“JANGAN TAKUT TERHADAP APA YANG HARUS ENGKAU
DERITA!...Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan
kepadamu mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10).
PERLUNYA HIDUP OLEH
IMAN, JANGAN TAKUT !
“Yesus
bersabda, “Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita.” Mengapa?.
Karena “di dalam kasih tidak ada ketakutan. Kasih yang sempurna melenyapkan
ketakutan.” Dan “kita mengasihi karena
Dia terlebih dahulu mengasihi kita” (1 Yoh.4:18,19). Mereka yang takut kepada Allah menempatkan
diri dalam kendali-Nya dan tidak membiarkan yang lain-lain membuat mereka
khawatir. Mereka telah belajar untuk
memercayai Dia dalam setiap situasi, karena Dia tahu semua situasi. Dia tidak akan mengizinkan apa pun terjadi
yang bukan demi kebaikan kita untuk jangka panjang. Dia tidak mengizinkan apa pun terjadi yang
tidak akan mampu kita hadapi jika kita memiliki hubungan dengan Dia. Kadang kita berada dalam situasi yang membuat
kita kewalahan. Tapi kita tetap tidak
perlu takut.
“Jangan takut…kamu
dicobai dan kamu akan BEROLEH KESUSAHAN SELAMA SEPULUH HARI. Hendaklah engkau setia sampai mati, dan AKU
AKAN MENGARUNIAKAN KEPADAMU MAHKOTA KEHIDUPAN” (Wahyu 2:10).
KESUKARAN-KESUKARAN
HIDUP BUKANLAH RINTANGAN MELAINKAN
PELUANG UNTUK MEMPERSIAPKAN PEPERANGAN TERAKHIR DALAM SEJARAH KEMANUSIAAN.
“Daniel dan
kawan-kawannya mengalami masa pencobaan selama 10 hari dalam Daniel 1. Jemaat
di Smirna juga mengalami ujian selama 10 hari.
Namun kesetiaan menghadapi pencobaan itu mempersiapkan mereka menghadapi
kemuliaan di masa yang akan datang.
Seperti halnya Daniel dan ketiga kawannya, kita mempersiapkan tantangan-tantangan
masa depan sebaik mungkin dengan cara melewati ujian-ujian yang kita alami di
masa kini. “MAHKOTA KEMENANGAN” yang
Yesus janjikan kepada jemaat Smirna bukanlah hasil dari perilaku mereka. Allah memakai penderitaan mereka untuk
mempersiapkan mereka mencapai kemenangan akhir dari keberadaan manusia, yaitu
hidup kekal. 1)
“Nasehat : Jangan takut terhadap apa yang
akan di derita –Tidak perlu takut akan penganiayaan karena itu akan menjadi
alat yang menguatkan dan membuktikan kemurnian iman (Yakobus 1:2; Mat.5:10-12)
dan Kristus akan memberi kekuatan untuk menahan pencobaan (Filipi 4:13).
·
Iblis
akan melemparkan ke dalam penjara –Melukiskan penganiayaan yang dilancarkan
oleh pemerintahan Romawi terhadap orang-orang Kristen karena mereka menolak
untuk menyembah dewa dan kaisar :
a.
Kaisar
Trajan (98-117) mengeluarkan peraturan untuk membunuh orang-orang yang tidak
mau menurut/patuh.
b.
Kaisar
DECIUS mengeluarkan dekrit pada tahun 250 untuk menumpas orang-orang Kristen
melalui siksaan, kematian, dan penyitaan harta benda mereka. –Orang-orang Kristen
dibuat jadi kambing hitamnya.
·
Beroleh
kesusahan selama SEPULUH HARI –Melukiskan 10 tahun penganiayaan (303-313) yang
dilancarkan oleh kaisar DIOCLETIAN dan GALERIUS penggantinya.
a.
Pada
rapat agung Council of NICEA (325), dari antara para bishop (pemimpin-pemimpin)
gereja yang datang berapat, ada yang sudah tidak bermata dan tidak berlengan
serta dengan cacat tubuh lainnya.
b.
Dekrit
yang dikeluarkan oleh Diocletian (303) untuk menganiaya orang-orang Kristen
dicabut melalui dekrit toleransi beragama yang dikeluarkan oleh kaisar
KONSTANTIN (313). 2)
Ay 10:
“Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita! Sesungguhnya Iblis akan
melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam penjara supaya kamu dicobai
dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh hari. Hendaklah engkau setia
sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan.
1) ‘Jangan
takut terhadap apa yang harus engkau derita!’.
a)
Ini menunjukkan bahwa keadaan pada saat itu memang menakutkan.
Tetapi berbeda dengan kasus
‘dukun santet’ di Indonesia yang saking takutnya bakal dibunuh oleh ‘ninja’
sampai akhirnya bunuh diri, orang kristen di Smirna tidak ada yang dilaporkan
bunuh diri.
b)
Perhatikan bahwa Tuhan bukan berkata: ‘Jangan takut, karena Aku akan
melindungi sedemikian rupa sehingga engkau tidak akan menderita’! Tetapi Ia
berkata: ‘Jangan takut terhadap apa yang harus engkau derita!’.
Bdk. 1Pet 3:13-14 - “Dan
siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin berbuat baik?
Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan
berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan
janganlah gentar”.
c)
Artinya dari kata-kata ‘tidak takut’.
Steve
Gregg: “Fearlessness, however, may not necessarily mean the total
absence of dread, but rather the refusal succumb to intimidation, so that
threats of harm do not turn them back from their duty to Christ” (=
Bagaimanapun, ‘tidak takut’ tidak harus berarti absen totalnya rasa takut,
tetapi penolakan untuk menyerah / tunduk pada ancaman / intimidasi, sehingga
ancaman untuk disakiti tidak menyebabkan mereka meninggalkan kewajiban kepada
Kristus) - hal 67.
d) Apa yang tidak boleh ditakuti dan yang harus ditakuti.
H. L. Ellison (Daily Bible Commentary): “Because
Christ was raised from the dead, physical death should have no terrors for us,
even if it can be very painful. The death to be feared is the second, spiritual
death (11, cf. Matt. 10:28)” [= Karena Kristus dibangkitkan dari antara orang
mati, kematian fisik tidak boleh membuat kita takut, sekalipun itu bisa sangat
menyakitkan. Kematian yang harus ditakuti adalah kematian yang
kedua.(ay 11, bdk. Mat 10:28)] - hal 458.
2)
‘Sesungguhnya Iblis akan melemparkan beberapa orang dari antaramu ke dalam
penjara supaya kamu dicobai dan kamu akan beroleh kesusahan selama sepuluh
hari’.
a)
‘Iblis’.
Di sini digunakan kata Yunani DIABOLOS yang artinya ‘the accuser’ (=
pendakwa) atau ‘the slanderer’ (= pemfitnah).
Mengingat bahwa orang-orang Yahudi di dalam gereja Smirna disebut sebagai
‘jemaah Iblis’ (ay 9b), maka Steve Gregg mengatakan bahwa mungkin Iblis
menggunakan mereka ini untuk melakukan penganiayaan ini.
Karena 2Tim 3:12 berkata “Memang setiap orang yang mau hidup beribadah
di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya”, maka James B. Ramsey berkata
sebagai berikut:
“If the
world does not persecute the church, it is either because it has corrupted her
so far that her testimony does not seriously interfere with its more refined
indulgences, or because it regards her as too powerless to be worthy of her
notice” (= Jika dunia tidak menganiaya gereja, atau itu disebabkan dunia
telah merusak gereja sedemikian jauhnya sehingga kesaksiannya tidak secara
serius mengganggu pemuasan hawa nafsu yang diperhalus, atau karena dunia
menganggap gereja sebagai terlalu tidak berdaya untuk layak diperhatikan) - hal
138.
b)
‘penjara’ dan ‘kesusahan’.
William
Barclay: “To be a Christian was against the law, but persecution
was not continuous. The Christian might be left in peace for a long time, but
at any moment a governor might acquire a fit of administrative energy or the
mob might set up a shout to find the Christian - and then the storm burst. The
terror of being a Christian was the uncertainty” [= Menjadi orang kristen
adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum, tetapi penganiayaan tidak
terjadi terus-menerus. Orang Kristen bisa dibiarkan dalam damai untuk waktu
yang lama, tetapi pada setiap saat seorang gubernur bisa tahu-tahu kumat, atau
suatu gerombolan orang mengadakan / memulai suatu teriakan untuk mencari orang
Kristen - dan pada saat itu badai meledak. Ketakutan dari orang Kristen adalah
ketidakpastian itu] - hal 79.
James B.
Ramsey: “Of all the seven churches, no one stands higher in the estimation
of the Lord than this. Yet in outward estate she is the worst of them all.
Poverty and persecution are her present lot, and prisons and death are awaiting
her. Her record here is not one of active labours and triumphs for Christ, but
of poverty and tribulation for His sake; and no record shines more brightly, or
secures a higher reward” (= Dari ketujuh gereja itu, tidak ada yang lebih
tinggi dalam penilaian Tuhan dari gereja ini. Tetapi tingkat kehidupan lahiriah
gereja ini adalah yang terburuk dari semua. Kemiskinan dan penganiayaan adalah
bagiannya / nasibnya sekarang ini, dan penjara dan kematian menantikannya.
Catatannya di sini bukanlah tentang pekerjaan aktif dan kemenangan bagi
Kristus, tetapi tentang kemiskinan dan kesusahan demi Dia; dan tidak ada
catatan yang bersinar lebih terang, atau menjamin / mendapatkan upah yang lebih
tinggi) - hal 134.
Ia melanjutkan:
“The
great lesson, then, here taught in regard to the church, is that outward wealth
or power, or safety or success, is no mark of a true church. All these may be
wanting, and yet there be great spiritual riches, and the approving smiles of
her King” (= Maka, pelajaran yang besar yang diajarkan di sini berkenaan
dengan gereja adalah bahwa kekayaan lahiriah atau kekuasaan / kekuatan, atau
keamanan atau sukses, bukanlah tanda / ciri dari gereja yang benar. Semua ini
bisa saja tidak ada, tetapi di sana ada kekayaan rohani yang besar, dan senyum
puas / menyetujui dari sang Raja) - hal 137.
Illustrasi: ada 2
orang membawa halter, yang seorang bisa melakukannya sambil berjalan-jalan,
berlari-lari, dan bahkan sambil melompat-lompat, sedangkan yang satunya sama
sekali tidak bisa berjalan-jalan tetapi harus mengerahkan seluruh tenaganya
untuk menahan berat halter itu. Yang mana yang lebih kuat dari 2 orang itu?
Belum tentu orang pertama yang lebih kuat, karena tergantung berapa berat
halter yang dia bawa. Kalau dia membawa halter hanya seberat 2 kg, sedangkan
orang kedua membawa halter seberat 100 kg, maka mungkin sekali yang kedua yang
lebih kuat. Bahwa orang kedua tidak bisa berjalan-jalan atau melompat-lompat,
bukan karena ia kalah kuat, tetapi karena bebannya jauh lebih besar.
c)
‘sepuluh hari’.
A. T.
Robertson: “It is unwise to seek a literal meaning for ten days”
(= Adalah tidak bijaksana untuk mencari arti hurufiah untuk ‘sepuluh hari’)
- hal 302.
Lalu apa artinya ‘10 hari’?
Ada sangat banyak penafsiran tentang bagian ini:
10 gelombang penganiayaan.
10 tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Trajan (99-109 M).
10 tahun penganiayaan pada masa pemerintahan kaisar Diocletian (303-313 M).
10 kaisar yang melakukan penganiayaan dalam 3 abad pertama dari gereja.
William
R. Newell: “The early Church did indeed have just ten great
persecutions under the Roman emperors, beginning with Nero and ending with
Diocletian, whose last persecution, and probably the most terrible of all, was
just ten years long! Nero, Domitian, Trajan, Marcus Aurelius, Severus, Maximum,
Decius, Valerian, Aurelian, and Diocletian, were the ten principal Pagan
persecutors. However, there was constant, though not always general, trouble
until Constantine’s edict of toleration” (= Gereja mula-mula memang
mendapatkan 10 penganiayaan besar di bawah kaisar-kaisar Romawi, dimulai dengan
Nero dan diakhiri dengan Diocletian, yang melakukan penganiayaan terakhir, dan
mungkin yang paling hebat, selama 10 tahun! Nero, Domitian, Trajan, Marcus
Aurelius, Severus, Maximum, Decius, Valerian, Aurelian, dan Diocletian, adalah
10 penganiaya kafir yang utama. Akan tetapi, ada kesukaran yang terus menerus,
sekalipun tidak selalu bersifat umum, sampai pada keputusan Constantine tentang
kebebasan beragama) - hal 46.
William
Hendriksen: “a definite, full, but brief period. The fact that the
trial is but for a ‘short season’ is often given as an encouragement to
endurance (Is. 26:20; 54:8; Mt. 24:22; 2Cor. 4:17; 1Pet. 1:6)” [= suatu
periode tertentu yang penuh tetapi singkat. Fakta bahwa pencobaan itu hanya
untuk ‘waktu yang pendek’ sering diberikan sebagai suatu penguatan hati untuk
bertahan / bertekun (Yes 26:20; 54:8; Mat 24:22; 2Kor 4:17; 1Pet 1:6)] -
hal 65.
Homer Hailey: “a full and complete period, which may be long or
short, that would come to an end” (= suatu periode yang penuh dan lengkap,
yang bisa lama atau singkat, yang akan berhenti) - hal 127.
James B. Ramsey: “ten days, expressing a complete but indefinite
period” (= sepuluh hari, menyatakan suatu periode yang lengkap tetapi tidak
pasti) - hal 137.
Ini menunjukkan kedaulatan Allah yang
membatasi pencobaan dan mengontrolnya.
H. L. Ellison (Daily Bible Commentary):
“Probably the significance of the ‘ten
days’ (10) is that the Lord of the Church both gives it over to persecution and
so controls the persecutors, that He can foretell the time of its ending before
it begins” [=
Mungkin arti dari ‘10 hari’ (ay 10) adalah bahwa Tuhan dari Gereja
menyerahkan gereja kepada penganiayaan dan mengontrolnya sedemikian rupa,
sehingga Ia bisa meramalkan saat berakhirnya sebelum penganiayaan itu dimulai] - hal 458.
John
Stott (hal 49) juga mengatakan bahwa ‘beberapa orang dari antaramu’ dan ‘10
hari’ menunjukkan bahwa Allah membatasi penderitaan mereka, dan dengan ini
menunjukkan kontrol dan kedaulatan Allah atas segala sesuatu.
John
Stott lalu berkata:
“Christians
who know that God is on the throne and is controlling the affairs of men can
stand quiet and calm amid the evils and sorrows of the world” (=
Orang-orang Kristen yang tahu bahwa Allah itu bertakhta dan sedang mengontrol
urusan-urusan manusia, bisa berdiri diam dan tenang di tengah-tengah
kejahatan-kejahatan dan kesedihan-kesedihan dunia ini) - hal
49.
d)
‘supaya kamu dicobai’.
Apakah ini merupakan tujuan
Allah atau tujuan setan? Boleh dikatakan semua penafsir menganggap bahwa ini
menunjuk pada tujuan Allah. Jadi Allah membiarkan / mengijinkan setan
memasukkan beberapa dari mereka ke dalam penjara, supaya mereka bisa dicobai /
diuji. Dengan demikian, bukan hanya lamanya kesusahan / pencobaan / pemenjaraan
itu yang dibatasi oleh Allah, yaitu selama 10 hari, tetapi juga penderitaan itu
akan menghasilkan apa yang menjadi tujuan Allah.
Herman
Hoeksema: “The devil, therefore, can never proceed beyond the
limits set him by the Almighty; neither can he reach any other end than the
purpose of God in the affliction of His people in the world. ... The devil
possesses power to oppress the church, no doubt. He will make life hard for the
faithful in the world. He will rage against them in all his fury. We must
expect this. But the blessed comfort for the church lies in the fact that
the power of darkness is under the absolute control and sovereignty of Him that
walketh in the midst of the seven golden candlesticks. ... And when the
full measure of his time and power has been meted out to him according to the
will of God, the Lord bids him to stop, and he can stir no more against the
church. What mighty comfort for the church in tribulation. The devil can do her
no harm, but must serve the purpose of God in Christ” [= Karena itu, setan
tidak pernah bisa berjalan / maju melampaui batas yang ditetapkan baginya oleh
Yang Mahakuasa; juga ia tidak bisa mencapai tujuan lain apapun selain rencana /
maksud Allah dalam penderitaan umatNya dalam dunia. ... Tidak diragukan
lagi, setan memiliki kuasa untuk menindas gereja. Ia akan membuat hidup itu
sukar / berat untuk orang percaya / setia dalam dunia. Ia akan mengamuk
terhadap mereka dalam seluruh kemarahannya. Kita harus mengharapkan hal ini. Tetapi
penghiburan bagi gereja terletak dalam fakta bahwa kuasa kegelapan ada di bawah
kontrol dan kedaulatan dari Dia yang berjalan di tengah-tengah ketujuh kaki
dian emas itu. ... Dan pada saat ukuran penuh dari waktunya dan kuasanya
telah diukurkan kepadanya (?) sesuai dengan kehendak Allah, Tuhan memerintahnya
untuk berhenti, dan ia tidak bisa menimbulkan keributan lebih jauh terhadap
gereja. Ini betul-betul merupakan penghiburan bagi gereja yang ada dalam
kesusahan. Setan tidak bisa menyakitinya / merugikannya, tetapi harus melayani
maksud / rencana Allah dalam Kristus] - hal 73.
3) ‘Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan
mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’ (bdk. Yak 1:12).
a)
‘Hendaklah engkau setia sampai mati’.
Yesus tidak berjanji akan menjaga supaya mereka tidak mati dibunuh, tetapi
sebaliknya berkata bahwa mereka harus setia sampai mati. Ini menunjukkan bahwa
bisa saja Tuhan membiarkan seorang kristen dalam kemiskinan dan penganiayaan /
penderitaan, sampai mati! Bdk. Ibr 11:33-37; perhatikan khususnya ay
35b-37nya.
James B.
Ramsey: “The tender love of our Lord is not shown here so much by
removing external evils, as by sustaining His people under them, and by making
them occasions of larger spiritual attainments, and means of working out a
brighter reward” (= Kasih yang lembut dari Tuhan kita tidak ditunjukkan di
sini dengan menyingkirkan hal-hal jelek itu, tetapi dengan menopang umatNya di
bawah hal-hal itu, dan dengan membuat bagi mereka kesempatan untuk pencapaian
rohani yang lebih besar, dan cara / jalan untuk mengerjakan upah yang lebih
cemerlang) - hal 137.
William
Hendriksen: “Even though believers may be put to death, namely, the
first death, they are not going to be hurt by the second death, that is, they
will not be cast, body and soul, into the lake of fire at Christ’s second
coming (Rev. 20:14)” [= Sekalipun orang percaya bisa dibunuh, yaitu
kematian pertama, mereka tidak akan dirugikan oleh kematian yang kedua, yaitu,
mereka tidak akan dibuang, tubuh dan jiwa, ke dalam lautan api pada kedatangan
Kristus yang kedua kalinya (Wah 20:14)] - hal 66.
Kata-kata ‘hendaklah engkau setia sampai mati’ tidak sekedar berarti ‘setialah sampai kamu mati’ tetapi ‘setialah sekalipun itu harus dibayar dengan nyawamu’.
John Stott: “Here
was an appeal to be faithful and not to be afraid. Now faith and fear are
opposites. ... True, here the call is to faithfulness rather than to faith, but
we need to remember that faith and faithfulness are the same word in Greek.
This is understandable because it is from faith that faithfulness springs.
Trust in Christ, and we shall ourselves be trustworthy. Rely on Christ, and we
shall be reliable. Depend on Christ, and we shall be dependable. Have faith in
Christ, and we shall be faithful - faithful if necessary even unto death. The
way to lose fear is to gain faith” (= Di sini ada seruan untuk setia dan tidak takut.
Iman dan rasa takut itu bertentangan. ... Memang benar bahwa di sini seruan itu
adalah untuk setia dan bukannya untuk beriman, tetapi kita perlu mengingat
bahwa ‘iman’ dan ‘kesetiaan’ adalah kata yang sama dalam bahasa Yunani. Ini
bisa dimengerti karena kesetiaan muncul dari iman. Percayakanlah dirimu kepada
Kristus, dan kita sendiri akan bisa dipercaya. Bersandarlah kepada Kristus, dan
kita akan bisa diandalkan. Bergantunglah pada Kristus, dan kita akan bisa
dipercayai. Berimanlah kepada Kristus, dan kita akan setia - setia kalau perlu
bahkan sampai mati. Cara membuang rasa takut adalah dengan mendapatkan iman) - hal 45-46.
Pulpit Commentary: “We are but imperfect servants at the best, but
we need not be unfaithful. Our position may not be one of ease, but we can be
faithful. It is not said, ‘Well done, good and rich servant;’ nor ‘Well
done, good and successful servant;’ but ‘Well done, good and faithful
servant’” (= Sebaik-baiknya kita, kita adalah pelayan-pelayan yang tidak
sempurna, tetapi kita tidak perlu menjadi tidak setia. Posisi kita mungkin
tidak enak, tetapi kita bisa setia. Tidak dikatakan ‘Baik sekali perbuatanmu
itu, hai hambaku yang baik dan kaya’; juga tidak dikatakan ‘Baik sekali
perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan sukses’; tetapi dikatakan
‘Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia’) -
hal 72.
Bdk. Mat
25:21,23.
Pulpit Commentary: “‘He that is faithful in that which is least,
is faithful also in much.’ A daily fidelity in cross-bearing, in small
vexations, in little trials, amid the glare and glitter of a deceptive world,
and the incessant temptations to desert the standard, - this is what the Master
asks for from us. ‘Be faithful unto death’” (= ‘Barangsiapa setia dalam
perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar’. Kesetiaan
sehari-hari dalam memikul salib, dalam hal-hal kecil yang menjengkelkan, dalam
pencobaan-pencobaan kecil, di tengah-tengah gemerlapan dan kemegahan dunia yang
menipu, dan pencobaan yang tak henti-hentinya untuk meninggalkan standard, -
inilah yang diminta Tuan kita dari kita. ‘Hendaklah engkau setia sampai mati’)
- hal 72.
Bdk. Luk
16:10.
Homer Hailey: “As Lenski observed, it is easy to write about such
matters while sitting in a pleasant study, surrounded by modern comforts and
favorable circumstances of life, but it would be quite another thing to
practice this admonition in the face of suffering and the threat of death”
(= Seperti yang diperhatikan oleh Lenski, adalah mudah untuk menulis tentang
hal-hal seperti ini pada saat sedang duduk dalam ruangan belajar yang
menyenangkan, dikelilingi oleh kesenangan hidup modern dan keadaan hidup yang
menyenangkan, tetapi akan sangat berbeda untuk mempraktekkan nasehat ini di
depan penderitaan dan ancaman kematian) - hal 127.
Penerapan:
Karena
itu jangan terlalu PD (percaya diri) pada saat enak / aman, dan sesumbar bahwa
saudara berani mati syahid untuk Kristus. Petrus melakukan itu, dan ia justru
menyangkal Yesus sebanyak 3 x.
Kematian syahid dari Polycarp merupakan ketaatan terhadap kata-kata ini.
Di sini
saya memberikan beberapa kutipan dari beberapa buku tafsiran tentang cerita
kematian syahid dari Polycarp. Kutipan-kutipan ini saling melengkapi satu sama
lain, dan dengan menggabungkan semua ini kita bisa mendapatkan cerita yang
lebih lengkap tentang kematian syahid dari Polycarp.
William
Barclay: “Polycarp, Bishop of Smyrna, was martyred on Saturday,
23rd February, A.D. 155. It was the time of public games; the city was crowded;
and the crowds were excited. Suddenly the shout went up: ‘Away with the
atheists; let Polycarp be searched for.’ No doubt Polycarp could have escaped;
but already he had had a dream vision in which he saw the pillow under his head
burning with fire and he had awakened to tell his disciples: ‘I must be burnt
alive.’” (= Polycarp, uskup dari Smirna, mati syahid pada hari Sabtu, 23
Februari tahun 155 M. Itu adalah musim permainan umum; kota itu penuh sesak;
dan orang banyak sangat gembira. Tiba-tiba ada teriakan: ‘Enyahkan orang-orang
ateis; biarlah Polycarp dicari’. Tidak diragukan bahwa Polycarp bisa lari,
tetapi sebelumnya ia telah mendapatkan penglihatan mimpi dalam mana ia melihat
bantal di bawah kepalanya terbakar oleh api dan ia bangun dan memberitahu
murid-muridnya: ‘Aku akan / pasti dibakar hidup-hidup’) - hal 76.
William
Hendriksen: “It is possible that Polycarp was bishop of the church at
Smyrna at this time. He was a pupil of John. Faithful to death, this venerable
leader was burned at the stake in the year AD 155. He had been asked to say,
‘Caesar is Lord’, but refused. Brought to the stadium, the proconsul urged him,
saying, ‘Swear, and I will set thee at liberty, reproach Christ.’ Polycarp
answered, ‘Eighty and six years have I served him, and he never did me any
injury: how then can I blaspheme my King and my Saviour?’ When the proconsul
again pressed him, the old man answered, ‘Since thou art vainly urgent that ...
I should swear by the fortune of Caesar, and pretendest not to know who and
what I am, hear me declare with boldness, I am a Christian ...’ A little later
the proconsul answered, ‘I have wild beasts at hand; to these will I cast thee,
except thou repent. I will cause thee to be consumed by fire, seeing thou
despisest the wild beasts, if thou wilt not repent.’ Polycarp said, ‘Thou
threatenest me with fire which burneth for an hour, and after a little is
extinguished, but art ignorant of the fire of the coming judgment and of
eternal punishment, reserved for the ungodly. But why tarriest thou? Bring
forth what thou wilt.’ Soon afterwards the people began to gather wood and
faggots; the Jews especially, according to custom, eagerly assisting them. Thus
Polycarp was burned at the stake” (= Adalah mungkin bahwa Polycarp adalah
uskup dari gereja Smirna pada saat itu. Ia adalah murid dari Yohanes. Setia
sampai mati, pemimpin yang layak dihormati ini dibakar di tumpukan kayu pada
tahun 155 M. Ia telah diminta untuk berkata: ‘Kaisar adalah Tuhan’, tetapi
ia menolak. Pada saat dibawa ke gelanggang / arena ia didesak oleh pejabat
Romawi yang berkata: ‘Bersumpahlah / kutukilah, dan aku akan membebaskan
engkau, celalah Kristus’. Polycarp menjawab: ‘86 tahun aku telah melayani Dia,
dan Ia tidak pernah melakukan hal yang melukai / merugikan aku: lalu bagaimana
mungkin aku bisa menghujat Rajaku dan Juruselamatku?’. Pada saat sang pejabat
menekannya lagi, orang tua ini menjawab: ‘Karena engkau mendesak dengan sia-sia
supaya ... aku bersumpah demi nasib baik kaisar, dan berpura-pura untuk tidak
tahu siapa dan apa aku ini, dengarlah aku menyatakan dengan keberanian, aku
adalah seorang kristen ...’. Sebentar lagi si pejabat menjawab: ‘Aku mempunyai
binatang-binatang buas; kepada mereka aku akan melemparkanmu, kecuali engkau
bertobat. Aku akan membuat engkau dibakar oleh api, melihat bahwa engkau
meremehkan binatang-binatang buas itu, jika engkau tidak bertobat’. Tetapi
Polycarp berkata: ‘Engkau mengancam aku dengan api, yang menyala selama 1 jam
dan sebentar lagi padam, tetapi engkau tidak tahu tentang api dari penghakiman
yang mendekat dan dari penghukuman kekal, disediakan untuk orang-orang jahat.
Tetapi mengapa engkau berlambat-lambat? Wujudkanlah apa yang engkau inginkan’.
Segera setelah itu orang banyak mulai mengumpulkan kayu dan kayu bakar;
khususnya orang Yahudi, seperti biasa, menolong mereka dengan sungguh-sungguh.
Demikianlah Polycarp dibakar pada tumpukan kayu) - hal 64.
James B.
Ramsey: “‘Swear, curse Christ, and I will set you free.’ ‘Eighty
and six years have I served Him, and I have received only good at His hands.
Can I then curse Him, my King and my Saviour?’ ‘I will cast you to the wild
beasts, if you do not change your mind,’ said the proconsul. ‘Bring the wild beasts
hither,’ said Polycarp, ‘for change my mind from the better to the worse I will
not.’ ‘Do you despise the wild beasts? I will subdue your spirit by the
flames.’ ‘The flames which you menace endure but for a time, and are soon
extinguished,’ calmly rejoined the martyr; ‘but there is a fire reserved for
the wicked, whereof you know not; the fire of a judgment to come, and of the
punishment everlasting.’ These flames soon did their work” (=
‘Bersumpahlah, kutukilah Kristus, dan aku akan membebaskan engkau’. ‘86 tahun
aku telah melayani Dia, dan aku hanya menerima yang baik dari tanganNya. Lalu
bisakah aku mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. ‘Aku akan melemparkan
engkau kepada binatang-binatang buas, jika engkau tidak mengubah pikiranmu’,
kata sang pejabat Romawi. ‘Bawalah binatang-binatang buas itu kemari’, kata
Polycarp, ‘karena aku tidak akan mengubah pikiranku dari yang baik kepada yang
lebih jelek’. ‘Apakah engkau meremehkan / menghina binatang-binatang buas itu?
Aku akan menaklukkan rohmu / semangatmu dengan nyala api’. ‘Nyala api yang
engkau ancamkan hanya bertahan untuk sementara waktu, dan segera akan padam’,
jawab sang martir dengan tenang; ‘tetapi di sana ada api yang disediakan untuk
orang jahat, tentang apa engkau tidak tahu; api dari penghakiman yang akan
datang, dan dari penghukuman kekal’. Nyala api dengan segera melakukan
tugasnya) - hal 135.
Pulpit
Commentary: “That he was an extremely old man when, in A.D. 167, he
suffered martyrdom, we learn from the interrogation of the proconsul, who,
after asking him is he was Polycarp, added, ‘Have pity on thy own great age.’
When further urged to reproach Christ, and his life would be spared, he said,
‘Eighty and six years have I served him, and he hath never wronged me; and how
can I blaspheme my King who hath saved me?’ These eighty and six years cannot
be the entire age of Polycarp, but the period which elapsed from his
conversion, which must have taken place, according to this calculation, in A.D.
81, so that fifteen years must have passed from the time he first knew Christ
until the epistle to the Church at Smyrna was written” (= Bahwa ia adalah
seorang yang sangat tua ketika, pada tahun 167 M, ia mengalami kematian
syahid, kita pelajari dari interogasi pejabat Romawi, yang setelah menanyakan apakah
ia adalah Polycarp, menambahkan: ‘Kasihanilah usia lanjutmu sendiri’. Ketika
didesak lebih jauh untuk mencela Kristus, dan jiwanya akan diselamatkan, ia
berkata: ‘86 tahun aku telah melayani Dia, dan Ia tidak pernah menyalahi aku /
berbuat salah kepadaku; dan bagaimana aku bisa menghujat Rajaku yang telah
menyelamatkan aku?’. 86 tahun ini tidak mungkin merupakan seluruh usia
Polycarp, tetapi masa yang berlalu sejak pertobatannya, yang pasti terjadi,
sesuai dengan perhitungan ini, pada tahun 81 M, sehingga 15 tahun telah
lewat sejak ia pertama kali mengenal Kristus sampai surat kepada gereja Smirna
ini ditulis) - hal 99.
Pulpit
Commentary: “In the year of our Lord 167 a cruel persecution broke out
against the Christians of Asia Minor. Polycarp would have awaited at his post
the fate which threatened him, but his people compelled him to shelter himself
in a quiet retreat, where he might, it was thought, safely hide. And for a
while he remained undiscovered, and busied himself, so we are told, in prayers
and intercessions for the persecuted Church. At last his enemies seized on a
child, and, by torture, compelled him to make known where he was. Satisfied now
that his hour was come, he refused further flight, saying, ‘The will of God be
done.’ He came from the upper story of the house to meet his captors, ordered
them as much refreshment as they might desire, and only asked of them this
favour, that they would grant him yet one hour of undisturbed prayer. The
fulness of his heart carried him on for two hours, and even the heathen, we are
told, were touched by the sight of the old man’s devotion. He was then conveyed
back to the city, to Smyrna. The officer before whom he was brought tried to
persuade him to yield to the small demand made upon him. ‘What harm,’ he asked,
‘can it do you to offer sacrifice to the emperor?’ This was the test which was
commonly applied to those accused of Christianity. But not for one moment would
the venerable Polycarp consent. Rougher measures were then tried, and he was
flung from the carriage in which he was being conveyed. When he appeared in the
amphitheatre, the magistrate said to him, ‘Swear, curse Christ, and I will set
thee free.’ But the old man answered, ‘Eighty and six years have I served
Christ, and he has never done me wrong: how, then, can I curse him, my King and
my Saviour?’ In vain was he threatened with being thrown to the wild beasts or
burned alive; and at last the fatal proclamation was made, that ‘ Polycarp
confessed himself a Christian.’ This was the death-warrant. He was condemned to
be burnt alive. Jews and Gentiles, the whole ‘synagogue of Satan,’ here
described, alike, hastened in rage and fury to collect wood from the baths and
workshops for the funeral pile. The old man laid aside his garments, and took
his place in the midst of the fuel. When they would have nailed him to the
stake, he said to them, ‘Leave me thus, I pray, unfastened; he who has enabled
me to brave the fire will give me strength also to endure its fierceness.’ He
then uttered this brief prayer: ‘O Lord, Almighty God, The Father of thy
beloved Son Jesus Christ, through whom we have received knowledge of thee, God
of the angels and of the whole creation, of the whole race of man, and of the
saints who live before thy presence; I than thee that thou hast thought me
worthy, this day and this hour, to share the cup of thy Christ among the number
of thy witnesses!’ The fire was kindled; but a high wind drove the flame to one
side, and prolonged his sufferings; at last the executioner despatched him with
a sword. So did one of Christ’s poor saint at Smyrna die, ‘faithful unto
death,’ and winner of ‘the crown of life,’ and never to ‘be hurt of the second
death.’” [= Pada tahun 167 M. suatu penganiayaan yang kejam meledak
terhadap orang-orang kristen di Asia Kecil. Polycarp mau menunggu di posnya /
tempat tugasnya nasib yang mengancamnya, tetapi umatnya memaksanya untuk
menyembunyikan diri di suatu tempat pengasingan yang sunyi dimana diperkirakan
ia bisa bersembunyi dengan aman. Dan untuk sementara waktu ia tidak ditemukan,
dan ia menyibukkan dirinya sendiri dalam doa dan doa syafaat untuk Gereja yang
dianiaya. Akhirnya musuh-musuhnya menangkap seorang anak, dan dengan penyiksaan
memaksanya menunjukkan dimana Polycarp berada. Yakin bahwa saatnya sudah tiba,
ia menolak untuk lari lebih jauh, dan ia berkata: ‘Jadilah kehendak Allah’. Ia
turun dari lantai atas dari rumah itu untuk menemui para penangkapnya, dan
memerintahkan untuk memberikan makanan dan minuman sebanyak yang mereka
inginkan, dan hanya meminta kepada mereka satu hal, yaitu supaya ia
diperbolehkan untuk berdoa tanpa diganggu selama 1 jam. Kepenuhan hatinya
membuat ia berdoa selama 2 jam, dan dikatakan bahwa bahkan orang-orang kafir
itu tersentuh oleh pemandangan akan kebaktian / penyembahan yang dilakukan oleh
orang tua itu. Lalu ia dibawa kembali ke kota, ke Smirna. Pejabat, di depan
siapa ia dibawa, mencoba untuk membujuknya supaya menyerah pada tuntutan kecil
terhadap dirinya. ‘Kerugian apa’, ia bertanya, ‘yang bisa terjadi padamu untuk memper-sembahkan
korban kepada kaisar?’. Ini adalah ujian yang biasa digunakan terhadap mereka
yang dituduh sebagai orang kristen. Tetapi tidak satu saatpun Polycarp yang
terhormat itu mau menyetujui. Lalu dicoba langkah-langkah yang lebih kasar, dan
ia dikeluarkan dari kereta yang membawanya. Ketika ia muncul di arena, hakim
berkata kepada-nya: ‘Bersumpahlah, kutukilah Kristus, dan aku akan
membebaskanmu’. Tetapi orang tua itu menjawab: ‘86 tahun aku telah melayani
Kristus, dan Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku: lalu bagaimana aku bisa
mengutukNya, Rajaku dan Juruselamatku?’. Sia-sia ia diancam akan dilemparkan
kepada binatang buas atau dibakar hidup-hidup; dan akhirnya dibuat pengumuman
yang fatal, bahwa ‘Polycarp mengaku bahwa dirinya adalah orang kristen’. Ini
merupakan surat perintah kematian. Ia dijatuhi hukuman dibakar hidup-hidup.
Orang-orang Yahudi dan non Yahudi, seluruh ‘sinagog setan’ yang digambarkan di
sini, dalam kemarahan dan kemurkaan, tergesa-gesa mengumpulkan kayu dari kamar
mandi (?) dan bengkel untuk tumpukan pembakaran. Orang tua itu melepaskan
jubahnya, dan mengambil tempatnya di tengah-tengah bahan bakar itu. Ketika
mereka mau mengikatnya pada tonggak, ia berkata kepada mereka: ‘Aku minta,
biarkan aku seperti ini, tidak diikat; Ia yang memberikan aku kemampuan untuk
menantang api juga akan memberiku kekuatan untuk menahan keganasannya’. Lalu ia
mengucapkan doa singkat ini: ‘Ya Tuhan, Allah yang mahakuasa, Bapa dari AnakMu
yang kekasih Yesus Kristus, melalui siapa kami telah menerima pengenalan
terhadapMu, Allah dari malaikat dan dari seluruh ciptaan, dari seluruh umat
manusia, dan dari orang-orang kudus yang hidup di hadapanMu; aku bersyukur
kepadaMu bahwa Engkau telah menganggapku layak, hari ini dan jam / saat ini,
untuk ikut merasakan cawan dari KristusMu di antara banyak saksi-saksiMu!’. Api
dinyalakan; tetapi suatu angin yang kencang mendorong nyala api ke satu sisi,
dan memperpanjang penderitaannya; akhirnya algojo membunuhnya dengan sebuah
pedang. Begitulah salah satu dari orang-orang kudus Kristus di Smirna mati,
‘setia sampai mati’, dan memenangkan ‘mahkota kehidupan’, dan tidak pernah
‘menderita / dirugikan oleh kematian yang kedua’] - hal 85.
William
Barclay, setelah menceritakan bahwa api dinyalakan, dan Polycarp menaikkan doa
syukur / pujian, lalu berkata:
“So much
is plain fact, but then the story drifts into legend, for it goes on to tell
that the flames made a kind on tent around Polycarp and left him untouched. At
length the executioner stabbed him to death to achieve what the flames could
not do. ‘And when he did this there came out a dove , and much blood, so that
the fire was quenched, and all the crowd marvelled that there was such a
difference between the unbelievers and the elect.’” (=
Sebanyak itulah fakta yang jelas, tetapi lalu ceritanya hanyut ke dalam
dongeng, karena ceritanya berlanjut dengan mengatakan bahwa nyala api itu
membuat semacam tenda di sekitar Polycarp dan membiarkan ia tidak tersentuh.
Akhirnya algojo menikamnya sampai mati untuk mendapatkan apa yang tidak dapat
dilakukan oleh nyala api itu. ‘Dan pada waktu ia melakukan hal itu keluarlah
seekor burung merpati, dan banyak darah, sehingga api itu padam, dan semua
orang banyak tercengang karena ada perbedaan seperti itu antara orang tidak
percaya dan orang pilihan’) - hal 77.
Philip
Schaff: “The persecution of the church at Smyrna and the martyrdom
of its venerable bishop, which was formerly assigned to the year 167, under the
reign of Marcus Aurelius, took place, according to more recent research, under
Antoninus in 155, when Statius Quadratus was proconsul in Asia Minor. Polycarp
was a personal friend and pupil of the Apostle John, and chief presbyter of the
church at Smyrna, ... He was the teacher of Ireneaus of Lyons, ... As he died
155 at an age of eighty-six years or more, he must have been born A.D. 69, a
year before the destruction of Jerusalem, and may have enjoyed the friendship
of St. John for twenty years or more” (= Penganiayaan terhadap gereja di
Smirna dan kematian syahid dari uskupnya yang terhormat, yang dulu ditetapkan /
disebutkan pada tahun 167, di bawah pemerintahan Marcus Aurelius, menurut
penyelidikan yang lebih baru terjadi di bawah Antoninus pada tahun 155, pada
saat Statius Quadratus menjabat sebagai prokonsul di Asia Kecil. Polycarp
adalah teman pribadi dan murid dari Rasul Yohanes, dan merupakan ketua penatua
dari gereja di Smirna, ... Ia adalah guru dari Ireneaus dari Lyons, ... Karena
ia mati pada tahun 155 pada usia 86 tahun atau lebih, ia pasti telah dilahirkan
pada tahun 69 M, satu tahun sebelum penghancuran Yerusalem, dan telah menikmati
persahabatan dengan Yohanes selama 20 tahun atau lebih) - ‘History of
the Christian Church’, vol II, hal 51-52.
Catatan: John
Stott (hal 40) mengatakan bahwa kematian syahid Polycarp terjadi pada tanggal
22 Februari tahun 156 M. Beberapa penafsir lain juga mengatakan tahun
156 M.
b)
‘dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan’.
William Barclay: “In this life it may be that the Christian’s
loyalty will bring him a crown of thorns, but in the life to come it will
surely bring him the crown of glory” (= Dalam hidup ini adalah mungkin
bahwa kesetiaan orang Kristen akan memberinya mahkota duri, tetapi dalam hidup
yang akan datang itu pasti akan memberinya mahkota kemuliaan) - hal 84.
John Stott: “‘I will give’, He says. It is not a merit award; it
is a gift” (= ‘Aku akan memberi / mengaruniakan’, kataNya. Itu bukan hadiah
/ pemberian karena kita berjasa / layak; itu adalah suatu pemberian) - hal
49.
Memang
sebetulnya pahala bukanlah sesuatu yang layak kita dapatkan. Itu tetap
merupakan karunia Tuhan bagi kita. Mengapa? Karena kita bisa berbuat baik,
setia dsb hanya kalau Tuhan menolong / menguatkan kita! Bdk. Yoh 15:5 Fil
4:13. 3)
1.
Jon Paulien, “Kabar Baik Dari Patmos”, Bandung:
Indonesia Publishing House, 2007 hal.55,56.
2.
DR. U. Aritonang, Tafsiran Buku Wahyu: Universitas
Advent Indonesia Cisarua -Bandung, 1988. Hal.12-13.
3.
Pdt. Budi Asali, M.Div, Eksposisi Wahyu kepada Yohanes.