PENDAHULUAN
Injil untuk semua bangsa.
Alasan pokok dari instruksi Yesus kepada
murid-murid-Nya yang mula-mula agar pergi dan "jadikanlah semua bangsa
murid-Ku" (Mat. 28:19) ialah karena Yesus sudah menyerahkan diri-Nya
"sebagai tebusan bagi semua manusia" (1Tim. 2:6), "supaya oleh
kasih karunia Allah Ia mengalami maut bagi semua manusia" (Ibr. 2:9).
Mengabaikan penginjilan kepada semua bangsa adalah pengingkaran terhadap
hakikat kematian penebusan Kristus untuk semua manusia di dunia.
Allah tidak menciptakan bangsa-bangsa; Ia
menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan, supaya beranak-cucu dan memenuhi
bumi ini (Kej. 1:27-28), sehingga Hawa disebut "ibu semua yang hidup"
(Kej. 3:20). Bangsa-bangsa baru muncul setelah air bah melalui keturunan dari
tiga anak Nuh--Sem, Ham dan Yafet--sekitar 4500 tahun lampau. Keluarga Nuh yang
terdiri atas delapan orang, istrinya ditambah tiga anak lelaki dan tiga
menantu, adalah satu-satunya keluarga yang bertahan hidup karena tinggal di
dalam bahtera sesuai dengan rencana Allah (Kej. 7:13; 2Ptr. 2:5), sementara
bumi ini seluruhnya diliputi air dan memusnahkan segala yang hidup dan bernyawa
(Kej. 6:17). Sebagian orang berkata bahwa air bah tersebut hanya terjadi secara
lokal saja, tetapi pendapat itu tidak didukung nalar. Kalau air bah hanya
terjadi di wilayah setempat dan tidak menggenangi seluruh bumi mestinya tidak
perlu harus membangun bahtera yang menyita waktu, tetapi cukup menyuruh
keluarga Nuh bermigrasi ke sebuah tempat yang aman. Selain itu, kalau air bah
hanya bersifat lokal, seharusnya tidak perlu menyelamatkan semua spesis hewan
dan unggas secara berpasang-pasangan (Kej. 6:19-20).
Adalah
menarik bahwa sekali waktu Yesus pernah seakan menolak untuk memenuhi
permohonan seorang wanita bangsa Kanaan agar Yesus menyembuhkan anaknya yang
kerasukan setan, dengan berkata: "Aku diutus hanya kepada domba-domba yang
hilang dari umat Israel" (Mat. 15:24). Sebelum itu, ketika mengutus
murid-murid-Nya pergi menginjil, Yesus juga berpesan: "Janganlah kamu
menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria,
melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel" (Mat.
10:5-6). Apakah Yesus kemudian berubah pikiran? Jawabnya, tidak! Sebab Yesus
sendiri telah menginjil kepada perempuan Samaria di sumur Yakub (Yoh. 4:7-15).
Namun, seperti kata rasul Paulus, injil itu memang datang dari orang Yahudi,
baru kemudian dari orang Yahudi kepada bangsa-bangsa lain (Rm. 1:16).
"Dari
mulanya pekabaran Kristus diperuntukan bagi setiap orang di mana saja. Pada
mulanya injil telah disampaikan ke seluruh dunia, karena injil itu berlaku
secara universil...Yesus, Kerinduan Bangsa-bangsa itu, tidak terbatas hanya
untuk satu kelompok. Keselamatan bisa saja dari orang Yahudi, tetapi itu untuk
semua orang. Pengikut-pengikut Kristus akan melampaui batas-batas nasional,
konflik-konflik internasional, perbedaan-perbedaan bahasa dan
kesulitan-kesulitan lain, karena Ia Sendiri yang sudah menetapkan pola
penginjilan lintas budaya" [alinea pertama: dua kalimat pertama dan tiga
kalimat terakhir].
1. JANJI
YANG DIGENAPI (Nubuatan Para Nabi)
Menjadi berkat bagi bangsa lain. Israel
(purba) adalah umat pilihan Tuhan atas perjanjian dengan Abraham, tetapi bukan
berarti hanya mereka saja yang hendak diselamatkan. Janji Allah kepada Abraham
ialah, "Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati
engkau serta membuat namamu masyhur; danengkau akan menjadi berkat" (Kej.
12:2; huruf miring ditambahkan). Allah memilih Israel dalam rangka
menyelamatkan umat manusia, dengan demikian keturunan Abraham itu dapat "menjadi
berkat" bagi dunia. Janji-janji ini diulangi kembali setelah Abraham lulus
dalam ujian paling berat, yaitu ketika dia diminta untuk mengorbankan Ishak,
anak perjanjian itu. "Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi
akan mendapat berkat,karena engkau mendengarkan firman-Ku" (Kej.
22:18; huruf miring ditambahkan). Berkat apa?
Dalam
tulisan nabi Yesaya kita menemukan petunjuk tentang rencana Allah atas bangsa
Israel yang akan menjadi terang bagi bangsa-bangsa lain, yaitu
"orang-orang asing yang menggabungkan diri kepada Tuhan untuk melayani
Dia, untuk mengasihi nama Tuhan dan untuk menjadi hamba-hamba-Nya" (Yes.
56:6). Israel akan menjadi bagaikan gunung Tuhan di mana "bangsa-bangsa
akan berduyun-duyun ke sana" untuk mendengar Tuhan yang akan mengajarkan
tentang jalan-jalan-Nya "sebab dari Sion akan keluar pengajaran, dan
firman Tuhan dari Yerusalem" (Mi. 4:1-2). Bahkan, Tuhan juga mengirim
hamba-hambaNya untuk mempertobatkan dan menyelamatkan bangsa kafir, misalnya
nabi Yunus yang menjadi missionaris ke Niniwe (Yun. 3:7-10).
"Nabi-nabi zaman purba menubuatkan pertobatan
bangsa-bangsa bukan Yahudi (Kafir) kepada iman yang didasarkan pada Kitabsuci.
Dewa-dewa kafir, penyembahan berhala, dan gaya hidup yang merusak akan
ditumbangkan oleh penyerahan kuat dan iman kepada Tuhan. Musuh-musuh Israel
akan berdatangan ke Yerusalem memohon untuk masuk, karena haus akan pengetahuan
rohani. Tugas Israel ialah untuk memashurkan undangan Allah yang universal
kepada bangsa-bangsa sekitar" [alinea pertama].
Tantangan orang Kristen.
Sesudah
Yesus naik ke surga murid-murid-Nya yang pertama dan rasul-rasul memenuhi tugas
untuk menyampaikan Kabar Baik tentang keselamatan kepada bangsa-bangsa kafir,
khususnya melalui Paulus yang memang telah dipilih Allah untuk menjadi
penginjil kepada orang kafir (Rm. 11:13). Dalam suatu audiensi dengan raja
Agripa, rasul Paulus bersaksi mengenai missi khususnya kepada orang-orang
kafir, yaitu "untuk membuka mata mereka, supaya mereka berbalik dari
kegelapan kepada terang dan dari kuasa Iblis kepada Allah, supaya
mereka...memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang
ditentukan untuk orang-orang yang dikuduskan" (Kis. 26:18). Di awal
suratnya kepada jemaat di Roma sang rasul juga mengidentifikasikan dirinya sebagai
pemberita injil dengan menulis, "Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang
dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah. Injil
itu telah dijanjikan-Nya sebelumnya dengan perantaraan nabi-nabi-Nya dalam
kitab-kitab suci" (Rm. 1:1-2).
Selain
Paulus, kita juga membaca tentang Filipus yang menginjil kepada menteri
keuangan Etiopia yang namanya tak disebutkan (Kis. 8:26-39). Petrus menjadi
missionaris ke Babel (1Ptr. 5:13) dan mungkin Turki di sebelah timur, tetapi
tidak ada indikasi bahwa dia pernah pergi ke Roma di sebelah barat seperti yang
diklaim oleh gereja Katolik Roma. Andreas juga pergi ke Turki (Asia Kecil)
terus ke Masedonia melalui Korintus dan terakhir mendarat di Patros di mana dia
mati sebagai syuhada. Yakobus menginjil sampai ke Spanyol, sedangkan Yohanes
menginjil dan menggembalakan jemaat-jemaat di Efesus dan sekitarnya. Matius
menginjil sampai ke Iran (Persia), sementara Bartolomeus bersama Filipus juga
berangkat ke Asia Kecil bahkan sampai ke wilayah yang sekarang dikenal sebagai
Azerbaijan dan mati di sana. Matias, murid yang dipilih oleh para murid untuk
menggantikan tempat Yudas Iskariot yang berkhianat (Kis. 1:23-26), pergi sampai
ke Armenia.
"Sayangnya, secara umum bukan seperti itulah
yang terjadi, sementara Israel menjadi sangat terfokus kepada diri sendiri
sehingga kehilangan pandangan akan tujuannya yang lebih besar, dan seringkali
kehilangan pandangan akan Allah yang telah memberikan kepada mereka begitu
banyak...Orang-orang Kristen zaman moderen menghadapi tantangan serupa. Akankah
mereka berkorban untuk memajukan injil, atau akankah mereka menjadi terfokus
kepada diri sendiri dan melupakan tujuan mereka yang lebih besar? Itu adalah
perangkap ke dalam mana kita lebih mudah terperosok daripada yang kita sadari"
[alinea keempat dan kelima].
Apa yang kita pelajari tentang
nubuatan para nabi perihal Israel sebagai sumber Kabar Baik?
1. Allah berniat menyelamatkan semua
bangsa, untuk itu Ia memilih keturunan Abraham sebagai saluran berkat
keselamatan. Rencana ini gagal karena bangsa Israel yang terlalu egois lebih
fokus pada diri sendiri. Bahkan nabi Yunus, missionaris yang berhasil, marah
karena bangsa Niniwe bertobat dan selamat (Yun. 4:1).
2. Meskipun secara umum bangsa Israel
gagal menjadi saluran berkat bagi bangsa lain, Kabar Baik tentang keselamatan
dapat menjangkau bangsa-bangsa lain melalui penginjilan secara orang per orang,
terutama melalui murid-murid Yesus dan para rasul yang mula-mula. Bagaimana pun
Kekristenan berhutang budi pada orang Yahudi dalam hal ini.
3. Sebagai orang Kristen kita
mengemban tugas yang sama dengan para rasul, yaitu menjangkau semua bangsa dan
menjadikan mereka murid-murid Yesus. Kita dapat melakukan itu tanpa harus
menjadi missionaris yang dikirim ke luar negeri, selama kita menjaga terang
kebenaran Kristus terus menyala dalam hidup kita dan di mana kita berada.
2. TANGGUNGJAWAB DAN KEUNTUNGAN
(Celakalah Kamu!)
Tanggungjawab sebagai orang Kristen.
Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum adalah tiga kota
di mana Yesus tercatat paling banyak mengajar dan mengadakan mujizat. Ketiga
kota ini sering dijuluki "Evangelical Triangle" (Segitiga
Penginjilan). Ketiganya adalah kota-kota Israel yang terdapat di wilayah
Galilea, yang dalam keadaan sekarang lebih tepat disebut desa atau kampung,
tapi pada abad pertama dapat dianggap sebagai kota karena jumlah penduduknya
yang lebih banyak dan lebih padat dibandingkan tempat-tempat lain. Khorazim
yang terkenal dengan tanahnya yang subur karena dekat dengan gunung berapi
terletak sekitar 3 Km sebelah utara Kapernaum, sedangkan Betsaida adalah kota
nelayan di pesisir danau Galilea yang juga berjarak sekitar 3 Km sebelah timur
Kapernaum. Betsaida adalah kampung asal dari Filipus, Petrus dan Andreas (Yoh.
1:43-45).
Pada
kesempatan lain Yesus menegaskan, "Setiap orang yang kepadanya banyak
diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak
dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut" (Luk. 12:48).
Di sini Yesus sedang menjawab pertanyaan Petrus setelah Guru mereka itu
berbicara mengenai kewaspadaan yang dituntut dari para pengikut-Nya dalam
menantikan kedatangan-Nya. Setiap terang kebenaran ilahi yang kita peroleh itu
harus dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Tuntutan yang logis dan cukup
adil.
"Kristus
ingin agar umat-Nya sendiri, yaitu mereka yang memiliki begitu banyak
keuntungan, supaya bangun sesuai dengan panggilan dan maksud mereka yang
sebenarnya sebagai satu umat. Ia ingin agar mereka melihat bahwa keselamatan,
sekalipun itu untuk bangsa pilihan, bukanlah sesuatu yang dibawa lahir.
Keselamatan tidak diturunkan melalui gen atau hak kelahiran. Itu adalah sesuatu
yang menuntut pilihan secara sadar untuk menerimanya, sebuah pilihan yang meski
bukan orang Israel pun bisa buat seperti yang telah mereka lakukan"
[alinea pertama].
Keuntungan sebagai orang Kristen.
Yesus
berkata, "Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari
kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan
mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu
gembala"(Yoh. 10:16; huruf miring ditambahkan). Apakah yang Yesus
maksudkan di sini ialah bahwa yang bakal masuk surga nanti bukan hanya orang
Kristen saja, tapi juga orang-orang lain yang bukan Kristen? Kalau begitu, apa
gunanya menjadi orang Kristen? Kalau tuntutan tanggungjawab "lebih
berat" pada orang Kristen, khususnya dalam hal penurutan dan kehidupan
yang menyerupai Kristus, lalu apa untungnya menjadi orang Kristen?
Petrus mempunyai kepedulian yang sama ketika
dia berkata kepada Tuhan Yesus, "Kami ini telah meninggalkan segala
sesuatu dan mengikut Engkau!" (Mrk. 10:28). Mungkin kalau dilanjutkan dia
akan bertanya, "Sekarang apa untungnya bagi kami?" Atas pernyataan
itu Yesus menanggapi bahwa bagi seseorang yang telah meninggalkan semuanya
"karena Aku dan dan karena injil" (ay. 29) maka orang itu "sekarang
pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat" (ay.
30; huruf miring ditambahkan). Tentu saja perkataan Yesus ini tidak harus
dipahami secara harfiah. Dalam Roma 8 rasul Paulus menyebut beberapa keuntungan
menjadi orang Kristen: Kebebasan dari hukuman dan kemerdekaan dari maut (ay.
1-2); tidak diperbudak oleh keinginan daging, tapi dikuasai oleh keinginan Roh
(ay. 6, 9); dibangkitkan dengan tubuh yang fana untuk diubahkan (ay. 11);
disebut sebagai anak-anak Allah (ay. 14-16); menjadi pewaris janji-janji Allah
(ay. 17); memperoleh kemuliaan sebagai anak-anak Allah yang membuat penderitaan
hidup sekarang ini menjadi tidak berarti (ay. 18, 21); Roh akan menyempurnakan
doa-doa kita (ay. 26-27); dipanggil, dibenarkan, dan dimuliakan (ay. 30); tidak
takut terhadap apapun dan siapapun karena Allah di pihak kita (ay. 31); tidak
ada kuasa apapun yang mampu memisahkan dari kasih Kristus (ay. 35-39).
"Sebagian orang mungkin memiliki banyak
keuntungan rohani yang orang lain tidak miliki, tetapi orang-orang yang
mempunyai keuntungan-keuntungan ini harus sadar bahwa apapun yang telah
diberikan kepada mereka itu semua adalah pemberian dari Allah untuk digunakan
demi kemuliaan-Nya dan bukan milik mereka sendiri" [alinea terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang
tanggungjawab dan keuntungan sebagai orang Kristen?
1. Menjadi orang Kristen adalah
suatu kesempatan istimewa oleh sebab pengalaman-pengalaman hidup kerohanian
yang tidak bakal dialami oleh mereka yang bukan pengikut Kristus. Tidak ada
orang yang memiliki pergumulan hidup seberat yang dialami oleh orang Kristen
yang taat dan setia, lalu menang.
2. Sementara menjadi pengikut Kristus
harus melalui ujian hidup bagaikan emas yang dimurnikan di dalam api, pada
waktu yang bersamaan orang Kristen juga memperoleh terang kebenaran ilahi yang
membuatnya lebih paham akan rencana dan maksud Allah pada nasib manusia dan apa
yang akan terjadi atas bumi ini kelak.
3. Orang dunia cenderung mengaitkan
segala sesuatu dengan keuntungan pribadi, tetapi orang Kristen sejati selalu
melihat dari sudut pandang pengorbanan. Seperti Paulus, orang Kristen akan
berkata, "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan"
(Flp. 1:21), dan "apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang
kuanggap rugi karena Kristus" (Flp. 3:7).
3. KEHIDUPAN YANG MENAMPILKAN YESUS ("Kami
Ingin Bertemu Dengan Yesus")
Kerinduan
beberapa orang Yunani.
Sambutan
massa yang mengelu-elukan Yesus saat memasuki kota Yerusalem hari itu sungguh
di luar dugaan siapapun. Sesungguhnya, kedatangan Yesus ke Yerusalem yang
gemilang itu sebelumnya sudah dinubuatkan oleh nabi Zakharia (baca Za. 9:9).
Sementara orang banyak menyambut Yesus dengan teriakan "Hosana!"
(artinya: Selamatlah sekarang), orang-orang Farisi menggerutu dan
menyaksikannya dengan resah. "Kamu lihat sendiri, bahwa kamu sama sekali
tidak berhasil, lihatlah, seluruh dunia datang mengikuti Dia" (Yoh.
12:19; huruf miring ditambahkan). Kegelisahan mereka dapat dimengerti, sebab
selain penduduk kota Yerusalem terdapat juga wisatawan-wisatawan mancanegara
yang menunjukkan kerinduan mereka untuk melihat Yesus. Kerinduan orang-orang
asing itu untuk melihat Yesus mengingatkan kita pada orang-orang Majus dari
timur yang sengaja datang jauh-jauh untuk melihat Yesus ketika Raja atas segala
raja itu baru lahir (Mat. 2:1-7), sementara penduduk setempat tidur lelap dalam
ketidaktahuan dan ketidakpedulian mereka.
Setelah
Filipus bersama Andreas menyampaikan hal itu kepada Yesus, Guru mereka itu
menanggapinya dengan berkata, "Telah tiba saatnya Anak Manusia
dimuliakan" (Yoh. 12:23). Sebelumnya, ketika saudara-saudara-Nya mendorong
Dia untuk pergi ke Yudea dan menunjukkan kepada masyarakat luas apa yang telah
dilakukan-Nya di kampung halaman-Nya, Yesus mengatakan, "Waktu-Ku belum
tiba" (Yoh. 7:6). Sekarang, Yesus menggunakan momentum tersebut sebagai
saat yang tepat, dan menjadikan kerinduan orang-orang Yunani itu sebagai tanda
bahwa pengorbanan penebusan-Nya yang segera dijalani-Nya itu akan diterima oleh
dunia.
"Di
antara orang banyak yang berkumpul untuk hari raya Paskah terdapat jemaah orang
Yunani. Perhatikan perkataan mereka kepada Filipus, 'Tuan, kami ingin bertemu
dengan Yesus.' Dalam perkataan lain, mereka ingin melihat Yesus. Mereka ingin
bersama-sama dengan Dia. Mereka ingin belajar dari Dia. Betapa sebuah kesaksian
kepada dunia perihal tabiat Kristus dan pekabaran-Nya! Tapi juga alangkah
menyedihkan bahwa orang-orang yang seharusnya mengatakan hal yang sama adalah
mereka yang ingin menghindari-Nya" [alinea kedua].
Mengikut Yesus dengan pengorbanan.
Perhatikan
kata-kata Yesus kemudian, "Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke
dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia
akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan
kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di
dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal" (Yoh.
12:24-25; huruf miring ditambahkan). Pada ayat 24 Yesus menggunakan
pengibaratan dari dunia tumbuhan, yaitu proses metabolisme perkecambahan benih
yang meliputi perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia. Jadi,
harus terjadi dulu "perubahan-perubahan" dalam diri seorang pengikut
Yesus baru dia bisa bertumbuh dan nantinya menjadi banyak dengan menghasilkan
buah-buah, dan perubahan itu disebut-Nya "mati." Pada ayat 25, Yesus
beralih kepada manusia yang harus bersedia "kehilangan nyawa" demi
untuk mendapatkan hidup kekal. Artinya, mengikut Yesus harus disertai dengan
kesediaan untuk berkorban, kalau perlu mengorbankan nyawa sekalipun.
Perkecembahan
benih dipengaruhi oleh faktor internal (benih itu sendiri) dan eksternal
(lingkungan sekitar). Tidak semua benih secara otomatis berkecambah lalu
bertumbuh dan berbuah, walaupun benih itu kelihatannya baik dan sehat. Dalam
biologi kondisi di mana benih yang sehat serta hidup (viable) dan
ditempatkan pada lingkungan yang memenuhi syarat tetapi tidak bertumbuh disebut
"dormansi benih." Seorang pengikut Kristus yang tidak mau berubah
dengan cara membiarkan dirinya "mati" juga akan mengalami dormansi,
dan bisa kita sebut sebagai "orang Kristen dorman" (orang Kristen
yang dari luar kelihatannya setia dan saleh tapi tidak bertumbuh). Yesus
berkata lagi, "Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana
Aku berada, di situpun pelayan-Ku akan berada. Barangsiapa melayani Aku, ia
akan dihormati Bapa" (ay. 26).
Pena
inspirasi menulis: "Kristus melihat bahwa tanah yang belum digarap harus
dibajak, tanah diolah dengan baik, benih yang baik ditabur dan dikerjakan
dengan teliti. Tidak menyenangkan bagi murid-murid untuk pasrah kepada hal ini.
Banyak pengaruh yang berlawanan telah berusaha membingungkan dan mengaburkan
pikiran mereka. Tetapi dengan hikmat yang Kristus sampaikan tentang masa
depan-Nya, dengan ilustrasi dari benda-benda alam, maka murid-murid bisa
mengerti bahwa missi-Nya harus digenapi oleh kematian-Nya...Apabila benih
gandum jatuh ke tanah dan mati ia akan bertumbuh dan menghasilkan buah.
Demikianlah kematian Kristus akan menghasilkan buah bagi kerajaan Allah.
Kehidupan harus menjadi hasil dari kematian-Nya, persis seperti halnya hukum
dunia tumbuhan" (Ellen G. White, Signs of the Times, 1
Juli 1897).
Apa yang kita pelajari tentang maksud
kematian Yesus demi keselamatan dunia?
1. Selain penduduk kota Yerusalem
terdapat pula pendatang-pendatang asing ingin menyambut Kristus karena sudah
mendengar perihal pengajaran dan perbuatan-Nya, maka mereka pun ingin bertemu dengan
Dia. Kebaikan tidak selamanya tersembunyi dan ditutup-tutupi.
2. Sementara anda dan saya
beraktivitas sehari-hari dan bergaul di tengah masyarakat, kesan apa yang
orang-orang lain dapatkan tentang Kekristenan melalui hidup kita? Apakah mereka
menjadi tertarik untuk "bertemu dengan Yesus" karena sangat terkesan
dengan tingkah laku dan gaya hidup kita?
3. Kekristenan adalah jubah yang kita
kenakan, baik di ruang tertutup maupun di depan umum. Kekristenan sesungguhnya
adalah manifestasi dari perubahan hati, mati bagi diri sendiri untuk hidup bagi
Yesus. Kekristenan adalah kehidupan penuh pengorbanan supaya bertumbuh dan
berbuah.
4. "SIAPAKAH SESAMAKU
MANUSIA?" (Meruntuhkan Penghalang)
Israel sebagai anak manja.
Bangsa
Israel mungkin terlalu terbuai dengan keistimewaan mereka yang terus bergaung
dari generasi ke generasi. "Sebab engkaulah umat yang kudus bagi TUHAN,
Allahmu; engkaulah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari
segala bangsa di atas muka bumi untuk menjadi umat kesayangan-Nya" (Ul.
7:6; huruf miring ditambahkan). Status yang istimewa ini adalah sebuah
keuntungan yang jika dimanfaatkan dengan maksud yang sebenarnya akan membuat
mereka menjadi saluran berkat Tuhan, tetapi di sisi lain itu dapat menjadi
jerat yang menjerumuskan bilamana mereka menjadikannya sebagai alasan untuk
kesombongan dan keunggulan. Israel adalah ibarat anak manja yang egoistis,
merasa diri selalu benar, tidak dewasa, dan berpikiran picik.
Mentalitas
yang merasa diri lebih unggul itu tercermin dari ucapan seorang ahli Taurat
yang hendak mencobai Yesus, "Dan siapakah sesamaku manusia?" (Luk.
10:29). Terhadap pertanyaan itu Yesus kemudian mengutarakan sebuah perumpamaan
tentang orang Samaria yang baik hati yang tanpa pamrih bersedia menolong orang
Yahudi yang dirampok itu, seorang dari bangsa yang selalu menganggap orang
Samaria itu lebih rendah. Seseorang yang memiliki sikap mental seperti orang
Farisi yang sombong itu senantiasa kegerahan ketika berhadapan dengan Yesus
yang rendah hati dan tulus, itulah sebabnya mereka menolak Dia. Sifat Yesus
yang lemah lembut dan rendah hati itu tidak terdapat dalam kamus kehidupan
orang Yahudi, dan ketika Yesus berkata kepadanya, "Pergilah, dan
perbuatlah demikian!" (ay. 37), dia merasa tersinggung dan berlalu.
"Kembali, ironi yang mengerikan ialah
bahwa mereka yang seharusnya berdiri di garis depan untuk menerima Dia dan
pekabaran-Nya ternyata adalah orang-orang yang menentang Dia paling keras.
Imam-imam Israel mencaci Putra Allah ketika bukan orang-orang Israel yang
menerima Dia sebagai Mesias. Betapa sebuah pelajaran yang dahsyat dan bijaksana
di sini bagi orang-orang yang menganggap diri mereka (mungkin disertai
pembenaran) diuntungkan secara rohani!" [alinea pertama: tiga kalimat
terakhir].
Kasih mengalahkan pertimbangan.
Seperti
juga imam dan orang Lewi dalam perumpamaan Yesus tersebut, orang Samaria itu
pun mempunyai alasan-alasan yang sama untuk tidak berhenti dan menolong korban
perampokan yang terkapar di pinggir jalan itu. Takut menjadi korban berikutnya,
sedang terburu-buru dan tidak ada waktu, harus mengeluarkan biaya untuk
pertolongan, dan sebagainya. Bahkan, orang Samaria itu mempunyai alasan lebih
kuat lagi yang tidak dimiliki imam dan orang Lewi itu: korban mungkin adalah
orang Yahudi yang memusuhi orang Samaria! Tetapi rasa kasih terhadap sesama
manusia di dalam hati orang Samaria itu lebih besar daripada
pertimbangan-pertimbangan pribadi yang egoistis.
"Orang asing yang dianggap rendah itu,
seorang Samaria, dengan bersungguh-sungguh telah menentang prasangka etnis dan
menyelamatkan hidup orang yang tak dikenal. Sungguh sebuah teguran pedas
terhadap semua orang yang meremehkan dan mencibir seseorang yang memerlukan
pertolongan hanya karena orang itu bukan berasal dari latar belakang etnis,
sosial, dan budaya mereka" [alinea terakhir: dua kalimat terakhir].
Pena inspirasi menulis:
"Pemimpin-pemimpin Yahudi itu dipenuhi dengan kesombongan rohani.
Kerinduan mereka akan pemujaan diri dimanifestasikan bahkan dalam
upacara-upacara di Bait Suci. Mereka suka akan kedudukan-kedudukan yang paling
tinggi di sinagog-sinagog serta pujian manusia. Mereka menyukai sapaan-sapaan
di pasar, dan puas dengan sebutan gelar-gelar mereka di bibir manusia.
Sementara kesalehan yang sebenarnya merosot, mereka menjadi lebih cemburu akan
tradisi-tradisi dan upacara-upacara mereka. Bukankah kita melihat kebusukan
yang sama dalam gereja Kristen sekarang ini?" (Ellen G. White, Review
and Herald, 7 Februari 1888).
Apa yang kita pelajari tentang
mentalitas para pemimpin agama Yahudi purba?
1. Bangsa Israel purba, utamanya para
pemimpin agama mereka, membanggakan status mereka sebagai "bangsa
pilihan" dan "umat kesayangan" Tuhan sehingga meremehkan
bangsa-bangsa lain. Bukankah sikap mental yang sama terkadang muncul dari
sebagian kita, karena merasa sebagai "umat pilihan"?
2. Yesus lahir di tengah bangsa
Israel, sebagai bagian dari mereka, tetapi Dia ditolak karena Yesus menampilkan
sifat dan sikap yang rendah hati hal mana sangat berbeda dari kebanyakan
mereka. Prasangka-prasangka pribadi bisa lebih tajam daripada
prasangka-prasangka etnis dan perbedaan latar belakang sosial.
3. Kekristenan adalah kasih, dan kasih
adalah kekristenan. Orang Kristen tanpa kasih bukanlah orang Kristen. Tapi
seringkali kasih itu hanya sekadar pengetahuan teoretis seperti ditunjukkan
oleh orang Farisi itu yang hanya fasih menghafalkannya (Luk. 10:27), tapi
kemudian berkelit saat dituntut untuk mempraktikannya (ay. 28-29).
5. KEWAJIBAN MURID-MURID MASA KINI
(Perintah Agung)
Pekabaran yang dinubuatkan.
Saya selalu
mengatakan bahwa bagi orang Kristen peribadatan dan penginjilan adalah bagaikan
dua sisi dari satu mata uang, menyatu dan tak dapat dipisahkan. Bagi setiap
orang Kristen penginjilan bersifat wajib serta pribadi, itu bukan pilihan dan
tidak dapat diwakilkan kepada orang lain. Penginjilan ialah memberitakan Injil,
yaitu Kabar Baik, bahwa Yesus Kristus sudah mati untuk menebus dosa umat
manusia demi menyediakan keselamatan bagi setiap orang yang percaya (Yoh.
3:16). Yesus adalah "Taruk dari pangkal Isai" (BIMK: "Raja dari
keturunan Daud") yang dinubuatkan oleh nabi Yesaya (Rm. 15:12; bd. Yes.
11:10). Dalam melaksanakan penginjilan kita tidak bergantung pada kemampuan
diri sendiri, melainkan oleh kuasa Roh Kudus (Kis. 1:7-8).
Adalah menarik bahwa imam besar Kayafas saat
berbicara di hadapan Mahkamah Agama yang membahas laporan tentang Yesus Kristus
telah berkata begini: "Kamu tidak tahu apa-apa, dan kamu tidak insaf,
bahwa lebih berguna bagimu jika satu orang mati untuk bangsa
kita dari pada seluruh bangsa kita ini binasa" (Yoh. 11:49-50; huruf
miring ditambahkan). Kalau tidak ada penjelasan tentang latar belakang
pernyataan ini, bahwa perkataan itu bukan pendapat pribadi melainkan dia sedang
"bernubuat" tentang Yesus yang akan "mati untuk bangsa itu, dan
bukan untuk bangsa itu saja" (ay. 51-52), barangkali orang bisa menyangka
bahwa Kayafas berniat mengorbankan Yesus sebagai tumbal demi menyelamatkan
mereka semua dari kemungkinan dijarah oleh orang-orang Roma (baca ay. 48).
Namun penjelasan Yohanes mempertegas bahwa ucapan itu merupakan "nubuatan
yang tak disadari" (unconscious prophecy), itu bukan dari
diri Kayafas sebagai pribadi melainkan dia sebagai Imam Besar. Ini mengingatkan
kita akan Bileam yang disewa raja Moab untuk mengutuki bangsa Israel, tapi oleh
pengendalian Allah gantinya mengutuk dia malah memberkati Israel (Yos. 24:9-10;
Neh. 13:2).
"Pekerjaan Allah yang terakhir belum
lengkap sampai injil kekal yang dinyatakan dalam pekabaran tiga malaikat yang
terdapat dalam Wahyu 14 itu sudah melintasi setiap perbatasan ras, etnis,
bangsa, dan batas negara. Tanpa menyingkapkan waktunya yang tepat, Kitabsuci
dengan tegas menyatakan bahwa injil ini akan menjangkau seantero dunia.
Kemenangan Allah dan pengumandangannya dipastikan" [alinea pertama].
Pekabaran segala zaman.
Ketika
Yesus memerintahkan kepada murid-murid untuk pergi "jadikanlah semua
bangsa murid-Ku...dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah
Kuperintahkan" (Mat. 28:19-20), sebuah perintah yang dikenal sebagai
"Perintah Agung" yang diucapkan-Nya 2000 tahun silam, penduduk dunia
belum sepadat sekarang dan jumlah bangsa-bangsa yang ada waktu itu jauh lebih
sedikit. Namun Yesus tentu telah melihat jauh ke depan bahwa jumlah manusia
akan terus meningkat dan bangsa-bangsa akan bertambah banyak. Sudah tentu
penginjilan semesta tidak mungkin hanya dilakukan oleh murid-murid-Nya pada
waktu itu, jadi perintah Yesus itu ditujukan juga kepada semua murid-murid-Nya
dari zaman ke zaman hingga saat ini.
Pena inspirasi menulis: "Perintah yang
diberikan kepada murid-murid pertama itu diberikan kepada mereka yang pada
zaman akhir ini telah menerima terang yang lebih besar dari surga. Adalah
kehendak Allah bahwa semua bangsa dibangunkan kepada pertobatan dan penurutan
oleh pekerjaan Roh Kudus. Pekabaran kasih karunia yang menyelamatkan harus
dikhotbahkan kepada segala bangsa dan kaum dan bahasa dan masyarakat. Biarlah
setiap jiwa sekarang menuruti gerakan-gerakan Roh Allah; biarlah kebenaran maju
bagaikan sebuah lampu yang menyala" (Ellen G. White, Review and
Herald, 11 Maret 1909).
"Apa yang sedang kita lakukan untuk
menjangkau orang-orang lain, siapa pun dan di mana pun mereka? Sangat
disayangkan bahwa sebagian umat percaya membiarkan perilaku rasial, prasangka
kultural, dan penghalang-penghalang sosial rancangan setan untuk menghalangi
mereka mengumandangkan injil dengan bersemangat ketika sesama umat percaya
lainnya tersebar di seluruh dunia, rela mengorbankan hidup mereka supaya injil
itu bisa dikhotbahkan" [alinea kedua: dua kalimat terakhir].
Apa yang kita pelajari tentang
"perintah agung" Yesus?
1. Kematian Yesus Kristus sebagai
kurban tebusan dosa manusia adalah kehendak Allah dan dinubuatkan oleh
nabi-nabi. Imam besar Kayafas mengulangi nubuatan itu atas dorongan Roh Kudus
di luar kehendaknya sendiri. Allah berkuasa mengendalikan pikiran dan mulut
manusia untuk melaksanakan maksud-Nya.
2. Nubuatan tentang "pekabaran
tiga malaikat" dalam Wahyu 14 adalah nubuatan yang menopang "Perintah
Agung" Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya sepanjang zaman. Pekabaran
Tiga Malaikat adalah missi dari Gereja MAHK, dan seharusnya itu adalah sukma
(ruh) dari setiap anggota jemaatnya.
3. Pekabaran Injil tidak pernah
menjadi usang atau ketinggalan zaman, dan selalu relevan bagi semua orang dari
masa ke masa. Itulah sebabnya, sebagaimana murid-murid Yesus yang pertama telah
menginjil dengan penuh semangat dan pengorbanan, demikianlah hendaknya
murid-murid Yesus pada zaman ini.
PENUTUP
Sesama kita manusia.
Kebiasaan
untuk membeda-bedakan orang adalah suatu kebiasaan yang bertentangan dengan
gagasan penginjilan, dan dengan demikian berlawanan dengan maksud dari Perintah
Agung yang Yesus amanatkan itu. Orang Kristen tidak selayaknya memiliki atau
memelihara sikap dikotomi dalam pelaksanaan penginjilan.
"Kristus sudah tunjukkan bahwa sesama
kita manusia bukan berarti hanyalah seseorang dari gereja kita atau iman yang
sama dengan kita. Tidak ada acuan perbedaan ras, warna kulit, atau golongan.
Sesama kita manusia ialah setiap orang yang memerlukan pertolongan kita. Sesama
kita manusia ialah setiap jiwa yang terluka dan disakiti oleh musuh. Sesama
kita manusia ialah setiap orang yang merupakan milik Allah" [alinea kedua:
lima kalimat terakhir].
Ketika menjawab pertanyaan menjebak dari
seorang ahli Taurat, perihal hukum mana yang terbesar, Yesus menyebutkan
tentang hukum kembar, dua tapi satu: kasih vertikal terhadap Tuhan dan kasih
horisontal terhadap sesama manusia (baca Mat. 22:35-40). Kata Grika yang
diterjemahkan dengan "sesama manusia" di sini adalah plēsion yang
dapat diartikan sebagai tetangga (neighbour) seperti yang
digunakan dalam Alkitab versi King James. Dalam tradisi Yahudi "sesama
manusia" (Ibrani: rā'-ah) itu adalah "orang-orang
sebangsamu" yang dalam hal ini adalah sesama orang Israel (baca Im. 19:18).
Tetapi perintah Yesus melampaui batas-batas kebangsaan yang sempit seperti itu,
dengan menerapkan makna baru tentang "sesama manusia" yang meliputi
setiap orang dari segala bangsa.
"Atau adakah Allah hanya Allah orang
Yahudi saja? Bukankah Ia juga adalah Allah bangsa-bangsa lain? Ya, benar. Ia
juga adalah Allah bangsa-bangsa lain!" (Rm. 3:29).
DAFTAR PUSTAKA:
1.
Dan Solis, PEMURIDAN -Pedoman
Pendalaman Alkitab SSD, Indonesia
Publishing House, Januari - Maret 2014.
2.
Loddy Lintong, California, U.S.A-Face
Book.