hasil dari perilaku mereka.  Allah memakai penderitaan mereka untuk mempersiapkan mereka mencapai kemenangan akhir dari keberadaan manusia, yaitu hidup kekal.  1)

   “Nasehat : Jangan takut terhadap apa yang akan di derita –Tidak perlu takut akan penganiayaan karena itu akan menjadi alat yang menguatkan dan membuktikan kemurnian iman (Yakobus 1:2; Mat.5:10-12) dan Kristus akan memberi kekuatan untuk menahan pencobaan (Filipi 4:13).
·         Iblis akan melemparkan ke dalam penjara –Melukiskan penganiayaan yang dilancarkan oleh pemerintahan Romawi terhadap orang-orang Kristen karena mereka menolak untuk menyembah dewa dan kaisar :
a.    Kaisar Trajan (98-117) mengeluarkan peraturan untuk membunuh orang-orang yang tidak mau menurut/patuh.
b.   Kaisar DECIUS mengeluarkan dekrit pada tahun 250 untuk menumpas orang-orang Kristen melalui siksaan, kematian, dan penyitaan harta benda mereka. –Orang-orang Kristen dibuat jadi kambing hitamnya.
·         Beroleh kesusahan selama SEPULUH HARI –Melukiskan 10 tahun penganiayaan (303-313) yang dilancarkan oleh kaisar DIOCLETIAN dan GALERIUS penggantinya.
a.    Pada rapat agung Council of NICEA (325), dari antara para bishop (pemimpin-pemimpin) gereja yang datang berapat, ada yang sudah tidak bermata dan tidak berlengan serta dengan cacat tubuh lainnya.
b.   Dekrit yang dikeluarkan oleh Diocletian (303) untuk menganiaya orang-orang Kristen dicabut melalui dekrit toleransi beragama yang dikeluarkan oleh kaisar KONSTANTIN (313).  2)

Ay 10: “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.
1)   ‘Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!’.
a)   Ini menunjukkan bahwa keadaan pada saat itu memang menakutkan.
Tetapi berbeda dengan kasus ‘dukun santet’ di Indonesia yang saking takutnya bakal dibunuh oleh ‘ninja’ sampai akhirnya bunuh diri, orang kristen di Smirna tidak ada yang dilaporkan bunuh diri.
b)   Perhatikan bahwa Tuhan bukan berkata: ‘Jangan takut, karena Aku akan melindungi sedemikian rupa sehingga engkau tidak akan menderita’! Tetapi Ia berkata: ‘Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!’.
Bdk. 1Pet 3:13-14 - “Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar”.
c)   Artinya dari kata-kata ‘tidak takut’.
Steve Gregg: “Fearlessness, however, may not necessarily mean the total absence of dread, but rather the refusal succumb to intimidation, so that threats of harm do not turn them back from their duty to Christ” (= Bagaimanapun, ‘tidak takut’ tidak harus berarti absen totalnya rasa takut, tetapi penolakan untuk menyerah / tunduk pada ancaman / intimidasi, sehingga ancaman untuk disakiti tidak menyebabkan mereka meninggalkan kewajiban kepada Kristus) - hal 67.
d)   Apa yang tidak boleh ditakuti dan yang harus ditakuti.
H. L. Ellison (Daily Bible Commentary): “Because Christ was raised from the dead, physical death should have no terrors for us, even if it can be very painful. The death to be feared is the second, spiritual death (11, cf. Matt. 10:28)” [= Karena Kristus dibangkitkan dari antara orang mati, kematian fisik tidak boleh membuat kita takut, sekalipun itu bisa sangat menyakitkan. Kematian yang harus ditakuti adalah kematian yang kedua.(ay 11, bdk. Mat 10:28)] - hal 458.
2)   ‘Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari’.
a)   ‘Iblis’.
        Di sini digunakan kata Yunani DIABOLOS yang artinya ‘the accuser’ (= pendakwa) atau ‘the slanderer’ (= pemfitnah).
        Mengingat bahwa orang-orang Yahudi di dalam gereja Smirna disebut sebagai ‘jemaah Iblis’ (ay 9b), maka Steve Gregg mengatakan bahwa mungkin Iblis menggunakan mereka ini untuk melakukan penganiayaan ini.
        Karena 2Tim 3:12 berkata “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya”, maka James B. Ramsey berkata sebagai berikut:
“If the world does not persecute the church, it is either because it has corrupted her so far that her testimony does not seriously interfere with its more refined indulgences, or because it regards her as too powerless to be worthy of her notice” (= Jika dunia tidak menganiaya gereja, atau itu disebabkan dunia telah merusak gereja sedemikian jauhnya sehingga kesaksiannya tidak secara serius mengganggu pemuasan hawa nafsu yang diperhalus, atau karena dunia menganggap gereja sebagai terlalu tidak berdaya untuk layak diperhatikan) - hal 138.
b)   ‘penjara’ dan ‘kesusahan’.
William Barclay: “To be a Christian was against the law, but persecution was not continuous. The Christian might be left in peace for a long time, but at any moment a governor might acquire a fit of administrative energy or the mob might set up a shout to find the Christian - and then the storm burst. The terror of being a Christian was the uncertainty” [= Menjadi orang kristen adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum, tetapi penganiayaan tidak terjadi terus-menerus. Orang Kristen bisa dibiarkan dalam damai untuk waktu yang lama, tetapi pada setiap saat seorang gubernur bisa tahu-tahu kumat, atau suatu gerombolan orang mengadakan / memulai suatu teriakan untuk mencari orang Kristen - dan pada saat itu badai meledak. Ketakutan dari orang Kristen adalah ketidakpastian itu] - hal 79.
James B. Ramsey: “Of all the seven churches, no one stands higher in the estimation of the Lord than this. Yet in outward estate she is the worst of them all. Poverty and persecution are her present lot, and prisons and death are awaiting her. Her record here is not one of active labours and triumphs for Christ, but of poverty and tribulation for His sake; and no record shines more brightly, or secures a higher reward” (= Dari ketujuh gereja itu, tidak ada yang lebih tinggi dalam penilaian Tuhan dari gereja ini. Tetapi tingkat kehidupan lahiriah gereja ini adalah yang terburuk dari semua. Kemiskinan dan penganiayaan adalah bagiannya / nasibnya sekarang ini, dan penjara dan kematian menantikannya. Catatannya di sini bukanlah tentang pekerjaan aktif dan kemenangan bagi Kristus, tetapi tentang kemiskinan dan kesusahan demi Dia; dan tidak ada catatan yang bersinar lebih terang, atau menjamin / mendapatkan upah yang lebih tinggi) - hal 134.
Ia melanjutkan:
“The great lesson, then, here taught in regard to the church, is that outward wealth or power, or safety or success, is no mark of a true church. All these may be wanting, and yet there be great spiritual riches, and the approving smiles of her King” (= Maka, pelajaran yang besar yang diajarkan di sini berkenaan dengan gereja adalah bahwa kekayaan lahiriah atau kekuasaan / kekuatan, atau keamanan atau sukses, bukanlah tanda / ciri dari gereja yang benar. Semua ini bisa saja tidak ada, tetapi di sana ada kekayaan rohani yang besar, dan senyum puas / menyetujui dari sang Raja) - hal 137.
Illustrasi: ada 2 orang membawa halter, yang seorang bisa melakukannya sambil berjalan-jalan, berlari-lari, dan bahkan sambil melompat-lompat, sedangkan yang satunya sama sekali tidak bisa berjalan-jalan tetapi harus mengerahkan seluruh tenaganya untuk menahan berat halter itu. Yang mana yang lebih kuat dari 2 orang itu? Belum tentu orang pertama yang lebih kuat, karena tergantung berapa berat halter yang dia bawa. Kalau dia membawa halter hanya seberat 2 kg, sedangkan orang kedua membawa halter seberat 100 kg, maka mungkin sekali yang kedua yang lebih kuat. Bahwa orang kedua tidak bisa berjalan-jalan atau melompat-lompat, bukan karena ia kalah kuat, tetapi karena bebannya jauh lebih besar.
c)   ‘sepuluh hari’.
A. T. Robertson: “It is unwise to seek a literal meaning for ten days” (= Adalah tidak bijaksana untuk mencari arti hurufiah untuk ‘sepuluh hari’) - hal 302.
Lalu apa artinya ‘10 hari’? Ada sangat banyak penafsiran tentang bagian ini:
        10 gelombang penganiayaan.
        10 tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Trajan (99-109 M).
        10 tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Diocletian (303-313 M).
        10 kaisar yang melakukan penganiayaan dalam 3 abad pertama dari gereja.
William R. Newell: “The early Church did indeed have just ten great persecutions under the Roman emperors, beginning with Nero and ending with Diocletian, whose last persecution, and probably the most terrible of all, was just ten years long! Nero, Domitian, Trajan, Marcus Aurelius, Severus, Maximum, Decius, Valerian, Aurelian, and Diocletian, were the ten principal Pagan persecutors. However, there was constant, though not always general, trouble until Constantine’s edict of toleration” (= Gereja mula-mula memang mendapatkan 10 penganiayaan besar di bawah kaisar-kaisar Romawi, dimulai dengan Nero dan diakhiri dengan Diocletian, yang melakukan penganiayaan terakhir, dan mungkin yang paling hebat, selama 10 tahun! Nero, Domitian, Trajan, Marcus Aurelius, Severus, Maximum, Decius, Valerian, Aurelian, dan Diocletian, adalah 10 penganiaya kafir yang utama. Akan tetapi, ada kesukaran yang terus menerus, sekalipun tidak selalu bersifat umum, sampai pada keputusan Constantine tentang kebebasan beragama) - hal 46.
William Hendriksen: “a definite, full, but brief period. The fact that the trial is but for a ‘short season’ is often given as an encouragement to endurance (Is. 26:20; 54:8; Mt. 24:22; 2Cor. 4:17; 1Pet. 1:6)” [= suatu periode tertentu yang penuh tetapi singkat. Fakta bahwa pencobaan itu hanya untuk ‘waktu yang pendek’ sering diberikan sebagai suatu penguatan hati untuk bertahan / bertekun (Yes 26:20; 54:8; Mat 24:22; 2Kor 4:17; 1Pet 1:6)] - hal 65.
        Homer Hailey: “a full and complete period, which may be long or short, that would come to an end” (= suatu periode yang penuh dan lengkap, yang bisa lama atau singkat, yang akan berhenti) - hal 127.
        James B. Ramsey: “ten days, expressing a complete but indefinite period” (= sepuluh hari, menyatakan suatu periode yang lengkap tetapi tidak pasti) - hal 137.
        Ini menunjukkan kedaulatan Allah yang membatasi pencobaan dan mengontrolnya.
H. L. Ellison (Daily Bible Commentary):
“Probably the significance of the ‘ten days’ (10) is that the Lord of the Church both gives it over to persecution and so controls the persecutors, that He can foretell the time of its ending before it begins” [= Mungkin arti dari ‘10 hari’ (ay 10) adalah bahwa Tuhan dari Gereja menyerahkan gereja kepada penganiayaan dan mengontrolnya sedemikian rupa, sehingga Ia bisa meramalkan saat berakhirnya sebelum penganiayaan itu dimulai] - hal 458.
John Stott (hal 49) juga mengatakan bahwa ‘beberapa orang dari antaramu’ dan ‘10 hari’ menunjukkan bahwa Allah membatasi penderitaan mereka, dan dengan ini menunjukkan kontrol dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu.
John Stott lalu berkata:
“Christians who know that God is on the throne and is controlling the affairs of men can stand quiet and calm amid the evils and sorrows of the world” (= Orang-orang Kristen yang tahu bahwa Allah itu bertakhta dan sedang mengontrol urusan-urusan manusia, bisa berdiri diam dan tenang di tengah-tengah kejahatan-kejahatan dan kesedihan-kesedihan dunia ini) - hal 49.
d)   ‘supaya kamu dicobai’.
Apakah ini merupakan tujuan Allah atau tujuan setan? Boleh dikatakan semua penafsir menganggap bahwa ini menunjuk pada tujuan Allah. Jadi Allah membiarkan / mengijinkan setan memasukkan beberapa dari mereka ke dalam penjara, supaya mereka bisa dicobai / diuji. Dengan demikian, bukan hanya lamanya kesusahan / pencobaan / pemenjaraan itu yang dibatasi oleh Allah, yaitu selama 10 hari, tetapi juga penderitaan itu akan menghasilkan apa yang menjadi tujuan Allah.
Herman Hoeksema: The devil, therefore, can never proceed beyond the limits set him by the Almighty; neither can he reach any other end than the purpose of God in the affliction of His people in the world. ... The devil possesses power to oppress the church, no doubt. He will make life hard for the faithful in the world. He will rage against them in all his fury. We must expect this. But the blessed comfort for the church lies in the fact that the power of darkness is under the absolute control and sovereignty of Him that walketh in the midst of the seven golden candlesticks. ... And when the full measure of his time and power has been meted out to him according to the will of God, the Lord bids him to stop, and he can stir no more against the church. What mighty comfort for the church in tribulation. The devil can do her no harm, but must serve the purpose of God in Christ” [= Karena itu, setan tidak pernah bisa berjalan / maju melampaui batas yang ditetapkan baginya oleh Yang Mahakuasa; juga ia tidak bisa mencapai tujuan lain apapun selain rencana / maksud Allah dalam penderitaan umatNya dalam dunia. ... Tidak diragukan lagi, setan memiliki kuasa untuk menindas gereja. Ia akan membuat hidup itu sukar / berat untuk orang percaya / setia dalam dunia. Ia akan mengamuk terhadap mereka dalam seluruh kemarahannya. Kita harus mengharapkan hal ini. Tetapi penghiburan bagi gereja terletak dalam fakta bahwa kuasa kegelapan ada di bawah kontrol dan kedaulatan dari Dia yang berjalan di tengah-tengah ketujuh kaki dian emas itu. ... Dan pada saat ukuran penuh dari waktunya dan kuasanya telah diukurkan kepadanya (?) sesuai dengan kehendak Allah, Tuhan memerintahnya untuk berhenti, dan ia tidak bisa menimbulkan keributan lebih jauh terhadap gereja. Ini betul-betul merupakan penghiburan bagi gereja yang ada dalam kesusahan. Setan tidak bisa menyakitinya / merugikannya, tetapi harus melayani maksud / rencana Allah dalam Kristus] - hal 73.
3)   ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’ (bdk. Yak 1:12).
a)   ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’.
        Yesus tidak berjanji akan menjaga supaya mereka tidak mati dibunuh, tetapi sebaliknya berkata bahwa mereka harus setia sampai mati. Ini menunjukkan bahwa bisa saja Tuhan membiarkan seorang kristen dalam kemiskinan dan penganiayaan / penderitaan, sampai mati! Bdk. Ibr 11:33-37; perhatikan khususnya ay 35b-37nya.
James B. Ramsey: “The tender love of our Lord is not shown here so much by removing external evils, as by sustaining His people under them, and by making them occasions of larger spiritual attainments, and means of working out a brighter reward” (= Kasih yang lembut dari Tuhan kita tidak ditunjukkan di sini dengan menyingkirkan hal-hal jelek itu, tetapi dengan menopang umatNya di bawah hal-hal itu, dan dengan membuat bagi mereka kesempatan untuk pencapaian rohani yang lebih besar, dan cara / jalan untuk mengerjakan upah yang lebih cemerlang) - hal 137.
William Hendriksen: “Even though believers may be put to death, namely, the first death, they are not going to be hurt by the second death, that is, they will not be cast, body and soul, into the lake of fire at Christ’s second coming (Rev. 20:14)” [= Sekalipun orang percaya bisa dibunuh, yaitu kematian pertama, mereka tidak akan dirugikan oleh kematian yang kedua, yaitu, mereka tidak akan dibuang, tubuh dan jiwa, ke dalam lautan api pada kedatangan Kristus yang kedua kalinya (Wah 20:14)] - hal 66.
        Kata-kata ‘hendaklah engkau setia sampai mati’ tidak sekedar berarti ‘setialah sampai kamu mati’ tetapi ‘setialah sekalipun itu harus dibayar dengan nyawamu’.
        John Stott: “Here was an appeal to be faithful and not to be afraid. Now faith and fear are opposites. ... True, here the call is to faithfulness rather than to faith, but we need to remember that faith and faithfulness are the same word in Greek. This is understandable because it is from faith that faithfulness springs. Trust in Christ, and we shall ourselves be trustworthy. Rely on Christ, and we shall be reliable. Depend on Christ, and we shall be dependable. Have faith in Christ, and we shall be faithful - faithful if necessary even unto death. The way to lose fear is to gain faith” (= Di sini ada seruan untuk setia dan tidak takut. Iman dan rasa takut itu bertentangan. ... Memang benar bahwa di sini seruan itu adalah untuk setia dan bukannya untuk beriman, tetapi kita perlu mengingat bahwa ‘iman’ dan ‘kesetiaan’ adalah kata yang sama dalam bahasa Yunani. Ini bisa dimengerti karena kesetiaan muncul dari iman. Percayakanlah dirimu kepada Kristus, dan kita sendiri akan bisa dipercaya. Bersandarlah kepada Kristus, dan kita akan bisa diandalkan. Bergantunglah pada Kristus, dan kita akan bisa dipercayai. Berimanlah kepada Kristus, dan kita akan setia - setia kalau perlu bahkan sampai mati. Cara membuang rasa takut adalah dengan mendapatkan iman) - hal 45-46.
        Pulpit Commentary: “We are but imperfect servants at the best, but we need not be unfaithful. Our position may not be one of ease, but we can be faithful. It is not said, ‘Well done, good and rich servant;’ nor ‘Well done, good and successful servant;’ but ‘Well done, good and faithful servant’” (= Sebaik-baiknya kita, kita adalah pelayan-pelayan yang tidak sempurna, tetapi kita tidak perlu menjadi tidak setia. Posisi kita mungkin tidak enak, tetapi kita bisa setia. Tidak dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan kaya’; juga tidak dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan sukses’; tetapi dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia’) - hal 72.
Bdk. Mat 25:21,23.
        Pulpit Commentary: “‘He that is faithful in that which is least, is faithful also in much.’ A daily fidelity in cross-bearing, in small vexations, in little trials, amid the glare and glitter of a deceptive world, and the incessant temptations to desert the standard, - this is what the Master asks for from us. ‘Be faithful unto death’” (= ‘Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar’. Kesetiaan sehari-hari dalam memikul salib, dalam hal-hal kecil yang menjengkelkan, dalam pencobaan-pencobaan kecil, di tengah-tengah gemerlapan dan kemegahan dunia yang menipu, dan pencobaan yang tak henti-hentinya untuk meninggalkan standard, - inilah yang diminta Tuan kita dari kita. ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’) - hal 72.
Bdk. Luk 16:10.
        Homer Hailey: “As Lenski observed, it is easy to write about such matters while sitting in a pleasant study, surrounded by modern comforts and favorable circumstances of life, but it would be quite another thing to practice this admonition in the face of suffering and the threat of death” (= Seperti yang diperhatikan oleh Lenski, adalah mudah untuk menulis tentang hal-hal seperti ini pada saat sedang duduk dalam ruangan belajar yang menyenangkan, dikelilingi oleh kesenangan hidup modern dan keadaan hidup yang menyenangkan, tetapi akan sangat berbeda untuk mempraktekkan nasehat ini di depan penderitaan dan ancaman kematian) - hal 127.
Penerapan:
Karena itu jangan terlalu PD (percaya diri) pada saat enak / aman, dan sesumbar bahwa saudara berani mati syahid untuk Kristus. Petrus melakukan itu, dan ia justru menyangkal Yesus sebanyak 3 x.
        Kematian syahid dari Polycarp merupakan ketaatan terhadap kata-kata ini.
Di sini saya memberikan beberapa kutipan dari beberapa buku tafsiran tentang cerita kematian syahid dari Polycarp. Kutipan-kutipan ini saling melengkapi satu sama lain, dan dengan menggabungkan semua ini kita bisa mendapatkan cerita yang lebih lengkap tentang kematian syahid dari Polycarp.
William Barclay: “Polycarp, Bishop of Smyrna, was martyred on Saturday, 23rd February, A.D. 155. It was the time of public games; the city was crowded; and the crowds were excited. Suddenly the shout went up: ‘Away with the atheists; let Polycarp be searched for.’ No doubt Polycarp could have escaped; but already he had had a dream vision in which he saw the pillow under his head burning with fire and he had awakened to tell his disciples: ‘I must be burnt alive.’” (= Polycarp, uskup dari Smirna, mati syahid pada hari Sabtu, 23 Februari tahun 155 M. Itu adalah musim permainan umum; kota itu penuh sesak; dan orang banyak sangat gembira. Tiba-tiba ada teriakan: ‘Enyahkan orang-orang ateis; biarlah Polycarp dicari’. Tidak diragukan bahwa Polycarp bisa lari, tetapi sebelumnya ia telah mendapatkan penglihatan mimpi dalam mana ia melihat bantal di bawah kepalanya terbakar oleh api dan ia bangun dan memberitahu murid-muridnya: ‘Aku akan / pasti dibakar hidup-hidup’) - hal 76.
William Hendriksen: “It is possible that Polycarp was bishop of the church at Smyrna at this time. He was a pupil of John. Faithful to death, this venerable leader was burned at the stake in the year AD 155. He had been asked to say, ‘Caesar is Lord’, but refused. Brought to the stadium, the proconsul urged him, saying, ‘Swear, and I will set thee at liberty, reproach Christ.’ Polycarp answered, ‘Eighty and six years have I served him, and he never did me any injury: how then can I blaspheme my King and my Saviour?’ When the proconsul again pressed him, the old man answered, ‘Since thou art vainly urgent that ... I should swear by the fortune of Caesar, and pretendest not to know who and what I am, hear me declare with boldness, I am a Christian ...’ A little later the proconsul answered, ‘I have wild beasts at hand; to these will I cast thee, except thou repent. I will cause thee to be consumed by fire, seeing thou despisest the wild beasts, if thou wilt not repent.’ Polycarp said, ‘Thou threatenest me with fire which burneth for an hour, and after a little is extinguished, but art ignorant of the fire of the coming judgment and of eternal punishment, reserved for the ungodly. But why tarriest thou? Bring forth what thou wilt.’ Soon afterwards the people began to gather wood and faggots; the Jews especially, according to custom, eagerly assisting them. Thus Polycarp was burned at the stake” (= Adalah mungkin bahwa Polycarp adalah uskup dari gereja Smirna pada saat itu. Ia adalah murid dari Yohanes. Setia sampai mati, pemimpin yang layak dihormati ini dibakar di tumpukan kayu pada tahun 155 M. Ia telah diminta untuk berkata: ‘Kaisar adalah Tuhan’, tetapi ia menolak. Pada saat dibawa ke gelanggang / arena ia didesak oleh pejabat Romawi yang berkata: ‘Bersumpahlah / kutukilah, dan aku akan membebaskan engkau, celalah Kristus’. Polycarp menjawab: ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan Ia tidak pernah melakukan hal yang melukai / merugikan aku: lalu bagaimana mungkin aku bisa menghujat Rajaku dan Juruselamatku?’. Pada saat sang pejabat menekannya lagi, orang tua ini menjawab: ‘Karena engkau mendesak dengan sia-sia supaya ... aku bersumpah demi nasib baik kaisar, dan berpura-pura untuk tidak tahu siapa dan apa aku ini, dengarlah aku menyatakan dengan keberanian, aku adalah seorang kristen ...’. Sebentar lagi si pejabat menjawab: ‘Aku mempunyai binatang-binatang buas; kepada mereka aku akan melemparkanmu, kecuali engkau bertobat. Aku akan membuat engkau dibakar oleh api, melihat bahwa engkau meremehkan binatang-binatang buas itu, jika engkau tidak bertobat’. Tetapi Polycarp berkata: ‘Engkau mengancam aku dengan api, yang menyala selama 1 jam dan sebentar lagi padam, tetapi engkau tidak tahu tentang api dari penghakiman yang mendekat dan dari penghukuman kekal, disediakan untuk orang-orang jahat. Tetapi mengapa engkau berlambat-lambat? Wujudkanlah apa yang engkau inginkan’. Segera setelah itu orang banyak mulai mengumpulkan kayu dan kayu bakar; khususnya orang Yahudi, seperti biasa, menolong mereka dengan sungguh-sungguh. Demikianlah Polycarp dibakar pada tumpukan kayu) - hal 64.
James B. Ramsey: “‘Swear, curse Christ, and I will set you free.’ ‘Eighty and six years have I served Him, and I have received only good at His hands. Can I then curse Him, my King and my Saviour?’ ‘I will cast you to the wild beasts, if you do not change your mind,’ said the proconsul. ‘Bring the wild beasts hither,’ said Polycarp, ‘for change my mind from the better to the worse I will not.’ ‘Do you despise the wild beasts? I will subdue your spirit by the flames.’ ‘The flames which you menace endure but for a time, and are soon extinguished,’ calmly rejoined the martyr; ‘but there is a fire reserved for the wicked, whereof you know not; the fire of a judgment to come, and of the punishment everlasting.’ These flames soon did their work” (= ‘Bersumpahlah, kutukilah Kristus, dan aku akan membebaskan engkau’. ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan aku hanya menerima yang baik dari tanganNya. Lalu bisakah aku mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. ‘Aku akan melemparkan engkau kepada binatang-binatang buas, jika engkau tidak mengubah pikiranmu’, kata sang pejabat Romawi. ‘Bawalah binatang-binatang buas itu kemari’, kata Polycarp, ‘karena aku tidak akan mengubah pikiranku dari yang baik kepada yang lebih jelek’. ‘Apakah engkau meremehkan / menghina binatang-binatang buas itu? Aku akan menaklukkan rohmu / semangatmu dengan nyala api’. ‘Nyala api yang engkau ancamkan hanya bertahan untuk sementara waktu, dan segera akan padam’, jawab sang martir dengan tenang; ‘tetapi di sana ada api yang disediakan untuk orang jahat, tentang apa engkau tidak tahu; api dari penghakiman yang akan datang, dan dari penghukuman kekal’. Nyala api dengan segera melakukan tugasnya) - hal 135.
Pulpit Commentary: “That he was an extremely old man when, in A.D. 167, he suffered martyrdom, we learn from the interrogation of the proconsul, who, after asking him is he was Polycarp, added, ‘Have pity on thy own great age.’ When further urged to reproach Christ, and his life would be spared, he said, ‘Eighty and six years have I served him, and he hath never wronged me; and how can I blaspheme my King who hath saved me?’ These eighty and six years cannot be the entire age of Polycarp, but the period which elapsed from his conversion, which must have taken place, according to this calculation, in A.D. 81, so that fifteen years must have passed from the time he first knew Christ until the epistle to the Church at Smyrna was written” (= Bahwa ia adalah seorang yang sangat tua ketika, pada tahun 167 M, ia mengalami kematian syahid, kita pelajari dari interogasi pejabat Romawi, yang setelah menanyakan apakah ia adalah Polycarp, menambahkan: ‘Kasihanilah usia lanjutmu sendiri’. Ketika didesak lebih jauh untuk mencela Kristus, dan jiwanya akan diselamatkan, ia berkata: ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan Ia tidak pernah menyalahi aku / berbuat salah kepadaku; dan bagaimana aku bisa menghujat Rajaku yang telah menyelamatkan aku?’. 86 tahun ini tidak mungkin merupakan seluruh usia Polycarp, tetapi masa yang berlalu sejak pertobatannya, yang pasti terjadi, sesuai dengan perhitungan ini, pada tahun 81 M, sehingga 15 tahun telah lewat sejak ia pertama kali mengenal Kristus sampai surat kepada gereja Smirna ini ditulis) - hal 99.
Pulpit Commentary: “In the year of our Lord 167 a cruel persecution broke out against the Christians of Asia Minor. Polycarp would have awaited at his post the fate which threatened him, but his people compelled him to shelter himself in a quiet retreat, where he might, it was thought, safely hide. And for a while he remained undiscovered, and busied himself, so we are told, in prayers and intercessions for the persecuted Church. At last his enemies seized on a child, and, by torture, compelled him to make known where he was. Satisfied now that his hour was come, he refused further flight, saying, ‘The will of God be done.’ He came from the upper story of the house to meet his captors, ordered them as much refreshment as they might desire, and only asked of them this favour, that they would grant him yet one hour of undisturbed prayer. The fulness of his heart carried him on for two hours, and even the heathen, we are told, were touched by the sight of the old man’s devotion. He was then conveyed back to the city, to Smyrna. The officer before whom he was brought tried to persuade him to yield to the small demand made upon him. ‘What harm,’ he asked, ‘can it do you to offer sacrifice to the emperor?’ This was the test which was commonly applied to those accused of Christianity. But not for one moment would the venerable Polycarp consent. Rougher measures were then tried, and he was flung from the carriage in which he was being conveyed. When he appeared in the amphitheatre, the magistrate said to him, ‘Swear, curse Christ, and I will set thee free.’ But the old man answered, ‘Eighty and six years have I served Christ, and he has never done me wrong: how, then, can I curse him, my King and my Saviour?’ In vain was he threatened with being thrown to the wild beasts or burned alive; and at last the fatal proclamation was made, that ‘ Polycarp confessed himself a Christian.’ This was the death-warrant. He was condemned to be burnt alive. Jews and Gentiles, the whole ‘synagogue of Satan,’ here described, alike, hastened in rage and fury to collect wood from the baths and workshops for the funeral pile. The old man laid aside his garments, and took his place in the midst of the fuel. When they would have nailed him to the stake, he said to them, ‘Leave me thus, I pray, unfastened; he who has enabled me to brave the fire will give me strength also to endure its fierceness.’ He then uttered this brief prayer: ‘O Lord, Almighty God, The Father of thy beloved Son Jesus Christ, through whom we have received knowledge of thee, God of the angels and of the whole creation, of the whole race of man, and of the saints who live before thy presence; I than thee that thou hast thought me worthy, this day and this hour, to share the cup of thy Christ among the number of thy witnesses!’ The fire was kindled; but a high wind drove the flame to one side, and prolonged his sufferings; at last the executioner despatched him with a sword. So did one of Christ’s poor saint at Smyrna die, ‘faithful unto death,’ and winner of ‘the crown of life,’ and never to ‘be hurt of the second death.’” [= Pada tahun 167 M. suatu penganiayaan yang kejam meledak terhadap orang-orang kristen di Asia Kecil. Polycarp mau menunggu di posnya / tempat tugasnya nasib yang mengancamnya, tetapi umatnya memaksanya untuk menyembunyikan diri di suatu tempat pengasingan yang sunyi dimana diperkirakan ia bisa bersembunyi dengan aman. Dan untuk sementara waktu ia tidak ditemukan, dan ia menyibukkan dirinya sendiri dalam doa dan doa syafaat untuk Gereja yang dianiaya. Akhirnya musuh-musuhnya menangkap seorang anak, dan dengan penyiksaan memaksanya menunjukkan dimana Polycarp berada. Yakin bahwa saatnya sudah tiba, ia menolak untuk lari lebih jauh, dan ia berkata: ‘Jadilah kehendak Allah’. Ia turun dari lantai atas dari rumah itu untuk menemui para penangkapnya, dan memerintahkan untuk memberikan makanan dan minuman sebanyak yang mereka inginkan, dan hanya meminta kepada mereka satu hal, yaitu supaya ia diperbolehkan untuk berdoa tanpa diganggu selama 1 jam. Kepenuhan hatinya membuat ia berdoa selama 2 jam, dan dikatakan bahwa bahkan orang-orang kafir itu tersentuh oleh pemandangan akan kebaktian / penyembahan yang dilakukan oleh orang tua itu. Lalu ia dibawa kembali ke kota, ke Smirna. Pejabat, di depan siapa ia dibawa, mencoba untuk membujuknya supaya menyerah pada tuntutan kecil terhadap dirinya. ‘Kerugian apa’, ia bertanya, ‘yang bisa terjadi padamu untuk memper-sembahkan korban kepada kaisar?’. Ini adalah ujian yang biasa digunakan terhadap mereka yang dituduh sebagai orang kristen. Tetapi tidak satu saatpun Polycarp yang terhormat itu mau menyetujui. Lalu dicoba langkah-langkah yang lebih kasar, dan ia dikeluarkan dari kereta yang membawanya. Ketika ia muncul di arena, hakim berkata kepada-nya: ‘Bersumpahlah, kutukilah Kristus, dan aku akan membebaskanmu’. Tetapi orang tua itu menjawab: ‘86 tahun aku telah melayani Kristus, dan Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku: lalu bagaimana aku bisa mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. Sia-sia ia diancam akan dilemparkan kepada binatang buas atau dibakar hidup-hidup; dan akhirnya dibuat pengumuman yang fatal, bahwa ‘Polycarp mengaku bahwa dirinya adalah orang kristen’. Ini merupakan surat perintah kematian. Ia dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup. Orang-orang Yahudi dan non Yahudi, seluruh ‘sinagog setan’ yang digambarkan di sini, dalam kemarahan dan kemurkaan, tergesa-gesa mengumpulkan kayu dari kamar mandi (?) dan bengkel untuk tumpukan pembakaran. Orang tua itu melepaskan jubahnya, dan mengambil tempatnya di tengah-tengah bahan bakar itu. Ketika mereka mau mengikatnya pada tonggak, ia berkata kepada mereka: ‘Aku minta, biarkan aku seperti ini, tidak diikat; Ia yang memberikan aku kemampuan untuk menantang api juga akan memberiku kekuatan untuk menahan keganasannya’. Lalu ia mengucapkan doa singkat ini: ‘Ya Tuhan, Allah yang mahakuasa, Bapa dari AnakMu yang kekasih Yesus Kristus, melalui siapa kami telah menerima pengenalan terhadapMu, Allah dari malaikat dan dari seluruh ciptaan, dari seluruh umat manusia, dan dari orang-orang kudus yang hidup di hadapanMu; aku bersyukur kepadaMu bahwa Engkau telah menganggapku layak, hari ini dan jam / saat ini, untuk ikut merasakan cawan dari KristusMu di antara banyak saksi-saksiMu!’. Api dinyalakan; tetapi suatu angin yang kencang mendorong nyala api ke satu sisi, dan memperpanjang penderitaannya; akhirnya algojo membunuhnya dengan sebuah pedang. Begitulah salah satu dari orang-orang kudus Kristus di Smirna mati, ‘setia sampai mati’, dan memenangkan ‘mahkota kehidupan’, dan tidak pernah ‘menderita / dirugikan oleh kematian yang kedua’] - hal 85.
William Barclay, setelah menceritakan bahwa api dinyalakan, dan Polycarp menaikkan doa syukur / pujian, lalu berkata:
“So much is plain fact, but then the story drifts into legend, for it goes on to tell that the flames made a kind on tent around Polycarp and left him untouched. At length the executioner stabbed him to death to achieve what the flames could not do. ‘And when he did this there came out a dove , and much blood, so that the fire was quenched, and all the crowd marvelled that there was such a difference between the unbelievers and the elect.’” (= Sebanyak itulah fakta yang jelas, tetapi lalu ceritanya hanyut ke dalam dongeng, karena ceritanya berlanjut dengan mengatakan bahwa nyala api itu membuat semacam tenda di sekitar Polycarp dan membiarkan ia tidak tersentuh. Akhirnya algojo menikamnya sampai mati untuk mendapatkan apa yang tidak dapat dilakukan oleh nyala api itu. ‘Dan pada waktu ia melakukan hal itu keluarlah seekor burung merpati, dan banyak darah, sehingga api itu padam, dan semua orang banyak tercengang karena ada perbedaan seperti itu antara orang tidak percaya dan orang pilihan’) - hal 77.
Philip Schaff: “The persecution of the church at Smyrna and the martyrdom of its venerable bishop, which was formerly assigned to the year 167, under the reign of Marcus Aurelius, took place, according to more recent research, under Antoninus in 155, when Statius Quadratus was proconsul in Asia Minor. Polycarp was a personal friend and pupil of the Apostle John, and chief presbyter of the church at Smyrna, ... He was the teacher of Ireneaus of Lyons, ... As he died 155 at an age of eighty-six years or more, he must have been born A.D. 69, a year before the destruction of Jerusalem, and may have enjoyed the friendship of St. John for twenty years or more” (= Penganiayaan terhadap gereja di Smirna dan kematian syahid dari uskupnya yang terhormat, yang dulu ditetapkan / disebutkan pada tahun 167, di bawah pemerintahan Marcus Aurelius, menurut penyelidikan yang lebih baru terjadi di bawah Antoninus pada tahun 155, pada saat Statius Quadratus menjabat sebagai prokonsul di Asia Kecil. Polycarp adalah teman pribadi dan murid dari Rasul Yohanes, dan merupakan ketua penatua dari gereja di Smirna, ... Ia adalah guru dari Ireneaus dari Lyons, ... Karena ia mati pada tahun 155 pada usia 86 tahun atau lebih, ia pasti telah dilahirkan pada tahun 69 M, satu tahun sebelum penghancuran Yerusalem, dan telah menikmati persahabatan dengan Yohanes selama 20 tahun atau lebih) - ‘History of the Christian Church’, vol II, hal 51-52.
Catatan: John Stott (hal 40) mengatakan bahwa kematian syahid Polycarp terjadi pada tanggal 22 Februari tahun 156 M. Beberapa penafsir lain juga mengatakan tahun 156 M.
b)   ‘dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’.
        William Barclay: “In this life it may be that the Christian’s loyalty will bring him a crown of thorns, but in the life to come it will surely bring him the crown of glory” (= Dalam hidup ini adalah mungkin bahwa kesetiaan orang Kristen akan memberinya mahkota duri, tetapi dalam hidup yang akan datang itu pasti akan memberinya mahkota kemuliaan) - hal 84.
        John Stott: “‘I will give’, He says. It is not a merit award; it is a gift” (= ‘Aku akan memberi / mengaruniakan’, kataNya. Itu bukan hadiah / pemberian karena kita berjasa / layak; itu adalah suatu pemberian) - hal 49.
Memang sebetulnya pahala bukanlah sesuatu yang layak kita dapatkan. Itu tetap merupakan karunia Tuhan bagi kita. Mengapa? Karena kita bisa berbuat baik, setia dsb hanya kalau Tuhan menolong / menguatkan kita! Bdk. Yoh 15:5  Fil 4:13.    3)
1.   Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung: Indonesia Publishing House, 2007 hal.55,56.
2.   DR. U. Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas Advent Indonesia Cisarua -Bandung, 1988. Hal.12-13.
3.   Pdt. Budi Asali, M.Div,  Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.