PENDAHULUAN
Menunggu Tuhan bertindak. Apa yang anda rasakan ketika menonton siaran TV atau membaca koran yang memberitakan tentang pemerkosaan, penodongan, pemerasan, bahkan penganiayaan dan pembunuhan serta berbagai tindak kriminalitas lainnya, yang sering menjadikan orang-orang yang lemah dan tak bersalah sebagai korban? Bagaimana perasaan anda tatkala menyaksikan tayangan atau membaca berita perihal tindak korupsi, manipulasi, dan perbuatan semena-mena yang dilakukan oleh oknum-oknum pejabat dan politisi sehingga negara dirugikan dan rakyat banyak diterlantarkan? Kecewa, marah, mengumpat bahkan menghujat adalah reaksi yang mungkin muncul secara spontan dari kebanyakan di antara kita. Lalu, setelah capai menggeleng kepala dan kehabisan nafas karena terus-menerus menyumpahi, kita termenung dan bertanya-tanya dalam hati: Mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi, dan sampai kapan? Kira-kira seperti itulah perasaan yang menggayut di dada nabi Habakuk.
Habakuk diperkirakan mulai melayani sebagai nabi Tuhan sesudah kejatuhan Niniwe, ibukota kerajaan Asyur (612 SM) dan sebelum kebangkitan kerajaan Neo-Babilon di bawah raja Nebukadnezar (605 SM), mungkin sekitar tahun 607 SM bertepatan dengan permulaan masa pemerintahan raja Yoyakim di Yehuda. Yoyakim adalah putra raja Yosia (640-608 SM), yang nama aslinya Elyakim. Ketika raja Nekho dari Mesir menyerang Yerusalem dan menawan raja Yoahas--putra Yosia lainnya yang diangkat oleh rakyat, tapi hanya berkuasa selama tiga bulan (2Raj. 23:30-31)--Elyakim, adik Yoahas, ditunjuk menjadi penguasa baru di Yehuda dan namaya diganti jadi Yoyakim (ay. 33-34). Tidak seperti ayah mereka "yang benar di mata Tuhan dan hidup sama seperti Daud, bapa leluhurnya" (2Raj. 22:2), Yoahas dan Elyakim (=Yoyakim) berkelakuan jahat dalam pemandangan Tuhan. Sesudah raja Nekho dari Mesir dikalahkan oleh raja Nebukadnezar dalam pertempuran di dekat Karkemis (Yer. 46:2), menyusul tunduknya Asyur sebelumnya, kerajaan Babilon pun tampil sebagai negara adidaya satu-satunya.
Sebelum dipanggil menjadi nabi, Habakuk sudah mengalami hidup di masa pemerintahan raja Yosia yang taat dan telah membawah seluruh rakyat Yehuda untuk beribadah dengan setia kepada Allah yang benar. Sang nabi merasakan suasana yang terbalik setelah Yoyakim berkuasa, di mana kekerasan dan penindasan adalah pemandangan sehari-hari. Sehingga di dalam doanya dia berseru, "Ya TUHAN, sampai kapan aku harus berseru meminta pertolongan? Kapan Engkau akan mendengar dan menyelamatkan kami dari penindasan? Mengapa Kau biarkan aku melihat begitu banyak kejahatan? Masakan Engkau tahan melihat begitu banyak pelanggaran?" (Hab. 1:2-3, BIMK).
Sangat sering kita menyaksikan di sekeliling kita keadaan seperti yang disaksikan oleh Habakuk, dan sangat sering pula hati kita dibalut dengan perasaan seperti yang dirasakan oleh sang nabi sehingga kita pun seringkali berseru kepada Tuhan dalam doa yang sama seperti itu. "Seperti kita, Habakuk menyaksikan ketidakadilan, kekerasan, dan kejahatan. Gawatnya lagi, Allah kelihatannya membisu di tengah semua itu, meskipun Dia meminta Habakuk untuk percaya pada janji-janji-Nya...Seperti Habakuk, kita harus menunggu dalam iman sampai pada waktu bilamana 'bumi akan penuh dengan pengetahuan tentang kemuliaan TUHAN, seperti air yang menutupi dasar laut' (Hab. 2:14)" [alinea kedua; dan alinea ketiga: kalimat terakhir].
Kitab Habakuk bisa disebut sebagai "kitab doa" yang dapat dibagi ke dalam tiga bagian: 1. Doa memohon keadilan Allah atas Yehuda (1:1-11); 2. Doa mempertanyakan keadilan Allah (1:12--2:20); dan 3. Doa memohon kemurahan Allah di masa yang sukar (3:1-19). Oleh sebab bagian terakhir ini, yaitu pasal 3, dimulai dan ditutup dengan "tanda nada" (ay. 1) serta keterangan penggunaannya sebagai "lirik lagu" (ay. 19), banyak penyelidik Alkitab yang menduga bahwa Habakuk juga tergolong anggota "koor jemaat" yang bertugas menyanyikan lagu-lagu pujian di kaabah yang keberadaannya sudah sejak zaman pemerintahan raja Daud (1Taw. 25:1-8). Atau, setidaknya bagian ini telah digunakan sebagai syair untuk sebuah kidung yang dinyanyikan di kaabah. Nama Habakuk (Ibr.: חֲבַקּוּק, Chabaqquwq) berasal dari kata-kerja yang dalam bahasa Ibrani berarti merangkul atau bergumul, sehingga kemungkinan besar namanya itu menyandang makna "Dia yang merangkul" atau "Dia yang bergumul."
1.
MENGAPA
TUHAN MEMBIARKAN KEKEJAMAN? (Nabi yang Bingung)
Kegundahan Habakuk. Lazimnya
seorang nabi adalah jurukabar atau jurubicara Allah yang menyampaikan
pesan-pesan atau pekabaran Tuhan kepada manusia, tetapi Habakuk seolah-olah
berbicara untuk rakyat Yehuda yang tertindas. Kitabnya diawali dengan keterangan,
"Inilah pesan yang dinyatakan oleh TUHAN kepada Nabi Habakuk" (Hab.
1:1, BIMK), namun ayat berikutnya justeru adalah seruan yang ditujukan kepada
Tuhan. "Berapa lama lagi, Tuhan, aku berteriak, tetapi tidak Kau
dengar...?" (ay. 2).Sangat kentara di sini bahwa Habakuk merasa tertekan dengan situasi di Yehuda yang bergelimang kejahatan dan kekejaman. Tekanan batin tersebut sekarang jadi bertambah berat lagi sebab Allah membebani nabi itu dengan kewajiban untuk menyampaikan hukuman-Nya yang segera menimpa negeri itu. Sebagian orang Yehuda sudah mengalami penindasan kejam oleh sesama bangsanya, sekarang Tuhan akan mendatangkan lagi penindasan yang berasal dari bangsa kafir terhadap umat-Nya. Apakah ini berarti penindasan atas penindasan, tapi yang menjadi korban adalah orang-orang yang itu-itu juga?
"Sebagai seorang nabi, Habakuk mengetahui dengan baik betapa besar Allah mengasihi keadilan dan membenci penindasan; jadi, dia ingin tahu mengapa Allah membiarkan ketidakadilan itu berlanjut. Di sekelilingnya dia memperhatikan kekejaman dan pelanggaran hukum, dan kelihatannya orang fasik menang atas orang benar. Keadilan sedang dirusak oleh yang kuat, seperti pada zaman Amos (Am. 2:6-8), dan seperti juga sekarang ini yang begitu sering terjadi" [alinea ketiga].
Protes Habakuk. Sesungguhnya Tuhan tidak berdiam diri melihat kekejaman dan kekerasan manusia. Allah mengilhami Habakuk dan memperlihatkan apa yang bakal terjadi. "Lihatlah di antara bangsa-bangsa dan perhatikanlah, jadilah heran dan tercengang-cengang, sebab Aku melakukan suatu pekerjaan dalam zamanmu yang tidak akan kamu percayai jika diceriterakan" (Hab. 1:5). Selanjutnya Tuhan menyingkapkan kepada nabi itu ciri-ciri kedahsyatan dari kerajaan Babel, yaitu orang-orang Kasdim, yang segera akan dikirim-Nya untuk menghukum Yehuda (ay. 6-10).
Tetapi pemberitahuan tentang hukuman Tuhan itu sama sekali di luar dugaan Habakuk. Nabi itu sama sekali tidak percaya bahwa Tuhan akan menggunakan bangsa kafir untuk memberi pelajaran kepada umat-Nya, apalagi itu adalah tentara Babilon yang sangat tersohor kekejamannya. Itulah sebabnya sang nabi berkata kepada Tuhan, "Bukankah Engkau, ya TUHAN, dari dahulu Allahku, Yang Mahakudus? Tidak akan mati kami. Ya TUHAN, telah Kau tetapkan dia untuk menghukumkan; ya Gunung Batu, telah Kau tentukan dia untuk menyiksa" (ay. 12). Lalu, dengan nada setengah memohon, seakan hendak mengingatkan Tuhan mengenai keputusan-Nya untuk menggunakan tentara kafir, nabi itu bertanya, "Engkau berdiam diri, apabila orang fasik menelan orang yang lebih benar dari dia?" (ay. 13). Habakuk memprotes Tuhan, mengapa orang yang lebih jahat (Babilon) menghukum orang yang lebih benar (Yehuda)!
"Kesombongan Babilon yang kejam tidak mengenal rasa tanggungjawab, tidak perlu pertobatan, tidak memberi perbaikan. Bangsa itu melanggar tatanan yang paling mendasar dari kehidupan yang diciptakan. Kepada Habakuk telah diberitahukan bahwa pasukan Babilon akan digunakan sebagai sebuah 'tongkat amarah-Ku (Tuhan)' (Yes. 10:5). Pehukuman itu akan berlangsung dalam masa kehidupan Habakuk (Hab. 1:5). Situasi ini kian memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang lebih sulit lagi tentang keadilan ilahi" [alinea terakhir].
Tampaknya salah satu pola penghakiman Allah adalah menggunakan bangsa kafir yang lebih kuat dan lebih jahat untuk menghukum Israel purba. Tindakan hukuman seperti itu sudah sering dilakukan Tuhan atas mereka, di samping dengan cara mendatangkan bencana berupa hama yang memusnahkan hasil panen mereka. Kenyataan ini mendatangkan suatu pemikiran pada kita dewasa ini, apakah Tuhan juga masih memberlakukan cara pehukuman yang sama atas umat-Nya yang berdosa di zaman akhir, dengan membiarkan orang-orang "kafir" untuk menyesah dan mendatangkan kesusahan pada umat-Nya yang berbuat kejahatan?
Pena inspirasi menulis: "Mungkinkah Tuhan hendak menghindar dari maksud yang diakui-Nya untuk membawa kelepasan kepada orang-orang yang menaruh kepercayaan mereka kepada-Nya? Dengan kenyataan tentang penganiayaan orang-orang benar yang lama berlangsung, dan orang-orang jahat yang tampaknya makmur, dapatkah mereka yang tetap setia kepada Allah mengharapkan hari-hari yang lebih baik?" (Ellen G. White, Prophets and Kings, hlm. 385).
Apa yang kita pelajari tentang kebingungan Habakuk?
1. Habakuk sangat gemas dengan segala kekejaman dan penindasan yang terjadi di kalangan bangsa Yehuda. Karena kejahatan itu telah lama berlangsung, sang nabi merasa seolah-olah Tuhan berdiam diri dan membiarkan semua itu. Seperti Habakuk, kita juga sering salah menafsirkan Tuhan.
2. Meski Habakuk ingin Tuhan segera bertindak mengakhiri kejahatan Yehuda, dia tidak setuju dengan rencana Allah untuk menggunakan kerajaan kafir Babilon. Alasannya sangat masuk akal, orang yang lebih jahat tidak bisa menghukum orang yang lebih benar.
3. Tetapi hukuman terhadap dosa manusia adalah hak prerogatif Allah. Kejahatan dan pendurhakaan harus diberi sangsi, bagaimana pun caranya. Hal yang harus kita yakini ialah bahwa hukuman Tuhan selalu didasarkan atas keadilan-Nya dan didorong oleh kasih-Nya.
2. DOKTRIN ALKITAB TENTANG KESELAMATAN (Hidup oleh Iman)
Tuhan menjawab. Habakuk keliru. Tuhan bukan berdiam diri atau membiarkan kejahatan Yehuda, tetapi Dia sedang merancang suatu penghakiman yang akan membuat sang nabi tercengang-cengang. Tuhan berkata kepada nabi itu: "Ukirlah dengan jelas pada kepingan tanah liat apa yang Kunyatakan kepadamu, supaya dapat dibaca dengan mudah. Catatlah itu, sebab sekarang belum waktunya. Tetapi saat itu segera tiba, dan apa yang Kunyatakan kepadamu pasti akan terjadi. Meskipun tampaknya masih lama, tetapi tunggu saja! Saat itu pasti akan datang dan tak akan ditunda" (Hab. 2:2-3, BIMK).
Meskipun hukuman Tuhan atas Yehuda itu pasti, tetapi tidak akan berlaku secara merata kepada seluruh bangsa tanpa pandang buluh. "Sesungguhnya," Allah menambahkan, "orang yang membusungkan dada tidak lurus hatinya, tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya" (ay. 4; huruf miring ditambahkan). Ini adalah kabar baik bagi orang-orang Yehuda yang setia; inilah bukti dari keadilan Allah. Penegasan ini juga untuk menghapus kegundahan Habakuk, dan sekaligus melegakan hati orang-orang yang setia tapi tertindas.
"Habakuk 2:2-4 adalah salah satu bagian yang terpenting dalam Alkitab. Ayat 4, khususnya, menyatakan inti dari injil, bisa dikatakan bahwa berdasarkan ayat inilah mulainya Reformasi Protestan. Melalui iman Yesus Kristus kita menerima kebenaran Allah; kita dikreditkan dengan kebenaran dari Allah sendiri. Kebenaran-Nya menjadi milik kita. Inilah yang dikenal dengan pembenaran oleh iman" [alinea ketiga].
Doktrin keselamatan. Frase (anak kalimat) yang terakhir dari ayat 4 di atas tampaknya menjadi doktrin keselamatan yang juga diajarkan oleh Paulus. Setidaknya tiga kali tulisan nabi Habakuk tersebut dikutip dalam Perjanjian Baru sebagai penegasan terhadap doktrin gereja Kristen perihal keselamatan, yaitu "orang benar akan hidup oleh iman." Dua kali oleh Paulus, rasul dan inspirator besar Kekristenan (Rm. 1:17; Gal. 3:11), dan satu kali oleh penulis kitab Ibrani (Ibr. 10:38). [Sampai sekarang belum ada kesepakatan di kalangan pakar peneliti Alkitab perihal siapa penulis kitab Ibrani, dengan kemungkinannya antara Barnabas, Lukas, Apolos, atau Paulus.] Namun, seperti kata Martin Luther, "Kita selamat hanya oleh iman saja, tetapi iman itu tidak datang sendirian." Maksudnya, iman selalu disertai dengan perbuatan (Yak. 2:14, 17, 22, 26; 1Tes. 1:2). Iman adalah apa yang kita percayai, kesetiaan adalah berbuat berdasarkan apa yang kita percayai.
"Di tengah segala kekacauan dan pertanyaan-pertanyaan tentang kejahatan, keadilan, dan keselamatan ini, Habakuk 2:4 menyajikan suatu perbandingan yang tajam antara orang yang setia dengan orang yang sombong. Kelakuan masing-masing kelompok menentukan nasibnya: orang sombong akan gagal sedangkan orang benar akan hidup oleh iman" [alinea terakhir: dua kalimat pertama].
Pena inspirasi menulis: "Banyak orang tidak menggunakan iman yang merupakan kesempatan istimewa dan kewajiban mereka untuk melatihnya, seringkali menunggu perasaan yang hanya iman saja bisa berikan. Perasaan bukanlah iman; keduanya berbeda. Iman adalah bagian kita untuk dilatih, tetapi perasaan sukacita dan berkat adalah bagian Allah untuk diberikan. Kasih karunia Allah datang kepada kita melalui saluran iman yang hidup, dan iman itu berada dalam wewenang kita untuk dilatih" (Ellen G. White, God's Amazing Grace, hlm. 207).
Apa yang kita pelajari tentang "hidup oleh iman" sebagai doktrin keselamatan?
1. Keraguan Habakuk tentang sikap Allah terhadap dosa Yehuda terjawab setelah Allah menyatakan niat-Nya untuk menghukum umat itu. Di sini nabi itu belajar bahwa Tuhan tidak pernah bertindak terlambat ataupun terlalu cepat dalam berurusan dengan manusia.
2. Melalui nabi Habakuk, Allah mengajarkan kepada kita tentang doktrin keselamatan yang berlaku secara universil dan abadi, yaitu bahwa setiap orang akan "hidup oleh percaya" atau "diselamatkan oleh iman." Sebaliknya, Tuhan tidak berkenan pada orang yang menyombongkan kebenarannya sendiri.
3. Kesombongan adalah salah satu kebencian di mata Tuhan (Ams. 6:16-17), tetapi orang yang rendah hati dimahkotai Allah dengan keselamatan (Mzm. 149:4). Sebab orang-orang yang rendah hati itu mudah diajar (Mzm. 25:9), dan mereka mengandalkan perlindungan dalam nama Tuhan (Zef. 3:12).
3. BERDIAM DIRILAH DI HADAPAN-NYA (Sebab Bumi Akan Dipenuhi--Habakuk 2)
Hukuman Allah atas para penindas. Inilah kutukan Allah terhadap orang-orang serakah yang memperkaya diri dengan menindas orang lain (ayat-ayat dikutip dari Alkitab versi "Bahasa Indonesia Masa Kini" untuk lebih jelas dan mudah dimengerti):
"Musuh-musuhmu akan datang dan membuat engkau ketakutan. Mereka akan merampok hartamu!" (Hab. 2:7, BIMK; huruf miring ditambahkan); "Engkau memperkaya keluargamu dengan keuntungan yang kau peroleh secara kejam, supaya rumahmu sendiri aman dan terhindar dari kesusahan dan bencana. Tetapi rencanamu itu hanya membawa malu bagi keluargamu" (ay. 9-10, BIMK; huruf miring ditambahkan); "...segala sesuatu yang mereka dirikan habis ditelan api. Semua itu adalah kehendak TUHAN Yang Mahakuasa" (ay. 13, BIMK); "Sekarang tibalah giliranmu untuk dipermalukan, dan bukan untuk dihormati. Kehormatanmu akan berubah menjadi kehinaan. TUHAN akan memaksa engkau minum dari cawan yang berisi hukuman bagimu" (ay. 16, BIMK; huruf miring ditambahkan); "Engkau menebang pohon-pohon di hutan Libanon, dan sekarang engkau sendiri yang akan ditebang" (ay. 17, BIMK; huruf miring ditambahkan).
"Apa yang orang jahat lakukan kepada korban-korban mereka pada akhirnya itu akan terjadi kepada mereka. Mereka akan menuai apa yang mereka tabur, karena Allah tidak dapat dipermalukan oleh makhluk manusia yang sombong (Gal. 6:7)...Berlawanan dengan penindas yang pada akhirnya dihakimi oleh Allah, orang benar memiliki janji hidup kekal dalam Kristus, tidak peduli apapun yang terjadi pada mereka dalam kehidupan yang sekarang ini" [alinea kedua; alinea ketiga: kalimat pertama].
Percaya pada keadilan Allah. Kegeraman Habakuk melihat kekejaman, kekerasan, dan ketidakadilan di Yehuda pada zamannya adalah juga kegeraman kita sekarang ini ketika menyaksikan perbuatan-perbuatan serupa berlangsung di sekitar kita, dengan korban adalah kaum yang lemah. Sehingga bersama nabi itu kita juga mengeluh, "Hukum diremehkan dan keadilan tak pernah ditegakkan. Orang jahat menjadi unggul atas orang yang jujur, maka keadilan diputarbalikkan...Masakan mereka akan terus menghunus pedangnya dan membunuh bangsa-bangsa, tanpa ampun?" (Hab. 1:4, 17, BIMK). Apakah Tuhan masih peduli?
Tentu saja Tuhan tetap peduli, dan Dia tahu apa yang terjadi. Bahkan, perihal kejahatan dan kekejian manusia, Tuhan mengetahui jauh lebih banyak dari apa yang anda dan saya ketahui. Namun, sementara Tuhan merancang hukuman atas orang-orang jahat itu, Dia ingin agar umat-Nya yang benar tetap setia dalam kebenaran mereka dan terus percaya pada keadilan Allah. Sementara ketidakadilan dan kekejaman orang jahat menjadi alasan untuk hukuman atas mereka, bagi orang benar ketidakadilan dan kekejaman orang jahat menjadi ujian untuk iman kita. Tuhan tidak ke mana-mana, selalu berada di tempat-Nya. Tuhan juga ingin agar umat-Nya tetap berdiri teguh pada iman mereka. "TUHAN ada di dalam Rumah-Nya yang suci; hendaklah semua orang di bumi berdiam diri di hadapan-Nya" (Hab. 2:20, BIMK).
"Jawaban pamungkas Allah menjawab pertanyaan-pertanyaan Habakuk merupakan penegasan akan penyertaan-Nya yang terus-menerus. Percaya pada hadirat Allah dan yakin pada penghakiman-Nya sekalipun kelihatannya sebaliknya; itulah pekabaran kitab Habakuk dan juga pekabaran semua wahyu Alkitab. Iman kenabian ialah percaya pada Tuhan dan pada tabiat-Nya yang tidak berubah" [alinea keempat].
Apa yang kita pelajari tentang jawaban Allah atas kegundahan Habakuk?
1. Allah mencermati semua yang terjadi di dunia ini. Sekalipun untuk sementara waktu tampaknya ketidakadilan, penindasan, kekerasan dan kekejaman terus berlangsung, bukan berarti bahwa Tuhan tidak membiarkan orang jahat berbuat sesuka hati untuk seterusnya.
2. Allah tidak pernah terburu-buru atau terlambat untuk menghukum orang-orang jahat, tetapi Tuhan juga memperlihatkan panjang sabar-Nya kepada mereka. "Orang jahat pasti mendapat hukuman; orang baik akan selamat" (Ams. 11:21, BIMK).
3. Ketidakadilan dan kejahatan orang jahat dapat menjadi alat uji atas iman orang percaya, apakah kita akan tetap teguh atau terguncang dengan semua itu. Hanya orang-orang yang yakin pada keadilan Tuhan dapat bertahan, sedangkan mereka yang ragu-ragu akan goyah dan mundur teratur.
4. ALLAH MENYATAKAN DIRINYA (Mengingat Kemasyuran Tuhan)
Kerinduan Habakuk. Akhirnya Habakuk mengerti cara Allah menangani kejahatan manusia, dan dia pun memuji nama Tuhan karena ternyata Tuhan tetap memegang kendali. Beberapa prinsip tentang Allah yang kita dapati dalam kitab Habakuk adalah:
1. Allah senantiasa mengendalikan apa yang terjadi di Bumi ini, tapi terkadang Dia seperti berdiam diri.
2. Allah selalu mendengar doa kita, tapi terkadang Dia menjawab doa kita secara mengejutkan.
3. Allah selamanya kasih dan adil, tapi terkadang Dia mendahulukan kasih sebelum bertindak mengadili.
Dalam doanya nabi itu berkata: "Ya TUHAN, kudengar tentang perbuatan-Mu, maka rasa khidmat memenuhi hatiku. Kiranya perbuatan besar itu Kau ulangi dan Kau nyatakan di zaman kami ini. Hendaknya kami Kau kasihani walaupun Engkau panas hati...Kau datang dengan cahaya cemerlang, dari tangan-Mu keluar sinar gemilang, di situlah kuasa-Mu Kau sembunyikan" (Hab. 3:2, 4, BIMK).
"Nabi itu dengan takzim mengingat laporan-laporan tentang tindakan-tindakan Allah yang besar di masa lalu dan berdoa kepada-Nya untuk mendatangkan pembebasan sekarang. Kelihatannya dia berdiri di antara dua waktu. Dengan satu mata dia melihat ke belakang kepada peristiwa Eksodus, sementara dengan mata yang lain dia memandang ke depan kepada hari Tuhan. Dia rindu akan sebuah pertunjukan dari kuasa Allah dalam situasinya sekarang" [alinea pertama: tiga kalimat terakhir].
Kidung ratapan. Seperti telah disinggung sebelumnya, Habakuk pasal 3 adalah doa sang nabi yang dituangkan dalam bentuk syair lagu. Alkitab bahasa Indonesia versi Terjemahan Baru (TB) menyebutnya "nada ratapan" untuk didendangkan dalam iringan kecapi (baca: ay. 1 dan 19). Jadi, meskipun doa ini sangat puitis karena digubah dalam susunan kata yang sarat dengan nilai estetika, bunyinya tetap saja mendirikan bulu roma. Kidung ratapan Habakuk ini membuat kita bergidik.
Tetapi, sementara bunyi kata-kata Habakuk ini terdengar mengerikan bagi orang jahat, di sela-selanya kita menemukan kata-kata yang terdengar indah di telinga orang benar. Antara lain bunyinya: "Dalam kegeraman Engkau melangkah melintasi bumi, dalam murka Engkau menggasak bangsa-bangsa. Engkau berjalan maju untuk menyelamatkan umat-Mu, untuk menyelamatkan orang yang Kau urapi. Engkau meremukkan bagian atas rumah orang-orang fasik dan Kau buka dasarnya sampai batu yang penghabisan...Ketika aku mendengarnya, gemetarlah hatiku, mendengar bunyinya, menggigillah bibirku; tulang-tulangku seakan-akan kemasukan sengal, dan aku gemetar di tempat aku berdiri; namun dengan tenang akan kunantikan hari kesusahan yang akan mendatangi bangsa yang bergerombolan menyerang kami" (ay. 12-13, 16).
"Allah menghakimi bangsa-bangsa penindas; namun, di waktu yang sama Dia membawa keselamatan bagi umat-Nya dalam 'kereta kemenangan' (Hab. 3:8). Kuasa Allah tidak selalu terlihat di permukaan, tetapi orang yang beriman tahu bahwa bagaimanapun juga, Allah ada di sana" [alinea keempat].
Pena inspirasi menulis: "Sahabat-sahabatku orang Kristen, tanggalkanlah beban-beban yang Tuhan tidak suruh anda pikul. Semakin anda memikirkan dan membicarakan tentang beban-beban yang diri sendiri tanggungkan ini, kian bertambah besarlah beban-beban itu, sampai akhirnya itu akan memusnahkan sama sekali iman dan keteguhan hatimu. Janganlah berpikir bahwa bila anda berjalan bersama Yesus maka anda harus berjalan di bawah kesuraman. Orang-orang yang paling berbahagia di dunia ini adalah mereka yang percaya pada Yesus dan dengan gembira melakukan perintah-Nya. Kegelisahan dan persungutan terhalau dari kehidupan orang-orang yang mengikut Dia...Mungkin mereka menemui cobaan dan kesulitan, tetapi kehidupan mereka penuh sukacita, sebab Yesus berjalan mendampingi mereka dan hadirat-Nya membuat perjalanan menjadi ringan" (Ellen G. White, Review and Herald, 5 Januari 1911).
Apa yang kita pelajari tentang doa pujian nabi Habakuk?
1. Kadang kala kita perlu mengingat kembali pemeliharaan Tuhan yang pernah kita alami, sebagai referensi yang menguatkan iman kita. Seperti Habakuk, renungkanlah keajaiban perbuatan Allah di masa lalu--mungkin pada salah satu periode tertentu dalam hidup kita.
2. Sebagaimana terungkap dalam doa pujian Habakuk, bilamana Tuhan bertindak pasti akan menimbulkan kengerian bagi orang jahat, tapi sebaliknya mendatangkan kelegaan bagi orang benar. Hukuman Tuhan atas kejahatan manusia bisa datang kapan saja, lambat atau cepat.
3. Kita menyadari bahwa sebagai umat Tuhan, pengikut Kristus, kita menangung banyak beban kehidupan. Namun tidak semua beban yang kita pikul berkaitan langsung dengan iman Kristiani kita; ada beban-beban yang tidak perlu yang kita sendiri pilih untuk bawa dalam hidup kita.
5. MENUNGGU DENGAN PERCAYA (Allah Adalah Kekuatan Kita)
Tanggapan Habakuk. Setelah Tuhan menjawab pertanyaan Habakuk, nabi itu menanggapinya dengan roh yang berbeda. Kalau semula dia seolah bertanya, "Tuhan, kalau Engkau adil, mengapa Engkau membiarkan kekejaman orang jahat? Kalau Engkau kasih, mengapa Engkau membiarkan orang benar tertindas?" Tapi sekarang dia mengerti siapa Allah itu sesungguhnya, dan menyadari bahwa sikap mempertanyakan keadilan dan kasih Allah sedemikian itu adalah salah. Habakuk menunjukkan kesadarannya dan pengertiannya tentang bagaimana cara Allah menangani kejahatan manusia dengan menanggapi jawaban Tuhan dalam sikap positif dan hati penuh sukacita.
"Meskipun pohon ara tak ada buahnya dan pohon anggur tak ada anggurnya, biarpun panen zaitun menemui kegagalan dan hasil gandum di ladang mengecewakan, walaupun domba-domba mati semua dan kandang ternak tiada isinya, aku akan gembira selalu, sebab Engkau TUHAN Allah penyelamatku. Engkau memberi aku kekuatan seperti kaki rusa, kakiku Kau kokohkan. Engkau membimbing aku supaya aman waktu berjalan di pegunungan" (Hab. 3:17-19, BIMK). Sangat mungkin perkataan ini terlontar setelah sang nabi mendapat penglihatan tentang hukuman Tuhan atas Yehuda tatkala pasukan Babilon yang digerakkan Allah akan datang menyerbu sehingga negeri itu tampak menjadi gundul dari tanaman, dan ternak yang biasanya sarat menghiasi tanah yang subur itu tidak kelihatan lagi.
"Berdasarkan pengalamannya di masa lalu, Habakuk tahu bahwa kesetiaan Allah adalah mutlak. Itulah sebabnya dia menyerahkan dirinya kepada maksud Allah yang sekarang (Hab. 3:16-19). Kendatipun keadaannya tidak menyenangkan, nabi itu memutuskan untuk menaruh kepercayaannya kepada Tuhan dan pada kebaikan-Nya, betapapun situasi yang dihadapinya tampaknya tidak ada harapan" [alinea kedua].
Keyakinan melahirkan ketenteraman. Allah tidak berubah, tabiat-Nya maupun kuasa-Nya. Mungkin saja Tuhan mengubah cara pendekatan-Nya, tetapi rencana-Nya tidak pernah berubah. Tuhan bisa mendatangi manusia dalam angin puting beliung (Mzm. 83:16; Yes. 29:6), Dia juga bisa menghampiri kita dalam angin sepoi-sepoi basa (1Raj. 19:12, 13), tetapi maksud kedatangan-Nya selalu tetap demi keselamatan umat-Nya (Hab. 3:13). Itulah sebabnya Habakuk bersaksi, "ALLAH Tuhanku itu kekuatanku: Ia membuat kakiku seperti kaki rusa, Ia membiarkan aku berjejak di bukit-bukitku" (Hab. 3:19). Sang nabi menemukan kembali keriangannya dalam berharap kepada Tuhan.
Malam bertambah pekat dengan turunnya hujan yang cukup deras, membuat jalan yang menurun dan berkelok-kelok di daerah pegunungan itu kian berbahaya untuk dilalui. Beberapa kali terdengar lenguhan para penumpang bis antar kota itu yang melaju dalam kecepatan sedang, dan sesekali para penumpang dapat menangkap suara orang-orang menggumamkan doa. Sekalipun supir mengemudikan bis secara sangat hati-hati dan dengan kewaspadaan tinggi, tak urung banyak penumpang kerap menahan nafas. Seorang penumpang setengah baya yang duduk di deretan kursi paling belakang merasa terusik dengan anak remaja di dekatnya yang sejak tadi mendengkur dengan lelapnya. Sikutnya membangunkan anak itu, "Dik, kamu tidur terus dari tadi." Sambil menggeliat remaja itu bertanya apakah terjadi sesuatu. "Tidak," kata bapak itu, "tapi apakah kamu tidak was-was atau takut?" Sembari melempar pandangan ke depan anak lelaki itu menjawab, "Saya kenal ayah saya, dia supir jempolan. Saya sudah sering diajak ayah ikut dalam perjalanan seperti ini," ujarnya. "Ayah pasti mengantar kita sampai ke tujuan dengan selamat!"
Bukan soal situasi perjalanan hidup anda, tapi siapa jurumudi kehidupan anda. Rasa keamanan dalam menjalani hidup ini ditentukan oleh kualitas iman kita terhadap Yesus Kristus, Jurumudi hidup kita. Kualitas iman dipengaruhi oleh kadar pengenalan kita akan Dia, dan kadar pengenalan itu ditentukan oleh seberapa sering kita menyediakan waktu yang berkualitas (quality time) untuk bercengkerama dengan Dia secara pribadi. "Habakuk menutup kitabnya dengan suatu sikap iman yang diungkapkan dengan indahnya: tidak peduli seberapa beratpun kehidupan ini jadinya kelak, seseorang dapat menemukan sukacita dan kekuatan di dalam Tuhan. Pekabaran pokok dari kitabnya mengunjuk kepada perlunya menantikan dengan sabar akan keselamatan Tuhan di masa penindasan tanpa dapat melihat akhirnya" [alinea terakhir: dua kalimat pertama].
Apa yang kita pelajari tentang Allah sebagai kekuatan kita?
1. Mengetahui cara Allah menyudahi kejahatan dan ketidakadilan manusia adalah hal yang penting untuk mendapatkan rasa nyaman. Habakuk akhirnya sampai pada tahap tersebut, karena itu dia memuji Tuhan dalam perasaan syukur.
2. Menantikan Tuhan dalam iman berarti menunggu dengan sabar sampai Tuhan bertindak. Tidak selalu dalam tindakan-Nya itu terjadi kegemparan, terkadang segalanya berlangsung dalam kesenyapan sehingga luput dari perhatian kita.
3. Kesabaran dan ketenteraman hati di tengah kepahitan hidup hanya bisa diperoleh jika kita sungguh mengenal Allah dan memahami jalan-jalan-Nya. Kita dapat mengenal Dia dengan benar dan mengerti cara-Nya bertindak kalau kita sering menyediakan waktu bersama Dia.
PENUTUP
Menanti dalam diam. Mungkin kita semua sepakat dalam satu hal: Menantikan jawaban Tuhan atas doa kita bukan saja membutuhkan sekadar kesabaran tapi juga menuntut pergumulan. Namun, bukan seperti yang biasa kita dengar bahwa menunggu adalah sesuatu yang "paling membosankan" bagi banyak orang, menantikan Tuhan adalah sesuatu yang justeru "paling menggairahkan" bagi kita orang beriman. Menggairahkan, oleh sebab dalam penantian itu iman kita mendapat kesempatan untuk semakin teruji dan kerohanian kita kian terasah. Sehingga, seperti ucapan Yakub ketika memberkati anak-anaknya, kita pun dapat berkata, "Aku menanti-nantikan keselamatan yang dari pada-Mu, ya Tuhan" (Kej. 49:18).
"Ada jawaban untuk pertanyaan Habakuk. Itu adalah sebuah jawaban, bukan dalam bentuk pemikiran, tetapi dalam bentuk peristiwa. Jawaban Tuhan akan terjadi, tapi jawaban itu tidak dapat diucapkan dalam kata-kata. Jawaban pasti akan datang; 'apabila berlambat-lambat, nantikanlah itu.'" [alinea kedua: empat kalimat pertama].
Iman sejati orang Kristen bukanlah iman yang kerdil, melainkan iman yang dapat "memindahkan gunung" (Mat. 17:20). Orang Kristen sejati juga tidak gampang luntur karena mengetahui bahwa Yesus "tidak berkenan" kepada orang yang mengundurkan diri (Ibr. 10:38). Barangkali puisi indah hasil goresan pena W.H. Bellamy berikut ini dapat membersitkan kekuatan bagi kita:
"Meskipun bebanmu berat selagi ada di dunia,
berjalan t'rus jangan penat menuju neg'ri yang mulia;
Maju saja meski penat dengan sabar dan berdoa,
perhentian kekal dekat dalam rumah-Mu di surga...
Tunggu, tunggu jangan bersungut" (Lagu Sion 106:2, 4).
"Waktu menunggu mungkin terasa lama, jiwa bisa saja tertekan oleh keadaan-keadaan yang mematahkan semangat, banyak orang yang tadinya menaruh keyakinan mungkin gugur di tengah jalan; tetapi bersama nabi yang telah berusaha keras untuk membangkitkan semangat Yehuda di masa kemurtadan yang tiada taranya itu, marilah kita dengan yakin menyatakan, 'Tuhan ada di dalam bait-Nya yang kudus. Berdiam dirilah di hadapan-Nya, ya segenap bumi!'" [alinea ketiga: kalimat terakhir].
"Nantikanlah Tuhan! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah Tuhan!" (Mzm. 27:14).
SUMBER :
1.
Zdravko
Stefanofic, Profesor bidang studi Ibrani dan Perjanjian Lama, Universitas Walla
Walla,U.S.A--- Penuntun Guru Pelajaran Sekolah Sabat Dewasa, Trw.II, 2013.
Bandung: Indonesia Publishing House.
2.
Loddy
Lintong, California U.S.A.