("KETIKA SEMUANYA
MENJADI BARU)
PENDAHULUAN
Milenium. Seribu tahun adalah suatu
jangka waktu yang disebutkan oleh penulis kitab Wahyu, rasul Yohanes, yang
menerangkan tentang masa ketika Setan kelak akan dirantai. Tulis sang pewahyu,
"Lalu aku melihat seorang malaikat turun dari surga memegang anak kunci
jurang maut dan suatu rantai besar di tangannya; ia menangkap naga, si ular tua
itu, yaitu Iblis dan Satan.
Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, lalu
melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan
memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa,
sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan
dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya" (Why. 20:1-3; huruf miring
ditambahkan).
Kata Grika yang diterjemahkan dengan
seribu pada
ayat ini ialah
χίλιοι, chilioi, sebuah kata-keterangan yang
berarti bilangan 1000. Jangka waktu seribu tahun ini menjadi lebih populer
ketika kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin,
millennium, gabungan
dari kata
mille yang artinya
seribu dan
annus yang
berarti
tahun. Jadi,
millennium, yang
kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia secara transliteral menjadi
milenium, berarti
"masa seribu tahun." Milenium dalam Alkitab mengandung makna yang
lebih dari sekadar sepenggal waktu, melainkan lebih daripada itu adalah satu
masa kevakuman sejarah dunia tatkala Setan diberangus dari segala aktivitasnya.
Bayangkanlah bumi ini tanpa ada satu pun Setan yang bergentayangan membuat
ulah. Itulah periode yang dilihat oleh pewahyu dalam khayalnya yang akan
terjadi sesudah kedatangan Yesus Kristus kedua kali, masa di mana dunia ini
menjadi kosong melompong oleh sebab orang-orang saleh seluruhnya sudah diangkat
ke surga dan duduk menghakimi bersama Yesus, sedangkan orang-orang jahat
semuanya sudah mati bergelimpangan di bumi ini (ay. 4, 5).
Barangkali sebagian orang akan bertanya, Apakah milenium dan
dirantainya Setan itu adalah harfiah? Kitab Wahyu memang mengandung hal-hal yang
bersifat simbolik atau lambang, tetapi sebagian isinya bersifat literal atau
dalam arti kata yang sebenarnya. Sejauh yang kita pelajari, masa seribu tahun
di sini adalah suatu angka harfiah. Namun, jika seandainya masa seribu tahun
itu juga hendak dihitung secara bilangan nubuatan, "bahwa di hadapan Tuhan
satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu tahun sama seperti satu
hari" (2Ptr. 3:8), sehingga lamanya masa itu menjadi 1000x1000 tahun atau
satu juta tahun, bagi saya itu tidak menjadi soal sebab yang penting di sini
bahwa selama masa itu Setan dalam keadaan "terikat." Setan berada
dalam keadaan dirantai oleh sebab dia tidak dapat lagi "menyesatkan
bangsa-bangsa" (Why. 20:3) seperti yang dilakukannya selama ini. Sekarang
pun Tuhan sedang "mengikat" Setan dengan cara "menahan
malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka...dengan
belenggu abadi" (Yudas 6). Kalau Allah dapat membelenggu Setan sekarang
ini, tentu Dia juga dapat merantai Setan-setan itu nanti!
"Allah ingin membawa umat manusia kembali kepada utopia yang
sejak semula Dia telah ciptakan bagi kita...Inilah waktu yang kita sebut
'milenium' (untuk kata
seribu). Permulaan dari milenium itu
menandai dimulainya satu-satunya utopia yang manusia akan pernah kenal sejak
Eden sebelum Kejatuhan manusia" [alinea pertama: kalimat terakhir;
alinea terakhir].
1.
MULAINYA MASA SERIBU TAHUN (Peristiwa-peristiwa
Yang Menandai Milenium).
"Pasal Milenium." Barangkali tidak
keliru jika kita menyebut Wahyu 20 sebagai "pasal milenium" oleh karena
inilah satu-satunya pasal di seluruh Alkitab yang berbicara tentang masa seribu
tahun berkaitan dengan "pemenjaraan" Setan. Baiklah kita lihat isi
setiap ayat dalam pasal ini (seluruhnya ada 15 ayat):
1 -- Seorang malaikat turun dari surga membawa rantai dan
anak kunci.
2 -- Malaikat itu mengikat Setan selama 1000 tahun.
3 -- Selama 1000 tahun itu Setan menganggur; tidak dapat
menyesatkan manusia.
4 -- Para syuhada dibangkitkan lalu memerintah bersama Yesus selama
1000 tahun.
5 -- Kebangkitan pertama; orang-orang mati lainnya tidak
dibangkitkan.
6 -- Orang-orang yang dibangkitkan pertama akan luput dari kematian
kedua.
7 -- Setan akan dilepaskan pada akhir masa 1000 tahun.
8 -- Kebangkitan kedua; Setan akan menyesatkan mereka yang
jumlahnya sangat banyak.
9 -- Setan memimpin penyerangan kota Yerusalem Baru bersama
orang-orang itu; mereka kemudian dilahap api.
10 -- Setan, binatang, dan nabi palsu itu dicampakkan ke dalam
neraka.
11 -- Kristus duduk di atas takhta putih; langit dan bumi lenyap.
12 -- Penghakiman orang-orang mati.
13 -- Orang-orang mati itu diserahkan oleh bumi dan laut untuk
dihakimi.
14 -- Kematian kedua; kerajaan maut dihempaskan ke dalam neraka.
15 -- Orang-orang jahat yang dihakimi itu dibuang ke dalam neraka.
"Milenium, sebagai sebuah konsep, muncul dalam Wahyu 20 di mana hal itu
disebutkan sebanyak enam kali di antara ayat 2-7. Untuk mengetahui masa seribu
tahun itu, kedudukan dari Wahyu 20 ini di dalam keseluruhan rentetan kitab
Wahyu harus ditentukan. Meskipun kitab ini tidak tidak mengikuti urutan waktu
secara langsung, dalam hal ini tidak terlalu sukar untuk menentukan kapan
milenium itu dimulai" [alinea pertama: tiga kalimat terakhir].
Permulaan milenium. Masa seribu tahun, atau
milenium, adalah satu periode waktu yang sangat penting dalam sejarah manusia.
Inilah masa transisi di antara zaman kefanaan dan zaman kekekalan, sebuah kurun
waktu di dalam mana kejahatan dan kuasa kejahatan itu akan berakhir untuk
selama-lamanya. Itulah sebabnya masa seribu tahun ini menarik untuk dipelajari
karena berkaitan langsung dengan nasib manusia, baik orang-orang yang selamat
maupun yang binasa. Sekarang, pertanyaan yang paling relevan bagi kita ialah:
Kapan milenium itu dimulai?
Dalam Wahyu 19 kita menemukan petunjuk bahwa Yohanes Pewahyu
menyaksikan ada suatu kemeriahan besar di dalam surga seperti sedang menyiapkan
satu peristiwa penting. Di tengah kesibukan persiapan itu terdengarlah suara
dari takhta surga, "Haleluya! Karena Tuhan, Allah kita, Yang
Mahakuasa, telah menjadi raja. Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan
memuliakan Dia!
Karena hari perkawinan
Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap
sedia" (ay. 6, 7; huruf miring ditambahkan). Dalam PL, Israel
disebut sebagai "istri" dari Allah (Hos. 2:18, 19; Yes. 54:5), tetapi
bangsa itu sering tidak setia dan berselingkuh (Yehezkiel 16). Sedangkan dalam
PB, Gereja itu dijuluki sebagai "tunangan" dari Kristus (2Kor. 11:2;
Ef. 5:25-32). Dalam PB juga, Yesus Kristus sangat sering disebut sebagai
"Anak Domba" (Yoh. 1:29, 36; 1Ptr. 1:19; dan di hampir seluruh kitab
Wahyu). Dalam kitab Wahyu, Yerusalem Baru sebagai kota suci tempat tinggal umat
tebusan, dijuluki "pengantin perempuan, mempelai Anak Domba" (Why.
21:9); dan pada pasal terakhir kita mendapat petunjuk bahwa pengantin perempuan
itu merujuk kepada jemaat-jemaat, yaitu orang-orang yang telah menyambut Yesus,
"bintang timur yang gilang-gemilang" (Why. 22:16, 17).
Berdasarkan ayat-ayat di atas kita dapat menyimpulkan bahwa apa yang
dimaksud dengan "perkawinan Anak Domba" tidak lain dari hari
pertemuan antara Yesus Kristus dengan umat tebusan-Nya yang akan terjadi pada
kedatangan Yesus kedua kali. Kesibukan persiapan "perkawinan" itulah
yang disaksikan oleh rasul Yohanes, dan yang kemudian berlanjut dengan turunnya
Kristus bersama rombongan besar pasukan surgawi (Why. 21:11-14). Dalam
penuturannya rasul Paulus berkata, "Sebab pada waktu tanda diberi, yaitu
pada waktu penghulu malaikat berseru dan sangkakala Allah berbunyi, maka Tuhan
sendiri akan turun dari surga dan mereka yang mati dalam Kristus akan lebih
dahulu bangkit; sesudah itu, kita yang hidup, yang masih tinggal, akan diangkat
bersama-sama dengan mereka dalam awan menyongsong Tuhan di angkasa. Demikianlah
kita akan selama-lamanya bersama-sama dengan Tuhan" (1Tes. 4:16, 17).
Milenium dimulai ketika Yesus Kristus datang kedua kali untuk menjemput umat
tebusan-Nya, yaitu orang-orang saleh yang masih hidup maupun yang sudah mati
dan dibangkitkan pada hari kedatangan-Nya itu. Jadi, awal dari milenium
ditandai oleh dua peristiwa besar: kedatangan Yesus kedua kali dan kebangkitan
orang mati.
"Tentu saja permulaan itu bertepatan dengan kedatangan Kristus
kedua kali. Orang-orang yang mati di dalam Kristus akan dibangkitkan untuk
bergabung dengan umat setia yang masih hidup, dan kedua kelompok itu akan
diangkat ke surga. Orang-orang jahat yang masih hidup pada kedatangan Kristus
kedua kali akan binasa oleh 'cahaya kemuliaan-Nya'
(2Tes. 2:8). Dan
bumi yang kosong ini akan menjadi penjara bagi Setan yang akan 'terbelenggu' selama
1000 tahun oleh rantai situasi" [alinea terakhir: tiga kalimat
pertama].
Pena inspirasi menulis: "Tubuh-tubuh yang telah berada di dalam
kubur dengan membawa tanda-tanda penyakit dan kematian bangkit dalam kesehatan
dan kebugaran yang kekal. Orang-orang saleh yang masih hidup diubahkan dalam
seketika, dalam sekejap mata, lalu diangkat bersama orang-orang yang
dibangkitkan dan bersama-sama mereka bertemu dengan Tuhan mereka di angkasa.
Oh, betapa suatu pertemuan yang mulia! Sahabat-sahabat yang telah terpisah oleh
kematian itu dipertemukan, dan tidak pernah lagi akan berpisah" (Ellen G.
White,
The Story of Redemption, hlm. 411, 412).
Apa yang kita pelajari tentang peristiwa-peristiwa yang
menandai permulaan milenium?
1. Milenium, atau masa seribu tahun, adalah periode waktu yang
disebutkan dalam Wahyu pasal 20 akan terjadi kelak. Sementara berbagai
peristiwa akan berlangsung selama masa seribu tahun itu, hal yang paling
relevan bagi kita yang hidup sekarang ini ialah kapan permulaan dari masa itu.
2. Permulaan masa seribu tahun tersebut ditandai dengan dua peristiwa,
yaitu kedatangan Yesus kedua kali dan kebangkitan orang mati. Meskipun semua
orang yang sudah mati--orang jahat maupun orang saleh--akan dibangkitkan pada
saat itu, namun setelah menyaksikan kedatangan Yesus itu semua orang jahat akan
binasa sedangkan orang saleh diubahkan ke dalam kondisi yang tidak akan pernah
mati lagi (kekal).
3. Peristiwa berikutnya ialah Yesus Kristus bersama rombongan-Nya akan
kembali ke surga bersama-sama dengan umat tebusan-Nya yang sudah diubahkan
kondisi mereka itu, mengenakan keadaan jasmani yang kekal untuk hidup
selama-lamanya.
2.
KEJADIAN-KEJADIAN SELAMA MASA SERIBU TAHUN (Pada
Pertengahan Milenium)
Para syuhada. Wahyu 20:4 mengatakan bahwa di
surga ada takhta-takhta yang ditempati oleh umat tebusan, termasuk orang-orang
yang telah mengalami mati syahid (syuhada atau martir) di bumi ini, yaitu
mereka yang dengan berani melawan perintah penguasa dunia dengan tidak
menyembah "binatang itu dan patungnya" serta tidak menerima tandanya
baik di dahi (secara sukarela dan sadar) atau di tangan (secara terpaksa).
Sebagian pembelajar Alkitab berpendapat bahwa arti dari "telah dipenggal
kepalanya" itu bermakna harfiah maupun kiasan, yaitu umat Tuhan yang telah
mengalami penganiayaan dan penderitaan fisik demi mempertahankan kebenaran dan
tidak mau tunduk kepada kuasa kepausan pada zaman kegelapan di abad pertengahan
maupun di akhir zaman. Mereka disebutkan secara khusus dalam penglihatan
Pewahyu oleh karena keberanian dan jiwa patriotisme mereka dalam membela
kebenaran Kristus.
Kata asli yang diterjemahkan dengan
jiwa-jiwa dalam
ayat ini adalah
ψυχή, psychē, yang sebagai kata-benda
dipakai untuk menyebutkan salah satu unsur dalam diri manusia di samping fisik
dan mental, tapi kata ini juga digunakan untuk menerangkan
kehidupan atau
makhluk
hidup. Jadi, penggunaan kata "jiwa-jiwa" oleh Yohanes
Pewahyu di sini merujuk kepada orang-orang yang hidup kembali dari kematian
secara fisik. Mereka inilah yang dilukiskan sebagai "orang-orang lain di
Tiatira" yang tidak mau mengikuti dan mempelajari ilmu-ilmu Setan (Why.
2:24-28), dan sebagai "jemaat Filadelfia" yang tidak mau
menggabungkan diri dengan orang-orang dari jemaah iblis (Why. 3:7-12).
"Sebagai umat Masehi Advent Hari Ketujuh, kita memahami bahwa
Alkitab tidak mengajarkan adanya jiwa-jiwa yang terpisah dari tubuh yang baka
dan sadar. Sebaliknya, ayat ini menggambarkan orang-orang yang telah melewati
pengalaman penganiayaan seperti diutarakan dalam Wahyu 12:17-13:18. Pada Kedatangan
yang Kedua (di waktu mana kebangkitan pertama itu terjadi) jiwa-jiwa yang
dianiaya ini akan kembali hidup dan setelah kebangkitan bertakhta di surga
bersama Kristus
(bandingkan dengan 1Tes. 4:15-17)" [alinea
pertama: tiga kalimat terakhir].
Penghakiman orang jahat. Milenium adalah masa
penghakiman atas orang-orang jahat dan malaikat-malaikat jahat di mana
orang-orang benar yang semasa hidup mereka di dunia ini telah teraniaya karena
kebenaran itu akan bertindak sebagai para hakim. Inilah kegenapan dari apa yang
disebutkan oleh rasul Paulus tentang "orang-orang kudus akan menghakimi
dunia" bahkan "menghakimi malaikat-malaikat" (1Kor. 6:2, 3).
Orang-orang benar itu, menurut Yohanes Pewahyu, "akan memerintah sebagai
raja bersama-sama dengan Dia, seribu tahun lamanya" (Why. 20:6).
Pena inspirasi menulis: "Selama seribu tahun, antara kebangkitan
pertama dan kedua, penghakiman orang-orang jahat terjadi. Rasul Paulus menyebut
penghakiman ini sebagai satu peristiwa menyusul kedatangan yang kedua.
'Janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan
menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan
memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati.' 1Kor. 4:5. Daniel
menyatakan bahwa apabila Yang Lanjut Usianya itu datang, 'keadilan diberikan
kepada orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi.' Dan. 7:22. Pada waktu ini
orang-orang benar bertakhta sebagai raja-raja dan imam-imam bagi Allah"
(Ellen G. White,
The Great Controversy, hlm. 660).
Konsep "penghakiman" dalam Alkitab menurut doktrin Gereja
Advent adalah meliputi dua tahap: pertama,
penghakiman pemeriksaan
atas umat Tuhan (1844 hingga kedatangan Yesus kedua kali) di mana
Yesus Kristus bertindak sebagai Imam Besar dan sekaligus Pengantara kita;
kedua,
penghakiman atas orang jahat yang berlangsung dalam
masa seribu tahun itu. "Tahap ketiga dari penghakiman terakhir adalah fase
pelaksanaan, yang merupakan bagian dari peristiwa-peristiwa yang akan terjadi
di akhir masa seribu tahun" [alinea terakhir: kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang peristiwa yang terjadi selama
milenium?
1. Milenium, atau masa seribu tahun dalam kitab Wahyu 20, adalah periode
penghakiman khususnya atas orang-orang jahat, penguasa-penguasa dunia yang
jahat, dan malaikat-malaikat jahat. Dalam proses penghakiman ini Yesus Kristus
akan bertindak sebagai Hakim yang adil dan "dibantu" oleh umat
tebusan-Nya yang selamat.
2. Satu kelompok umat Tuhan yang disebut secara khusus oleh Pewahyu
adalah "jiwa-jiwa" para shyuhada, yaitu orang-orang yang mati
teraniaya karena mempertahankan kebenaran dan tidak mau tunduk kepada
"binatang dan patungnya" maupun orang-orang benar yang dibunuh karena
menolak menerima "ajaran-ajaran Setan" namun sudah dibangkitkan
kembali dan diselamatkan.
3. Doktrin Gereja Advent memahami konsep penghakiman dalam Alkitab
sebagai proses yang berlangsung dalam dua kurun waktu berbeda dan diadakan
terhadap dua kelompok manusia berbeda, yaitu penghakiman atas orang-orang
percaya (tahun 1844 sampai kedatangan Yesus kedua kali) dan atas orang-orang
jahat (selama milenium). Penghakiman tahap ketiga adalah eksekusi pehukuman
atas orang jahat di akhir milenium.
3.
SEUSAI MASA SERIBU TAHUN (Peristiwa-peristiwa
Pada Akhir Milenium)
Setan dilepaskan. Sebagaimana diutarakan pada
bagian Pendahuluan pelajaran pekan ini, setelah umat tebusan diangkat ke surga
bersama rombongan Yesus Kristus yang datang menjemput, dan sementara itu
orang-orang jahat yang telah dibinasakan oleh cahaya kemuliaan-Nya berserakan
tak bernyawa di atas bumi, dunia ini berada dalam keadaan lengang selama seribu
tahun. Keadaan ini digambarkan sebagai terbelenggunya Setan berbubung dia dan
malaikat-malaikatnya yang jahat itu akan menganggur dan tidak mempunyai
kesibukan untuk menyesatkan bangsa-bangsa. Seusainya periode seribu tahun itu,
Setan "akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya" (Why. 20:3).
Sebab pada akhir milenium, tatkala "kota yang kudus, Yerusalem yang baru,
turun dari surga" (Why 21:2), maka orang-orang jahat yang binasa tersebut
dibangkitkan kembali sesudah "berakhir masa seribu tahun" (Why. 20:3,
5) itu sehingga Setan seakan "dilepaskan dari penjaranya" (ay. 7).
Kenyataan bahwa pada waktu orang jahat semuanya mati sehingga Setan
kesepian tinggal sendiri di dunia ini, membuktikan bahwa Setan tidak memiliki
kuasa apapun untuk membangkitkan manusia meskipun mereka itu adalah
orang-orangnya sendiri. Kebangkitan orang mati hanya terjadi pada kedatangan
Yesus kedua kali di awal milenium dan pada waktu turunnya kota suci Yerusalem
Baru di akhir milenium, dan hal ini membuktikan bahwa kuasa kebangkitan itu
hanya ada di tangan Yesus Kristus yang sudah menang atas maut (Why. 1:18; 1Kor.
15:55).
Gog dan Magog. Pewahyu menyebut bangsa-bangsa
dari keempat penjuru bumi, yaitu orang-orang jahat yang bangkit di akhir masa
seribu tahun itu, sebagai "Gog dan Magog" (Why. 20:8). Sebagai nama
orang, Magog adalah cucu dari Nuh (Kej. 10:2); sebagai bangsa Gog dan Magog
adalah raja-raja agung negeri Mesekh dan Tubal (Yeh. 38:2), yakni pasukan
berkuda yang besar dan kuat dari utara Israel yang telah datang menyerang umat
Tuhan itu ketika mereka hidup "aman tenteram" atau sedang tidak siap
untuk berperang (ay. 14-16). Akibatnya, Tuhan menghukum mereka dengan kekejutan
oleh mendatangkan "api dan hujan belerang ke atasnya dan ke atas tentaranya"
serta bangsa-bangsa lain yang menyertainya (ay. 21-23). Begitu dahsyatnya
pembalasan Allah, dan demikian banyaknya pasukan penyerang yang mati itu,
sehingga untuk menguburkan mayat-mayat mereka orang Israel memerlukan waktu
sampai tujuh bulan lamanya (Yeh. 39:11-15).
Dalam bahasa Grika, bahasa asli kitab Wahyu, kata
Γώγ, Gōg, berarti
gunung; sedangkan
Μαγώγ, Magōg, artinya
menaungi
dari atas. Kedua kata ini merujuk kepada
negeri dari utara atau
bangsa-bangsa yang pernah menyerang Israel tersebut tidak lama setelah umat
Allah itu mendiami negeri perjanjian Kanaan. Dan meskipun Gog dan Magog dalam
kitab Wahyu tidak mempunyai hubungan darah atau pertalian kekerabatan dengan
Gog dan Magog dalam kitab Yehezkiel, secara konotatif penggunaan nama-nama itu
mengisyaratkan sikap permusuhan terhadap Allah dan umat-Nya. Sebagian
komentator Alkitab menganggap penggunaan kedua nama ini sebagai pengkiasan
karakteristik; sama seperti julukan "setan" atau "ular"
terhadap seseorang yang dianggap memiliki ciri tabiat serupa Setan atau
mempunyai sifat seperti ular, meskipun dia itu manusia.
"Frase 'Gog dan Magog' digunakan secara kiasan, sama seperti
dalam Yehezkiel 38:2, untuk menerangkan orang-orang yang digunakan Setan akan
berhasil dalam penipuan--yakni orang-orang jahat dari segala zaman. Kumpulan
orang banyak inilah yang Setan akan hasut untuk berusaha merobohkan kota Allah.
Wahyu 20:9 menyebutkan bahwa kota itu, Yerusalem Baru, pada waktu itu sudah
akan turun dari surga ke bumi (kemungkinan bersama Kristus), dan Setan beserta
bala tentaranya akan maju menyerangnya" [alinea pertama: kalimat ketiga
hingga kelima].
Penghakiman dan eksekusi orang jahat. Kitab Wahyu tidak
ditulis sebagai sebuah buku sejarah yang kejadian-kejadiannya diketengahkan
dalam penuturan secara kronologis atau berdasarkan urutan waktu dan peristiwa.
Jadi, sekalipun penghakiman orang jahat disebutkan
sesudah uraian
tentang turunnya Yerusalem Baru dan pengepungan orang jahat terhadap kota itu,
sesungguhnya penghakiman dan vonis terhadap orang jahat sudah ditentukan
sebelumnya. Turunnya Yerusalem Baru yang sudah dihuni oleh umat Allah itu
terjadi
sesudah masa seribu tahun berakhir, dan bersamaan
dengan itu adalah eksekusi vonis atas orang jahat yang akan mengalami
"kematian kedua" dengan cara "dilemparkan ke dalam lautan
api" (Why. 20:14, 15).
"Selama masa seribu tahun orang-orang kudus turut serta dalam
suatu musyarawah penghakiman yang mengkaji-ulang kasus-kasus orang yang tidak
selamat dari bumi ini dan malaikat-malaikat berdosa. Penghakiman ini adalah
bukti yang penting mengingat sifat kesemestaan dari masalah dosa. Jalannya
pemberontakan dosa telah menjadi sasaran kepedulian dan perhatian di
dunia-dunia lain (Ayub 1 dan 2; Ef. 3:10). Keseluruhan dosa harus ditangani
sedemikian rupa agar hati dan pikiran segenap alam semesta puas dengan
perlakuan dan penyelesaiannya, khususnya menyangkut tabiat Allah" [alinea
terakhir: empat kalimat pertama].
Apa yang kita pelajari tentang peristiwa-peristiwa di akhir
milenium?
1. Akhir masa seribu tahun ditandai dengan turunnya kota Yerusalem Baru
dari surga ke bumi ini. Pada saat itu orang-orang jahat yang dalam keadaan mati
di dunia ini selama milenium itu akan dibangkitkan untuk dibinasakan
selama-lamanya. Ketika orang jahat bangkit itulah Setan seakan terlepas dari
rasa kesepian yang telah memenjarakannya.
2. Begitu mayat-mayat orang jahat yang tadinya bergelimpangan itu hidup
kembali, Setan langsung menghasut mereka untuk mengepung dan menyerang kota
Allah yang sedang turun. Keberingasan orang-orang jahat itu disamakan dengan
"Gog dan Magog," yakni raja-raja dan bangsa-bangsa yang menyerbu
Israel sebagaimana disebutkan dalam Yehezkiel 38-39.
3. Tentu saja usaha Setan dan orang jahat itu sia-sia, dan sebaliknya
mereka semua binasa dibuang ke dalam lautan api. Inilah eksekusi dari vonis
yang sudah ditentukan atas mereka dalam penghakiman kedua yang berlangsung
selama masa milenium itu. Hukuman atas mereka itu juga sekaligus menandai
pemusnahan dosa dari alam semesta ini untuk selamanya.
4.
JANJI YANG DIGENAPI (Dunia Baru)
Langit dan bumi baru. Setelah masa seribu tahun
itu usai, Yohanes Pewahyu kemudian menyaksikan sesuatu perubahan.
"Lalu
aku melihat langit
yang baru dan bumi
yang baru, sebab langit yang pertama dan bumi yang pertama telah
berlalu, dan laut pun tidak ada lagi" (Why. 21:1; huruf miring
ditambahkan). Kata asli yang diterjemahkan dengan
baru pada
ayat ini adalah
καινός, kainos, sebuah kata-sifat yang
mengandung dua makna:
bentuk dan
substansi. Dalam
bahasa Grika (bahasa asli PB), ada kata lain di samping
kainos yang
juga berarti
baru. Kita menemukannya dalam Matius 9:17,
"Begitu pula anggur yang baru tidak diisikan ke dalam kantong kulit yang
tua, karena jika demikian kantong itu akan koyak sehingga anggur itu terbuang
dan kantong itu pun hancur. Tetapi
anggur yang baru disimpan orang dalam
kantong
yang baru pula, dan dengan
demikian terpeliharalah kedua-duanya" (huruf miring ditambahkan). Di sini,
predikat
baru yang digunakan untuk anggur itu menggunakan
kata
νέος, neos, kata-sifat yang berarti
dilahirkan
baru seperti untuk
"bayi"; sedangkan predikat
baru untuk kantong
menggunakan kata
kainos seperti pada ayat pertama Wahyu
pasal 21 itu.
Langit dan bumi yang baru seperti disaksikan oleh Yohanes Pewahyu itu
adalah kegenapan dari janji Allah seperti dicatat dalam kitab Yesaya,
"Sebab sesungguhnya, Aku menciptakan
langit yang baru dan bumi yang baru; hal-hal yang dahulu tidak
akan diingat lagi, dan tidak akan timbul lagi dalam hati" (Yes. 65:17;
huruf miring ditambahkan). Kata Ibrani yang diterjemahkan dengan
baru pada
ayat ini adalah
חָדָשׁ, khädäsh, sebuah kata-sifat yang
mengandung makna sesuatu
hal yang baru atau
masih
segar seperti juga digunakan antara lain dalam Kel. 1:8 (raja
baru)
dan Im. 23:16 (sajian yang
baru). Janji tersebut telah disebutkan
juga oleh rasul Petrus, rekan Yohanes Pewahyu sebagai sesama murid Yesus,
"Tetapi sesuai dengan janji-Nya, kita menantikan
langit
yang baru dan bumi
yang baru, di
mana terdapat kebenaran" (2Ptr. 3:13; huruf miring ditambahkan). Di sini
rasul Petrus juga menggunakan kata-sifat
kainos untuk
menerangkan langit dan bumi
baru yang dimaksudkannya.
"Kata [
kainos] yang diterjemahkan sebagai 'baru' dalam
Wahyu 21:1 menekankan pada sesuatu yang baru dalam bentuk atau kualitas
gantinya baru seperti dalam suatu peristiwa 'baru' dalam hal waktu. Maksud
Allah dalam kisah Penciptaan pada kitab Kejadian belum terealisasikan sampai
janji untuk menjadikan segala sesuatu baru itu digenapi pada dunia yang
baru" [alinea kedua: dua kalimat pertama].
Kota Yerusalem Baru. Selain langit dan bumi yang
baru, Yohanes Pewahyu juga bertutur tentang kota Yerusalem Baru sebagaimana
yang disaksikannya. "Dan aku melihat
kota yang kudus, Yerusalem
yang baru, turun dari surga, dari Allah, yang berhias bagaikan
pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya" (Why. 21:2; huruf
miring ditambahkan). Inilah kota yang digambarkan oleh rasul Paulus sebagai
"perempuan yang merdeka" (Gal. 4:26), dan oleh penulis kitab Ibrani
disebut sebagai "kota Allah yang hidup" (Ibr. 12:22). Kota Yerusalem
Baru ini telah dinubuatkan dengan uraian secara fisik yang sangat spektakuler
dalam kitab Yehezkiel 40-48, dan dalam bahasa Ibrani disebut יְהוָה
שָׁמָּה,
Jehovah-shammah, yaitu "kota di mana Allah
ada." Sebagian komentator Alkitab menganggap kota Yerusalem Baru sebagai
sesuatu yang bersifat simbolik, melambangkan umat tebusan, dan karenanya itu
tidak akan turun ke dunia ini secara fisik. Tetapi kesaksian Yohanes Pewahyu
adalah jelas perihal Yerusalem Baru kota Allah itu:
εἶδον καταβαίνουσαν ἐκ τοῦ οὐρανοῦ, ἀπὸ τοῦ θεοῦ,
eidon katabainousan ek tou ouranou apo tou Theou, "aku melihat turun dari
surga, dari Allah."
"Satu hal sudah jelas: kita sedang membicarakan tentang satu
tempat dalam arti kata sesungguhnya dan bersifat fisik. Paham kekafiran tentang
hal yang bersifat fisik itu buruk dan hal hal yang bersifat roh itu baik,
sekali lagi ditolak oleh Kitabsuci...Sebaliknya, penggambaran dalam kitab
Wahyu, betapapun sulit untuk dipahami bagi kita (yang hanya tahu tentang satu
dunia yang telah berdosa), adalah kenyataan abadi yang menunggu kita. Betapa
suatu pengharapan yang kita miliki, khususnya jika dibandingkan dengan mereka
yang percaya bahwa kematian adalah akhir dari segalanya" [alinea terakhir:
dua kalimat pertama, dua kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Kita sedang berada dalam perjalanan
pulang. Dia yang sangat mengasihi kita sehingga mau mati bagi kita sudah
membangun sebuah kota bagi kita. Yerusalem Baru adalah tempat perhentian kita.
Tidak akan ada lagi kesusahan di kota Allah. Tiada tangisan dukacita, tiada
tangisan kepiluan karena pengharapan yang hancur dan kasih sayang yang terkubur
akan pernah lagi terdengar. Segera pakaian kemalangan akan digantikan dengan
jubah pesta perkawinan. Segera kita akan menyaksikan pemahkotaan Raja kita.
Orang-orang yang kehidupannya telah terbungkus dengan Kristus, mereka yang di
dunia ini sudah memenangkan peperangan iman dengan baik, akan bersinar dengan
kemuliaan Sang Penebus di dalam kerajaan Allah" (Ellen G. White,
Testimonies
for the Church, jld. 9, hlm. 287).
Apa yang kita pelajari tentang penglihatan Yohanes Pewahyu
seusai masa seribu tahun itu?
1. Sebagaimana disaksikan oleh Yohanes Pewahyu, setelah masa seribu
tahun berakhir langit dan bumi yang baru akan muncul. Hal ini dipahami sebagai
rekondisi atau "peremajaan" dari langit dan bumi yang lama dan
tercemar dosa sehingga menjadi langit dan bumi yang diperbarui, dipulihkan
kepada keadaannya seperti pada waktu baru diciptakan.
2. Selain langit dan bumi, Pewahyu juga menyaksikan Yerusalem Baru yang
turun dari surga ke bumi yang telah diperbarui ini. Inilah kota suci yang di
dalamnya terdapat umat tebusan Allah yang sudah diselamatkan, orang-orang yang
telah diampuni dosa-dosanya melalui kematian penebusan Kristus dan yang sudah
dibela kasusnya dalam penghakiman pemeriksaan.
3. Langit dan bumi yang baru, beserta kota Yerusalem Baru, merupakan
ujud dari janji Allah kepada umat-Nya dari segala zaman. Jadi, kita tidak akan
tinggal selamanya di surga, tetapi kita akan kembali mendiami planet Bumi ini
setelah diperbarui dan dipulihkan kondisinya.
5.
KEKEKALAN DAN KEBARUAN (Kehidupan Dalam Dunia Baru)
Allah bersama kita. Hidup di dunia yang baru,
tanpa kematian dan kesusahan-kesusahan seperti yang kita saksikan dan alami
sekarang, itu saja sudah merupakan suatu kehidupan yang tak terbayangkan betapa
menyenangkannya. Tapi seakan itu belum cukup, kesenangan kita masih dilengkapi
lagi dengan kehadiran Allah sendiri di tengah-tengah kita. Suatu kehidupan yang
aman tenteram, tidak ada sama sekali tanda-tanda kesusahan dalam bentuk apapun,
hidup bahagia untuk selama-lamanya, dan yang paling penting lagi adalah hidup
bersama Allah kita. Kesempurnaan hidup seperti apa lagi yang anda harapkan?
Yohanes Pewahyu mencatat, "Lalu aku mendengar suara yang nyaring
dari takhta itu berkata: 'Lihatlah,
kemah Allah ada di tengah-tengah
manusia dan Ia akan diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi
umat-Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus
segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada
lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita, sebab segala sesuatu yang
lama itu telah berlalu'" (Why. 21:3, 4; huruf miring ditambahkan).
Frase
kemah Allah di sini (Grika:
σκηνὴ τοῦ θεοῦ, skēnē
tou theou) merujuk kepada Kemah Suci (Ibrani:
מִקְדָּשׁ, miqdash) yang
dibangun Musa sewaktu memimpin bangsa Israel dalam perjalanan di padang
belantara sebagaimana tercatat dalam kitab Keluaran dan Bilangan di Perjanjian
Lama. Sebagaimana Kemah Suci di padang gurun itu melambangkan kehadiran Allah
di tengah-tengah bangsa Israel, demikianlah Kemah Allah itu menandakan
kehadiran Allah di tengah umat-Nya di dunia baru nanti. Anak kalimat "Ia
akan diam bersama-sama dengan mereka" pada ayat di atas serupa dengan
perkataan Allah kepada Musa, "supaya Aku akan diam di tengah-tengah
mereka" (Kel. 25:8); dan anak kalimat "mereka akan menjadi umat-Nya
dan Ia akan menjadi Allah mereka" pada ayat di atas paralel dengan
kata-kata Allah sendiri, "Aku akan diam di tengah-tengah orang Israel dan
Aku akan menjadi Allah mereka" (Kel. 29:45).
"Mungkin tidak ada penglihatan lain yang menakjubkan di seluruh
Alkitab yang sebanding dengan apa yang Yohanes Pewahyu uraikan di sini; bumi
yang baru bukan hanya akan menjadi rumah bagi makhluk manusia tapi juga bagi
Allah. Sang Pencipta alam semesta yang suci dan tak terpahami itu akan
memberkati komunitas yang ditebus itu dengan kehadiran-Nya. Tentu saja Allah
akan selamanya berbeda dari makhluk-makhluk ciptaan-Nya, tapi di dunia baru
keterpisahan antara Allah dengan manusia yang diakibatkan oleh dosa itu akan
dihapus" [alinea pertama].
Manusia, makhluk yang mulia. Dalam ketakjubannya
yang mencengangkan, raja Daud bersenandung: "Apakah manusia, sehingga
Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya?
Namun Engkau telah membuatnya hampir sama seperti Allah, dan telah
memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat" (Mzm. 8:5, 6). Fakta bahwa
manusia telah diciptakan "menurut gambar [citra] Allah" (Kej. 1:27)
menunjukkan bahwa memang sejak asalnya kita manusia adalah makhluk ciptaan
paling mulia yang menghuni Bumi ini, tetapi dosa telah membuat kita
"kehilangan kemuliaan Allah" (Rm. 3:23). Tetapi nanti, pada
kedatangan Yesus kedua kali, kita yang percaya kepada-Nya dan tetap setia
mempertahankan iman kita itu akan dipulihkan kepada keadaan semula seperti
ketika manusia belum jatuh ke dalam dosa. Dengan keadaan seperti itu kita akan
diangkat ke surga untuk tinggal selama milenium, dan kemudian kembali ke Bumi
yang kelak akan dibarui ini untuk hidup selama-lamanya bersama-sama dengan Dia.
"Dengan berpikir: bahwa Allah yang menciptakan segalanya itu
bukan saja mati bagi kita tetapi akan tinggal dengan kita untuk selamanya! Pada
titik tertentu, oleh karena keterbatasan dari pikiran kita yang berdosa, kita
harus berhenti berusaha memikirkan mengenai hal ini secara rasional, dan
sebaliknya sambil tersungkur di atas lutut kita dan memuji Dia yang bukan saja
telah menciptakan kita tetapi juga menebus kita dan sekarang berjanji untuk
hidup bersama kita sepanjang masa kekekalan" [alinea terakhir].
Pena inspirasi menulis: "Dan tahun-tahun kekekalan itu, sambil
bergulir akan membawa penyataan-penyataan yang semakin kaya dan kian mulia
mengenai Allah dan Kristus. Sementara pengetahuan bertambah, demikian pula
kasih, penghormatan, dan kebahagiaan itu meningkat. Semakin manusia belajar
tentang Allah, akan bertambah besar pemujaan mereka pada tabiat-Nya...Di sana
setiap kemampuan akan dikembangkan, setiap kesanggupan ditingkatkan.
Usaha-usaha yang terbesar akan terlaksana, cita-cita yang paling agung akan
tercapai, ambisi-ambisi yang paling tinggi terwujud. Dan masih akan ada
puncak-puncak baru untuk dilintasi, keajaiban-keajaiban baru untuk dikagumi,
kebenaran-kebenaran baru untuk dipahami, obyek-obyek yang segar menuntut keberdayaan
tubuh dan pikiran dan jiwa" (Ellen G. White,
The Adventist
Home, hlm. 548, 549).
Apa yang kita pelajari tentang kehidupan di dunia baru?
1. Di dunia baru kita akan hidup untuk selama-lamanya, tanpa kesusahan
apalagi penyakit dan kematian. Tetapi bukan itu saja, di dunia baru kita bahkan
akan tinggal bersama-sama dengan Allah. Hal itu sudah pernah ditunjukan-Nya
kepada sekelompok manusia, yaitu di tengah bangsa Israel di padang gurun maupun
di negeri Kanaan, meski tidak berlangsung seterusnya akibat pengkhianatan
mereka.
2. Sejak semula Allah ingin tinggal bersama manusia yang diciptakan-Nya,
seperti yang pernah dialami oleh Adam dan Hawa di rumah alami mereka, Taman Eden.
Sangat disayangkan bahwa masa bahagia itu tidak berlangsung lama dan mereka
terusir akibat dosa. Di dunia baru kita akan menikmati suasana Taman Eden itu
kembali, kali ini untuk selama-lamanya.
3. Kehidupan di dunia baru akan semakin menyenangkan oleh karena di sana
kita bakal mempelajari banyak hal mengenai Allah sendiri dan tentang Kristus
yang telah menyelamatkan kita, khususnya perihal kasih-Nya yang sekarang ini
tak terjangkau oleh pikiran kita yang sudah merosot akibat dosa. Di dunia baru
kita akan memiliki daya berpikir yang sempurna kembali untuk memahami segala
misteri keilahian.
PENUTUP
Rumah masa depan. Hampir setiap orang sekarang
ini memikirkan tentang rumah masa depannya. Banyak orang yang telah
mengorbankan waktu dan tenaga bahkan kesehatannya, bekerja membanting-tulang
demi memastikan bahwa mereka kelak akan hidup tenteram di masa tua serta
memiliki tempat tinggal senyaman mungkin. Tidak sedikit orang yang meskipun
telah berjuang sekuat tenaga namun cita-cita untuk memiliki rumah masa depan
itu tidak pernah menjadi kenyataan. Ironisnya lagi, baik mereka yang telah
berusaha keras dan berhasil, maupun orang-orang yang sudah berjuang keras tapi
tidak berhasil, pada akhirnya hanya memperoleh "rumah masa depan"
yang sama: sepetak tanah sempit yang ditandai batu nisan!
Bagi orang-orang percaya, umat tebusan Allah, rumah masa depan kita
telah tersedia di kota Yerusalem Baru yang arsiteknya adalah Allah sendiri--dan
ke kota itulah tujuan kita. Kehidupan kita di dunia ini sekarang adalah peluang
yang diberikan Allah untuk dimanfaatkan demi memastikan satu tempat tinggal di
kota Allah tersebut, karena itu janganlah sia-siakan kesempatan ini. Sebab
kalau bukan untuk memperoleh rumah di surga itu, alangkah sialnya dan
sia-sianya hidup anda, betapapun kehidupan anda saat ini bergelimang harta
kekayaan. Sesungguhnya, apa yang disediakan Allah bagi orang-orang yang mengasihi
Dia adalah sesuatu "yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah
didengar oleh telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia"
(1Kor. 2:9).
"Suatu ketakutan bahwa warisan yang akan datang itu tampak
terlalu materialistik telah menuntun banyak orang untuk memandang dari segi
rohani kebenaran-kebenaran yang membawa kita untuk melihatnya sebagai tempat
tinggal kita. Kristus meyakinkan murid-murid-Nya bahwa Dia pergi untuk
menyediakan tempat bagi mereka di rumah Bapa. Mereka yang menerima
pengajaran-pengajaran firman Allah sama sekali tidak akan bersikap masa bodoh
mengenai tempat tinggal semawi..." [alinea kedua: tiga kalimat pertama].
"Ia yang memberi kesaksian tentang semuanya ini, berfirman: 'Ya,
Aku datang segera!' Amin, datanglah, Tuhan Yesus! Kasih karunia Tuhan Yesus
menyertai kamu sekalian! Amin" (Why. 22:20, 21).
SUMBER :
1. Kwabena Donkor, Wkl.Dit.Biblical /research Institute GC, Silver Spring, Maryland U.S.A --"Bertumbuh Dalam Kristus". (Pel.SS. Trw.IV, 2012).
2. Loddy Lintong, California - U.S.A.