Jumat, 10 Mei 2013

YUNUS, NABI YANG MEMBANGKANG (6)



"INGIN SEKALI MENGAMPUNI (YUNUS)"


PRAWACANA:
Sebagian orang menganggap bahwa kitab Yunus hanyalah sebuah cerita kiasan atau alegori, antara lain karena pengalaman ajaib yang dialami Yunus. Sampai sekarang pun orang masih mempertanyakan spesis dari "ikan besar" (Yun. 1:17) yang telah menelan nabi itu selama tiga hari dan memuntahkannya ke pantai dalam keadaan hidup. Orang secara serampangan menyebut itu ikan paus atau hiu raksasa yang hanya ada pada zaman purba, tetapi itu sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Namun, Alkitab tidak membutuhkan pembelaan ilmu pengetahuan. Keberadaan ikan besar (Ibr.: דג גדול, dag gawdol) tersebut adalah "atas penentuan Tuhan" dan pernyataan itu sudah cukup, Yunus ditelan oleh makhluk raksasa laut yang Tuhan kirim untuk menyelamatkan dia. Kemahakuasaan Allah tidak terbatas dan mustahil dapat dipahami oleh pikiran manusia berdosa. Tuhan dapat menolong hamba-Nya dengan cara yang ajaib. Itu saja.
Yunus (dalam bahasa Ibrani יוֹנָה, artinya "merpati") diperkirakan hidup pada abad ke-8 Sebelum Masehi, dan dia melayani pada waktu kerajaan Israel di utara diperintah oleh raja Yerobeam II yang berkuasa tahun 792-753 SM (baca 2Raj. 14:25). Berdasarkan ayat ini kita mengetahui bahwa selain ke Niniwe, nabi Yunus juga diutus Allah ke Israel untuk bernubuat. Kitab Yunus pantas diduga sebagai sebuah "catatan pribadi" sang nabi yang menyingkap pengalaman dirinya yang sangat luar biasa itu. Tuhan telah menyuruh Yunus untuk pergi ke Niniwe, ibukota kerajaan Asyur, tetapi karena takut lalu memilih untuk melarikan diri ke tempat lain. Ketakutannya disebabkan oleh dua alasan: pertama, Niniwe adalah kota yang penduduknya terkenal sangat jahat pada masa itu; kedua, kota itu milik sebuah kerajaan kafir, bukan wilayah Israel atau Yehuda. Jadi, kita lihat di sini bahwa seorang nabi pun bisa begitu penakut dan bermental pilih kasih. Ya, nabi juga manusia.
Dibandingkan dengan kitab-kitab para nabi lainnya, kitab Yunus ini sangat unik. Meskipun tergolong dalam kelompok "nabi kecil" atau "nabi mini" berhubung karena tulisan yang pendek, tetapi kitab ini mengusung tema yang besar dan penting. Catatan pekabaran dalam kitab ini adalah yang paling singkat, yaitu cuma satu kalimat dalam satu ayat saja. "Empat puluh hari lagi, maka Niniwe akan ditunggangbalikkan," begitu bunyi pekabarannya (Yun. 3:4). Namun demikian dampak yang ditimbulkan oleh pekabaran singkat itu sangat besar. Di luar dugaan nabi itu sendiri, raja dan seluruh penduduk kota itu menyambut pekabaran tersebut dan semuanya bertobat. Selain dari itu, isi kitab Yunus lebih banyak bertutur tentang mentalitas nabi itu sebagai pribadi dan sikapnya terkait dengan penugasannya kepada bangsa kafir. 
Pada intinya, kitab Yunus bertutur tentang belas kasihan Allah. Pertama, belas kasihan kepada penduduk kota Niniwe; kedua, belas kasihan terhadap Yunus sendiri. Karena Tuhan mengasihi Niniwe maka Dia mengutus Yunus untuk pergi mengamarkan mereka supaya bertobat, tetapi Yunus malah menolak dan melarikan diri. Sewaktu kapal yang ditumpanginya ditimpa angin ribut para awak kapal menemukan Yunus tertidur di tempat persembunyiannya, dan tanpa berpikir panjang "nabi pelarian" itu langsung mengambil keputusan untuk lebih baik mati tenggelam ke dasar laut daripada melaksanakan tugas missionarisnya. Namun, seperti kita tahu ceritanya, Tuhan menyelamatkan Yunus dan dia pun melakukan tugasnya.
Ada lima "makna teologis" dapat kita petik dari kisah nabi Yunus:
1. Allah menggunakan manusia berdosa dan tidak sempurna untuk menjalankan rencana-rencana-Nya yang suci dan sempurna.
2. Sekalipun seorang jurukabar yang dipilih Allah menolak penugasan mereka, Allah tidak membatalkan rencana-Nya. Dia bisa mencari orang lain sebagai pengganti, tapi terkadang Tuhan bisa melakukan sesuatu sehingga orang yang dipilih-Nya tidak dapat mengelak lagi.
3. Bilamana Allah memilih seseorang untuk melaksanakan suatu tugas tertentu, Dia mempunyai alasan tertentu pula mengapa tugas itu harus dijalankan oleh orang yang khusus dipilih-Nya untuk itu.
4. Belas kasihan Allah tidak hanya ditujukan kepada umat-Nya saja (dalam konteks ini adalah bangsa Israel), tetapi juga terhadap orang-orang kafir (dalam hal ini adalah bangsa Asyur). Sesungguhnya, Allah itu Tuhan dari semua bangsa.
5. Adalah hak prerogatif Allah untuk menunjukkan belas kasihan terhadap manusia, siapa pun dia atau mereka menurut pandangan kita. Allah mengajarkan hal itu kepada Yunus ketika nabi itu "ngambek" melihat Tuhan mengampuni orang Niniwe.
Tidak seperti pelajaran-pelajaran terdahulu yang memposisikan nabi adalah seorang yang "baik" sebagai hamba Allah, pekan ini kita akan mempelajari tentang kekurangan dan kelemahan dari seorang yang dipilih Tuhan untuk melaksanakan rencana-Nya. Allah tidak memilih orang-orang yang paling sempurna tabiatnya dan tinggi kerohaniannya untuk menyelesaikan tugas-Nya, tetapi sementara menjalankan pekerjaan Tuhan orang-orang yang terpilih itu beroleh kesempatan untuk mengalami penyempurnaan tabiat dan kerohanian jika mereka mau.


PENDAHULUAN

Nabi yang "kecelè." Tidak berlebihan kiranya untuk mengatakan bahwa Yunus adalah nabi yang "kecelè" (kecewa atas hasil yang di luar dugaannya). Yunus bukan kecelè karena hasil dari usaha penginjilannya negatif; sebaliknya, dia justeru mengharapkan hasil yang negatif tapi yang terjadi adalah positif. Rupanya dia memang tidak pernah menginginkan orang Niniwe itu selamat, dan ini berarti ketika dia berkhotbah di jalan-jalan raya kota itu Yunus bukan sedang membujuk supaya mereka bertobat, melainkan dia sedang mengumumkan tentang hukuman Allah yang segera menimpa mereka. Yunus ibarat seorang penginjil yang mengadakan KKR di satu tempat tetapi tidak pernah berharap ada jiwa-jiwa yang menyerahkan diri untuk dibaptis.

"Nabi itu telah diutus oleh Allah untuk mengamarkan Niniwe akan datangnya kehancuran. Dia curiga bahwa orang-orang bukan Ibrani ini bisa bertobat dari dosa-dosa mereka dan bahwa Allah akan mengampuni mereka. Sebagai seorang nabi sejati, Yunus sudah tahu bahwa rencana Allah ialah untuk menyelamatkan Niniwe, bukan untuk menghancurkannya. Mungkin itulah sebabnya mengapa dia mula-mula berusaha melarikan diri" [alinea pertama: kalimat kedua sampai kelima].
Ternyata, Yunus berangkat ke Niniwe semata-mata karena dirinya telah luput dari kematian, dan sebab untuk kedua kalinya Tuhan menyuruh dia pergi ke kota itu. Luas kota Niniwe adalah tiga hari jalan kaki (Yun. 3:3), tetapi baru hari pertama atau sepertiga dari luasnya yang dijalani Yunus untuk berkhotbah (ay. 4) penduduk kota itu sudah percaya dan menyambut amarannya dengan pertobatan (ay. 5). Catatan selanjutnya tidak menyebutkan apakah Yunus menjalani seluruh kota itu atau hanya berhenti sampai pada hari pertama saja karena penduduk dan rajanya sudah bertobat.
"Dalam menyambut khotbah Yunus, seluruh kota percaya akan pekabaran itu dan bertobat dalam cara yang, sayangnya, Israel dan Yehuda tidak lakukan. Sementara itu, Yunus memiliki sejumlah pelajaran penting untuk dipelajari. Cerita ini menunjukkan bagaimana Allah dengan sabar mengajar nabi-Nya yang picik dan keras kepala itu apa artinya kasih karunia, kemurahan, dan pengampunan" [alinea kedua].
1.   MELARIKAN DIRI DARI TUHAN (Nabi Pembangkang--Yunus 1)
Nabi yang "mbalèlo." Untuk menjadi seorang yang mbalèlo (dalam bahasa Jawa artinya tidak mengikuti petunjuk atau menentang perintah) setidaknya membutuhkan dua hal: keberanian dan ketololan. Berani, oleh karena mengetahui apa atau siapa yang dilawannya; tolol, oleh sebab tidak mengetahui apa akibat pada dirinya. Bayangkanlah seorang Yunus, manusia biasa dan berdosa, melawan perintah Allah yang dia sendiri tahu adalah maha kuasa. Melarikan diri dari Tuhan, apa mungkin? En toh Yunus berusaha kabur.
Mungkin Yunus hendak menunjukkan ketidaksenangannya dengan maksud Tuhan yang hendak memberi kesempatan kepada penduduk Niniwe untuk bertobat supaya selamat. Bukankah mereka itu bangsa Asyur, musuh Israel, orang kafir yang jahat? Kenapa saya yang adalah orang Ibrani harus mengambil risiko atas keselamatan diri sendiri, demi keselamatan mereka? Semestinya mereka itu ditumpas dari muka bumi supaya makin berkurang manusia-manusia yang suka menyusahkan kita, pikirnya. Tampaknya, Yunus tidak mengerti bahwa Allah Israel adalah juga Allah bangsa-bangsa lain, dan Tuhan peduli akan keselamatan orang Niniwe sekalipun mereka itu jahat.
"Kekejaman Asyur sudah terkenal. Sekitar satu abad kemudian, nabi Nahum menyebut Niniwe sebagai 'kota penumpah darah...dusta belaka, penuh dengan perampasan' (Nah. 3:1). Yunus diutus untuk menyampaikan pekabaran Allah kepada orang-orang seperti itu. Di antara hal yang lain, mungkin ketakutan atas orang-orang Asyur yang dibenci itu yang mendorong sikap Yunus. Ketika disuruh mengadakan perjalan ke Niniwe di sebelah timur, nabi itu menolak dan berusaha melarikan diri ke arah barat dengan menumpang kapal ke Tarsis" [alinea ketiga: tiga kalimat terakhir].
Sifat kedaulatan ilahi. Barangkali Yunus berpikir bahwa dengan minggat dari hadapan Tuhan dia bisa lepas dari kewajiban itu dan Tuhan akan mencari orang lain menggantikannya. Tetapi di sini kita melihat bahwa bilamana Allah memilih seseorang untuk suatu tugas tertentu, Dia memang bersungguh-sungguh dengan maksud-Nya untuk menggunakan orang itu. Penugasan Allah dan penunjukkan-Nya atas seseorang seringkali bersifat mutlak dan tidak dapat dihindari. Allah dalam hikmat dan kemahakuasaan-Nya dapat "memaksa" seorang yang dipilih-Nya untuk melaksanakan suatu tugas yang ditentukan-Nya bagi orang itu. Selain nabi Yunus, kita juga melihat berbagai bentuk "kedaulatan ilahi" (divine sovereignty) yang bersifat mutlak seperti ini dialami oleh hamba-hamba Allah lainnya seperti Hosea, Yesaya, Yeremia, Paulus, dan lain-lain.
"Yunus lari dari Allah sebab dia tidak mau melakukan kehendak Allah. Sekarang pun orang-orang mempunyai banyak alasan untuk coba melarikan diri dari Allah. Sebagian melakukannya karena mereka tidak mengenal Allah secara pribadi...Bahkan ada sebagian orang Kristen yang menghindari Allah ketika Dia memanggil mereka untuk melakukan sesuatu yang mereka tidak ingin lakukan, sesuatu yang berlawanan dengan sifat cinta diri dan berdosa yang melekat pada diri mereka" [alinea kelima: tiga kalimat pertama dan kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Di mana pun engkau berada dan apa pun yang engkau lakukan, ingatlah, 'Dia yang melihat aku' (Kej. 16:13). Tak ada bagian dari tingkah lakumu yang luput dari pengamatan. Engkau tidak dapat menyembunyikan jalan-jalanmu dari Yang Maha Tinggi...Setiap tindakan, setiap perkataan, setiap pemikiran, jelas kentara seoleh-olah hanya ada satu orang di seluruh alam semesta, dan perhatian Surga terpusat pada kelakuannya" (Ellen G. White, Signs of the Times, 11 September 1884).
Apa yang kita pelajari tentang Yunus sebagai nabi pembangkang?
1. Yunus tidak menyukai penugasan dirinya karena persepsi yang sudah terbentuk dalam dirinya tentang Niniwe yang jahat. Kita melihat di sini, "ketakutan yang wajar" terhadap manusia dapat menimbulkan "keberanian yang tidak wajar" untuk melawan perintah Allah.
2. Tampaknya, Yunus juga tidak suka dengan ide untuk memberi kesempatan kepada orang Niniwe supaya bertobat. Yunus, seperti bangsa Israel umumnya, terobsesi dengan eksklusivisme sebagai umat pilihan Tuhan yang tidak peduli terhadap bangsa lain.
3. Allah tidak akan pernah memaksakan keselamatan pada seseorang, tetapi Dia dapat "memaksa" seseorang untuk melaksanakan suatu tugas yang ditentukan bagi orang itu. Keselamatan adalah pilihan, tetapi kedaulatan Allah adalah mutlak.
2. ALLAH TETAP MENGENDALIKAN (Saksi yang Enggan)
Tuhan mengintervensi. Usaha Yunus untuk melarikan diri dari hadapan Tuhan adalah sia-sia. Dalam pelariannya itu Tuhan melakukan tiga kali intervensi. Pertama, dengan mendatangkan badai untuk mengganggu perjalanan kapal yang ditumpanginya (Yun. 1:4); kedua, agar Yunus yang terkena undi (ay. 7); ketiga, menyelamatkan nabi itu agar tidak binasa tenggelam (ay. 17). Tuhan melakukan itu semua oleh sebab Dia tetap menghendaki keselamatan orang Niniwe, dan Yunus adalah orang yang akan membuat penduduk kota itu bertobat dan selamat. Kalau tidak begitu tentu Tuhan sudah membatalkan sama sekali missi tersebut, atau memilih orang lain untuk menjalankannya. Tetapi rencana Tuhan selalu pasti dan tidak bergantung pada kesediaan atau ketidaksediaan manusia untuk melaksanakan maksud-Nya.
Dengan melarikan diri itu Yunus telah melakukan kesalahan besar yang memalukan, bahkan suatu kebodohan yang nyaris membuat dia mati konyol dan hilang untuk selamanya. Tetapi di dalam peristiwa yang buruk seperti itu campur tangan Allah dapat menghasilkan hal yang positif bagi manusia. Badai yang terjadi itu tentu sangat hebat sehingga membuat para ABK (anak buah kapal) yang telah banyak makan garam dalam pekerjaan mereka sampai begitu ketakutan. Ketika nakoda bersama ABK mengadakan sweeping di antara para penumpang itulah mereka menemukan Yunus. Dalam kepanikannya nabi yang melarikan diri itu akhirnya bersaksi tentang Allah yang benar: "Aku seorang Ibrani; aku takut akan TUHAN, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan" (Yun. 1:8-10).

"Cerita ini luar biasa karena di sini para pelaut yang bukan orang Ibrani itu bertindak positif, sedangkan Yunus ditampilkan dalam sosok yang negatif. Sekalipun mereka menyembah banyak ilah, para pelaut itu menunjukkan rasa hormat yang besar bagi Tuhan kepada siapa mereka berdoa. Mereka juga berhati lembut terhadap hamba Tuhan, Yunus, sehingga mereka berusaha keras untuk mendayung kembali ke daratan. Akhirnya mereka setuju dengan Yunus bahwa dia harus dilemparkan keluar. Setelah ini dilakukan badai berhenti dan para pelaut itu mempersembahkan kurban kepada Tuhan dan memuji Dia" [alinea kedua].
Kesaksian Yunus. Satu hal yang patut dipuji tentang Yunus adalah kejujurannya di saat-saat yang kritis. Ketika diinterogasi oleh para ABK, Yunus tidak saja mengungkapkan secara terang-terangan tentang jatidirinya tapi juga menjelaskan situasi yang sebenarnya. Tetapi yang lebih penting lagi dia menyempatkan diri untuk memperkenalkan tentang Allah Pencipta dari siapa dia melarikan diri (Yun. 1:9). Para pelaut itu tentu menjadi semakin yakin akan kebenaran dari kesaksian Yunus tersebut setelah mereka membuang dia ke laut sekonyong-konyong badai pun reda dan laut menjadi tenang (ay. 12 & 15). Tidak heran bahwa segera sesudah itu seluruh awak kapal "lalu mempersembahkan kurban sembelihan bagi TUHAN serta mengikrarkan nazar" (ay. 16).
Kalau saja Yunus sudah menurut perintah Tuhan dan langsung berlayar ke Niniwe, sangat mungkin nakoda dan seluruh ABK itu tidak pernah mendengar tentang Allah yang benar lalu menyembah Dia. Walaupun acapkali dalam hidup ini kita mengambil langkah yang keliru karena tidak meminta petunjuk Tuhan terlebih dulu, bahkan dengan sengaja melawan kehendak Tuhan seperti Yunus, tetapi apabila pada akhirnya kita menyadari kesalahan itu dan mengakui kebesaran Tuhan, Dia dapat membalikkan keadaan demi kebaikan kita dan untuk terlaksananya apa yang semula direncanakan-Nya dalam hidup kita. Tuhan dapat mengubah situasi buruk sebagai akibat dari kesalahan anda dan saya, menjadi situasi yang mendatangkan kebaikan bagi kita sendiri maupun orang-orang lain. Kesempitan bagi manusia adalah kesempatan bagi Allah. 
"Pengakuan iman Yunus akan Allah sebagai Pencipta laut dan darat menekankan kesia-siaan usahanya untuk melarikan diri dari hadapan Allah. Badai yang langsung berhenti sesudah orang-orang itu melempar Yunus ke dalam laut menunjukkan bahwa Tuhan, sebagai Pencipta, berkuasa atas laut. Karena hal ini, para pelaut itu menyembah Tuhan lebih khidmat lagi. Berapa lama rasa takut dan rasa hormat kepada Pencipta yang baru mereka temukan itu bisa bertahan, tidak diberitahukan kepada kita. Namun demikian, tidak diragukan bahwa mereka telah belajar sesuatu mengenai Dia dari pengalaman ini" [alinea ketiga: kalimat pertama dan dua kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang pengalaman Yunus, saksi yang enggan itu?
1. Yunus mestinya tahu bahwa tidak mungkin lari dari Tuhan. Kenekatannya untuk kabur menunjukkan pilihannya: lebih baik mati daripada menjalankan tugas. Hal itu nyata ketika dia menyuruh ABK melemparkan dirinya ke laut yang bergelora. Alangkah sebuah sikap berani mati yang salah dari seorang hamba Tuhan.
2. Pada situasi yang kritis di atas kapal yang hendak tenggelam, Yunus menggunakan saat-saat terakhir itu untuk bersaksi kepada para penyembah berhala itu tentang Allah yang benar sebagai Pencipta bumi ini. Terkadang keadaan yang sulit dan terjepit menjadi satu-satunya kesempatan kita untuk menginjil.
3. Dalam kehidupan ini kita pun bisa menemui kegagalan bahkan kebuntuan akibat suatu rencana yang keliru dan tanpa disadari itu bertentangan dengan rencana Tuhan bagi kita. Namun, Tuhan tetap memegang kendali dan dapat mengubahnya menjadi kebaikan bagi kita dan kemuliaan bagi nama-Nya (Yer. 29:11).
3. AJAIBNYA PEMELIHARAAN TUHAN (Mazmur Yunus)
Tanda nabi Yunus. Meskipun banyak orang meragukan kebenaran cerita Yunus sebagai sebuah kisah nyata, dan menyebutnya sebagai sekadar mitos, kita sama sekali tidak menyangsikan bahwa pertolongan Tuhan adalah hal yang ajaib. Keraguan sebagian orang itu semata-mata didasarkan pada logika dan hukum alam, bahwa mustahil seorang manusia bertahan hidup dalam perut ikan tanpa oksigen yang cukup dengan tubuh yang terhimpit dalam lambung ikan yang normalnya akan langsung memulai proses pencernaan saat ikan itu memangsa sesuatu. Tetapi jangan lupa, jalan Tuhan selalu ajaib, kalau tidak ajaib itu bukan jalan Tuhan. Seperti kata seseorang, "Mujizat itu bukanlah tidak berlakunya sesuatu hukum alam, melainkan berlakunya sebuah hukum yang lebih tinggi dari hukum alam."
Yesus Kristus menggunakan cerita Yunus sebagai rujukan untuk menanggapi permintaan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang mempertanyakan keilahian-Nya. "Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus" (Mat. 12:39). Yesus menggunakan kata-kata yang sama ketika untuk kedua kalinya Dia berhadapan dengan tuntutan serupa, kali ini dari orang-orang Farisi dan Saduki, dua kelompok aliran yang sebenarnya saling bermusuhan tetapi tiba-tiba bersatu hendak menjerat Yesus (Mat. 16:4). Apa yang Yesus maksudkan dengan "tanda nabi Yunus" ialah bahwa Dia akan mati tetapi kemudian bangkit pada hari ketiga (ay. 21), sama seperti Yunus yang "mati" dalam perut ikan selama tiga hari.
"Pemeliharaan Allah di sini bekerja dalam satu cara yang ajaib, dan meskipun sebagian orang mencemooh cerita ini, Yesus menyaksikan kebenarannya (Mat. 12:40), bahkan menggunakannya sebagai acuan terhadap kematian dan kebangkitan tubuh-Nya sendiri" [alinea kedua].
Puisi nabi Yunus. Tidak dapat dibayangkan bagaimana Yunus berdoa sementara berada di dalam perut ikan (Yun. 2:1). Tapi yang pasti dia tidak berdoa dalam posisi yang lazim kita lakukan dalam keadaan normal dengan menyatukan jari-jemari kedua tangan, menundukkan kepala dan memejamkan mata, apalagi sambil kedua kaki tertekuk berlutut di lantai. Meskipun kita harus berdoa dengan rasa hormat dan takzim, yang penting bukanlah sikap tubuh saat berdoa tetapi sikap hati dan pikiran kita.
Dalam doa Yunus kita menemukan kemiripan kata-kata dari kitab Mazmur, menunjukkan bahwa nabi itu terbiasa menghafal puji-pujian kepada Allah sebagaimana umumnya orang Ibrani, tentu dengan beberapa variasi sesuai dengan keadaannya saat itu. Sebagian pelajar Alkitab menyamakan doa nabi Yunus dengan doa raja Daud dalam Mazmur 18. Tetapi saya sendiri menemukan bahwa kata-kata dalam doa Yunus itu tersebar di seluruh kitab Mazmur. Perhatikan kemiripan doa Yunus (Yun. 2:2-9) dengan doa pemazmur: bandingkan ay. 2 dengan Mzm. 18:6; ay. 3 dengan Mzm. 42:8; ay. 4 dengan Mzm. 5:8; ay. 5 dengan Mzm. 88:17-18; ay. 6 dengan Mzm. 86:13; ay. 7 dengan Mzm. 102:1; ay. 8 dengan Mzm. 16:4; ay. 9 dengan Mzm. 56:12. Berdasarkan pengamatan ini, tidak heran kalau Yunus pasal 2 sering disebut sebagai "Mazmur Yunus."
"Mazmur Yunus memperingati kelepasan Allah atas dirinya dari kedalaman laut yang penuh bahaya itu. Inilah satu-satunya bagian yang puitis dari kitab itu. Di dalamnya Yunus mengenang doanya meminta tolong sementara dia tenggelam ke dalam air dan menghadapi kematian yang pasti. Menyadari sepenuhnya akan keselamatannya, dia bersyukur kepada Allah untuk itu. Nyanyian tersebut menandakan bahwa Yunus akrab dengan mazmur puji-pujian dan pengucapan syukur" [alinea ketiga].
Apa yang kita pelajari tentang "mazmur Yunus"?
1. Cerita nabi Yunus yang diselamatkan oleh seekor ikan besar adalah sebuah contoh dari keajaiban pemeliharaan Tuhan atas umat-Nya. Allah tetap mengasihi seorang Yunus yang pembangkang dengan memberinya pengalaman sehingga menyadari kesalahannya. 
2. Kasih dan kuasa Allah terlalu besar untuk dapat dipahami oleh manusia. Adalah suatu kebodohan untuk tidak percaya pada sebuah peristiwa ajaib yang Allah lakukan, hanya karena kemampuan akal kita tidak sanggup untuk mengerti keajaiban itu.
3. Seperti halnya Yunus, kita pun dapat menggunakan ayat-ayat Alkitab untuk mengucap syukur dan memuji Tuhan atas kelepasan yang diberikan-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari. Setidaknya, Kitabsuci dapat menjadi pedoman kita dalam hal bagaimana bersyukur kepada Tuhan.
4. KESEMPATAN KEDUA (Missi yang Sukses)
Sukses mengganti kegagalan. Yunus memang seorang missionaris paling "luar biasa" sepanjang zaman. Betapa tidak, untuk mendatangkan dia ke tempatnya bertugas Tuhan harus mengirim sebuah kapal selam khusus yang datang menjemputnya di tengah perjalanan. Ibarat dalam sebuah film spionase internasional, Yunus adalah agen rahasia yang menyamar sebagai penumpang biasa dalam sebuah kapal yang berlayar ke arah berlawanan dari sasaran tugas yang sebenarnya, lalu dalam perjalanan itu tiba-tiba melenyapkan diri ke dalam laut di mana sebuah kendaraan rahasia telah siap menjemputnya pada tempat dan saat yang tepat. Kemudian, di luar dugaan siapapun, tahu-tahu dia sudah didaratkan di sebuah pantai sepi dekat wilayah sasaran. Ini adalah sebuah operasi rahasia dengan tingkat presisi yang sangat mengagumkan.
Tetapi Yunus bukan seorang top agent yang dikirim untuk menjalankan sebuah missi sangat rahasia, dia adalah seorang hamba Tuhan yang diutus untuk missi penyelamatan manusia yang sama sekali tidak bersifat rahasia. Riwayat Yunus membuktikan bahwa nabi pun adalah manusia biasa yang tidak sempurna, tetapi Tuhan menggunakan orang-orang yang tidak sempurna untuk melaksanakan pekerjaan-Nya yang sempurna. Bahkan, ketika orang yang dipilih Tuhan merasa tidak yakin dengan dirinya sendiri dan mengalami pergumulan batin untuk suatu tugas penginjilan, Tuhan tidak menyerah lalu mencari orang lain. Sepertinya Tuhan menyukai tantangan ketika berhadapan dengan hamba-hamba-Nya, dan Dia mau agar hamba-hamba-Nya pun suka akan tantangan.
Setelah dengan selamat mendarat di tepi pantai, Yunus menjadi seorang yang sudah berubah. Ketika firman Tuhan datang kepadanya untuk kedua kalinya (Yun. 3:1), sang nabi tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan kedua itu. Hasilnya adalah sebuah sukses besar. "Prestasi terbesar dari karir kenabian Yunus adalah pertobatan satu kota. Sesudah para pelaut itu, penduduk Niniwe adalah kelompok orang-orang bukan Ibrani yang kedua dalam kitab itu yang berbalik kepada Allah, dan semua itu oleh karena berinteraksi dengan jurukabar Allah yang penuh kekurangan itu. Hasilnya menakjubkan" [alinea kedua: tiga kalimat pertama].
Dua sambutan berbeda. Reaksi orang-orang Niniwe terhadap pekabaran Yunus sangat mencengangkan nabi itu sendiri. Raja dan seluruh penduduk kota itu menyambut amaran Tuhan dengan sebuah pertobatan spontan dan masal, termasuk merendahkan diri dengan berpakaian karung dan duduk di abu sesuai tradisi budaya masa itu. Mungkin saja penampilan fisik Yunus yang amat berantakan (sebab baru keluar dari perut ikan!) itu cukup "mengesankan" di mata penduduk ibukota kerajaan Asyur yang lebih necis. Yesus menggunakan sambutan orang Niniwe terhadap Yunus untuk membandingkan sambutan orang Israel yang berbeda terhadap diri-Nya. "Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih daripada Yunus!" (Mat. 12:41).
Berbedanya sambutan orang Niniwe dengan orang Israel terhadap seruan pertobatan dari Tuhan adalah karena sikap mereka yang berbeda, orang Niniwe rendah hati sedangkan orang Israel tinggi hati. Orang Niniwe itu "percaya kepada Allah, lalu mereka mengumumkan puasa dan mereka, baik orang dewasa maupun anak-anak, mengenakan kain kabung. Setelah sampai kabar itu kepada raja kota Niniwe, turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu" (Yun. 3:5-6; huruf miring ditambahkan). Sebaliknya, orang Israel "mengolok-olok utusan-utusan Allah itu, menghina segala firman-Nya, dan mengejek nabi-nabi-Nya. Oleh sebab itu murka TUHAN bangkit terhadap umat-Nya, sehingga tidak mungkin lagi pemulihan" (2Taw. 36:16; huruf miring ditambahkan).
Hal yang sangat merisaukan ialah kalau situasi yang sama terjadi juga pada zaman ini, di mana "orang luar" lebih peka dan responsif terhadap imbauan pertobatan ketimbang kita yang mengaku sebagai "umat yang sisa" pada zaman akhir. "Gambaran yang luar biasa tentang raja Asyur merendahkan dirinya dalam debu di hadapan Allah merupakan sebuah teguran tajam bagi banyak penguasa dan rakyat Israel yang sombong, setidaknya mereka yang terus-menerus menolak seruan nabi untuk bertobat" [alinea ketiga: kalimat pertama].
Apa yang kita pelajari tentang misi nabi Yunus yang sukses?
1. Setelah pengalaman mengerikan dibuang ke laut di tengah badai lalu ditelan oleh ikan besar, Yunus tidak berpikir panjang lagi untuk langsung menyambut panggilan Tuhan yang kedua kali ketika menemukan dirinya berada dalam keadaan selamat di tepi pantai.
2. Sambutan penduduk Niniwe mungkin telah mengagetkan Yunus sendiri. Sering kita juga terlalu bersikap "apriori" pada sambutan orang hanya karena kita mengetahui latar belakang mereka. Pengalaman Yunus adalah pelajaran berharga bagi kita agar jangan pernah meragukan kuasa firman Allah (Yes. 55:11).
3. Seruan pertobatan bukanlah amaran yang ditujukan hanya kepada orang-orang di luar gereja atau mereka yang tidak berada "dalam kebenaran." Seruan untuk bertobat terutama adalah bagi kita, Jemaat Laodikia (Why. 3:14-19).
5. NABI YANG MERAJUK (Diampuni, Namun Tidak Mengampuni)
Sukses tapi kecewa. Mungkin Yunus adalah satu-satunya nabi dalam Alkitab dengan kepribadian yang penuh kejutan dan dengan pengalaman paling unik. Dialah satu-satunya nabi yang berani melarikan diri dari Tuhan, yang memilih untuk mati daripada melaksanakan pekerjaan Tuhan, dan yang pernah mengalami berdoa di dalam perut ikan. Tetapi di atas semua itu, hal yang paling sulit dimengerti tentang Yunus adalah ketika dia merasa kecewa setelah sukses menjalankan tugas. Karena melihat pertobatan orang Niniwe maka Tuhan menyesal dan tidak jadi membinasakannya (Yun. 3:10), "Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus, lalu marahlah ia" (Yun. 4:1). Lho?
Barangkali Yunus adalah seorang temperamental dengan emosi labil yang perangainya mudah sekali berubah dari waktu ke waktu. Mungkin juga dia seorang dengan kepribadian introvert-melankolik. Dengarlah apa katanya kepada Tuhan (berani-beraninya!) setelah Niniwe tidak jadi dihancurkan, "Ya TUHAN, bukankah telah kukatakan sebelum berangkat dari rumahku dulu, bahwa Engkau pasti akan berbuat begini? Itulah sebabnya aku langsung melarikan diri ke Spanyol! Aku tahu bahwa Engkau Allah yang penyayang dan pengasih, panjang sabar, lemah lembut, dan selalu siap untuk mengubah rencana penghukuman. Sekarang, ya TUHAN, biarlah aku mati saja, sebab lebih baik aku mati daripada hidup" (ay. 2-3, BIMK). Terungkaplah sudah alasan mengapa waktu itu Yunus hendak melarikan diri ke Tarsis, kota pelabuhan di bagian tenggara Spanyol yang sekarang dikenal sebagai kota Tartessos.
Apakah Yunus tidak tulus ketika pergi menginjil ke Niniwe, tetapi melakukannya hanya karena menyadari bahwa mustahil dia dapat melarikan diri dari Tuhan? Sebagian orang berpikir demikian. Tetapi apa yang kita lihat di sini bahwa tampaknya Yunus malu karena nubuatannya tentang Niniwe tidak menjadi kenyataan, dan sifatnya yang mementingkan diri itu menunjukkan bahwa dia lebih memikirkan soal reputasi (nama baik dirinya sebagai nabi) daripada mempedulikan keselamatan orang-orang berdosa yang bertobat. Lebih penting lagi, kita melihat bahwa Yunus adalah seorang nabi yang melayani Tuhan tetapi hatinya tidak selaras dengan hati Tuhan.
"Berbeda dengan Yunus, Allah digambarkan dalam Alkitab sebagai pribadi yang 'tidak senang kalau orang jahat mati' (Yeh. 33:11, BIMK). Yunus dan banyak teman-teman sebangsanya bersuka dengan kemurahan istimewa Allah kepada Israel, tetapi hanya menginginkan murka-Nya atas musuh-musuh mereka. Kekerasan hati seperti itu dicela dengan tegas oleh pekabaran kitab ini" [alinea ketiga].
Pelajaran bagi kita. Cerita Yunus bukanlah sebuah dongeng indah yang lumrahnya dimulai dengan kata-kata "Sekali peristiwa, di sebuah negeri anta-berantah..." lalu ditutup dengan kalimat "Demikianlah mereka hidup berbahagia selamanya..." Riwayat Yunus adalah sebuah peristiwa historis yang tidak ditutup dengan happy-ending, suatu kisah nyata perihal seorang hamba Tuhan yang egois, pemberontak, berpikiran sempit dan suka merajuk. Seorang penginjil yang tidak tahu berterimakasih, yang dalam bekerja hanya sekadar menjalankan tugas tapi tidak mempunyai motivasi yang baik. Mungkin kita bisa membuat daftar cacian yang lebih panjang lagi terhadap nabi Yunus yang malang. Tetapi pertanyaannya sekarang: Pelajaran apa yang dapat kita petik dari kisah nabi yang mbalèlo ini, supaya kita sendiri tidak berbuat hal yang sama seperti itu?
Kitab Yunus dibiarkan berakhir dengan terbuka. Ayat-ayat penutupnya menghadapkan para pembaca dengan satu pertanyaan penting yang tetap tak terjawab oleh penulisnya: Apakah perubahan hati yang luar biasa dari orang Niniwe pada akhirnya menghasilkan perubahan radikal pada hati Yunus?" [alinea terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Dalam krisis ini, Yunus seharusnya yang pertama bersukacita oleh karena kasih karunia Allah yang ajaib; tapi sebaliknya dia membiarkan pikirannya dirisaukan oleh kemungkinan dirinya dianggap nabi palsu. Cemburu akan reputasinya di antara manusia, dia kehilangan pandangan akan nilai jiwa-jiwa yang jauh lebih berharga di kota yang malang itu...Apabila Yunus mengetahui maksud Tuhan untuk menyelamatkan kota itu yang jalan-jalannya telah menyeleweng di hadapan-Nya, seharusnya dia bekerjasama dengan sungguh-sungguh dalam rencana belas kasihan ini. Namun dia tunduk pada kecenderungannya untuk mempertanyakan dan meragukan, sebagai akibatnya sekali lagi dia diliputi dengan kekecewaan dan kehilangan pandangan akan kepedulian terhadap orang lain akibat kepeduliannya pada diri sendiri" (Ellen G. White, Review and Herald, 11 Desember 1913, Art. A, par. 6-7).
Apa yang kita pelajari tentang Yunus yang sudah diampuni tapi tidak mau mengampuni?
1. Yunus tampaknya adalah seorang pekerja yang hanya berorientasi pada proses, bukan pada hasil. Dia merasa kewajibannya telah selesai sesudah mengerjakan apa yang disuruh Tuhan, soal hasil adalah urusan lain. Celakanya, dia menginginkan hasil yang berlawanan dari maksud Tuhan.
2. Mungkin bagi Yunus sendiri riwayat pribadinya tidak merupakan sebuah kisah dengan akhir yang bahagia, tetapi bagi Tuhan ya. Sementara Yunus merisaukan reputasinya sendiri, keselamatan penduduk Niniwe memastikan reputasi Allah sebagai Tuhan yang penuh kasih dan maha pengampun.
3. Namun Allah dapat memilih siapa saja untuk melaksanakan pekerjaan-Nya, orang-orang dengan watak dan kepribadian yang berbeda-beda, termasuk mereka yang seperti nabi Yunus. Kita manusia tidak dapat menghalangi orang lain yang mau bekerja bagi Tuhan, hanya karena pertimbangan watak dan kepribadian.
PENUTUP
Bekerja demi keselamatan manusia. Siapa saja dapat dengan mudah mencela Yunus atas sikapnya, sambil menyayangkannya karena dia sendiri yang membuat pekerjaan penginjilannya yang sangat sukses di kota Niniwe itu ternoda. Bayangkan, seluruh penduduk kota yang jumlahnya lebih dari 120.000 orang itu semuanya bertobat (Yun. 4:11). Belum pernah terjadi dalam sejarah dunia ini--dan mungkin tidak akan pernah terjadi lagi--seorang penginjil berhasil meraih sukses 100% dalam satu kali usaha penginjilan. Terkecuali Yunus. Sayang sekali, bukannya senang dan bangga, Yunus malah kecewa dan marah bahkan ingin mati. Mengapa? Karena nabi itu tidak menginjil dengan hati.
"Bingung, direndahkan, dan tidak sanggup mengerti rencana Allah yang menyelamatkan Niniwe, namun Yunus sudah memenuhi tugas yang diberikan kepadanya untuk memberi amaran kepada kota yang besar itu; dan walaupun peristiwa yang diramalkan itu tidak terjadi, namun demikian pekabaran amaran itu adalah berasal dari Allah. Dan hal itu menyelesaikan maksud Allah yang dirancang harus demikian. Keagungan kasih karunia-Nya telah dinyatakan di antara orang-orang kafir" [alinea ketiga].
Pelajaran penting yang dapat kita petik dari pengalaman pelayanan nabi Yunus ialah bahwa dalam pekerjaan penginjilan setiap hamba Tuhan semestinya memiliki motivasi yang sama dengan motivasi Tuhan sendiri, yaitu semata-mata untuk dan demi keselamatan manusia. Karena itulah mengapa Yesus Kristus, Pendiri dan Pemilik pekerjaan penginjilan ini, sejak semula telah melibatkan manusia untuk menjadi rekan-rekan sekerja bersama Dia di dalam menjalankan tugas Bapa-Nya di dunia ini (Luk. 6:13; Yoh. 15:16; Ef. 1:11).
"Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya" (Kol. 3:23-24).
SUMBER :

1.   Zdravko Stefanofic, Profesor bidang studi Ibrani dan Perjanjian Lama, Universitas Walla Walla,U.S.A--- Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa, Trw.II, 2013. Bandung: Indonesia Publishing House.
2.   Loddy Lintong, California U.S.A.